53
kebolehan tersebut ialah agar benda itu tetap memberikan kemaslahatan bagi umat manusia sepanjang yang dibolehkan agama.
Dalam Fiqh dikenal prinsip maslahat, yaitu memelihara maksud syara’, yakni memberikan kemanfaatan dan menghindari hal-hal yang
merugikan. Prinsip ini setidaknya dapat dijadikan pertimbangan dalam perubahan menukar dan menjual harta wakaf untuk mencapai fungsinya
sebagaimana dinyatakan si wakif, dari pada harta wakaf dipertahankan tidak boleh dijual, tetapi berakibat harta itu tidak berfungsi, maksud syara’ akan
lebih terpelihara bila harta wakaf itu boleh dijual atau digantikan barang lain yang kemudian berkedudukan sebagai harta wakaf.
10
B. Perubahan Status Wakaf dalam Hukum Positif
Dalam perundang-undangan tentang wakaf di Indonesia tidak diklasifikasikan jenis benda wakaf yang bagaimana yang dapat diubah
statusnya, sehingga dalam hal ini undang-undang secara mutlak membolehkan perubahan status harta benda wakaf apapun jenis bendanya. Sebab yang
menjadi sorotan bukan bentuk, akan tetapi yang terpenting dari wakaf adalah fungsi dan tujuannya.
Pada dasarnya, terhadap benda yang yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan, baik peruntukan maupun statusnya. Dalam
10
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah, Syirkah Bandung: PT Al- Ma’rif, 1987, h.17-18.
54
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Pasal 11 dijelaskan:
1 Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan lain dari pada yang
dimaksud dalam ikrar wakaf. 2 Penyimpangan dari ketentuan tesebut dalam ayat 1 hanya dapat
dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama, yakni:
a. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif.
b. karena kepentingan umum. 3 Perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan
penggunaannya sebagai akibat ketentuan tersebut dalam ayat 2 harus dilaporkan oleh Nadzir kepada kepada BupatiWalikotamadya Kepala
Daerah, cq. Kepala Sub Direktorat Agraria setempat untuk mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.
Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Buku III Hukum Perwakafan pasal 225 ditentukan, bahwa
benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan
dari ketentuan dimaksud hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti dikrarkan oleh wakif. b. Karena kepentingan umum.
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 40 juga mengatur tentang perubahan dan pengalihan harta wakaf yang sudah
55
dianggap tidak atau kurang berfungsi sebagaimana maksud wakaf itu sendiri. Secara prinsip, harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang; dijadikan
jaminan; disita; dihibahkan; dijual; diwariskan; ditukar; atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Namun, ketentuan tersebut dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan
Rencana Umum Tata Ruang RUTR berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah dan
hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Harta benda wakaf yang sudah diubah
statusnya karena ketentuan pengecualian tersebut wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta
benda wakaf semula Pasal 41. Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 di atas,
izin perubahan statuspertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan, jika pengganti harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan
sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pasal 49 ayat 3 a Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang–
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dengan demikian, hukum asal perubahan dan atau pengalihan benda
wakaf dalam perundang-undangan di Indonesia adalah dilarang, akan tetapi
56
selama memenuhi syarat-syarat tertentu dan dengan mengajukan alasan- alasan sebagaimana yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang
berlaku, perundang-undangan tetap memberikan peluang dibolehkannya melakukan perubahan dan atau pengalihan terhadap harta benda wakaf, meski
dengan melalui prosedur dan proses yang panjang. Ketatnya prosedur perubahan dan atau pengalihan harta benda wakaf
itu bertujuan untuk meminimalisir penyimpangan dan menjaga keutuhan harta benda wakaf agar tidak terjadi tindakan-tindakan yang dapat merugikan
eksistensi wakaf itu sendiri, sehingga wakaf tetap menjadi alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak.
11
C. Mekanisme Perubahan Status Wakaf