Tafsir Surat al-An’am ayat 74-79
turunan huruf ba’, ya’ dan nûn, memiliki dua makna denotasi, yaitu ‘jarak’ dan ‘tersingkap’. Dari makna yang pertama, ‘jarak’, lahir bentuk lain, seperti bain يب
– pemisah, antara karena merupakan batas yang jelas antara dua hal atau tempat. Dari makna yang kedua, ‘tersingkap’, berkembang menjadi, antara lain:
‘menjelaskan’ karena menyingkap hal sesuatu; ‘fasih’ ucapannya karena lebih jelas pengungkapannya, sehingga maksud tersingkap dengan jelas pula; bayân
ايب - penjelasan karena hal menyingkapkan makna yang masih samar-samar.
8
Secara umum, kata mubîn di dalam al- Qur’an digunakan sebagai sifat
keadaan, baik yang menunjukkan sesuatu yang baik maupun sesuatu yang jelek. Dalam ayat ini, kalimat
ي م لاض menunjukkan kepada keadaan yang tidak baik, yaitu menjelaskan tentang kesesatan bapak dan kaum Nabi Ibrâhim as. yang
menjadikan berhala sebagai tuhan mereka. ي ق لا : al-mûqinîn adalah bentuk jamak dari mûqin, dan kata mûqin itu
sendiri merupakan bentuk ism al- fâ’il لعافلا ّ ا = kata benda yang menunjukkan
pelaku dari kata ayqana – yûqinu – îqânan – mûqin
قيا ط
ق ي ط
ا اقيا -
ق م , dan
kata mûqin terambil dari kata yaqîn. Kata yaqîn ini mengandung makna pengetahuan yang tidak disentuh dengan keraguan sedikit pun.
Selain itu, yakin itu sendiri memiliki arti sebagai pengetahuan yang mantap tentang suatu dibarengi dengan tersingkirnya apa yang mengeruhkan
pengetahuan itu, baik berupa keraguan maupun dalih-dalih yang dikemukakan lawan. Sebelum tiba keyakinannya, seseorang terlebih dahulu disentuh oleh
keraguan, namun ketika seseorang itu sampai pada tahap yakin maka keraguan yang tadinya ada akan menjadi sirna. Karena itu, kaum mûqinîn disifati sebagai
“orang-orang yang menemukan keyakinannya dalam dirinya, atau menemukan keima
nannya dengan segenap indranya”.
9
Yaqîn merupakan tingkatan ilmu yang lebih tinggi dari
ma’rifah pengetahuan dan dirâyah pengetahuan. Oleh karena itu dikatakan - bukan
ma’rifatul-yaqîn. Yaqîn ada tiga tingkat: ‘ilmul-yaqîn, ‘ainul-yaqîn, dan haqqul-
8
Ibid., h. 1
9
Ahsin W. al- Hafiż, Op. Cit., h. 200