Universitas Sumatera Utara
Pada Konferensi Konsensus Internasional Acute Dialysis Quality Initiative ADQI ke-2, yang melibatkan ahli nefrologi yang berlangsung pada tahun 2002
di kota Vicenca menetapkan bahwa, diagnosis AKI dilakukan berdasarkan RIFLE Criteria. Patrick, D.B., 2010
Dari hasil penelitian terhadap kejadian AKI, Rifle Criteria dapat digunakan sebagai penentu yang baik untuk menentukan gambaran AKI pada
anak yang sedang kritis. Schneider, et al., 2010 Berdasarkan permasalahan diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang karakteristik AKI pada pasien anak yang dirawat di UPI anak.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, dapat dirumuskan masalahnya adalah bagaimana karakteristik AKI pada pasien anak yang dirawat di ruang
rawat intensif anak?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik AKI pada pasien anak di ruang rawat intensif anak RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
• Mengetahui angka kejadian AKI di Ruang Rawat Intensif Anak
RSUP H. Adam Malik tahun 2012. •
Mengetahui fungsi ginjal anak yang dirawat di Ruang Rawat Intensif Anak berdasarkan RIFLE Criteria.
1.4. Manfaat Penelitian
• Meningkatkan
pengetahuan peneliti
tentang bagaimana
karakteristik AKI di Ruang Rawat Intensif Anak. •
Dengan mengetahui bagaimana karakteristik AKI, maka dapat ditentukan tindakan pencegahan terhadap penyakit ini.
Universitas Sumatera Utara BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Ginjal
Gambar 1. Anatomi Ginjal
Sumber : Principle of Anatomy and Physiology, 2009
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal
kiri, karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga keduabelas, sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Price,
et al.,2005 Ginjal terletak di bagian atas belakang abdomen, di belakang peritoneum,
di depan iga 11 dan 12, dan terletak diantara tiga otot besar, yaitu transversus abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor. Ginjal difiksasi oleh bantalan
lemak yang tebal sehingga posisinya akan tetap stabil. Ginjal dilindungi oleh iga dan otot-otot, sedangkan di anterior bawah ginjal dilindungi oleh bantalan usus
yang tebal. Aziz, et al, 2008
Universitas Sumatera Utara 2.2.
Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh dengan cara membuang sisa-sisa metabolisme dan menahan zat-zat yang
dibutuhkan tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga hemostasis, walupun ginjal tidak selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh dalam kondisi
normal. Pada keadaan minimal, ginjal harus mengeluarkan minimal 0,5 liter air per hari untuk kebutuhan pembuangan racun. Sherwood, 2001
Terdapat 3 proses dasar yang mendasari, yaitu Filtrasi Glomerulus, Reabsorbsi Tubulus, dan Sekresi Tubulus.
2.2.1. Filtrasi Glomerulus
Darah mengalir melalui glomerulus, terjadi yang namanya filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Setiap
hari kira-kira 180 liter filtrat glomerulus , dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata orang dewasa sekitar 2, 75 liter, berarti seluruh plasma yang di
filtrasi enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Oleh karena itu, jika semua volume cairan dikeluarkan melalui urin, maka volume plasma total akan
habis dalam waktu setengah jam setelah berkemih. Sherwood, 2001
2.2.2. Reabsorbsi Tubulus
Hasil filtrasi berupa zat-zat yang masih bermanfaat bagi tubuh akan dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Zat-zat yang direabsorbsi tadi
nantinya tidak akan dikeluarkan melalui urin, tapi diangkut ke sistem vena dan ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi, rata-rata
178,5 liter yang diserap kembali, dengan sisa 1,5 liter terus mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Sherwood, 2001
2.2.3. Sekresi Tubulus
Dalam proses ini terjadi perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam lumen tubuus. Dimana hanya sekitar 20 dari plasma
mengalir melalui kapiler glomerulus disaring ke dalam kapsul bowman,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan sisanya 80 mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sherwood, 2001
2.2.4. Pengukuran Glomerular Filtration Rate GFR
Untuk mengetahui nilai GFRCreatinine clearance, dapat dilakukan pengukuran berdasarkan; TB dan SCr. Dalam hal ini, rumus Schwartz merupakan
rumus yang paling sering digunakan untuk estimasi GFR. Schwartz, et al., 1976 eGFR = k x LPCr
eGFR : estimated GFR mlmenit 1.73 m2
L : tinggi badan cm
PCr : kreatinin plasma mgdl
k : konstanta bayi prematur: 0.33; bayi cukup bulan: 0.45; anak
dan remaja putri: 0.55; remaja putra: 0.70
2.2.5. Pengaruh Gangguan Fungsi Ginjal
Ada beberapa kelainan yang umum terjadi pada beberapa penyakit ginjal, seperti ditemukan adanya protein dalam urin, leukosit, sel darah merah, dan
silinder, yaitu potongan protein yang mengendap dalam tubulus dan didorong oleh urin ke dalam kandung kemih. Akibat lain yang muncul dan penting untuk
diketahui, seperti uremia dan asidosis dapat juga terjadi. •
Proteinuria Proteinuria dapat terjadi pada beberapa penyakit ginjal dan pada satu
kelainan ginjal yang tidak bahaya, permeabilitas kapiler glomeulus meningkat, dan protein dapat ditemukan di urin dalam jumlah yang lebih besar daripada
normal. Pada kelainan seperti albuminuria ortostatik, dapat juga terjadi proteinuria,
namun kelainan yang timbul tidaklah membahayakan, karena protein pada urin ditemukan bila mereka dalam posisi berdiri pada orang sehat. Mekanisme yang
terjadi belum sepenuhnya dimengerti. Ganong, 2008
Universitas Sumatera Utara
• Uremia
Uremia dapat terjadi bila pemecahan metabolisme protein menumpuk didalam darah. Gejala yang muncul seperti letargi, anoreksia, mual, dan muntah,
deteriorasi mental, kedutan otot, kejang, dan akhirnya kejang. Ada kemungkinan bahwa bukan ureum dan kreatinin saja yang menimbulkan gejala-gejala ini,
namun juga karena penumpukan zat-zat toksik. Zat toksik tersebut dapat dihilangkan dengan melakukan hemodialisa darah. Ganong, 2008
• Asidosis
Asidosis dapat terjadi pada penyakit ginjal menahun akibat kegagalan ginjal untuk mengekskresikan asam-asam hasil pencernaan dan metabolisme.
Sebagai contoh, pada asidosis tubulus ginjal, terjadi gangguan spesifik pada kemampuan pembentukan urin yang asam, dan biasanya fungsi ginjal lainnya
normal.Ganong, 2008
Pada kasus seperti acute kidney injury, gangguan fungsi ginjal seperti yang sudah disebutkan diatas rentan terjadi, oleh karena pengawasan akan status
hemodinamik dan faal ginjal tidak dimonitor secara ketat, sehingga dapat menimbulkan prognosis yang buruk apabila tidak ditangani dengan segera.
2.3. Acute Kidney Injury AKI
2.3.1. Definisi
AKI disebut juga Gagal Ginjal Akut atau Acute Tubular Necrosis, namun beberapa tahun kemudian Komite Ginjal Internasional melakukan perubahan
terhadap definisi AKI berdasarkan RIFLE criteria, dimana istilah tersebut sudah mencakup semua sindroma akut pada ginjal yang mengalami gangguan untuk
menentukan Renal Replacement Therapy RRT. Mehta et al., 2007 Pada
tahun 2004,
Acute Dialysis
Quality Initiative
ADQI mempublikasikan RIFLE Criteria dengan kriteria sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Definisi AKI berdasarkan RIFLE Criteria dan AKIN
Sumber : International Journal of Nephrology and Neurovascular Disease, 2010
Dalam hal ini AKI bersifat umum namun berbahaya, tetapi masih dapat diobati. Bahkan gangguan akut yang minor dalam fungsi ginjal memiliki
prognosis buruk. Oleh karena itu deteksi dini dan pengobatan AKI dapat meningkatkan hasil yang cukup efektif dalam menentukan Renal Replacement
Therapy RRT. KDIGO, 2012 Penggunaan definisi AKI berdasarkan serum kreatinin SCr dan urine
output RIFLE dan AKIN telah diusulkan dan divalidasi terutama untuk kebutuhan dalam pelatihan, penelitian, dan kesehatan masyarakat. KDIGO, 2012
Kriteria Serum Cr
Kriteria GFR Kriteria Urine
output RIFLE
R Risk I Injury
F Failure
L Loss E ESKD
AKIN Stage 1
Stage 2 Stage 3
Peningkatan serum kreatinin 1.5x atau Penurunan GFR 25
Peningkatan serum kreatinin 2x atau Penurunan GFR 50 Peningkatan serum kreatinin 3x atau Penurunan GFR 75
atau serum kreatinin meningkat 4mgdl Peningkatan akut 0.5 mgdl
Gangguan fungsi ginjal persisten 4 minggu ESKD 3 Bulan
Peningkatan serum kreatinin ≥0.3 mgdL atau Peningktan ≥150–200 dari baseline
Peningkatan serum kreatinin 200–300 dari baseline Peningkatan serum kreatinin 300 baseline atau serum Cr
≥ 4.0 mgdL dengan peningkatan akut ≥0.5 mgdL 0.5
mLkgh selama 6 jam
0.5 mLkgh
selama 12 jam 0.3
mLkgh selama 24 jam
atau anuria
selama 12 jam
0.5 mLkgh
selama 6 jam 0.5
mLkgh selama 12 jam
0.3 mLkgh
selama 24 jam atau
anuria selama 12 jam
Universitas Sumatera Utara 2.3.2. Etiologi
2.3.2.1. Faktor Prarenal
Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan terdapatnya hipovolemia, misalnya:
a. Perdarahan karena trauma operasi
b. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstraselluler
dehidrasi pada diare c.
Berkumpulnya cairan insterstitial di suatu daerah luka
Bila faktor prarenal dapat diatasi, faal ginjal akan menjadi normal kembali, tetapi jika hipovolemia berlangsung lama, maka akan terjadi kerusakan pada
parenkim ginjal. Ngastiyah, 2005
2.3.2.2. Faktor Renal
Faktor ini merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal akut terbanyak. Kerusakan yang timbul di glomerulus atau tubulus menyebabkan faal ginjal
langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung secara cepat atau mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan-lahan dan akhirnya mencapai stadium
uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia yang kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal.
Ngastiyah, 2005
2.3.2.3. Faktor Pascarenal
Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, dan keracunan jengkol harus
bersifat bilateral. Ngastiyah, 2005 Sistem klasifikasi yang telah ditetapkan menyederhanakan tumpang tindih
mekanisme yang patologis yang mendasari terjadinya AKI. Hipoperfusi jaringan parenkim pada ginjal akibat hipovolemia atau hipotensi awalnya menyebabkan
peningkatan scara reversibel pada SCr. Oleh karena disfungsi sel secara terus
Universitas Sumatera Utara
menerus, sel tubulus ginjal mengalami cedera iskemik yang dapat bertahan setelah koreksi awal hipoperfusi. Case, et al., 2013
Pada pasien Intensive Care Unit ICU dengan AKI dan rasio Blood Ureum Nitrogen BUN : Cr lebih besar dari 20:1 mengalami peningkatan
mortalitas lebih signifikan. Rachoin et al., 2012
2.3.3. Patogenesis
Patogenesis AKI bersifat kompleks. Yang mendasari terjadinya AKI adalah iskemia dan toksin yang merupakan faktor utama memicu terjadinya
cedera, meskipun kejadian awal mungkin berbeda, cedera yang timbul berikutnya akan melibatkan jalur yang sama. Sebagai contoh, AKI yang berhubungan dengan
iskemia disebabkan penurunan aliran darah ginjal di bawah batas autoregulasi aliran darah. Berbagai tanggapan molekul yang maladaptif dan stereotip
kemudian terjadi, respon ini menyebabkan cedera sel endotel dan epitel setelah onset reperfusi. Sutton, et al., 2002
Faktor seperti vasokonstriksi, leukostasis, hambatan vaskular, apoptosis, kelainan pada modulator imun dan faktor pertumbuhan merupakan bentuk dasar
dari intervensi terapeutik rasional pada AKI. Namun, banyak dari terapi yang ditargetkan telah gagal, tidak dapat disimpulkan, atau belum dilakukan. Ronco,
2003 Mengingat beberapa jalur tumpang tindih pada AKI, terapi mungkin perlu
ditargetkan pada mekanisme terjadinya AKI yang secara bersamaan dilakukan untuk mencapai keberhasilan. Kelly, et al., 2004
2.3.4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis AKI, dapat dilakukan beberapa hal, yaitu:
Universitas Sumatera Utara 2.3.4.1. Anamnesis
Dalam hal ini yang perlu diketahui dan ditanyakan kepada pasien adalah tanda vital pengukuran tekanan darah, BB, data mengenai intake dan output
pasien, pemeriksaan lab masa lampau dan sekarang, keseimbangan cairan, dan obat - obatan NSAID, diuretik, agen radiokontras, serta antibiotik. Akcay et al.,
2010 Pada penelitian Akcay et.al., 2010 dikatakan bahwa evaluasi selanjutnya,
dapat dilakukan pada prerenal, postrenal, dan intrarenal azotemia, karena ini merupakan pendekatan yang paling penting dalam mendiagnosis penyebab
terjadinya AKI. •
Prerenal Azotemia Terdapat 4 kriteria untuk mendiagnosis azotemia; Pertama, peningkatan
secara akut BUN dan SCr. Kedua, penyebab hipoperfusi ginjal. Ketiga, sedimen urin tidak ada cell cast atau fractional excretion of sodium FENa kurang dari
1. Keempat, setelah koreksi hipoperfusi, fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 24 – 48 jam.
• Postrenal Azotemia
Obstruksi pada kedua ureter, bladderurethra, atau obstruksi pada salah satu ginjal dapat menyebabkan postrenal azotemia.
• Intrarenal Azotemia
Intrarenal Azotemia dapat ditegakkan setelah kriteria ekslusi pada prerenal dan postrenal azotemia dilakukan.
2.3.4.2. Urinalisis
Pemeriksaan sedimen urin merupakan tindakan yang krusial dalam mendiagnosis AKI, seperti sel epitel tubular ginjal, debris selluler, “muddy
brown” cellular cast mendukung diagnosis AKI. Selain itu protein urin dalam jumah besar 3.0 g 24 jam dan cast sel darah merah merupakan indikasi
sekunder AKI terhadap acute glomerulonephritis atau vasculitis. Akcay et al., 2010
Universitas Sumatera Utara 2.3.4.3.
Nephrotoxins
Nephrotoxin merupakan penyebab penting AKI, seperti antibiotik aminoglikosida, agen radiokontras, NSAID, cisplatin, dan amphotericin B. Pada
suatu penelitian dikatakan bahwa AKI timbul pada 80 pasien yang menggunakan amphotericin B dengan dosis kumulatif 3 – 4 g. Akcay et al.,
2010
2.3.5. Penatalaksanaan
Pasien yang mengalami AKI memiliki perhatian khusus terhadap status hemodinamik. Pertama, karena hipotensi menyebabkan penurunan perfusi ginjal
dan jika parah atau berkelanjutan, dapat mengakibatkan cedera ginjal. Kedua, cedera ginjal mengalami kehilangan autoregulasi dari aliran darah, suatu
mekanisme yang mempertahankan aliran yang relatif konstan meskipun terjadi perubahan tekanan darah di atas titik tertentu Sekitar 65 mmHg. KDIGO, 2012
2.3.5.1. Minocycline
Minocycline adalah generasi kedua antibiotik tetrasiklin. Minocycline dikenal memiliki efek antiapoptotic dan anti-inflamasi. Ketika diberikan 36 jam
sebelum iskemia ginjal, minocycline mengurangi apoptosis sel tubular dan pelepasan mitokondria sitokrom c, p53, dan bax. Kelly et al., 2004
2.3.5.2. Guanosine dan Pifithrin-
α p53 Inhibitor
Pemberian guanosin eksogen mengurangi apoptosis sel tubular ginjal. Oleh karena efek yang ditimbulkan berkaitan dengan penghambatan ekspresi
sitokrom p53. Kelly, et al., 2001
2.3.5.3. Diuretik Manitol
Manitol telah sering digunakan di masa lalu untuk pencegahan AKI. Namun pada sebagian besar studi retrospektif, tidak memenuhi kriteria dari
kelompok kerja untuk dimasukkan dalam perumusan masalah yang direkomendasi. Manitol profilaksis telah dipromosikan pada pasien yang
Universitas Sumatera Utara
menjalani operasi. Sementara di sebagian besar kasus, manitol meningkatkan aliran urin, itu sangat mungkin bahwa manitol tidak menimbulkan efek di luar
hidrasi terhadap kejadian AKI. KDIGO, 2012
2.3.5.4. Penanganan Dehidrasi
Bila terdapat dehidrasi atau banyak kehilangan darah maka perlu diberikan cairan secara intravena. Sebaliknya diberikan cairan larutan glukosa 10 - 20 ,
tetapi hendaknya diperhatikan kadar glukosa tidak tinggi karena dapat menimbulkan trombosis. Dianjurkan tempat venoklisis setiap 8 jam dipindahkan
untuk mencegah timbulnya trombosis. Dapat ditambah heparin pada setiap 500 ml larutan glukosa 20 - 50 untuk tujuan yang sama. Bila ada faal jantung, jumlah
cairan tidak boleh terlalu banyak. Ngastiyah, 2005
2.3.5.5. Penanganan Asidosis
Asidosis disebabkan oleh retensi glomerulus dan reabsorbsi tubulus yang meninggi terhadap sulfat, laktat, fosfat, dan asam organik. Untuk mencegah
terjadinya asidosis dapat diberikan bikarbonas natrikus atau laktat natrikus. Ngastiyah, 2005
2.3.6. Hubungan Penyakit Kritis Terhadap AKI
Data terbaru pediatrik tentang epidemiologi AKI untuk anak-anak sakit kritis menunjukkan pergeseran dari penyakit ginjal primer terhadap cedera
sekunder pada penyakit sistemik dan penatalaksanaannya. Hui-Stickle, et al., 2005
Ketersediaan luas pilihan pengobatan agresif yang terjadi pada suatu penyakit, seperti kelainan sumsum tulang dan transplantasi organ pada anak-anak,
telah menyebabkan meningkatnya paparan obat nefrotoksik dan meningkatnya penyakit kritis pada anak yang menerima perawatan intensif. Dalam hal lain,
insidensi pediatrik AKI pada populasi beresiko penyakit kritis masih belum diketahui. Akcan-Arikan, et al., 2007
Universitas Sumatera Utara
Umur Jenis Kelamin
Penyakit yang mendasari
Lama rawatan di UPI anak
Penggunaan ventilatornon-
ventilator Fungsi ginjal
SCrUrine output Outcome
HidupMeninggal
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASONAL
3.1. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang karakteristik terjadinya AKI pada pasien anak dapat dijabarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka konsep karakteristik AKI pada pasien anak yang dirawat di ruang rawat intensif anak RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Acute Kidney Injury AKI
Definisi : AKI merupakan suatu gangguan yang cukup kompleks dimana
pada pemeriksaan klinis menunjukkan adanya peningkatan serum kreatinin atau penurunan Glomerular Filtration Rate GFR dan
penurunan urine output sesuai dengan staging dari RIFLE Criteria yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan AKI
dalam penelitian ini. Akcay et al., 2010 Cara Ukur
: Cara mengukur kejadian AKI adalah dengan terlebih dahulu mengetahui faal ginjal, yaitu hasil pengukuran dari serum
AKI Acute Kidney
Injury
Universitas Sumatera Utara
kreatinin dan urine output pada pemeriksaan laboratorium. Sebagai tambahan, ureum juga dapat diperiksa untuk membantu
diagnosis pasien. Alat Ukur
: Kartu status pasien atau rekam medis. Hasil
: Pemeriksaan faal ginjal berupa serum kreatinin dan urine output dibutuhkan untuk menentukan AKI dengan menggunakan RIFLE
Criteria, apakah gangguan yang dihasilkan tergolong kedalam Risk, Injury, Failure, atau End-Stage pada kasus ini.
Skala : Ordinal
3.2.2. Anak
Definisi : Dalam UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 disebutkan
bahwa anak adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Kesowo, B., 2002
Adapun pengelompokan usia anak berdasarkan tumbuh kembang, yaitu:
Bayi : anak 1 tahun - 2 tahun
Prasekolah : anak 2 tahun – 6 tahun
Sekolah : anak 6 tahun – 12 tahun
Remaja awal : anak 12 tahun – 15 tahun Cara Ukur
: Melihat usia pasien yang masuk ke ruang rawat intensif anak sesuai tanggal yang tertera pada rekam medis berdasarkan tahun
pelaksanaan penelitian yang sudah ditentukan. Alat Ukur
: Kartu status pasien atau rekam medis. Hasil
: Faal ginjal anak usia 1 – 17 tahun. Skala
: Nominal
3.2.3. Umur
Definisi : Lama waktu hidup pasien yang ada pada penelitian ini
Alat Ukur : Kartu status pasien atau rekam medis.
Skala : Nominal
Universitas Sumatera Utara 3.2.4. Jenis Kelamin
Definisi : Perbedaan organ biologis yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan Alat Ukur
: Kartu status pasien atau rekam medis. Skala
: Nominal
3.2.5. Lama Rawatan
Definisi : Durasi pasien yang dirawat di rumah sakit.
Alat Ukur : Kartu status pasien atau rekam medis.
Skala : Nominal
3.2.6. Ventilator
Definisi : Alat bantu nafas yang digunakan pada saat merawat bayi.
Alat Ukur : Kartu status pasien atau rekam medis.
Skala : -
3.2.7. Outcome
Definisi : Tingkat keberhasilan rawatan pasien selama di rumah sakit
Alat Ukur : Kartu status pasien atau rekam medis.
Skala : Nominal
Universitas Sumatera Utara BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan retrospektif untuk mengetahui karakteristik Acute Kidney Injury AKI pada
pasien anak yang dirawat di ruang rawat intensif anak RSUP H. Adam Malik tahun 2012.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut adalah dikarenakan RSUP. H. Adam Malik
merupakan rumah sakit tipe A yang merupakan pusat pelayanan kesehatan pemerintah yang menjadi tempat rujukan di Sumatera Utara.
4.2.2. Waktu penelitian
Pengumpulan data telah dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2013 sampai dengan bulan Oktober tahun 2013, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis
data.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pasien anak yang dirawat di ruang rawat instensif anak RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2012.
4.3.2. Sampel
Besar sampel pada penelititan ini ditentukan dengan metode total sampling dimana jumlah sampel adalah seluruh populasi , yaitu pasien anak yang dirawat di
ruang rawat instensif anak RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara 4.4.
Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan melihat kartu status atau rekam medik pasien anak yang dirawat di ruang rawat instensif anak RSUP H. Adam Malik Medan. Data
yang dicatat ke dalam lembaran pencatatan adalah nomor rekam medis, nama pasien, tanggal lahir atau umur pasien, jenis kelamin pasien, faal ginjal yang
meliputi kadar kreatinin, urine ouput yang tercantum pada rekam medis, dan kadar ureum pasien yang dapat di jadikan sebagai nilai pendukung dalam
penelitian ini, penggunaan ventilator,serta lamanya perawatan dan outcome pasien hidupmeninggal.
4.5. Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari rekam medik akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 17.0 Statistical Products and Service Solutions .
Universitas Sumatera Utara BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di ruang rekam medik Rumah Sakit H. Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan
Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A sesuai dengan
SK Menkes No. 2233MenkesSKXI2011. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera yang
meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502MenkesIX1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit
pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.2 Karakteristik Penilaian