Pada tahap selanjutnya, ekstrak yang diperoleh kemudian ditambahkan etanol 96 secara perlahan sebanyak 610 bagian dari
jumlah ekstrak yang diperoleh. Gum yang terlarut pada ekstrak akan menggumpal sehingga mudah untuk disaring dan dipisahkan. Ekstrak
KBM cair + Etanol 96 kemudian akan dikeringkan lebih lanjut menggunakan vacuum evaporator pada suhu 40
o
C hingga seluruh pelarutnya menguap dan mengering. Ekstrak KBM serbuk tersebut
kemudian disimpan ke dalam freezer dan dianalisis lebih lanjut.
C. METODE ANALISIS
Tahap analisis ekstrak terdiri dari dua bagian yaitu analisis yang digunakan pada percobaan pendahuluan dan analisis yang digunakan pada
percobaan utama. Jenis – jenis analisis yang digunakan pada percobaan
pendahuluan adalah analisis proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat, analisis warna menggunakan
cromameter, serta analisis total gula metode anthone. kimia dan analisis mikrobiologi. Sedangkan analisis pada percobaan utama yaitu analisis total
padatan, analisis total kapasitas antioksidan, analisis kadar antosianin, dan analisis total xanthone.
1. Analisis Kadar Air, metode gravimetri AOAC, 1995
Mula-mula cawan kosong dikeringkan dengan oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak
4 – 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan
dan ditimbang bobotnya terlebih dahulu. Selanjutnya, cawan beserta dengan sampel di dalamnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105
o
C selama 6 jam. Cawan berserta sampel tersebut kemudian dipindahkan ke
dalam desikator, didinginkan, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar air bahan akan
dihitung berdasarkan berat yang hilang yaitu selisish berat awal dengan berat akhir. Penetapan kadar air berdasarkan perhitungan:
100 W
- W
W -
W -
W kering
bahan g100g
air Kadar
100 W
W -
W -
W basah
bahan g100g
air Kadar
2 1
2 1
2 1
Dimana: W = berat bahan awal sebelum dikeringkan g W
1
= berat contoh + berat cawan kering kosong g W
2
= berat cawan kosong g
2. Analisis Total Padatan Terlarut AOAC, 1995
Analisis ini mengikuti metode AOAC dengan beberapa perubahan. Sebanyak 2 gram ekstrak ditimbang dan dilarutkan ke dalam 4 ml aquades.
Kemudian ekstrak cair dipipet ke dalam cawan alumunium sebanyak 2 gram lalu dimasukkan ke dalam oven suhu 100-105 °C selama satu
malam. Setelah itu, cawan diangkat dan didinginkan ke dalam desikator selama 15 menit hingga beratnya menjadi konstan dan ditimbang. Tahap
ini dilakukan berulang sampai didapatkan berat yang konstan dari sampel.
� =
× �
100
� = � ��
Keterangan : a = Berat larutan ekstrak KBM kering gram b = Berat ekstrak kering yang digunakan gram
3. Analisis Kadar Abu, metode tanur AOAC, 1995
Pada pengukuran kadar abu digunakan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven selama 15 menit, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 4-5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap
lagi dan diabukan dalam tanur bersuhu 600
o
C sampai berwarna putih semua contoh menjadi abu dan mencapai bobot yang konstan. Cawan
beserta sampel tersebut kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Penetapan kadar abu didasarkan pada perhitungan :
100 bb
air kadar
- 100
bb abu
Kadar kering
bahan g100g
abu Kadar
100 W
W -
W basah
bahan g100g
abu Kadar
2 1
Dimana: W = berat bahan awal sebelum diabukan g W
1
= berat contoh + berat cawan sesudah diabukan g W
2
= berat cawan kosong g Kadar air bb = kadar air bahan dalam basis basah
4. Analisis Kadar Protein, metode mikro-kjeldahl AOAC,1995
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl. Sejumlah kecil sampel 0,1
–0,15 g ditempatkan dalam labu kjeldahl. Kedalamnya ditambahkan 1,9 ± 0,1 g K
2
SO
4
, 40 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1 ml H
2
SO
4
, dan beberapa batu didih. Sample dididihkan selama 1 – 1,5 jam
hingga mendidih. Cairan yang dihasilkan didinginkan untuk kemudian ditambahkan 8
– 10 ml NaOH – Na
2
S
2
O
3
dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor alat destilasi diletakkan erlenmeyer yang
berisi 5ml larutan H
3
BO
3
dan beberapa tetes indikator merah metil. Ujung selang kondensor harus terendam larutan tersebut untuk menampung hasil
destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 M hingga terbentuk warna abu-abu. Prosedur yang sama juga
dilakukan terhadap blanko. Penetapan kadar protein didasarkan pada perhitungan :
100 bb
air kadar
- 100
bb protein
kadar kering
bahan g100g
Protein Kadar
FK N
basah bahan
g100g Protein
Kadar 100
contoh mg
007 14.
HCl N
b -
a N
Dimana : a = ml titrasi HCl pada sampel b = ml titrasi HCl pada blanko
FK = faktor konfersi Kadar protein bb = Kadar protein basis basah
N = Kandungan nitrogen pada sampel
5. Analisis Kadar lemak, metode soxlet AOAC, 1995
Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkan metode ekstraksi soxlet. Labu takar dikeringkan dalam oven. Sampel ditimbang sebanyak
5 g dalam bentuk tepung, dibungkus dengan kertas saring dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel diletakkan ke
dalam alat ekstraksi soxlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut heksana dimasukkan secukupnya ke dalam labu soxlet kemudian
dilakukan refluks minimal selama 5 jam. Labu takar akan berisi lemak hasil ekstraksi dan kemudian dipanaskan untuk menguapkan pelarut yang
tercampur dengan lemak sampel. Penetapan kadar lemak didasarkan perhitungan :
100 W
W -
W basah
bahan g100g
Lemak Kadar
2 1
100 bb
air Kadar
- 100
bb lemak
Kadar kering
bahan g100g
Lemak Kadar
Dimana : W = berat contoh g
W
1
= berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi g W
2
= berat labu lemak kosong g Kadar lemak bb = kadar lemak dalam basis basah
Kadar air bb = kadar air dalam basis basah
6. Analisis Kadar karbohidrat by difference Apriantono et. Al., 1989
Kadar Karbohidrat bb = 100 – P+A+KA+L
bk = 100 – P+A+L
Dimana : P
= kadar protein
KA =
kadar air A
= kadar abu
L =
kadar lemak
7. Analisis Total Gula, metode anthrone AOAC, 1995
Penentuan total gula dengan metode Anthrone dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap analisis. Sebanyak 0,5 gr sampel
ekstrak dimasukkan ke dalam gelas piala 300 ml dan ditambahkan 100 ml aquades serta 1 g CaCO
3
. Larutan tersebut kemudian dididihkan selama 30 menit, kemudian didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 250
ml. Sebanyak 1,5 – 2,5 ml larutan Pb asetat jenuh ditambahkan ke
dalamnya hingga larutan tersebut menjadi jernih dan tepatkan hingga tanda tera dengan aquades. Kocok larutan tersebut lalu saring dengan kertas
saring. Setelah proses penyaringan selesai, sebanyak 30 ml filtrat diambil ke dalam gelas piala dan ditambahkan 1,5 g Na-oksalat kering untuk
mengendapkan Pb dan disaring kembali untuk analisis total gula. Pada tahap analisis, sebanyak 5 ml larutan pada tahap persiapan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan aquades. Setelah diencerkan, sebanyak 1 ml contoh dimasukkan ke
dalam tabung reaksi bertutup dan kedalamnya dimasukan pereaksi anthrone 0,1 dalam asam sulfat pekat sebanyak 5 ml. Vortex dan
kocok hingga merata lalu dipanaskan pada penangas air 100
o
C selama 12 menit. Setelah didinginkan, larutan dipindahkan ke dalam kuvet dan
dibaca absorbansinya dengan spektofotometer pada λ 6γ0 nm. Larutan
glukosa digunakan sebagai standar sedangkan untuk blanko larutan glukosa diganti menjadi aquades.
8. Analisis Warna Menggunakan Chromameter
Pengukuran warna ekstrak dilakukan dengan alat chromameter. Sebelum dianalisis, ekstrak terlebih dahulu dikemas ke dalam plastik
bening kemudian ditempelkan pada detektor digital lalu angka hasil
pengukuran akan terbaca pada layar. Pada alat ini angka yang terukur berupa nilai-nilai L, a, b, dan h
o
hue, dimana: L = nilai yang menunjukkan kecerahan berkisar 0-100
a = merupakan warna campuran merah-hijau a positif + antara 0
– 100 untuk warna merah a negatif - antara 0
– -80 untuk warna hijau b = merupakan warna campuran biru-kuning
b positif + antara 0 – 70 untuk warna kuning
b negatif - antara 0 – -80 untuk warna biru
nilai
o
hue kemudian dihitung menggunanakan nilai L, a, b yang telah didapatkan sebelumnya dengan rumus di bawah ini.
Nilai hue yang didapatkan kemudian dicocokkan dengan nilai hue yang ada pada bola imajiner Munsel Gambar 10, sehingga diperoleh
data warna secara objektif. Nilai hue yang diperoleh dari metode Hunter harus berada dalam bentuk nilai derajat radian agar dapat
diinterpretasikan kedalam bola imajiner Munsell. .
Gambar 11. Bola Imaginer Munsell
2 1
2 2
b a
C
arctan a
b h
Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell juga dipengaruhi oleh nilai a dan b-nya. Jika nilai hue yang diperoleh pada
metode Hunter bernilai negatif maka untuk mengintrepetasikan warnannya pada diagram Munsell, nilai negatifnya dihilangkan terlebih
dahulu kemudian diukur pada kuadran yang paling tepat atau sesuai dengan nilai a dan b-nya. Pada kuadran dua nilai a bernilai negatif dan b
bernlai positif. Pada kuadran ketiga a dan b sama bernilai negatif. Sedangkan pada kuadran empat, nilai a bernilai positif dan b bernilai
negatif. Setelah didapatkan interpretasi warna pada diagram Munsell maka data ini dapat dibandingkan dengan data visual yang tampak.
9. Analisis Kapasitas Total Antioksidan, metode DPPH Kubo et al.,
2002
Penentuan kapasitas total antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Mula-mula sebanyak 4 ml buffer asam asetat dicampur dengan 7.5
ml metanol dan 400 µl DPPH kemudian divortex. Setelah merata, sebanyak 100 µl sampel ekstrak dengan konsentrasi 500 ppm kemudian
ditambahkan ke dalamnya lalu divortex kembali hingga merata. Larutan campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 20 menit
pada tempat gelap dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ 517 nm. Dalam penentuan kurva standar larutan sampel yang digunakan
diganti dengan larutan standar antioksidan yaitu vitamin C sedangkan untuk kontrol negatif digunakan larutan metanol. Perhitungan kapasitas
antioksidan dapat dinyatakan dalam kapasitas antioksidan dan AEAC Ascorbic Equivalen Antioksidant Capacity dengan menggunakan kurva
standar. Rumus yang digunakan dapat dilihat dibawah ini :
Kapasitas Antioksidan = A kontrol – A sampel x 100
A Kontrol � .
� =
× � × 10
2
Dimana: KA = Kapasitas antioksidan A kontrol = Absorbansi kontrol
A sampel = Absorbansi sampel C
= Konsetrasi sampel yang didapat dari Kurva Standar mgL
FP = Faktor pengenceran, 2
M = Berat Ekstrak KBM Serbuk yang digunakan mg
10
2
= Faktor Konversi Satuan
10. Penentuan Total Senyawa Fenolik Shetty et al., 1995
Sampel ekstrak diencerkan hingga memiki konsentrasi sebesar 200 ppm. Setelah diencerkan, sebanyak 1 ml sampel diambil dan
ditambahkan 1 ml etanol 95 serta 5 ml aquades. Larutan campuran tersebut kemudian divorteks dan ditambahkan 5 ml reagen folinciocalteau
50 lalu diforteks kembali. Larutan tersebut didiamkan selama 5 menit lalu tambahkan 1 ml NaCO
3
5 agar kondisi menjadi basa folin bekerja optimum. Vortex kembali dan didiamkan inkubasi dalam ruang gelap
selama 120 menit dan vortex kembali setiap 1 jam. Setelah inkubasi selesai, larutan tersebut diukur dengan spekt
rofotometer pada λ 7β5 nm. Asam galat ataupun katekin digunakan sebagai standar pada pengukuran
total senyawa fenolik. �
� . � �
� =
× � × 10
2
Dimana: C = Konsetrasi sampel yang didapat dari Kurva
Standar mgL FP
= Faktor pengenceran, 5 M
= Berat Ekstrak KBM Serbuk yang digunakan mg 10
2
= Faktor Konversi Satuan
11. Penentuan Kadar Antosianin Boyko et al., 2006
Penentuan total kadar antosianin dilakukan dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Boyko et al. 2006 yang dimodifikasi.
Mula-mula sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan ke dalam 9 ml metanol kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dipisahkan antara filtrat
dengan solidnya. Filtrat yang terbentuk kemudian diencerkan sebanyak 10 kali menggunakan metanol sehingga didapatkan larutan ekstrak dengan
konsentrasi 5000 ppm. Setelah dilakukan penenceran, sebanyak 9 ml ekstrak tersebut masing-masing dicampur dengan 0.25 M buffer KCL pH
1,0, 1 ml dan 4 M buffer asetat pH 4,5, 1 ml. Absorbansi dari ke dua larutan tersebut kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer.
Perhitungan kadar antosianin dihitung dengan menggunakan hukum Lambert-Beer dengan rumus di bawah ini.
� � �
� =
∆ × × × 10
3
� × dimana :
∆ = Selisish absorbansi pH 1.0 dengan pH 4.5 pada λ 515 M = Bobot molekul sianidin 3-O-glukosida 445 gmol
DF = Faktor pengenceran � = Absorbsi molar sianidin 3-O-glukosida
29.600 L mol
-1
cm
-1
W = Bobot kering ekstrak yang digunakan gram
12. Penentuan Total Xanthone a
Penetuan total xanthone dilakukan dengan menggunakan prinsip metode Boyko 1982 dengan menggunakan nilai
emisifikasi α-mangostin. Mula-mula sebanyak 10 ml sampel diekstrak menggunakan 10 ml etil
asetat sebanyak tiga kali. Hasil ekstraksi tersebut kemudian diuapkan menggunakan rotavapor pada suhu 60
o
C hingga diperoleh padatan kuning. Padatan tersebut kemudian dilarutkan ke dalam 10 ml metanol untuk
kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 320 nm. Perhitungan yang digunakan dapat dilihat di bawah ini.
=
� � Jumlah xanthone mgml sampel =
10 �
Keterangan : A = Absorbansi; b = Lebar kuvet mm
ε = emisifikas α-mangostin 3,16 x 10
3
litermol c = konsentrasi ekstrak molliter
BM = massa molekul relatif α-mangostin 410,47 grmol
13. Penentuan Total Xanthone b Pothitirat, 2008
Penentuan total xanthone ini dikukan menurut Pothitirat 2008 dengan beberapa perubahan. Penentuan total xanthone dibagi menjadi
empat tahap yaitu penentuan panjang gelombang maksimun xanthone α
mangostin, pemurnian crude xanthone dari sampel ekstrak, penentuan kurva standar, dan pengukuran konsentrasi xanthone menggunakan
spektrofotometer. Sebelum pengukuran xanthone dilakukan, salah satu hal yang penting yang harus dilakukan adalah menentukan panjang
gelombang maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Shimadzu UV-160.
Mula-mula larutan standar xanthone diencerkan hingga mencapai konsenrasi 10 ppm. Larutan standar yang sudah diencerkan tersebut lalu
dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 200 nm - 400 nm dengan jarak antar pengukuran
sebesar 5 nm. Puncak kurva pada hasil pengukuran tersebut adalah panjang gelombang maksimum xanthone.
Langkah selanjutnya yaitu pemurnian ekstrak. Sebelum diukur, sampel yang akan diuji terlebih dahulu diekstrak dengan menggunakan
etilasetat. Sebanyak 100 mg sampel dilarutkan ke dalam 10 ml aquades yang kemudian akan diekstrak lebih lanjut menggunakan 10 ml etilasetat
atau dengan perbandingan 1 : 1. Ekstraksi tersebut dilakukan berulang sebanyak 3 kali sehingga total didapatkan hasil ekstrak etilasetat sebanyak
30 ml. Hasil ekstraksi tersebut lalu dipekatkan dengan vacuum evaporator hingga kering solid. Setelah kering, padatan hasil ekstraksi kemudian
dilarutkan menggunakan metanol sebanyak 10 ml dan dipindahkan ke vial. Dari vial, ekstrak yang sudah dimurnikan pertama-tama diencerkan
sebanyak 50 hingga didapatkan konsentrasi sebesar 200 ppm, kemudian diukur absorbansinya dan dihitung konsentrasinya dengan menggunakan
persamaan dari kurva standar. Pembuatan kurva standar pada prinsipnya sama dengan pengukuran xanthone namun, sampel diganti dengan larutan
standar xanthone dan diukur sebanyak lima seri pengenceran dengan blanko metanol.
ℎ � α mangostin
� =
× � × 10
Dimana: C = Konsetrasi sampel yang didapat dari Kurva
Standar mgL FP
= Faktor pengenceran, 50 M
= Berat Ekstrak KBM Serbuk yang digunakan mg 10
= Faktor Konversi Satuan
D. RANCANGAN PERCOBAAN