Pem belajar an dan

Bab 6: Pem belajar an dan

Penilaian Otentik dalam Pendidikan V okasi

Uyun Nishar

Pendidik m aupun penelit i di bidang pendidikan t elah m engakui pent ingnya ot ent isit as dalam kegiat an pem belajaran di berbagai jenjang dan kont eks pen- didikan. Akan tetapi, mengutip Kreber, Klam pfleitner, M cCune, Bayne, dan Knottenbelt (2007) dari Universi- tas Edinburgh, penelit ian m engenai pembelajaran dan penilaian ot entik masih mem erlukan banyak perhatian dan pengem bangan. Dalam konteks pendidikan vokasi di Inggris, ut am anya t erkait dengan penilaian sisw a, ot entisitas masih belum banyak dikaji dan dit elit i.

Pembelajaran dan Penilaian Otentik

Um um nya, pem belajaran ot ent ik m enekankan pada akt ivit as belajar yang berbasis dunia nyat a, sepert i: penyelesaian m asalah m enggunakan solusi yang dirumuskan siswa, role play , problem-based activities, dan st udi kasus. Reeves, Herringt on, dan Oliver (2002) mengkaji 10 elem en utama pembelajaran otent ik, yang meliputi:

64 Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris

1. Relevansi den gan dun ia n yat a. Sedapat m un gkin , pem belajar -

an otentik harus disesuaikan dengan aktivitas yang dilakukan oleh

sisw a dalam kehidupan sehari-hari dan dalam lingkungan profe-

sional dimana mereka akan menerapkan ilmu yang diperoleh. Melalui

pem belajaran otent ik, sisw a difasilitasi unt uk belajar konsep, fakta,

serta konteks keilmuan dan sosial dari bidang yang mereka pelajari.

2. Pendekat an m ult i-int erpret asi. Sisw a dilat ih unt uk m enyelesaikan perm asalahan yang t idak dapat dipecahkan dengan rum us t ert ent u, m elainkan m elalui int erpret asi personal m ereka. M elalui cara ini, sisw a akan belajar m engident ifikasi cara-cara yang dapat m ereka aplikasikan unt uk m enyelesaikan t ugas yang diberikan guru.

3. Invest igasi yang berkelanjut an. Dalam pem belajaran otent ik, t ugas yang diberikan kepada siswa cenderung kom pleks sehingga alokasi w akt u dan bahan pem belajaran yang dibut uhkan sisw a harus diper- siapkan dengan baik.

4. Bahan pem belajaran dan cara pandang yang variat if. Dalam m em - pelajari dan m enganalisa berbagai sum ber belajar yang m ereka guna- kan, sisw a akan belajar m em ilah inform asi yang relevan dan irelevan dengan t ugas yang m ereka kerjalan. Karena guru t idak m enetapkan sat u referensi khusus dan sisw a berhak m em ilih beberapa referensi sesuai dengan definisi kebutuhan mereka, siswa akan belajar mengenai berbagai cara pandang t erhadap suat u teori at au cara penyelesaian m asalah.

5. Kolaborasi. Kerja sam a ant ar sisw a m erupakan elem en pent ing dalam pem belajaran ot ent ik.

6. Refleksi pem belajaran. Sisw a diharapkan unt uk dapat m elakukan refleksi terhadap pem belajaran secara pribadi m aupun berkelom pok.

7. Cara pandang m ult idisipliner. Tidak hanya m engacu pada sat u bidang ilm u, pem belajaran ot ent ik dapat dikait kan dengan bidang ilm u lain. Unt uk it u, siswa perlu dibim bing unt uk berpikir secara m ult idisipliner.

8. Penilaian yang t erint egrasi.

9. Pem belajaran ber orient asi produk. Dalam pem belajaran ot ent ik, sisw a t idak hanya diharapkan unt uk dapat m enyim pulkan m at eri yang t elah m ereka pelajari t et api juga m enghasilkan produk yang relevan dengan m at eri t ersebut .

Uyun Nishar 65

10. Pem belajaran m enghasilkan m ult iint erpret asi dan m ult i capaian. Dalam m engkaji suat u m asalah atau m enyelesaikan suat u kegiatan, sisw a dibim bing unt uk m em berikan respon yang objekt if m elalui jaw aban yang bersifat t erbuka.

Dalam m enerapkan pem belajaran ot ent ik, guru t idak m enekankan penggunaan buku t eks m elainkan dokum en, dat a saint ifik dan sum ber belajar non-t ext book lainnya. Ceram ah dan penjelasan yang didom inasi oleh t eacher-t alk akan dim inim alisir dan digant i dengan pem belajaran berbasis akt ivit as berdasarkan permasalahan. Hal ini m enunjukkan bahw a int eraksi ant ar sisw a m elalui kolaborasi dan ant ar sisw a dengan guru m em egang peranan pent ing pada pem belajaran ot ent ik. Dengan sist em pem belajaran yang dem ikian, penilaian hendaknya t idak m enekanakan pada jawaban salah benar yang hanya m enjangkau pem aham an dasar.

Dalam m enerapkan penilaian ot ent ik, capaian belajar sisw a sebaiknya t idak hanya dit injau dari sat u aspek penilaian saja m elainkan dari berbagai aspek yang dapat m engukur capaian belajar sisw a secara holist ik, t er- m asuk part isipasi sisw a dan produk yang sisw a hasilkan selam a proses pem belajaran berlangsung. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Faraday, Overton, dan Cooper (2011), terdapat dua jenis penilaian yang keduanya diterapkan di sistem pendidikan vokasi, yakni penilaian t erhadap hasil pem belajaran dan penilaian unt uk proses pem belajaran. Penilaian t erhadap hasil pem belajaran m erupakan jenis penilaian yang um um dilakukan di berbagai t ipe dan jenjang pendidikan. Inst rum en yang seringkali digunakan adalah tes tert ulis, tes berbasis kom puter, peragaan, dan penggunaan perm ainan di kelas. Penilaian t idak hanya dapat dilaku- kan oleh guru karena sisw a dapat diajak unt uk m erefleksikan hasil pem - belajaran m ereka sendiri m aupun m em berikan penilaian kepada siswa yang lain. Penilaian yang kedua ialah penilaian unt uk pem belajaran yang dit ujukan unt uk m engevaluasi hasil belajar sisw a dan m eninjau efekt ivit as m et ode yang digunakan dalam pem belajaran. M elalui penilaian ini, guru diharapkan dapat m engevaluasi apakah kebut uhan belajar sisw a t elah cukup t erpenuhi.

66 Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris

Efektivitas pembelajaran otentik

Prinsip pem belajaran ot ent ik sejalan dengan riset m engenai peran ot ak m anusia dalam m erubah inform asi yang dit erim a sisw a m enjadi ilm u yang berm akna dan dapat dialihkan (t ransferable). Dalam pem belajaran ot ent ik, diharapkan, sisw a t idak hanya m endapat kan m at eri berupa t eori t api juga kesem pat an unt uk m em prakt ikkan t eori yang t elah m ereka pelajari. Lom bardi (2007) m erangkum t iga hal pokok yang m enjelaskan keunggulan pem belajaran otent ik sebagai berikut :

1. Sisw a dilat ih unt uk m enem ukan ket erkait an ant ara m at eri yang sedang m ereka pelajari dengan m at eri sebelum nya dan dengan pengalam an yang m ereka alam i. Ket ika sisw a m em pelajari ilm u yang baru, secara nat ural, m ereka akan berusaha m engkoneksikan topik t ersebut dengan pengalam an belajar m ereka m aupun pengalam an yang m ereka alam i di kehidupan sehari-hari. Jika topik tersebut belum terintegrasi dengan skem ata atau st rukt ur pem aham an yang m ereka m iliki, ilm u t ersebut cenderung t erabaikan dan sulit berkem bang. Unt uk m engatasi hal ini, sem angat belajar siswa dalam m em aham i suat u m at eri pem belajaran per lu dit anam kan sehingga m er eka m am pu m em aham i ilm u yang m ereka pelajari di level personal. Dengan m em per sonalisasikan suat u inf or m asi, sisw a akan lebih m udah m em aham i m ateri yang tadinya dianggap kurang fam liar.

2. Ilm u akan lebih m udah diingat jika diprakt ikkan. Konsep yang dipel- ajari siswa perlu diulas berulang kali secara terat ur. Siswa juga perlu dilat ih unt uk dapat m em pert ahankan suat u t eori, m engaplikasikan- nya di kont eks yang ber beda, dan m engasosiasi kannya dengan kegiatan dan orang lain(Bahr & Rohner 2004).

3. Kont eks lain dim ana ilm u yang sisw a pelajari dapat dit erapkan perlu dieksplorasi. Teori atau konsep yang siswa pelajari, pada dasarnya, m erupakan bagian dari pem belajaran m engenai t eori dan konsep yang lain. Karenanya, konteks sosial dim ana suat u ilm u berkem bang perlu lebih lanjut dieksplorasi. Sisw a perlu m em pelajari lingkungan, kegiatan, dan pihak-pihak (people) yang terkait dengan suat u teori. Konsep pem belajaran ot ent ik dalam pendidikan vokasi di Inggris

Uyun Nishar 67

Dalam berbagai kajian dan st udi m engenai pendidikan dan pelat ihan vokasi, konsep pem belajaranot ent ik seringkali dikait kan dengan ist ilah ‘kom petensi’. M enurut M ulder, Weigel, dan Collins (2007: 82), ‘kom pe- t ensi’ dapat diart ikan sebagai kem am puan unt uk m em prakt ikkan dan m enggunakan pengetahuan, keteram pilan, dan sikap yang terkait dengan peran profesional seorang individu.

Ist ilah kom petensi berkaitan erat dengan konsep ‘belajar m andiri’, ‘pem belajaran otent ik’, dan ‘konst ruksi ilm u pengetahuan’. Kom petensi dapat direalisasikan m elalui t ujuan pem belajaranyang berm akna bagi siswa. Berdasarkan t ujuan yang telah dirum uskan, konten pem belajaran disusun agar dapat m engarahkan sisw a unt uk m engem bangkan kualit as diri m ereka dan m em persiapkan peran m ereka nant inya di lingkungan m asyarakat (M ulder, Weigel & Collins, 2007). Cuddy & Leney (2005), m erangkum dar i beberapa sum ber, m enjelaskan beberapa landasan pendidikan vokasi di Inggris yang dua diant aranya berkait an erat dengan pem belajaran dan penilaian ot ent ik, yakni: • Keberagam an penyediaan pem belajaran yang m enunt ut adanya

penyesuaian antara kebut uhan belajar dan penyam paian m ateri bel- ajar dengan lingkungan ekonom i dan sosial siswa.

• Penyusunan standar lapangan kerja dengan m enggunakan analisa

kebut uhan yang sist em at is dan dengan m eli bat kan pihak t erkait secara akt if.

Pent ing unt uk diingat bahw a kom pet ensi yang dim iliki siswa harus disesuaikan dengan kom petensi yang dibut uhkan oleh penyedia lapangan ker ja. Karenanya, salah sat u aspek pent ing yang har us dim ili ki oleh pendidikan vokasi adalah pem baharuan isi dan pendekat an pem belajaran berdasarkan kebut uhan penyedia lapangan kerja saat ini dan di m asa yang akan datang (Lucas, Spencer, Claxton, 2012).

Arahan pendidikan vokasi di Inggris t idak hanya dit ent ukan oleh pem erint ah. Beberapa inst it usi sepert i The UK Com m ission for Em ploy- m ent and Skills (UKCES), organisasi non-pem erintah yang m enyediakan kepem im pinan st rategis unt uk keteram pilan dan isu lapangan kerja, dan beragam Sect or Skills Councils (SSCs) pun t urut berperan sert a dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan pendidikan vokasi (Lucas,

68 Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris

Spencer, Claxton, 2012). Hal ini dilakukan unt uk m enjaga relevansi pen- didikan vokasi dengan kebut uhan lapangan kerja sehingga siswa m am pu m encapai kom pet ensi yang dapat m enjadi t unt ut an di dunia ker ja. Tent unya akan kurang efisien jika pem erintah dit unt ut unt uk m endengar- kan dan m engkaji pendapat seluruh pelaku usaha dem i m endapat kan gam baran m engenai kebut uhan penyedia lapangan kerja. Laporan dari kelom pok usaha sepert i t he Const ruct ionIndust ry Trade Survey of 2011, cont ohnya, dapat dijadikan acuan bagi pem erint ah unt uk m enganalisa kebut uhan lapangan kerja dan m enent ukan kom pet ensi yang perlu dipelajari siswa (Lucas, Spencer, Claxton, 2012).

Tidak hanya di level kebijakan, pem belajaran otent ik di Inggris juga diterapkan oleh guru dalam pem belajaran di kelas. M engut ip Andy Smyt h (lihat Lucas, Spencer, Claxton, 2012: 59), ‘Poin pent ing pendidikan vokasi t erlet ak pada pem belajaran berbasis real-t ime, real-w orld, dan dengan panduan guru at au pelat ih unt uk m em berikan m asukan, ref leksi, dan m enunt un siswa m elalui proses pem belajaran yang t erst rukt ur ’. Lucas, Spencer, Claxton (2012: 61) m enjelaskan secara lebih rinci prinsip pen- didikan ot ent ik yang m encakup: belajar dengan m elihat ; belajar dengan m eniru; belajar m elalui prakt ik (‘t rial and error ’); belajar m elalui m asuk- an (feedback); belajar m elalui percakapan; belajar m elalui m engajar dan m em bant u sisw a lain belajar; belajar m elalui problem-based act ivit y; belajar m elalui proses bert anya (inquiry); belajar m elalui berpikir krit is dan m enghasilkan penget ahuan; belajar m elalui proses m endengarkan, m ent raskripsi, dan m engingat ; belajar m elalui m em buat sket sa; belajar m elalui proses refleksi; belajar dengan cara m em int a bant uan at au pen- jelasan pada orang lain unt uk m enjaw ab rasa ingin t ahu yang m ereka m iliki (learning on t he f ly); belajar m elalui pem binaan; belajar dengan cara berkom pet isi; belajar dari lingkungan virt ual; belajar m elalui sim ulasi dan perm ainan peran; belajar m elalui perm ainan.

Penerapan pembelajaran otentik pada pendidikan vokasi di Inggris

Riset m enunjukkan bahw a t idak ada perbedaan m endasar ant ara pen- didikan vokasi dan pendidikan non-vokasi, kecuali dalam hal konteks pem belajaran (Faraday, Overton, Cooper, 2011). Konteks pem belajaran yang dim aksud dalam hal ini bukan hanya dit injau dari relevansi m at eri

Uyun Nishar 69

pem belajaran dengan prakt ik di lingkungan sosial dan profesional, t api juga m encakup t ujuan pem belajaran dan hasil pem belajaran yang di- harapkan, m et ode yang perlu dit erapkan unt uk m encapai t ujuan t er- sebut , level pem belajaran (t erkait dengan kuaif ikasi yang dibut uhkan unt uk dapat m em aham i suat u m at eri pem belajaran), sert a proporsi antara jum lah siswa dan ketersediaan fasilitas serta sum ber belajar. M e- lalui pem belajaran yang kontekst ual, siswa diharapkan unt uk dapat m ene- rim a m at eri pem belajaran yang m enekankan pada akt ivit as dan prakt ik. Dua hal m endasar yang pent ing unt uk diingat dari konsep pem belajaran ini adalah: sat u, m at eri pem belajaran hendaknya dipresent asikan m elalui konteks dim ana m ateri tersebut nant inya diaplikasikan oleh siswa; dua, karena sisw a akan belajar m elalui akt ivit as dan prakt ik, int eraksi dan kolaborasi dengan siswa yang lain perlu ditekankan.

Unt uk m em aham i bagaim ana konsep diat as dapat diaplikasikan dalam kegiat an belajar dan pem belajaran pada pendidikan vokasi di Inggris, berikut adalah gam baran kegiatan pem belajaran sisw a jurusan pariw isata. Tujuan pem belajaran yang ingin dicapai pada pem belajaran ini adalah: sisw a m am pu m em prakt ikkan prosedur evakuasi dan ke- am anan (t he safet y evacuat ion) di pesaw at udara. Berdasarkan t ujuan pem belajaran ini, m at eri pem belajaran lebih diarahkan pada penguasaan ket eram pilan, bukan hanya t eor i. Sisw a akan m elakukan beberapa sim ulasi unt uk dapat m em aham i dengan jelas sit uasi sebenarnya yang akan m ereka hadapi, t erm asuk m em buat keput usan yang realist is ber- dasarkan kondisi yang ada di lapangan.

Cat at an: pada sesi sebelumnya, sisw a t elah belajar untuk mempelajari arahan-arahan keselamat an di pesaw at udara dan mempraktikkan arahan tersebut . Tahap 1: Sisw a ‘mem asuki kabin’. Guru memut ar rekaman suara awak pesawat yang memberikan instruksi keamanan di pesawat udara. Sisw a m enirukan inst ruksi kemanan melalui gerak badan dengan mat a t ertut up. Tahap 2: Guru mem utar rekam an suara yang mengilust rasikan rekaman percakapan ant ara pilot dan pemandu lalu lint as udara (ATC). Pesawat dilaporkan m engalami gangguan darurat dan sinyal t anda bahaya (mayday) telah dikirimkan oleh pilot pesaw at pada pet ugas darat. Pendarat an darurat harus segera dilakukan. Tahap 3: Guru m emberikan arahan pada siswa unt uk mempersiapkan dan m engguna- kan perlengkapan mereka m asing-m asing. Rekaman suara selanjut nya mengilust rasikan det ik-det ik menjelang pendarat an darurat. Tahap 2 dan 3 m asih dilakukan dengan mata tert ut up.

70 Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris

tert ut up. Tahap 4: Guru mengarahkan sisw a unt uk m engecek apakah perlengkapan keselamat an mereka telah t erpasang dengan baik. Tahap 5: Sisw a dan guru kembali ke kelas. Guru menanyakan perasaan yang siswa rasakan saat mendengarkan rekaman suara bahwa pesawat m engalami gangguan dan akan melakukan pendarat an darurat . Guru juga menanyakan alasan dibalik pent ingnya memberikan inst ruksi keselamat an, dan bagi penumpang pesawat untuk memperhati- kan instruksi keselam atan sebelum pesawat lepas landas. Sisw a juga diminta unt uk m e- mikirkan alasan mengapa m ereka dimint a unt uk mendengarkan rekam an suara dan memasang perlengkapan keselam at an dengan m at a tert ut up. Guru kemudian menjelas- kan bahw a pada saat darurat , ada kemungkinan pesaw at dalam keadaan gelap. Tahap 6: Guru m emfasilit asi diskusi unt uk menam pung ide sisw a t ent ang bagaimana aw ak pesawat dapat melakukan dem onstrasi keselamatan dengan cara lain yang lebih menarik. Sisw a diminta unt uk mengidentifikasi alasan dibalik pent ingnya mem buat demo keselam at an yang menarik, mengecek apakah set iap penum pang pesawat mem - perhatikan instruksi keselam atan dan m engecek kelengkapan dan kondisi perlengkapan keselamat an setiap penumpang.

Diam bil dari Faraday, Overt on, Cooper (2011: 58).

Beberapa inst rum en dan langkah pem belajaran ot ent ik yang nam pak pada cont oh diat as adalah:

1. Penggunaan rekam an suara unt uk m enggam barkan sit uasi darurat di pesaw at . Prakt ik ini t elah sesuai dengan salah sat u ciri pem bel- ajaran ot ent ik yang m enggunakan m edia pem belajaran yang variat if (Reeves, Herrington & Oliver, 2002). Kesan yang siswa tangkap saat m endengar kan rekam an percakapan pilot dengan pem andu lalu lint as udara, lengkap dengan efek suara pendukung, t ent unya akan berbeda dibandngkan dengan kesan yang m ereka tangkap saat m en- dapat kan gam baran sit uasi yang sam a hanya m elalui deskripsi lisan guru. Terlebih, dengan m ata tert ut up, siswa m endapat kan pengalam - an belajar yang berbeda dan unik.

2. Guru t idak sert a m ert a m em berikan alasan m engapa sisw a diharus- kan m enut up m at a saat m endengarkan rekam an suara dan m em a- sang perlengkapan keselam atan. Guru m em int a siswa m em ikirkan alasan dibalik kegiatan ini m elalui diskusi dengan siswa lain. Guru hanya berperan sebagai fasilit at or dalam diskusi sehingga sisw a dapat berpendapat dengan lebih akt if. Dengan m em ecahkan m asalah yang diberikan guru m elalui t anya jaw ab dan diskusi sepert i cont oh diat as, sisw a akan t erlat ih unt uk berpikir krit is. Pent ing bagi guru pendidikan vokasi unt uk dapat m engajarkan dan m em biasakan sikap berpikir

Uyun Nishar 71

krit is dan m endalam karena dunia kerja m odern m engaruskan pe- kerjanya unt uk dapat berpikir kreatif (Spencer, Lucas & Claxton, 2012).

3. Pada t ahap akhir pem belajaran, guru m em f asilit asi diskusi ant ar sisw a dan m enam pung ide-ide yang m ereka m iliki t ent ang pengem - bangan dem onst rasi keselam atan bagi penum pang pesawat udara. Tidak hanya sesuai dengan tem a pem belajaran, diskusi ini juga ber- t ujuan unt uk m enjaw ab t ant angan yang ada di indust ri penerbangan. Sepert i yang kita ketahui, dem onst rasi keselam atan bagi penum pang pesaw at udar a ser ingkali dianggap m em bosankan sehingga di- abaikan. Proses pem belajaran yang m endorong sisw a unt uk berpikir kreat if, secara t idak langsung, akan m engarahkan siswa unt uk m eng- gunakan kem am puan berpikir t ingkat t inggi. Hal ini sesuai dengan salah sat u elem en ut am a pendidikan vokasi yang diharapkan m am pu m em bim bing sisw a berpikir luas dan m enyelesaikan m asalah secara objekt if m elalui pertanyaan t erbuka (Reeves, Herringt on & Oliver, 2002). Unt uk m engem bangkan kem am puan berpikir siswa, guru juga m enugaskan sisw a unt uk m enganalisa alasan dibalik pent ingnya dem onst rasi keselam atan penum pang pesawat udara. M elalui proses pem belajaran yang terst rukt ur dan kom pleks sepert i contoh, siswa akan t erlat ih unt uk berpikir secara m endalam dan bert ahap.

Kesimpulan dan Pembelajaran

Hingga saat ini, kajian prakt is dan em piris m engenai pem belajar an ot ent ik, ut am anya dalam pendidikan vokasi, m asih m em erlukan banyak perhat ian. Akan t et api, di Inggris sendiri, pem belajaran ot ent ik bukan m erupakan konsep yang baru dan asing. Terbukt i, pem erint ah Inggris t elah m enjadikan laporan dari perw akilan pelaku usaha sebagai landasan unt uk m enganalisa kebut uhan lapangan kerja dan m enent ukan kom pe- tensi yang perlu dipelajari siswa sekolah vokasi. Hal ini dilakukan dem i m enjaga relevansi pendidikan vokasi dengan kebut uhan lapangan kerja sehingga siswa m am pu m encapai kom petensi yang m enjadi t unt utan di dunia kerja. Di sam ping it u, elem en utam a pendidikan vokasi juga telah diterapkan dalam kegiatan belajar m engajar sepert i contoh kegiatan pem - belajaran sisw a jurusan pariw isat a yang t elah disajikan sebelum nya. Beberapa rekom endasi telah disajikan unt uk m engem bangkan pendidik-

72 Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris

an vokasi di Indonesia. Salah sat u poin pent ing pengem bangan yang layak dipert im bangkan adalah pem baharuan pendekat an m engajar oleh guru guna m em bent uk sikap berpikir sisw a yang krit is dan m endalam .

Ofsted (The Office for Standards in Educat ion, Children’s Services and Skills), badan pem erintah Inggris yang m em iliki kew enangan m engat ur dan m em berikan layanan pendidikan, dalam lapor an t ahunannya di t ahun 2011, m enyam paikan beberapa fakt or yang m enyebabkan kurang efekt if nya suat u kegiatan pem belajaran, diant aranya:

1. Guru m enghabiskan t erlalu banyak w akt u unt uk ceram ah.

2. Kont en pem belajaran kurang im ajinat if

3. Si kap ber t anya kurang t erbent uk di kelas sehingga sisw a t idak t erbiasa unt uk berpikir secara m endalam dan krit is

4. Poses pem belajaran kurang m enarik sehingga sisw a t idak t erm ot ivasi unt uk belajar.

Keem pat fakt or di atas berkait an erat dengan pem belajaran ot entik karena part isipasi sisw a, ket erkait an dengan dunia nyat a, sert a sikap berpikir kritis memegang peranan pent ing dalam mewujudkan otent isit as dalam kegiatan pem belajaran. Banyak asum si yang berkem bang bahwa pembelajaran hanya dinilai ot ent ik jika siswa belajar m enggunakan alat peraga at au m elakukan prakt ek secara langsung m elalui kunjungan lapangan. Akan tetapi, m engam bil konteks pendidikan vokasi di Inggris sebagai cont oh, pembelajaran yang direncanakan secara t erst rukt ur t anpa m elupakan pent ingnya m engem bangkan sikap berpikir krit is sisw a juga harus menjadi prioritas ut am a pembelajaran. Di sam ping it u, penggunaan m edia pem belajaran yang m enunjang proses pem belajaran dan m ening- kat kan m inat belajar sisw a juga perlu diperhat ikan. Nyat anya, m asih banyak guru di Indonesia yang m enjadikan ceram ah sebagai pendekat an ut am a dalam m enyam paikan m at eri pem belajaran. Sisw a kurang m en- dapat kan bim bingan unt uk berdiskusi dan m em ecahkan m asalah m elalui t ukar pendapat . Sem entara it u, di level kebijakan, kerja sam a dengan lem baga non-pem erint ah unt uk m enjaga relevansi pendidikan vokasi dengan kebut uhan lapangan kerja m ut lak diperlukan. Beberapa poin ini hendaknya dapat m enjadi pert im bangan unt uk m engem bangkan pen- didikan vokasi di Indonesia.

Uyun Nishar

Referensi

Cuddy, N. & Leney, T. (2005). Vocat ional educat ion and t raining in t he United Kingdom Cedefop Panorama series . Luxem bourg: Office for Official Publicat ions of t he European Com m unit ies.

Faraday, S., Overt on, C., & Cooper, S. (2011). Ef fect ive t eaching and learning in vocat ional educat ion . London : LSN. Lucas, B., G. Claxton, & E. Spencer (2013). Progression in St udent Creativity in School: First Steps Towards New Form s of Form at ive Assessment s. OECD Educat ion Wor king Paper s, 86 , OECD Publishing. ht t p:/ / dx.doi.org/10.1787/5k4dp59m sdw k-en.

Kreber, C., Klam pfleit ner, M ., M cCune, V., Bayne, S., & Knottenbelt , M . (2007). What do you m ean by “ aut hent ic” ? A com parat ive review of t he lit erat ur e on concept ions of aut hent icit y in t eaching. Adult Educat ion Quart erly, 58 (1), 22-43.

Lom bardi, M .M . (2007). Aut hent ic Learning f or t he 21st Cent ury: An Overview, ELI Paper, 1. M ulder, M ., T. Weigel & K. Collins (2006). The concept of com pet ence concept in t he developm ent of vocat ional educat ion and t raining in selected EU m em ber states. A crit ical analysis. Journal of Vocat ional Educat ion and Training, 59 (1), 65-85.

Ofsted (2011). The Annual Report of Her M ajest y’s Chief Inspect or of Educat ion, Children’s Services and Skills 2010/11 . [Online]. Ret rieved on Oct ober 10, 2017 f rom ht t p:/ / w w w.ofst ed.gov.uk/ resources/ annualreport 1011.

Reeves, T.C., Herrington, J., & Oliver, R. (2002). Aut hent ic act ivit ies and online learning. In A. Goody, J. Herrington , & M . Nort hcote (Eds.), Qua l i t y co n ver sat i o ns: Resea r ch a nd Develo p m en t i n Hi g her Educat ion , 25, 562-567. Jam ison, ACT: HERDSA.

74 Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris

Aziza Restu Febrianto