Hubungan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS (di SMP al-Ihsan Kebon Kacang Tanah Abang Jakarta Pusat)

(1)

OLEH:

ISWATUN HASANAH NIM : 10018218258

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH


(2)

ii

Belajar IPS Ekonomi, Jurusan Kependidikan Islam, Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS Ekonomi. Penelitian ini dilakukan SMP Al-Ihsan Tanah Abang Jakarta pusat tahun ajaran 2008-2009, melibatkan siswa kelas VII (n=40). Instrumen Penelitian berupa angket sikap siswa terhadap guru dan tes hasil belajar IPS Ekonomi.

Penelitian ini menggunakan metode analisis dan kuantitatif, yaitu analisis yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka, dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan, mentabulasikan dan selanjutnya dilakukan perhitungan-perhitungan. dengan berdasarkan hasil penelitian sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar terdapat korelasi yang sedang atau cukupan. Hasil tersebut terlihat dari indeks korelasi product moment rxy 0,641. Hasil belajar siswa di SMP Al-Ihsan Jakarta ini baik, ditunjukkan dengan nilai rata-rata 6, nilai tertinggi 88 dan nilai terendah 40 untuk tes hasil belajar. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara sikap siswa terhadap guru dengam hasil belajar IPS. Hasil analisis terdapat respon siswa menunjukkan bahwa mereka memiliki respon yang positif terhadap guru dan hasil belajar IPS.


(3)

iii

Alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammada SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Salah satu syarat untuk meyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Satu (S1) diperguruan tinggi termasuk UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah membuat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi. Dalam langkah itulah penulis membuat skripsi ini dengan judul “Hubungan Antara Sikap Siswa Terhadap Guru Dengan Hasil Belajar IPS”.

Dalam pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai dorongan dan bantuan berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga skripsi ini dapat di selesaikan. Oleh karena itu seyogyanyalah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesainya skripsi ini, terutama kepada Bapak Drs. Ahmad Sofyan M. Pd sebagai pembimbing yang telah mengarahkan dan memberikan petunjuk-petunjuk yang sangat berharga kepada penulis.

Selanjutnya, ucapan terima kasih yang tiada terhingga penulis sampaikan pula kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di almamater ini. 2. Bapak Rusydy Zakaria M. Pd, M. Phil Ketua Jurusan Kependidikan Islam.


(4)

iv

stafnya yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

5. Ibu Dra. Dwi Budiarti, guru IPS SMP Al-Ihsan yang telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian skripsi ini.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis untuk menelaah dan meminjam buku-buku yang diperlukan dalam rangka penyusunan skripsi ini.

7. Ayah bunda tercinta yang telah merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang, memberikan pengorbanan yang tidak terhitung nilainya, dan senantiasa mendorong serta mendoakan penulis dalam menempuh perjalanan hidup ini.

8. Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu memberikan dorongan dan saran kepada penulis.

9. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT dan dibalas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda, Amiin. Mudah-mudahan pula skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan dan kelemaannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan penulis terima dengan senang hati dan lapang dada.

Jakarta, Agustus 2010


(5)

v

Surat Pernyataan Karya Ilmiah... Abstrak... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang... B. Identifikasi Masalah... C. Pembatasan Masalah... D. Perumusan Masalah... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat Penelitian... BAB II KAJIAN TEORI... A. Sikap Siswa... 1. Pengertian Sikap... 2. Komponen-Komponen Sikap... 3. Ciri-Ciri dan Fungsi Sikap... 4. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Sikap... B. Hasil Belajar...

1. Pengertian Belajar... 2. Pengertian Hasil Belajar... 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar... 4. Teori-Teori Belajar... 5. Hakikat Pendidikan IPS... C. Kerangka Berfikir... D. Hipotesis Penelitian...

ii iii iv v vi vii 1 1 4 4 4 5 5 6 6 6 8 11 12 15 15 17 21 23 27 31 34


(6)

vi

D. Metode Penelitian... E. Populasi dan Sampel... F. Tekhnik Pengumpulan Data... G. Instrumen pengumpulan Data... H. Tehnik Analisis Data... BAB IV HASIL PENELITIAN...

A. Profil Sekolah... B. Deskripsi Data... C. Analisa Data... D. Interprestasi Data... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN...

35 36 36 37 41 46 46 51 54 57 59 59 60


(7)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Salah satu diantara masalah besar dalam bidang pendidikan adalah salah satu aspek kehidupan yang banyak mendapat perhatian baik dari masyarakat maupun pemerintah. Sekolah merupakan sarana pendidikan formal yang timbul dan berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1 Dengan demikaian, dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut berupaya mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman yang bertakwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Bila pendidikan mencapai tujuan tersebut, yaitu manjadi manusia yang bertakwa, maka akan menghailkan manusia yang mempunyai sikap takut berbuat salah, takut merusak tatanan bumi, saling menghargai sesama makhluk, rendah hati, penuh rasa pengabdian dan selalu berupaya agar dalam hidupnya selalu bemanfaat bagi sesama.

Hakikat pendidikan adalah perubahan tingkah laku.apabila tidak terjadi perubahan perilaku, maka pada hakikatnya tidak ada pendidikan atau pendidikan yang dilaksanakan tidak berhasil. Oleh karena itu, perubahan perilaku siswa merupakan tujuan akhir dari suatu pendidikan

“Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap objek sikap. Sikap memiliki tiga komponen, yaitu komponen kognitif, afektif, dan

1


(8)

konatif.”2 Kemudian sikap memiliki sifat yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik (positif) atau buruk (negatif) terhadap objek sikap.3 Namun sikap pun dapat berubah dari sikap yang positif menjadi sikap yang negative dan ataupun sebaliknya karena pada dasarnya sikap merupakan hasil dari proses interaksi, sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya atau objek sikap yang dihadapinya. Dengan demikian, bahwa terbentuk dan berubahnya suatu sikap-sikap itu yang banyak dipengaruhi atau dirangsang (stimulus) oleh objek sikap yang dihadapinya. Dengan demkian, bahwa terbentuk dan berubahnya suatu sikap-sikap itu banyak yang dipengaruhi atau dirangsang (stimulus) oleh objek sikap baik itu dilingkungan sosial maupun kebudayaan, misalnya, dunia pendidikan, keluarga, norma, golongan, agama, dan adat istiadat. Jadi sikap hasil belajar dapat dibentuk maupun diubah sepanjang perkembangan (hidup) si individu.

Sikap merupakan aspek perilaku yang tidak statis, potensi reaksi yang sudah terbentuk dalam diri individu akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikapnya terhadap sesuatu. Suatu stimulus yang sama belum tentu akan menimbulkan bentuk reaksi yang sama dari individu tergantung kepada situasi dan kondisi lingkungan dimana dan kapan stimulus itu terjadi

Jadi, perubahan sikap tergantung kepada ada tidaknya perubahan pengalaman, motivasi, persepsi, keyakinan, dan kondisi lingkungan seorang individu..

Ilmu pengetahuan sosial merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.4 Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu perencanaan program pelajaran yang baik, pemilihan dan penggunaan metode

2

Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) h. 5

3

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya) h. 120

4


(9)

yang tepat serta evaluasi sebagai perbaikan dan penyempurnaan menuju tujuan yang ditetapkan.

Namun demikian, pelaksanaan di sekolah SMP/MTs pembelajaran IPS sebagian masih dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada keterpaduan di dalamya. Hal ini tentu saja menghambat ketercapaian tujuan IPS itu sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya) guru mempunyai tanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan program pembelajaran di kelas, sedangkan pimpinan sekolah mempunyai tanggung jawab untuk mengevaluasi program pembelajaran yang telah disusun dan dilaksanakan oleh guru.

Hasil belajar siswa dalam belajar IPS secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS, yaitu :

1. Kecakapan akademik (academic skill)

2. Kecakapan personal (personal skill), dan 3. Kecakapan sosial (sosial skill)

Sikap yang positif maupun negatf, akan ditemukan pula dalam pelajaran IPS sebagai salah satu mata pelajaran pada proses belajar mengajar di sekolah. Sikap positif terhadap pelajaran IPS misalnya, seorang siswa menganggap bahwa IPS itu menyenangkan. Sedangkan sikap siswa yang negatif mengatakan bahwa IPS itu membosankan. Dan secara kebetulan dilihat dari kedua kasus siswa tersebut, akan didapatkan bahwa sering prestasi siswa yang memiliki sikap positif akan lebih baik prestasinya atau hasil belajarnya bila dibandingkan dengan siswa yang memiliki sikap negatif.

Masalah-masalah dalam dunia pendidikan, khususnya: hubungan antara guru dan siswa, dan materi pelajaran, sering menjadi bahan pembicaraan para penanggung jawab pendidikan dan para penanggung jawab pendidikan itu bersama-sama berusaha mengusahakan jalan pemecahannya. Namun masih jarang


(10)

usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan membentuk sikap anak didik sesuai dengan harapan guru.

Dari kedua hal tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS di SMP Al-Ihsan Jakarta Pusat.

B.

Identifikasi Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS? 2. Bagimana hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap guru dalam kegiatan belajar mengajar? 4. Apakah sikap siswa dalam menerima pelajaran berhubungan dengan hasil

atau prestasi belajar IPS?

5. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang bersikap positif dengan siswa yang bersikap negatif

C.

Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan maka penulis memberikan batasan terhadap permasalah, yaitu hubungan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS, di kelas VII SMP Al-Ihsan Jakarta Pusat.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan sebagai berikut: “bagaimana hubungan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS?


(11)

E.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi guru bidang studi IPS, siswa-siswi dan seluruh pihak yang berkecimpung di dalam dunia pendidikan. Adapun manfaat tersebut dapat diperinci sebagai berikut :

1. Bagi guru adalah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan di dalam mengajar di sekolah, agar penyampaian pembelajaran IPS dapat dengan cepat tanggap dalam melihat sikap-sikap siswa dalam menerima pelajaran IPS,

2. Bagi orang tua, hendaknya memperhatikan putra dan putrinya yang sedang mengikuti pendidikan sekolah dan senatiasa memberikan dorongan atau motivasi belajar agar siswa tidak mengalami kesulitan yang berarti. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan berguna pula untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah-sekolah, khususnya di SMP Al-Ihsan Jakarta Pusat. 3. Bagi peneliti, untuk menambah khasanah dan wawasan dalam


(12)

6

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN

PERUMUSAN HIPOTESIS

A.

Sikap Siswa

1. Pengertian Sikap

Masalah sikap dewasa ini merupakan masalah yang cukup menarik perhatian para ahli. Hal tersebut didasarkan bahwa dengan memahami sikap seseorang maka pada umumnya akan dipahami tingkah lakunya karena tingkah laku seseorang dilatar belakangi oleh sikapnya. Tampaknya para ahli sendiri mempunyai pandangan yang berbeda-beda, walaupun pada dasarnya tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya.

Banyak penelitian dilakukan tentang sikap, namun sebelum membahas lebih jauh tentang sikap, maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian sikap.

“Sikap atau dalam bahasa Inggris (attitude) adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang jika ia terkena suatu rangsangan baik mengenai orang, benda-benda ataupun situasi yang mengenai dirinya.”1

Tiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap suatu objek perangsang. Semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang ikut menjadi pertimbangan dalam bertindak maka semakin sulitlah memprediksikan prilaku dan semakin sulit pula menafsirkannya sebagai indikator sikap seseorang. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga situasi lingkungan. Demikian pula sikap pada diri seseorang terhadap suatu perangsang yang sama mungkin juga tidak berlaku sama.2

Di dalam kehidupan manusia, sikap selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Peranan pendidikan dalam pembentukan sikap pada anak didik

1

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1998), Cet. 14, h 141 2


(13)

adalah sangat pentingnya. Menurut Ellis yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, faktor-faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan di dalam pendidikan adalah : kematangan

(maturation), keadaan fisik anak, pengaruh keluarga, lingkungan sosial,

kehidupan sosial, guru, kurikulum sekolah dan cara guru mengajar.3

Reaksi perasaan sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan menurut Muhibbinsyah, dalam arti sempit adalah sikap pandangan atau kecenderungan mental. Sedangkan menurut Bruno seperti yang dikutip oleh Muhibbinsyah, sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat dianggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.4

Banyak defenisi dan pengertian itu pada umunya dapat dimasukan ke dalam salah satu di antara tiga kerangka pemikiran, yaitu:

Pertama adalah pemikiran yang dimiliki oleh para ahli psikologi di bidang pengukuran sikap seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood, menurut mereka sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak.

(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)

pada objek tersebut.5

Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli psikologi sosial dan psikologi kepribadian seperti, Chave (1928), Bogardus (1931), LaPierre (1934), Mead (1934), dan Gordon Allport (1935) mengkonsepsi mengenai sikap lebih kompleks. Kelompok ini berpendapat, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan

3

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan…, h 142 4

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada 2007), Cet. VI, h 123 5

Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), Cet : XI, h. 4


(14)

bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulasi yang menghendaki adanya respon.6

Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik. Menurut kelompok ini, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektid, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu objek.7

Secord dan Beckhaman (1964) yang dikutip oleh Azwar, mendefinisikan “sikap sebagai keteraturan tertentu dalam perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar.”8

“Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespons (secara positif dan negatif) terhadap suatu objek atau situasi tertentu.”9 Dalam istilah kecenderungan, terkandung pengertian arah tindakan yang akan dilakukan seseorang berkenaan dengan satu objek. Arah tersebut dapat bersifat mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai.

2. Komponen-komponen Sikap

Seperti telah dinyatakan di atas oleh para ahli dalam mendefinisikan mengenai masalah sikap cukup menunjukan adanya pandangan yang berbeda satu dengan yang lain. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas pada umumnya pendapat yang paling banyak diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang dapat membentuk struktur sikap, yaitu komponen pengetahuan (kognitif), komponen emosional (afektif), dan komponen pre-disposisi tindakan (konatif)10.

Selanjutnya Mar’at (1981 : 13) yang dikutip oleh Amir Fadhillah, juga membagi sikap menjadi tiga komponen yang paling menunjang. Sikap merupakan

6

Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya…, h 5 7

Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya…, h 5 8

Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya…, h 5 9

Sorlito w. Sarwono, Sosilogi Kesehatan, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1997) h. 2 10


(15)

kesedian bereaksi terhadap suatu objek atau hal. Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu :

a. Komponen kognitif, yaitu pengetahuan seseorang terhadap suatu objek. b. Komponen afeksi, yaitu hubungan emosional terhadap suatu objek yang

dapat dirasakan sebagai suatu yang disukai atau tidak disukai.

c. Komponen tingkah laku, yaitu kecenderungan untuk bertindak, sesuai dengan kognisi dan afeksinya terhadap sikap.11

Keterkaitan tiga komponen tersebut harus selaras dan konsisten agar bisa memunculkan suatu sikap tertentu. Dalam kata lain, apabila dihadapkan pada suatu obek sikap yang sama maka ketiga komponen tersebut harus mempolakan hal yang sama. Hal ini menunjukan bahwa sikap merupakan kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap, mampu memilih secara tegas di antara beberapa kemungkinan. Sikap terbentuk dari pengalaman-pengalaman masa lampau terhadap suatu objek, situasi atau kondisi mental di saat menerima atau mengorganisasikan informasi.

Menurut David O. Sears dkk (1994 : 169) yang dikutip oleh Fadhilah “pendekatan yang sering digunakan ada tiga pendekatan yang biasa digunakan dalam disiplin psikologi sosial untuk menganalisa sikap manusia, yaitu teori belajar, teori insentif, dan pendekatan kognisi.”12

Pertama, teori belajar dengan asumsi bahwa sikap dipelajari dengan cara yang sama seperti kebiasaan lainnya, orang memperoleh informasi dan fakta-fakta, mereka juga mempelajari perasaan-perasaan dan nilai-nilai yang berkaitan dengan fakta tersebut, induvidu dapat memperoleh informasi dan perasaan melalui proses asosiasi. Dalam kontek ini asosiasi terbentuk bila stimulus muncul pada saat dan tempat yang sama proses lainnya dalam pendekatan belajar adalah adanya peneguhan kembali dan proses imitasi.

11

Amir Fadhilah, Islam dan Lingkungan Hidup. Jurnal Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup UIN Syarif Hidayatullah. Vol 4, Oktobr 2003, h. 67

12


(16)

Kedua, pendekatan insentif yang memandang pembentukan sikap sebagai proses menimbang baik buruknya berbagai kemungkinan posisi dan kemudian mengambil alternatif terbaik, pendekatan ini mempunyai kesamasan dengan pendekatan belajar dalam pengertian bahwa sedikit banyak sikap ditentukan oleh jumlah dari unsur negatif dan positif. Sedangkan letak perbedaannya adalah teori insentif mengabaikan asal usul sikap dan hanya mempertimbangkan keseimbangan insentif yang terjadi, perbedaan lainnya jika teori insentif menekankan keuntungan atau kerugian apa yang akan dialami seseorang bila mengambil posisi tertentu.

Ketiga, pendekatan kognitif yang memandang orang sebagai mahluk yang berusaha mempertahankan konsistensi antara berbagai sikap mereka, antara afeksi dan kognitif mereka terhadap suatu objek tertentu, serta sikap dan perilaku mereka

Gambar 1. Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi.13

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sikap timbul karena ada stimulus. Jadi sikap adalah hasil belajar individu yang dapat dibentuk maupun diubah sepanjang perkembangan (hidup) individu yang bersangkutan. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antar individu yang satu dan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang dihadapi atau diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa adanya interaksi manusia, terhadap objek sikap tertentu atau suatu objek sikap.

13

Soekidjo Notoatmojo, Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007) h. 143

Stimulus Rangsangan

Proses Stimulasi Reaksi

Tingkah laku (terbuka)

Sikap (Tertutup)


(17)

3. Ciri-ciri dan Fungsi Sikap

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Maka demikian perlu kiranya mengetahui ciri-ciri sikap untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong lainnya.

Adapun Sarlito Memberikan ciri-ciri sikap sebagai berikut :

a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan objek-subjek. Tidak ada sikap yang tanpa objek

b. Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman.

c. Sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan disekitar individu

d. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. e. Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah dipenuhi.

f. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan banyaknya objek.14

Sedangkan Sobur, Alex memberikan ciri khas dari sikap sebagai berikut: a) Mempunyai objek tertentu (oang, perilaku, konsep, situasi, bnda, dan

sebagainya)

b) Mengandung penilaian (suka-tidak suka: setuju-tidak setuju)15

Dengan demikian, ciri-ciri tersebut merupakan ciri-ciri sikap yang dapat digunakan untuk membedakan sikap dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia. Adapun fungsi dari sikap menurut Katz Iih. Secord dan Beckman (1964) yang dikutip oleh Bimo Walgito, sikap mempunyai empat fungsi, yaitu : 16

a. Fungsi instrumental, atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat. Fungsi ini adalah berkaitan dengan sarana-tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka pencapaian tujuan.

b. Fungsi pertahanan ego, ini merupakan sikap yang diambil seseorang demi untuk mempertahankan ego dan aku-nya. Sikap ini diambil pada seseorang

14

Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 2003) h. 101 15

Hendra Arif, Sikap (At t it ude), diambil pada 30 sept em ber 2010 dari ht t p:/ / ajangberkarya.w ordpress.com/ 2008/ 10/ 13/ sikap-at it t ude

16


(18)

pada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya atau egonya.

c. Fungsi ekspresi, nilai sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat menunjukan dirinya.

d. Fungsi pengetahuan, individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan pengalaman-pengalamannya, untuk memperoleh pengetahuannya. e. Fungsi utilitarian, mengacu pada ide bahwa orang mengekspresikan

perasaan untuk mamaksimalkan hukuman yang mereka terima dari orang lain17

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sikap siswa terhadap guru adalah suatu pemikiran/pandangan, penilaian siswa yang dapat bersifat negatif atau positif yang diwujudkan dalam bentuk ungkapan maupun kecenderungan untuk bertindak pada proses belajar mengajar. Pengajaran berintikan interaksi antara siswa dengan guru dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan dua hal yang berbeda tetapi membentuk satu kesatuan.

Dalam interaksi belajar-mengajar terjadi proses pengaruh-mempengaruhi. Bukan hanya guru yang mempengaruhi siswa, tetapi siswa juga dapat mempengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda, apabila menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif, dan kelas yang berdisiplin dengan yang kurang disiplin. Peranan sikap dalam kehidupan manusia besar sekali, sebab apabila sudah terbentuk maka akan menentukan cara-cara tingkah laku manusia terhadap objek-objeknya..

4. Beberapa faktor yang berhubungan dengan Sikap

Menurut Heri Purwanto, “pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan suatu proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu dengan individu lain di sekitarnya.”18

17

Wart a w arga, sikap, mot ivasi, dan konsep diri, diambil pada 30 sept em ber 2010 dari ht t p/ / w art aw arga.gunadarma.ac.id/ 2009/ 12/ sikap-mot ivasi-dan-konep=dii-5/ DIUNDUH PADA:8/ 19/ 2008

18

Heri Purwanto, Pengantar Prilaku untuk Keperawatan, (Jakarta : Buku kedokteran EGC, 1999) h. 66


(19)

Menurut Sarlito ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu :

a. Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, seperti selektivitas.

b. Faktor ekstern selain faktor-faktor yang terdapat dalam diri sendiri, maka pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor yang berada di luar, seperti sifat objek, media komunikasi, dan lingkungan.19

Di samping hal-hal tersebut, berkaitan dengan pembentukan atau pengubahan sikap, terdapat faktor-faktor yang dapat mengubah sikap, yaitu :20

a. Faktor kekuatan atau force ini dapat memberikan situasi yang dapat mengubah sikap. Kekuatan untuk dapat bermacam-macam bentuknya misal kekuatan fisik. Kekuatan ekonomi, kekuatan yang berwujud peraturan-peraturan dan sejenisnya.

b. Berubahnya norma kelompok bila seseorang telah menginternalisasi norma kelompok maka apa yang menjadi norma kelompok akan diambil oper dan dijadikan sebagai normanya sendiri.

c. Membentuk kelompok baru akan dapat pula mengubah atau membentuk sikap yang baru pula, dengan pembentukan kelompok yang baru, akan terbentuk pula norma yang baru. Dengan terbentuknya norma-norma yang baru, hal ini akan memungkinkan terbentuknya sikap-sikap yang baru pula.

Tidak semua faktor harus dipenuhi untuk membentuk suatu sikap, tetapi makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat terbentuknya sikap. Dengan kata lain bahwa sikap merupakan kesiapan bertindak terhadap objek, dan merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi terus menerus dengan lingkungannya dan untuk dapat menjelaskan bagaimana terbentuk dan berubahnya suatu sikap seseorang terhadap objek sikap akan dapat jelas diikuti pada bagan sikap di bawah ini :

19

Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 2003) Cet. 9 h. 103 20


(20)

Gambar 2. Bagan Sikap (Dikutip dari Mar’at, 1982, h. 22 : dengan beberapa perubahan)

Dari bagan tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor internal. Faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, norma-norma yang ada dalam masyarakat, semua ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.21

Dari uraian di atas, menunjukan bahwa sikap dipandang sebagai hasil belajar dan sangat tergantung pada kemampuan kognitif seseorang dalam menerima dan mengelola informasi yang diperolehnya melalui pendidikan. Sehingga terjadi mekanisme psikologis yang memberikan motivasi pasif atau aktif yang menyebabkan individu terdorong untuk mengubah sikapnya.

Bagian dari koefisiensi korelasi dalam hubungan antara perubahan sikap dan pemahaman kognitif sangat signifikan. Jadi, kemungkinannya individu dengan tingkat kognitif yang lebih tinggi akan lebih cenderung untuk merubah sikap. Hubungan antara ranah afektif dengan ranah kognitif, keduanya berhubungan dengan tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan dari sikap, membuat kedua domain tersebut pada saat sebelum dan sesudah pembelajaran sangat tergantung pada pertimbangan emosional atau informasi yang telah dipelajari memungkinkan untuk membuat proses keputusan.

21

Bimo Walgito, Psikologi Sosial…, h. 131 Faktor Internal :

- Fisiologi - Psikologi

Sikap

Reaksi Faktor eksternal

- Pengalaman - Situasi - Norma-norma - Hambatan - Pendorong


(21)

Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru memerlukan kesiapan yang matang agar dalam pelakasanaanya dapat berjalan dengan lancar. Guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak hanya sekedar menjalaskan tugasnya, namun haruslah diiringi dengan tanggung jawab dan pembentukan sikap, dengan adanya pembentukan sikap yang baik antara guru dan siswa maka kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan dan keinginan bersama.

Proses belajar mengajar akan terlaksana dengan baik apabila di antara guru dan siswa memiliki hubungan timbal balik dalam suasana yang menyenangkan. Untuk itu, pembentukan sikap yang baik perlu diciptakan agar dapat meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah.

B.

Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”. Sering kali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang belajar, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui arti yang sebenarnya tentang belajar itu sendiri, tujuannya agar kita sebagai pendidik mengerti betul arti, proses, faktor yang mempengaruhi hal dalam belajar, dan tujuan yang hendak dicapai dalam proses belajar mengajar.

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Menurut Nana Sudjana, “belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”.22 Perubahan sebagai hasil proses belajar

22

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2002) Cet. 6, h.28


(22)

dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, sikap, tingkah laku, keterampilan dan kemampuan seseorang.

Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan melibatkan proses kognitif.

Definisi lain dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, belajar yaitu “belajar merupakan sauatu proses belajar yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau kecakapan”.23

Belajar dapat dipandang dan dipahami sebagai perbaikan perilaku dan kecakapan-kecakapan pada diri seseorang atau memperoleh kecakapan-kecakapan dan tingkah laku baru kearah yang lebih baik. Oleh karena itu belajar merupakan kebutuhan primer bagi setiap orang untuk merubah bentuk perilaku kearah yang lebih baik lagi serta diharapkan perubahan itu relatif menetap dalam diri seseorang.

Sementara itu Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching for Learning

The View From Cognitive Psychologi, sebagaimana dikutip oleh Muhibbin Syah

mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan yaitu “rumusan kuantitatif, rumusan intitusional, dan rumusan kualitatif”.24

a. Tinjauan dari sudut jumlah (kuantitatif), belajar merupakan pengisian atau perkembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa.

b. Tinjauan kelembagaan (intitusional), belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atau materi-materi yang telah dipelajari.

c. Tinjauan mutu (kualitatif), belajar merupakan proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.

23

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 198) Cet, 14, h. 102 24


(23)

Adapun definisi belajar menurut Oemar Hamalik adalah sebagai berikut : a. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil belajar atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. b. Sejalan dengan perumusan di atas, adapun tafsiran lain tentang belajar

yang menyatakan, bahwa belajar suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dibandingkan pengertian yang pertama maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan perilaku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interkasi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.

c. Belajar adalah suatu proses bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh.25

Pengertian tentang belajar yang telah dikemukanakn oleh para ahli di atas memberikan sebuah pandangan serta pemahaman bahwa belajar merupakan suatu usaha seseorang untuk merubah perilaku kearah yang lebih positif dari segi pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang didapat dari hasil latihan dan pengalaman.

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan istilah yang sudah lazim dalam dunia pendidikan. Umumnya hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari pengertian belajar. Oleh karena itu akan dikemukakan pengertian masing-masing kedua kata tersebut. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan sebuah proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap serta untuk mencapai hasil tersebut dilakukan dengan kegiatan belajar mengajar yang terprogram dan terkontrol dalam pelaksanaannya.

25


(24)

Secara harfiah atau etimologi, Hasil ialah “ sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebagainya) oleh usaha. Jadi jelaslah bahwa hasil itu adalah setelah adanya usaha yang dilakukan seseorang.”26

Suatu kegiatan belajar dikatakan efisien jika prestasi belajar yang diinginkan dapat tercapai dengan usaha yang minimal. “Usaha dalam hal ini segala sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan seperti, tenaga dan pikiran, waktu, peralatan belajar, hal yang lain-lain yang relevan dengan kegiatan belajar”.27

Benyamin S Bloom yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto bahwa “hasil belajar meliputi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.”28 Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Dari ketiga ranah tersebut ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Adapun tujuan belajar kognitif untuk memperoleh pengetahuan fakta/ingatan, pemahaman, aplikasi, dan kemampuan berfikir analisis, sintesis dan evaluasi. Tujuan afektif untuk memperoleh sikap, apresiasi, karakterisasi dan tujuan psikomotorik untuk memperoleh keterampilan fisik yang berkaitan dengan keterampilan gerak maupun keterampilan ekspresi verbal dan non verbal.29

Dari beberapa pengertian tentang hasil belajar yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan produk yang telah tercapai oleh siswa dalam bentuk perubahan-perubahan pada diri siswa yang diharapkan terjadi setelah proses belajar yang meliputi tiga ranah sebagai akibat dari proses belajar mengajar yang dialaminya.

26

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, edisi Kedua, h. 343

27

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) Cet. 6, h. 134 28

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008) Cet. 18, h. 117

29


(25)

Tiga ranah tersebut adalah :

a. Ranah kognitif, meliputi perubahan dalam penguasaan pengetahuan terhadap fakta, konsep, dan teori tertentu.

b. Ranah afektif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan, dan kesadaran.

c. Ranah psikomotorik, meliputi perubahan-perubahan kemampuan motorik seseorang dalam kerja ilmiah.

Dalam ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu:

1) Pengetahuan/ingatan, yaitu kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai hal-hal yang sukar.

2) Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna materi yang dipelajari.

3) Penerapan/aplikasi, yaitu kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliki pada situasi baruyang menyangkut penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya, dalam memecahkan persoalan tertentu.

4) Analisis, yaitu kemampuan mengkaji atau menguraikan sesuatu kedalam komponen-komponen atau bagian-bagian yang lebih spesifik, serta mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lain, sehingga struktur dan aturannya dapat lebih difahami.

5) Sintesis, yaitu kemampuan memadukan berbagai konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk yang baru.

6) Evaluasi, yaitu kemampuan memberikan pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-norma atau patokan-patokan tertentu.30

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu: 1) Penerimaan, yaitu mengacu pada kesediaan menerima dan menaruh perhatian

terhadap nilai tertentu 30


(26)

2) Pemberian respon, yaitu mengacu pada kecenderungan memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu, menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespon serta merasakan kepuasan dalam merespon.

3) Penghargaan, yaitu mengacu pada kecenderungan menerima suatu norma tertentu, menghargai suatu norma, serta mengikat diri pada suatu norma. 4) Pengorganisasian, yaitu mngacu pada proses membentuk konsep tentang

suatu nilai serta menyusun suatu system nilai-nilai dalam dirinya.

5) Karakterisasi, yaitu mengacu pada proses mewujudkan nilai–nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak, dimana norma itu tercermin dalam pribadinya.31

Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari tujuh aspek, yaitu:

1) Persepsi, yaitu mengacu pada penggunaan alat drior untuk memperoleh kesadaran akan suatu objek/gerakan dan mengalihkannya kedalam kegiatan/perbuatan.

2) Kesiapan (set), yaitu mengacu ada kesiapan memberikan respon secara mental, fisik maupun perasaan untuk suatu kegiatan.

3) Respon terbimbing, yaitu mengacu pada pemberian respon sesuai dengan contoh prilaku/gerakan-gerakan yang diperlihatkan/ didemonstrasikan sebelumnya.

4) Mekanisme, yaitu mengacu pada keadaan dimana respon fisik yang dipelajari telah menjadi kebiasaan.

5) Respon dan kompleks, yaitu mengacu pada pemberian respon atau prilaku/gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien.

6) Adaptasi, yaitu mengacu pada kemempuan menyesuaikan respon atau prilaku/gerakan dengan situasi yang baru.

7) Organisasi, yaitu mengacu pada kemampuan menampilkan dalam arti menciptakan prilaku/gerakan yang baru.32

31


(27)

Adapun tiga ranah tujuan pendidikan yang menjadi sasaran evaluasi hasil belajar harus dijabarkan dahulu ke dalam indikator hasil belajar yang kemudian diukur dan dinilai untuk memperoleh kesimpulan hasil belajar, yakni berupa nilai.

Meskipun secara teoritis, belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun tidak semua perubahan tingkah laku organisme dapat dianggap belajar. Setiap prilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik. Oleh karena itu perlu diketahui ciri-ciri perubahan tingkah laku yang dimaksud dalam kategori hasil belajar.

1) Perubahan yang terjadi secara sadar, berarti bahwa individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu, atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, yaitu sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam individu berlangsung secara terus menerus dan tidak statis.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Bahwa perubahan tersebut senantiasa akan bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

4) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena adanya tujuan yang ingin dicapai.

5) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Bahwa suatu proses belajar tersebut meliputi perubahan tingkah laku.33

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar

Di dalam proses belajar mengajar di kelas siswa memiliki karakteristik tertentu, baik fisiologis maupun psikologis. Menurut Muhibbin Syah faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Faktor internal (faktor dari luar diri siswa), yakni keadanaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.

32

R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran..., h. 74 33

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. IV, h. 3-4


(28)

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa.

c. Faktor pendekatan belajara (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.34

Jadi bila definisi hasil dan belajar dipadukan menjadi hasil belajar, maka pengertian hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikutu program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibagi menjadi dua bagian sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul psikologi pendidikan, yaitu :35

a. Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang belajar (faktor intern), yang meliputi fakttor fisiologis (mencakup kondisi fisik dan panca indera) dan faktor psikologis (mencakup minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif)

b. Faktor yang berasal dari luar diri orang yang belajar (faktor ekstern), yang meliputi faktor instrumental (kurikulum, guru, sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan). Para ahli psikologi kognitif juga memperhitungkan faktor eksternal dan internal ini dalam mengembangkan teorinya. Mereka berpendapat bahwa kegiatan belajar merupakan proses yang bersifat internal yang di pengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Proses belajar tersebut digambarkan pada bagan di bawah ini.

34

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007) Cet. 6, h. 144 35


(29)

Gambar 3. Faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi peristiwa belajar Beberapa ahli pendidikan, antara lain J. Guilbert yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo, mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ke dalam empat kelompok besar, yakni :

a. Faktor materi atau hal yang dipelajari, ikut menentukan proses dan hasil belajar. Misalnya, belajar pengetahuan, dan belajar sikap atau keterampilan.

b. Faktor lingkungan yang dikelompokkan menjadi 2, yakni lingkungan fisik yang antara lain terdiri dari suhu, kelembaban udara, dan kondisi tempat belajar. Sedangkan lingkungan sosial, yakni manusia dengan segaa interaksinya serta reprensentasinya seperti keramaian atau kegaduhan. c. Faktor instrumental yang terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti

perlengkapan belajar dan alat peraga, dan perangkat lunak (software) seperti kurikulum, pengajar atau fasilitator belajar, dan metode belajar mengajar.

d. Sektor individu subjek belajar yang dibedakan ke dalam kondisi fisiologi seperti kekurangan gizi dan kondisi panca indera, sedangkan kondisi psikologi, seperti intelegensi, pengamatan, daya tangkap, ingatan dan motivasi.36

Pandangan yang beragam mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas pada intinya memiliki kesamaan yaitu, bahwa hasil belajar merupakan produk yang

36

Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007) h. 49

Faktor Eksternal

Faktor Internal Fakta Informasi (Factual Information)

Keterampilan Intelektual (Intelectual Skill)

Strategi-strategi (Strategies) Persentuhan Repetisi

(repetition)

Penguat (Reinforcement)


(30)

dicapai setelah terjadinya proses belajar yang dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal, serta faktor pendekatan-pendekatan belajar yang keseluruhannya saling mendukung dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran yang merupakan titik puncak dari kegiatan belajar mengajar di kelas.

4. Teori-teori Belajar

Belajar adalah proses tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan. Proses perubahan tingkah laku atau proses belajar yang terjadi pada diri individu itu merupakan proses internal psikologi yang tidak dapat diketahui secara nyata. Oleh karena terjadinya proses belajar itu tidak dapat diketahui secara jelas maka timbullah perbedaan pendapat di kalangan para ahli psikologi, sehingga akibatnya terjadi bermacam-macam teori belajar.

Teori adalah pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Pendapat ahli yang bersifat teoritis itu biasanya bersisi “konsep” (pengertian/defenisi) dan “prinsip” (aplikasi konsep/cara-cara pelaksanaan konsep tersebut)

Teori-teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli psikologi itu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Daya; Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi; Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Gesalt.37

a. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya

Teori ini dikemukakan oleh ahli psikologi zaman filsafat seperti Plato, dan Aristoteles.

Menurut teori ini jiwa manusia itu terdiri dari berbagai daya di mana masing-masing daya itu mempunyai fungsinya sendiri. Daya jiwa tersebut adalah daya ingatan, daya berfikir, daya fantasi dan lain sebagainya.

Belajar menurut teori ini ialah dengan mengasah/melatih daya-daya itu agar berfungsi daya itu sudah tajam, maka daya jiwa itu dapat digunakan untuk apa saja dalam hidup ini.

37


(31)

Cara belajar dengan teori ini ialah : untuk mengasah/melatih daya berfikir dilakukan dengan cara siswa disuruh mengerjakan soal-soal hitungan atau ilmu pasti sebanyak-banyak setiap hari, sedangkan untuk melatih daya ingatan dilakukan dengan cara siswa disuruh menghafal angka-angka, kata-kata yang sedikitpun tidak mengandung arti. Dengan demikian tujuan belajar menurut teori Ilmu Jiwa Daya ini bukan untuk menguasai materi pengetahuan yang diajarkan tetapi untuk membentuk kemampuan daya jiwa agar dapat berfungsi secara tajam, atau disebut dengan tujuan pembentukan formil.

b. Teori Belajar Menurut Jiwa Asosiasi

Ilmu jiwa asosiasi berpendirian bahwa keseluruhan itu merupakan penjumlahan dari bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Teori-teori belajar berdasarkan ilmu jiwa ini tampaknya lebih menekankan kepada segi hubungan yang erat antara stimulus dan respon.

Menurut teori ilmu jiwa asosiasi, belajar itu diasosiakan dengan memperkuat hubungan stimulus dengan respon.

Dalam aliran ini dikenal dua macam teori yaitu : teori Connectionisme

(Thordike) dan teori Conditioning. Teori Conditioning ada tiga macam, yakni : teori Classical Conditioning dari Pavlon, teori Operant Conditioning dari Skinner dan teori Conditioning dari Guthrie.

Keempat macam teori belajar intinya hampir sama yaitu menekankan pada bagaimana upaya memperkuat hubungan stimulus-respon. Segi perbedaan dari keempat teori tersebut terletak pada bentuk/macam cara yang disarankan oleh masing-masing teori tersebut dalam upaya memperkuat terjadinya hubungan stimulus dan respon.

c. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt

Jika dilihat dari latar belakang psikologinya ini berbeda dengan teori-teori yang telah diuraikan terlebih dahulu. Teori ini berpendirian bahwa keseluruhan itu lebih penting dari bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dan bahwa manusia itu adalah organisme yang kreatif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu itu bertindak atas berbagai pengaruh baik dari dalam maupun dari luar diri individu.


(32)

Jadi manusia menurut pandangan ini bukan hanya mahluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya seperti anggapan terori-teori terdahulu, akan tetapi reaksi manusia terhadap dunia luar itu sangat tergantung bagaimana dia menerima rangsangan, bagaimana sifat rangsangan dan bagaimana motif-motif yang ada pada dirinya.

Oleh karena itu menurut teori ilmu Gestalt belajar itu bukan hanya sekedar proses asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperkuat dengan koneksi-koneksi atau conditioning dengan melalui latihan-latihan atau ulangan-ulangan, akan tetapi menurut teori ini belajar itu terjadi jika ada pemahaman (insight). Jadi seseorang belajar jika dia membuat insight, dan insight itu diperoleh jika ia dapat melihat hubungan tertentu antara berbagai hal dalam situasi atau masalah yang dipelajari. Sehingga ia memahami sangkut pautnya dan mengerti maknanya. Dan

insight akan dapat diperoleh jika orang yang belajar mau/mencoba memahami dan

memperoleh kejelasan mengenai konsep masalah yang dipelajari. Menururt psikologi Gestalt, mengetahui kejelasan atau memahami makna masalah (insight) yang dipelajari atau diamati dalam situasi belajar seseorang dari pada dengan memberikan ganjaran atau hukuman.

Dengan demikian, cara belajar menurut teori Gestalt itu harus dilakukan dengan sadar dan bertujuan memperoleh insight (pemahaman) tentang masalah yang dipelajari dalam proses belajar memperolh insight itu memang tidak mudah, ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya insight, yaitu :

a. Kesanggupan atau kemampuan intelegensi individu

b. Pengalaman seseorang dalam bidang yang dipelajari/bahan apresiasi c. Taraf kompleksitas suatu masalah, makin komplek masalahnya makin

rumit dan sulit untuk memperoleh insight

d. Latihan, dengan sering berlatih dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight

e. Trial and error, karena struktur masalahnya tidak pernah segera dapat diketahui, maka perlu mencoba kembali sampai akhirnya dapat dipahami dengan jelas hubungan berbagai unsur dalam masalah tersebut.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah teori belajar menurut ilmu Gestalt ini digunakan selain untuk memperoleh penguasaan pengetahuan yang bersifat pemahaman, analisis sintesis dan evaluasi, juga teori ini akhirnya


(33)

diharapkan dapat mencapai tujuan pembentukan kemampuan problem solving, agar siswa kelak mampu memecahkan setiap masalah yang dihadapi dengan baik. Beberapa prinsip belajar yang penting diperhatikan menurut teori belajar ilmu jiwa Gestalt ini, yakni :

a. Manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.

b. Belajar adalah penyesuaian diri dari lingkungan. Seseorang belajar jika ia berbuat dan bertindak sesuai dengan apa yang dipelajarinya

c. Manusia berkembang secara keseluruhan dari sejak masa fetus sampai masa dewasa. Dalam setiap fase perkembangan manusia senantiasa lengkap yang berkembang segala aspeknya.

d. Belajar adalah perkembangan kearah differensiasi yang lebih luas

e. Belajar hanya akan berhasil jika tercapai kematangan untuk memperoleh

insight

f. Belajar tidak mungkin terjadi tanpa adanya kemauan dan motivasi untuk belajar

g. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan yang mengandung arti bagi individu h. Dalam proses belajar anak itu harus senantiasi merupakan organisme yang

aktif, bukan ibarat suatu bejana yang harus diisi.38

Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dilihat dari prilakunya baik prilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir atau keterampilan motorik, hampir sebagian besar dari kegiatan atau prilaku yang diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa terhadap mata pelajaran yang ditempuhnya. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut disekolah dilambangkannya dengan angka-angka atau hurup.

Seperti halnya pada kecerdasan, hasil belajar juga dapat diukur. Alat untuk mengukur hasil belajar disebut tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes pencapaian (achievement test), yakni test yang biasa digunakan untuk mengungkap pencapaian atau prestasi belajar.39

38

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1995), Cet. 3, h. 73-74 39

Anas Sudijono, Penggantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. 3, h. 28


(34)

5. Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah memperdayakan siswa agar memiliki kecakapan berfikir, membentuk warga negara yang aktif dan bertanggung jawab serta mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggunakan konsep-konsep IPS.

Ilmu pengetahuan sosial atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi meteri cabang-cabang ilmu-ilmu sosial; sosiolosgi, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.

IPS adalah “integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.”40

Kurikulum 2004 Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan IPS merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakat, bangsa , dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.41

Dengan demikian penulis menarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya pembelajaran IPS berupaya memberikan pengetahuan dengan memanfaatkan ilmu-ilmu sosial berarti siswa mempelajari fakta, konsep, dan prinsip-prinsip yang terdapat dan terjadi dalam kehidupan masyarakat baik di dalam maupun di luar lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian dihararapkan siswa dapat dengan mudah melihat, menganalisa, dan memahami gejala-gejala kemayarakatan dan masalah-masalah sosial yang kompleks, saling berhubungan dan pengaruh mempengaruhi antara unsur yang satu dengan yang lain.

Adapun tujuan umum pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah memperdayakan siswa agar memiliki kecakapan berfikir, membentuk warga negara yang aktif dan bertanggung jawab serta mampu memecahkan masalah

40

Admin. 2008. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu SMP/MTs. (Model IPS), diambil pada 13 juni 2009 dari http://mgmpips.wordpress.com, h. 1

41


(35)

yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, dengan menggunakan konsep-konsep IPS.

National Council for the Social Studies (NCSS) menyebutkan bahwa tujuan studies (IPS) adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang rasional sebagai warga negara dengan kultur yang beragam, dan masyarakat demokrasi di dunia yang saling ketergantungan.42 Awan Mutakin (1998) menyatakan bahwa tujuan utama IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.43

Pengetahuan sosial di SMP dan MTs mempunyai tujuan dan fungsi sebagai berikut :44

a. Mengembangkan pengetahuan dasar kesosiologian, kegeografian, keekonomian, dan kewarganegaraan.

b. Mengembangkan kemampuan berfikir, inquiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial.

c. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan. d. Meningkatkan kemampuan berkompetensi dan bekerja sama dalam

masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun skala internasional.

Pengetahuan sosial berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan.

42

S. Eko Putro Widoyoko, Model Evaluasi Program Pembelajaran IPS di SMP, diambil pada 13 Juni 2009 dari http://www.suwenda.googlepages.com/060-model-ips-terpadu.pdf, h.5

43

Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, diambil pada 13 Desember 2008 dari http://akhmadsudrajatfiles.wordpress.com/2008-model-IPS-Terpadu-SMP.pdf, h. 5

44


(36)

Menurut Zamroni arah pengajaran ilmu-ilmu sosial adalah mengembangkan kemampuan berfikir kritis (critical thinking) dan kesadaran serta komitmen siswa terhadap perkembangan masyarakat.45

Sarifudin menyatakan bahwa IPS bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan sikap dan keterampilan sosial (sosial skill).46

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS mempunyai tujuan untuk mengembangkan kecakapan akademik (academic skill), kecakapan personal (personal skill) dan kecakapan sosial (social

skill) siswa. Kecakapan akademi merupakan kecakapan untuk menguasai berbagai

konsep dasar dalam ilmu-ilmu sosial yang menjadi sumber pembelajaran IPS. Kecakapan personal (personal skill) merupakan kecakapan yang diperlukaan agar siswa dapat eksis dan mampu mengambil peluamg yang positif dalam kondsi kehidupan yang berubah dengan sangat cepat. Kecakapan personal tersebut diantaranya kecakapan berfikir kritis dan kecakapan memecahkan masalah. Kecakapan sosial merupakan kecakapan yang dibutuhkan untuk hidup dalam masyarakat yang multi kultur, masyarakat yang demokratis dan masyarakat global yang penuh persaingan dan tantangan. Kecakapan kecakapan sosial meliputi kecakapan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis dan kecakapan bekerjasama dengan orang lain, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa mata pelajaran IPS di SMP secara rinci memiliki 4 tujuan :

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

45

S. Eko Putro Widyoko, Model Evaluasi Program Pembelajaran IPS di SMP, diambil pada 13 Juni 2009 dari http://www.suwenda.googlepages.com/060-model-ips-terpadu.pdf

46

S. Eko Putro Widyoko, Model Evaluasi Program Pembelajaran IPS di SMP, diambil pada 13 Juni 2009 dari http://www.suwenda.googlepages.com/060-model-ips-terpadu.pdf


(37)

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global. Keempat kecakapan tersebut pada dasarnya untuk membentuk dan mengembangkan 3 kecakapan peserta didik, yaitu kecakapan akademik, kecakapan personal, kecakapan sosial. Kecakapan akademik dijabarkan lebih rinci dalam tujuan pertama, yaitu memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial serta memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Sedangkan kecakapan sosial diuraikan lebih rinci dalam tujuan yang keempat, yaitu siswa diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bertujuan untuk “mengembangkan kemampuan berfikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai budaya”.

Secara sederhana ini berarti, pengajaran IPS dilakukan terhadap siswa adalah untuk dapat memahami bahwa masyarakat itu merupakan suatu kesatuan (system) yang permasalahannya bersangkut paut dan pemecahannya memerlukan pendekatan-pendekatan indisipliner, yaitu pendekatan yang komperhensif dari sudut ilmu hukum, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah, antropologi, dan sebagainya.

Maka dalam hal ini peneliti akan mencoba melakukan penelitian untuk mendapatkan data empiris tes hasil belajar IPS di SMP Al-Ihsan.


(38)

C.

Kerangka Pemikiran

Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran mempunyai peran yang cukup dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki peluang yang lebih untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang memiliki sikap yang negatif. Sikap merupakan penentu yang penting bagi perilaku. Ketika pembelajaran dirancang lebih menarik, belajar menjadi lebih mudah, lebih cepat dan prestasi menjadi lebih tinggi.

Motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belajar siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar pada akhirnya akan memperoleh prestasi yang lebih baik.

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunju pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.

Dua konsep ini menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi siswa guru, dan siswa-siswa pada saat pengajaran berlangsung. Inilah makna belajar dan mengajar sebagai suatu proses.

Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, dan perubahan perasaan. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses belajar.

Perlu diingat kembali bahwa sikap lebih dipandang sebagai hasil dari proses belajar, interaksi dan sosialisasi dari pada sebagai hasil perkembangan atau


(39)

suatu yang diturunkan. Hal ini berarti bahwa sikap diperoleh melalui interaksi dengan objek sosial atau peristiwa sosial, di mana sebagian hasil belajar, sikap dapat diubah atau dikembalikan seperti semula, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Mari lihat bagan di bawah ini :

Gambar 4. Bagan Persepsi (dikutip dai Mar’at, 1982, hlm 23; dengan perubahan) Bagan di atas menjelaskan, faktor intern dan ektern akan mempengaruhi sikap siswa terhadap objek. Objek sikap (pembelajaran IPS) akan dipersepsi oleh siswa, dalam mempersepsi pembelajaran IPS akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, media massa, kebudayaan, pendidikan, hal ini berkaitan dengan segi kognitif. Afeksi akan mengiring hasil kognisi terhadap objek sikap (pembelajaran IPS) sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait segi konasi, yaitu merupakan kesiapan untuk bertindak, kesiapan untuk berprilaku. Kemudian keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan.

Dari paparan di atas, bahwa afektif pada diri siswa besar peranannya dalam pendidikan, dan karenanya tidak dapat diabaikan begitu saja. Pengukuran terhadap ini amat berguna dan lebih dari itu kita harus memanfaatkan pengetahuan kita mengenai karakteristik-karakteristik afektif siswa untuk mencapai tujuannya. Jadi dalam pandangan siswa, guru mempunyai wibawa dan harus ditiru sebagai

Senang/ tak senang Kecender ungan bert indak

Keyakinan Proses Belajar Cakraw ala Pengalaman Pengetahuan

Persepsi

Objek Sikap Fakt or-fakt or lingkungan yang berpengar uh Kognisi

Afeksi Konasi Sikap Kepribadian


(40)

figur yang menarik perhatiannya. Hal ini merupakan penghargaan yang diberikan terhadap jasa guru yang banyak mendidik umat manusia.

.

D.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka sebagaimana telah dipaparkan

,

maka yang dihipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Hipotesa Nol (Ho) : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS Ekonomi.

Hipotesa Alternatif (Ha) : terdapat hubungan yang signifikan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS Ekonomi.


(41)

35

A.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS.

B.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan dalam penelitian adalah SMP Al-Ihsan kebon kacang Jakarta-pusat, selama 2 bulan yaitu dari bulan november sampai bulan desember 2008. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2008/2009 di SMP Al-Ihsan

C.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik penelitian yang digunakan adalah teknik korelasi. Dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan penyebaran pertanyaan obyektif dan pernyataan sikap. Sedangkan dalam teknik korelasi adalah teknik analisa statistik mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih1.

D.

Populasi dan Sampel

Berkaitan dengan penelitian ini, populasi dan sampel yang penulis pilih adalah:

1. Populasi Target

Seluruh siswa SMP Islam Al-Ihsan Jakarta Pusat. 2. Populasi Terjangkau

Seluruh siswa kelas VII semester ganjil SMP Al-Ihsan kebon kacang Jakarta-Pusat tahun ajaran 2008/2009.

1

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. II, Hlm. 175


(42)

3. Sampel

Sampel penelitian ini adalah dua kelas VII semester 1, yaitu kelas VII-1 dan kelas VII-2

E.

Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap guru dan variabel terikat adalah hasil belajar IPS.

2. Sumber Data

Drai penelitin ini akan diperoleh data berupa skor hasil belajar IPS siswa yang diperoleh dari tes hasil IPS.

F.

Instrumen Pengumpulan Data

Adapun penilaian pada aspek afektif dengan menggunakan angket skala sikap. Yang terdiri dari beberapa pernyataan yang harus dijawab oleh siswa dan sifatnya tertutup yang bertujuan untuk memperoleh data tentang bagaimana siswa terhadap guru. Adapun instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah penyebaran angket skala sikap. Skala sikap yang digunakan adalah skala

likert, yang terdiri dari 5 option, yaitu:

Tabel 1

Daftar Nilai Skala Likert2

No Pilihan Nilai

1. Sangat Setuju 5

2. Setuju 4

3. Ragu-ragu 3

4. Tidak Setuju 2

5. Sangat Tidak Setuju 1

2


(43)

Pemberian angket ini dilaksanakan sebelum dan setelah pembelajaran selesai dengan tujuan untuk mengumpulkan data tentang sikap siswa terhadap guru. Untuk memperoleh data yang diperlukan peneliti menggunakan instrumen angket berjumlah 25 butir pernyataan.

Instrumen tes hasil belajar sebelum diberikan sampel, soal tersebut terlebih dahulu diuji cobakan kepada siswa kelas VII SMP Al-Ihsan Jakarta Pusat. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut telah memenuhi persyaratan seperti uji validitas dan reliabilitas.

1. Variabel X (sikap Siswa) a. Definisi koseptual

Sikap siswa adalah suatu kecenderungan siswa untuk melakukan sesuatu respon, reaksi ataupun suatu tindakan dengan cara tertentu terhadap suatu objek tertentu. Sikap secara umum mengandung tiga komponen utama, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. b. Definisi operasional

Sikap siswa terhadap guru adalah perubahan prilaku siswa melalui interaksi dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu perubahan prilaku siswa merupakan tujuan akhir dari pendidikan. Maka pada hakekatnya tidak ada pendidikan atau pendidikan yang dilaksanakan tidak berhasil.

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Sikap Siswa Terhadap Guru (X)

Aspek yang diukur Aspek yang diukur Jumlah

Kognisi Afeksi Konasi

Sikap siswa terhadap guru

1, 2, 3, 4

5, 6, 7, 8. 9. 10

11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25


(44)

Instrumen sikap siswa (x) menggunakan konstruk. Validitas konstruk adalah suatu tes dimana butir soal tersebut membangun setiap aspek berfikir3. Pengajuan kevalidan dilakukan yang hampir sama dengan menguji kevalidan isi. Perbedaannya terletak pada acuan butir-butir soal itu yaitu bangun konsep jabaran atau faktor-faktor.

Selain harus memenuhi syarat validitas, sebuah tes juga harus memiliki realibilitas artinya dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Dapat dihitung menggunakan rumus Formula Spearman Brown.

Instrumen sikap siswa yang diujikan kepada siswa yaitu sebanyak 25 butir pernyataan yang dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4

Rumus Formula Spearman Brown

Keterangan :

rxx1 = Koefisiensi reliabilitas

rY1Y2 = Koefisiensi korelasi antara skor belahan Y1 dan belahan Y2

2. Variabel Y (hasil belajar)

Tes tertulis ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan siswa tentang pembelajaran IPS. Kisi-kisi untuk soal dibuat berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) disesuaikan dengan standar kompetensi pelajaran IPS kelas VII dan tahap penjabaran konsep untuk menjadi buti-butir soal memperhatikan ranah pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi (C3). Instrumen tes yang duiujikan kepada siswa yaitu sebanyak 25 butir pilihan ganda yang dapat dilihat pada lampiran 6.

3

M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)

= 2( )


(45)

a. Definisi Konseptual

Hasil belajar belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya aktifitas belajar. Perubahan yang dicapai dalam hasil belajar meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik

b. Definisi Operasional

Secara operasional hasil belajar siswa adalah pada mata pelajaran IPS didefinisikan sebagai keberhasilan siswa dalam belajar IPS yang dinyatakan dengan nilai. Sebagai tolok ukur dari variabel ini diambil data dari nilai ulangan harian siswa pada mata pelajaran IPS.

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar

Standar kompetensi/

kompetensi dasar indikator

Tingkat pengetahuan

dan nomor butir

Jumlah

C1 C2 C3

Kemampuan memahami manusia sebagai mahluk sosial dan ekonomi dalam kaitannya dengan

usaha memenuhi

kebutuhan hidup dan pemanfaatan sumber daya yang tersedia

 Mendefinisikan

hakikat manusia

sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral

 Mendeskripsikan perilaku manusia dalam pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidup

1,2 3,4 5 5

Kemampuan mensintesis

hubungan antara

kelangkaan sumber daya dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas

 Menggolongkan berbagai kebutuhan hidup manusia

 Menguraikan

pemanfatan sumber daya yang langka

dalam upaya

memenuhi kebutuhan 6,7, 9, 11, 12, 13, 23, 8, 10, 22, 24, 25 14


(46)

14, 15 Kemampuan menerapkn

tindakan ekonomi

berdasarkan motif dn prinsip ekonomi

 Mengidentifikasi tindakan ekonomi

dalam berbagai

kegiataan sehari-hari

 Mengidentifikasi motif ekonomi dari suatu tindakan ekonomi  Mengidentifikasi prinsip ekonomi 16, 18 20, 21 17,

19 6

Total 12 7 6 25

a. Validitas

Pengujian validitas instrumen ini menggunakan uji validitas butir dengan menggunakan rumus point biserial corelation4.

Rumusnya adalah sebagai berikut :

Keterangan : rpbi Mp Mt Mi SDt p q = = = = = = =

Koefisien korelasi biserial

Mean skor dari testee yang menjawab betul item yang dicari

Mean skor dari testee yang menjawab betul item yang dicari korelasinya dengan tes

Mean skor total

Standar deviasi dari skor total

Proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir item yang sedang diuji validitas itemnya

Proporsi testee yng menjawab salah thadap butir item ang sedang diuji validitas itemnya

rpbi dibandingkan rtabel product moment yaitu 0,641. Jika hasil

perhitungan rpbi lebih besar atau sama dengan rtabel. Maka soal tersebut dinyatakan valid, jika hasil perhitungan rpbi lebih kecil dari pada rtabel

4

Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan ..., Hlm. 254-246


(1)

mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. Sedangkan prestasi belajar atau hasil belajar adalah hasil yang dicapai siswa dari mempelajari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tertentu dengan alat ukur berupa evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk angka, hurup, kata, atau simbol dengan istilah lain yaitu prestasi. Sikap siswa terhadap guru mempengaruhi hasil belajar siswa, karena dalam interaksi antara guru dengan siswa bukan hanya dalam penguasaan bahan ajar, tetapi juga dalam penerimaan nilai-nilai, pengembangan sikap serta mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.

Dari hasil analisis tampak ada pengaruh antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar, dilihat dari hasil postes sikap siswa dengan hasil belajar. Jumlah siswa yang memperoleh nilai 90 ke atas berkisar 85% pada sikap siswa, sedangkan pada hasil belajar siswa nilai 60 keatas berkisar 64%. Hal ini menunjukan bahwa sikap siswa terhadap guru berpengaruh terhadap hasil belajar IPS Ekonomi.

Dari hasil perhitungan ternyata diperoleh nilai perbandingan antara sikap siswa terhadap guru dan hasil belajar IPS Ekonomi sebesar rxy = 0,641 selanjutnya untuk mengetahui nilai dari rxy = 0,641 (lihat lampiran 23) dengan berkonsultasi pada tabel dengan df/db = 40 – 2 = 38. Ternyata dalam tabel tidak ditemui df sebesar 38 karena itu dipergunakan df yang terdekat yaitu df 40, dengan df 40 diperoleh ttabel sebagai berikut : pada taraf signifikansi sebesar 5% maupun 1% rt adalah 0,304 dan 0,393. Dengan demikian ternyata bahwa ro adalah lebih besar daripada rt, maka hipotesa alternatif diterima atau disetujui, sehingga dapat disimpulkan adanya korelasi positif yang menyakinkan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS Ekonomi ini merupakan korelasi positif yang menyakinkan.


(2)

59

A.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian yang penulis lakukan pada objek permasalahan dan dilanjutkan dengan penganalisaan serta penginterprestasian data, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan antara sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS ekonomi, dengan nilai korelasi 0.641 terdapat korelasi antara Sikap siswa terhadap guru (variabel X) dengan hasil belajar (variabel Y) korelasi yang sedang atau cukupan. Dari nilai korelasi tersebut dapat diketahui bahwa sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar terdapat hubungan yang signifikan dan memberikan konstribusi sebesar 41,08% terhadap hasil belajar dan 58,92% ditentukan oleh faktor lain.

2. Evaluasi pembelajaran atau hasil belajar IPS pada dasarnya suatu tindakan atau proses untuk memastikan kuantitas dan menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sikap siswa terhadap guru terdapat kecenderungan positif (85%) dalam artian bahwa siswa menyukai pembelajaran IPS yang diberikan kepada guru serta mampu mengaplikasikan pemahaman terhadap fenomena kehidupan sehari-hari (bermasyarakat), sementara yang berkecenderungan negatif sebanyak 15%.

3. Metode pembelajaran IPS sangat bervariasi antara lain metode ceramah. Adapun penerapan metode tersebut agar dapat membantu serta memudahkan siswa dalam menguasai, memahami, dan mengerti materi ajar. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap guru dengan hasil belajar IPS terdapat kecenderungan positif dengan kata lain bahwa siswa menyukai metode yang diterapkan oleh guru dalam pembelajaran IPS.


(3)

B.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada siswa

Untuk siswa diharapkan selain mengoptimalkan hasil belajar, juga harus mengoptimalkan sikapnya kepada guru, banyaknya tugas yang guru berikan hendaknya jangan dijadikan suatu alasan untuk tidak menyelasaikan tugas-tugas tersebut, sebab tugas dan tanggung jawab siswa adalah belajar, dan tujuan pemberian tugas adalah agar siswa dapat memperkaya serta memperdalam materi ajar yang telah diberikan saat di dalam kelas sebagai bekal kemampuan diri untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan globalisasi.

2. Kepada kepala sekolah

Hendaknya kepala sekolah dapat mengintensifkan supervisi untuk memotivasi semua guru mata pelajaran pada umunya dan guru mata pelajaran IPS pada khususnya agar kegiatan pembelajaran benar-benar terselenggara secara efektif dan efisien.

3. Kepada guru

Guru hendaknya tidak semata-mata mengenalkan IPS secara konseptual atau teoritik saja, tetapi perlu juga diperkenalkan secara langsung pada objek IPS itu sendiri dan didiskusikan sehingga pembelajaran berlangsung dua arah, sehingga siswa dapat langsung merasakan manfaat ilmu tersebut.


(4)

Daftar Pustaka

Admin. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu SMP/MTs. (Model IPS), diambil pada 13 juni 2009 dari http://mgmpips.wordpress.com

Arikunto, Suharsimi, Prof, Dr, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara, 2008, Cet. ke-8

Azwar, Saifudidin, Drs, Ma. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007, Cet. ke –XI

Baidi, Teori Belajar Dan Instruksional. Jurnal At-Tarbawi, 2005 Volume 2, Nomor 2

Bahri Djamarah, Syaiful, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1997 Fadhilah, Amir, Islam dan Lingkungan Hidup. Jurnal Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup UIN Syarif Hidayatullah. Vol 4, Oktober 2003. Hamalik, Oemar, Prof, Dr, Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara,

2007, Cet, ke -6

Kurikulum 2004. Kerangka Dasar Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2003

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP. Jakarta : Diknas RI 2006

Notoatmodjo, Soekidjo, Prof. DR. Promosi Kesehatan Dan llmu Perilaku, Jakarta PT. Rhineka Cipta, 2007, cet ke 1

Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmi Jaya, 1995), Cet. 3. Sarwono, Sarlito W. Pengantar Umum Psikologi, Jakart : PT. Raja Grafindo

Persada, 2001. Cet ke II

Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : Penerbit Rineka Karya, 2003, Cet ke IV

Sudijono, Anas, Drs. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Cet ke 3

Sudijono, Anas. Drs. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Cet ke 3


(5)

Sudjana, Nana. R. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2002. Cet ke 6

Syah, Muhibbin. M.ed. Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Cet k 6

__________ Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1999. Cet ke 4

Thoha, Chabib, M, Drs, M. A, Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet ke -5

Purwanto, Heri, Pengantar Perilaku Manusia, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, 1999, Cet ke 1

Purwanto, Ngalim, M, Drs. MP. Psikologi pendidikan. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, 1998. Cet ke 14

Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, diambil pada 13 Desember 2008 dari http://akhmadsudrajatfiles.wordpress.com/2008-model-IPS-Terpadu-SMP.pdf

Undang-Undang RI no 20 Tahun 2003 Tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Absolut

Widoyoko S. Eko Putro, Model Evaluasi Program Pembelajaran IPS di SMP, diambil pada 13 Juni 2009 dari

http://www.suwenda.googlepages.com/060-model-ips-terpadu.pdf Walgito, Bimo, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Andi, 2003)


(6)