Prinsip Kehati-hatian Dalam Bisnis Kartu Kredit Pada PT.Bank Negara Indonesia Sentra Bisnis Kartu Medan

(1)

TESIS

PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM BISNIS KARTU KREDIT

PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA SENTRA BISNIS

KARTU MEDAN

OLEH :

LIZA BAYDURI NASUTION

107005138/HK

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM BISNIS KARTU KREDIT PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA SENTRA BISNIS KARTU MEDAN

TESIS

UNTUK MEMPEROLEH GELAR MAGISTER HUKUM DALAM PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA OLEH :

LIZA BAYDURI NASUTION 107005138/HK

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

TELAH DIUJI PADA

TANGGAL 8 FEBRUARI 2013

___________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS Anggota : 1. Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum

2. Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH


(4)

ABSTRAK

Bank dalam melakukan kegiatan usaha mengeluarkan produk bank. Produk bank adalah seluruh fasilitas, layanan, dan jasa yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Salah satu produk yang dikeluarkan oleh bank adalah kartu kredit. Kartu kredit tidak sama dengan kredit perbankan lainnya yang memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan adanya unsur agunan, sehingga dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan perhatian yang lebih, khususnya dalam pelaksanaan penerbitan kartu kredit timbulnya penyalahgunaan kartu kredit yang dilakukan oleh pihak yang tidak ada hubungannya dalam penerbitan kartu kredit, sehingga mengakibatkan kerugian bagi bank penerbit serta pemegang kartu kredit, untuk itu pentingnya prinsip kehati-hatian dalam industri kartu kredit yang sehat diharapkan dapat mengurangi risiko kredit bermasalah. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: Bagaimana PT.BNI Sentra Bisnis Kartu Medan menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan penanganan bisnis kartu kredit dalam aturan internal? Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dalam kegiatan bisnis kartu kredit? Bagaimana pertanggungjawaban PT.BNI Sentra Bisnis Kartu Medan terkait dengan bisnis kartu kredit dan penyelesaian kredit bermasalah?

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu suatu penelitian pada studi kepustakaan terhadap peraturan-peraturan tertulis yang membahas tentang prinsip kehati-hatian dalam bisnis kartu kredit, melalui pendekatan deskriptif analitis dan analisa data yang dipergunakan adalah analisa kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian pengaturan prinsip kehati-hatian kartu kredit termuat dalam Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 dan Surat Edaran Bank Indonesia bernomor 14/17/DASP ini merupakan peraturan pelaksana dari PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). Prinsip kehati-hatian mulai diterapkan pada saat proses permohonan kartu kredit. Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dalam kegiatan bisnis kartu kredit terjadi pada saat pemeriksaan kelengkapan dokumen tidak benar-benar memeriksa kebenaran data calon pemengang kartu. Apabila dari pelanggaran prinsip kehati-hatian tersebut terdapat kejahatan yang berkaitan dengan kartu kredit yang melibatkan pihak intern maka petugas yang terkait serta pihak-pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran tersebut akan langsung diminta pertanggungjawabannya berupa klaim penggantian dana sesuai dengan kerugian, sanksi pemecatan, dan pelaporan ke pihak kepolisian.


(5)

ABSTRACT

Bank in conducting business activities issuing bank products. Bank products are all facilities, services, and services offered by the bank to the public. One product issued by a bank is a credit card. Credit cards are not the same as other bank loan that has a more binding agreement with any element of collateral, so the credit card processing requires more attention, particularly in the implementation of the onset of the credit card issuing credit card misuse by those who have nothing to do in the card issuance credit, resulting in losses to the issuing bank and credit card holders, to the importance of the prudential principle in the credit card industry is expected to reduce the risk of healthy non-performing loans. The formulation of the problem to be studied is as follows: How PT.BNI Sentra Business Cards Medan apply the prudential principle in accordance with the handling of credit card business in the internal rules? What are the forms of violation of the prudential principle in the activities of the credit card business? How accountability PT.BNI Sentra Business Cards business-related field and completion of credit card non-performing loans?

This research is normative, is a research on the study of literature written regulations that discuss the prudential principle in the credit card business, through analytical and descriptive approach to data analysis employed is qualitative analysis. Based on the results of the research setting prudential credit cards contained in Article 2 of Law No. 10 of 1998 and Bank Indonesia Circular numbered 14/17/DASP is the implementing regulations of PBI. 14/2/PBI/2012 Concerning Payment Instruments Card (APMK). Prudential principle was implemented at the time the credit card application process. The forms of violation of the prudential principle in the credit card business activity occurred at the time of the documents did not actually check the correctness of data card holder candidate. If the violation of the prudential principle are related crimes involving credit cards then the internal party officers involved and the parties responsible for the violation will be held accountable in the form of direct reimbursement claims in accordance with the loss, sanctions, dismissal, and reporting to the police.


(6)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul ” Prinsip Kehati-hatian Dalam Bisnis Kartu Kredit Pada PT.Bank Negara Indonesia Sentra Bisnis Kartu Medan ” ini. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini juga tidak akan selesai dengan baik tanpa bimbingan para Dosen/pembimbing dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati yang tulus dan disertai dengan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M. Hum.

3. Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH.

4. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam menyelesaikan studi.

5. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum dan Ibu Dr. Utari Maharany Barus, SH. M.Hum selaku Komisi Pembimbing yang juga telah banyak memberikan arahan dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis serta membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam menyelesaikan studi.


(7)

6. Seluruh Staf Pengajar/Dosen Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selama ini telah mengajarkan ilmunya dan mudah-mudahan dapat bermanfaat.

7. Seluruh Staff/Pegawai Adminstrasi atas bantuannya telah memberikan kemudahan dalam segala urusan yang berkenaan dengan administrasi dan informasi di lingkungan Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Seluruh teman-teman di Kampus Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Kepada teman-teman di PT. Bank Negara Indonesia Sentra Bisnis Kartu Medan untuk semua bantuannya.

Secara khusus, penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang tercinta Ayahanda Alm. Jose Rizal Nasution dan Ibunda Selinawati yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan dengan penuh pengorbanan dan kasih sayang sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan hingga ke Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara ini. Dan juga penulis ucapkan terima kasih kepada adik-adik yang penulis sayangi dan seluruh keluarga yang telah mendukung selama ini . Serta tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Sadat Gumbara Lubis yang telah memberikan dukungan, semangat, dan perhatiannya meluangkan waktunya untuk selalu menemani pada saat bimbingan.


(8)

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama ini mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga kita semua diberikan rahmat dan hidayah dari-Nya.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua kalangan sehingga dapat memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca serta khususnya kepada penulis.

Medan, Februari 2013 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA DIRI

Nama : Liza Bayduri Nasution TTL : Medan, 9 Mei 1987

Alamat : Jl. Karya gg. Adil No. 11 Medan Agama : Islam

II. PENDIDIKAN FORMAL

a. SD Swasta Deli Maju Medan (1993-1999) b. SMP Negeri 7 Medan (1999-2002)

c. SMA Negeri 3 Medan (2002-2005)

d. Universitas Pembangunan Panca Budi (2005-2009) e. Program Studi Magister Ilmu Hukum USU (2010-2013)

Medan, Februari 2013

Liza Bayduri Nasution NIM. 107005138


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR SKEMA... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 12

G. Metode Penelitian... 20

BAB II : PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN SESUAI DENGAN PENANGANAN BISNIS KARTU KREDIT DALAM ATURAN INTERNAL PT.BANK NEGARA INDONESIA A. Prinsip Kehati-hatian Dalam Perbankan Dan Penerapannya... 24

1. Pengertian dan Pengaturan Prinsip Kehati-hatian Dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998.. 24

2. Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian... 30


(11)

1. Pengertian dan Pengaturan Kartu Kredit Dalam

Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998... 38

a. Dasar Hukum atas Legalisasi Pelaksanaan Kegiatan Kartu Kredit di Indonesia... 41

b. Pengaturan Kartu kredit... 44

c. Karakteristik Yuridis Dari Kartu Kredit... 47

2. Prinsip Kehati-hatian Dalam Bisnis Kartu Kredit... 49

C. Gambaran umum Bank Negara Indonesia... 52

D. Bisnis Kartu Kredit BNI... 57

1. Sejarah Kartu Kredit... 57

2. PT. BNI Mengeluarkan Kartu Kredit Sebagai Produk Layanan Jasa... 59

3. Jalinan Kerjasama PT. BNI Dengan Perusahaan Outsorching Untuk Pemasaran Kartu Kredit... 60

BAB III : PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN BISNIS KARTU KREDIT A. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam bisnis kartu kredit BNI... 62

1. Perjanjian Antara Nasabah Dengan PT.BNI Selaku Bank Penerbit Kartu Kredit………... 62

a. Proses Permohonan Kartu Kredit... 62

b. Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit... 65

c. Analisa Kartu Kredit... 66

d. Pencetakan, Pengantaran kartu, Dan Pengiriman PIN 68 2. Perjanjian Antara PT. BNI Dengan Pedagang (Bisnis Merchant) Yang Memiliki Kerja Sama Mesin Edisi BNI... 69 3. Hubungan Antara Nasabah dengan Pedagang


(12)

(Bisnis Merchant)... 71

4. Pemantauan Transaksi-Transaksi Kartu Kredit BNI... 72

a. Pengertian Transaksi DalamUndang-Undang Elektronik………... 72

b. Transaksi Sama Dengan Perikatan... 73

c. Keamanan Transaksi Dalam Undang-Undang Dan Perjanjian... 74

d. Transaksi Elektronik dan Terjadinya Kesepakatan... 77

e. Transaksi Kartu Kredit... 83

B. Bentuk-bentuk Pelanggaran Terhadap Prinsip Kehati-hatian Kartu Kredit... 84

1. Pelanggaran Publik... 84

2. Pelanggaran Privat... 84

a. Hubungan Hukum Bank dengan Nasabah... 86

b. Pelanggaran Terhadap Prinsip Kehati-hatian Kartu Kredit 87 BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN PT. BNI SENTRA BISNIS KARTU MEDAN TERKAIT DENGAN BISNIS KARTU KREDIT DAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH A. Teori Pertanggungjawaban Korporasi………. 91

B. Penanganan Kredit Bermasalah... 92

1. Pemantauan Tagihan Kartu Kredit Nasabah Yang Menunggak 92 2. Pelaporan Kredit Bermasalah Ke Unit Yang Terkait... 94

3. Penanganan Kartu Kredit Bermasalah Oleh Risk Management Unit... 94


(13)

C.Sanksi Terhadap Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian... 95

1. Pertanggungjawaban Marketing Terkait Dengan Pelanggaran

Prinsip Kehati-hatian... 95 2. Sanksi Yang Diberikan Kepada Karyawan Yang Melanggar

Prinsip Kehati-hatian... 98 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 99 B. Saran... 101 DAFTAR PUSTAKA... 103


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Penerbitan Kartu Kredit dan Kredit Bermasalah di


(15)

DAFTAR SKEMA

Sketma 1. Mekanisme Pengajuan Sampai Dengan Persetujuan Kartu


(16)

ABSTRAK

Bank dalam melakukan kegiatan usaha mengeluarkan produk bank. Produk bank adalah seluruh fasilitas, layanan, dan jasa yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Salah satu produk yang dikeluarkan oleh bank adalah kartu kredit. Kartu kredit tidak sama dengan kredit perbankan lainnya yang memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan adanya unsur agunan, sehingga dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan perhatian yang lebih, khususnya dalam pelaksanaan penerbitan kartu kredit timbulnya penyalahgunaan kartu kredit yang dilakukan oleh pihak yang tidak ada hubungannya dalam penerbitan kartu kredit, sehingga mengakibatkan kerugian bagi bank penerbit serta pemegang kartu kredit, untuk itu pentingnya prinsip kehati-hatian dalam industri kartu kredit yang sehat diharapkan dapat mengurangi risiko kredit bermasalah. Adapun rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: Bagaimana PT.BNI Sentra Bisnis Kartu Medan menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan penanganan bisnis kartu kredit dalam aturan internal? Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dalam kegiatan bisnis kartu kredit? Bagaimana pertanggungjawaban PT.BNI Sentra Bisnis Kartu Medan terkait dengan bisnis kartu kredit dan penyelesaian kredit bermasalah?

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu suatu penelitian pada studi kepustakaan terhadap peraturan-peraturan tertulis yang membahas tentang prinsip kehati-hatian dalam bisnis kartu kredit, melalui pendekatan deskriptif analitis dan analisa data yang dipergunakan adalah analisa kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian pengaturan prinsip kehati-hatian kartu kredit termuat dalam Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 dan Surat Edaran Bank Indonesia bernomor 14/17/DASP ini merupakan peraturan pelaksana dari PBI No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). Prinsip kehati-hatian mulai diterapkan pada saat proses permohonan kartu kredit. Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dalam kegiatan bisnis kartu kredit terjadi pada saat pemeriksaan kelengkapan dokumen tidak benar-benar memeriksa kebenaran data calon pemengang kartu. Apabila dari pelanggaran prinsip kehati-hatian tersebut terdapat kejahatan yang berkaitan dengan kartu kredit yang melibatkan pihak intern maka petugas yang terkait serta pihak-pihak yang bertanggungjawab atas terjadinya pelanggaran tersebut akan langsung diminta pertanggungjawabannya berupa klaim penggantian dana sesuai dengan kerugian, sanksi pemecatan, dan pelaporan ke pihak kepolisian.


(17)

ABSTRACT

Bank in conducting business activities issuing bank products. Bank products are all facilities, services, and services offered by the bank to the public. One product issued by a bank is a credit card. Credit cards are not the same as other bank loan that has a more binding agreement with any element of collateral, so the credit card processing requires more attention, particularly in the implementation of the onset of the credit card issuing credit card misuse by those who have nothing to do in the card issuance credit, resulting in losses to the issuing bank and credit card holders, to the importance of the prudential principle in the credit card industry is expected to reduce the risk of healthy non-performing loans. The formulation of the problem to be studied is as follows: How PT.BNI Sentra Business Cards Medan apply the prudential principle in accordance with the handling of credit card business in the internal rules? What are the forms of violation of the prudential principle in the activities of the credit card business? How accountability PT.BNI Sentra Business Cards business-related field and completion of credit card non-performing loans?

This research is normative, is a research on the study of literature written regulations that discuss the prudential principle in the credit card business, through analytical and descriptive approach to data analysis employed is qualitative analysis. Based on the results of the research setting prudential credit cards contained in Article 2 of Law No. 10 of 1998 and Bank Indonesia Circular numbered 14/17/DASP is the implementing regulations of PBI. 14/2/PBI/2012 Concerning Payment Instruments Card (APMK). Prudential principle was implemented at the time the credit card application process. The forms of violation of the prudential principle in the credit card business activity occurred at the time of the documents did not actually check the correctness of data card holder candidate. If the violation of the prudential principle are related crimes involving credit cards then the internal party officers involved and the parties responsible for the violation will be held accountable in the form of direct reimbursement claims in accordance with the loss, sanctions, dismissal, and reporting to the police.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memberikan pengertian bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.1 Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi bank dalam sistem hukum perbankan di Indonesia sebagai perantara (intermediary) bagi masyrakat yang kelebihan (surplus) dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank dinamakan simpanan, sedangkan penyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan kredit.2 Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk mobilisasi dana masyarakat, dan secara tepat serta cepat menyalurkan dana tersebut kepada pengguna atau investasi dana yang efektif dan efisien.3

Melihat dari fungsinya tersebut bank melakukan kegiatan usaha yang disebut dengan produk bank. Produk bank adalah seluruh fasilitas, layanan, dan jasa yang ditawarkan oleh bank kepada masyarakat, baik pada sisi aset, misalnya kredit, termasuk kredit yang berada pada off balance sheet (letter of credit, bank garansi) dan

1 Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir Atas Kredit Macet Nasabah, (Bandung: PT. Alumni, 2009), hal.13

2 Tri Widiono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia Simpanan, Jasa & Kredit, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2006), hal. 7

3 Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan Substansi dan Permasalahan, (Bandung: Book Terrace & Library, 2007), hal. 1


(19)

sisi pertanggungjawaban (liabilities), berupa simpanan masyarakat serta jasa-jasa lainnya,4 seperti menyediakan jasa dalam rekening giro, kartu debit, kartu kredit dan anjung tunai mandiri (automated teller machine/ATM).5

Salah satu produk yang dikeluarkan oleh bank adalah kartu kredit. Kartu kredit atau yang lebih dikenal dengan kartu kredit (credit card) adalah suatu kartu plastik yang berukuran hampir sama dengan ukuran Kartu Tanda Penduduk (KTP), yang diterbitkan oleh bank penerbit (issuer) dan dipergunakan oleh pemegang kartu (card holder) dan berfungsi sebagai alat pembayaran pengganti uang tunai dan pihak penerima adalah kaum usahawan/pedagang (merchant) yang telah ditentukan oleh penerbitnya. Selain itu kartu kredit juga dapat diuangkan oleh pemiliknya.6

4 Tri Widiono, Op.Cit. hal. 10

5 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: Book Terrace & Library, 2005), hal.10

6 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta, PT.Rineka Cipta, 2007), hal. 125

Kartu kredit rasanya tidak asing lagi di era yang mengedepankan teknologi informasi ini. Kartu kredit telah menjadi bagian dari gaya hidup yang menuntut efektivitas dan efisiensi, sampai-sampai ada orang yang memiliki lebih dari satu kartu kredit. Karena selain gaya hidup, banyak orang yang masih berpikiran bahwa dengan memiliki banyak kartu kredit, dia memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berutang. Ada juga sebagian orang yang menganggap bahwa dengan perolehan kartu kredit maka ada pemasukan tambahan dan bertambahlah daya belinya. Padahal sebenarnya kartu kredit merupakan alat pembayaran, meskipun ada unsur talangan dari sisi sumber


(20)

dananya. Oleh karena itu pemahaman mendasar bahwa kartu kredit adalah alat pembayaran perlu dicamkan agar tidak salah mengartikannya.7

Oleh karena itu pentingnya prinsip kehati-hatian dalam industri kartu kredit yang sehat diharapkan dapat mengurangi risiko kredit bermasalah ketika fungsi kartu kredit digunakan sebagai alat utang. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya goncangan ekonomi yang diakibatkan meningkatnya kredit bermasalah terkait dengan pemanfaatan kartu kredit. Meski porsi kredit yang bersumber dari kartu kredit relatif kecil dibandingkan total kredit perbankan, pengalaman negara lain menunjukkan bahwa goncangan ekonomi dapat ditimbulkan pengelolaan industri kartu kredit yang tidak berhati-hati. Lihat saja krisis ekonomi yang menimpa Korea Selatan pada 2003 lalu. Siapa yang menyangka kartu kredit menjadi biangnya. Kekurang hati-hatian penerbit kartu kredit di Korea Selatan dalam memberikan fasilitas kartu kredit telah

Permasalahan yang timbul pun semakin kompleks, kartu kredit tidak sama dengan kredit perbankan lainnya yang memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan adanya unsur agunan, sehingga dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan perhatian yang lebih, khususnya dalam pelaksanaan penerbitan kartu kredit sesuai dalam aplikasi, juga tidak terlepas dengan timbulnya penyalahgunaan kartu kredit yang dilakukan oleh pihak yang tidak ada hubungannya dalam penerbitan kartu kredit, sehingga mengakibatkan kerugian bagi bank penerbit serta pemegang kartu kredit.

7Puji Atmoko,”Mewaspadai Bubble Kartu Kredit Dalam Bingkai Pengawasan Makroprudensial“,

Gerai Info Edisi 23 Februari 2012, Newsletter Bank Indonesia, hal.3,


(21)

membawa negara tersebut ke dalam jurang krisis ekonomi seri kedua setelah krisis seri pertama pada 1999. Setelah krisis itu pemerintah Korea Selatan lebih memperketat persyaratan pemberian fasilitas kartu kredit. Bagaimana dengan Indonesia? apakah hal yang sama dapat menimpa Indonesia? Jawabannya ‘ya’ perekonomian Indonesia juga bisa menghadapi ancaman dari kartu kredit seperti pengalaman Korea Selatan.8

Potensi itu bisa dilihat dari angka Non Performing Loan (NPL) kartu kredit posisi akhir 2011. NPL atau prosentase nilai tagihan kartu kredit yang masuk ke dalam kategori kurang lancar, diragukan dan macet tercatat sebesar 4,26% (empat koma dua puluh enam persen) penyebabnya karena faktor ekternal dan belum efektifnya pengawasan internal bank , ternyata lebih tinggi dibandingkan NPL rata-rata perbankan sebesar 2,55% (dua koma lima puluh lima persen) bahkan lebih tinggi dari NPL kredit konsumsi sebesar 1,85% (satu koma delapan puluh lima persen) angka per November 2011. Sebagai skema kredit tanpa agunan, potensi NPL kartu kredit ini tentu saja tetap menjadi kewaspadaan Bank Indonesia (BI) selaku otoritas di bidang sistem pembayaran. Jika pemerintah Korea Selatan melakukan pengetatan persyaratan pemberian kartu kredit setelah krisis, maka sudah seharusnya pula BI melakukan kebijakan serupa sebelum terjadi penipuan kartu kredit yang dapat menimbulkan goncangan ekonomi.9

8

Ibid 9

Ibid


(22)

Selaku otoritas sistem pembayaran, BI memiliki Kewenangan di bidang pengaturan, perizinan dan pengawasan atas penyelenggaraan kartu kredit. Sebenarnya pengetatan persyaratan pemberian kartu kredit telah dilakukan BI melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang dirilis 2004 dan 2005. Pada 2009, BI merealisasi ketentuan APMK dengan melonggarkan persyaratan pemberian kartu kredit untuk meningkatkan daya beli masyarakat dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi pada saat itu. Pada awal 2012, dengan melihat perkembangan dan potensi risiko di atas, BI kembali melakukan pengetatan persyaratan pemberian kartu kredit dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK (PBI APMK 2012). Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Surat Edaran mengenai Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Surat edaran ini merupakan peraturan pelaksana dari PBI No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang perubahan atas PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan APMK.

Surat Edaran BI ini diperlukan untuk meningkatkan penerapan aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan aspek peningkatan standar keamanan teknologi APMK. Surat Edaran bernomor 14/17/DASP tentang perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dimana resmi berlaku mulai 7 Juni 2012. Kepala Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran BI Boedi Armanto dalam surat edaran tersebut menjelaskan materi dalam perubahan Surat Edaran ini menyangkut


(23)

perlindungan nasabah, prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, standar keamanan kartu, kerjasama penyelenggara APMK dengan pihal lain, serta penyampaian laporan.10

Untuk pelaksanaan hal itu, dikandung tiga aspek yakni perlindungan konsumen, manajemen risiko dan kehati-hatian (prudential). Sejatinya, kartu kredit memiliki dua fungsi, yakni sebagai alat pembayaran dan alat utang. Kartu kredit sebagai alat pembayaran non tunai memiliki peran dalam percepatan perputaran uang yang penyelenggaraannya perlu diamankan. Untuk maksud itu, BI mengharuskan industri kartu kredit memakai teknologi chip menggantikan magnetic stripe (garis magnet). Chip jauh lebih aman karena data yang tersimpan sulit dilakukan kloning sehingga lebih menjamin keamanannya.11

Selain itu, BI juga mewajibkan industri kartu kredit memberlakukan pemakaian personal identification number (PIN) dengan 6 (enam) digit. Muara dari aturan itu selain untuk melindungi konsumen juga menyelamatkan industri kartu kredit. Aspek kehati-hatian mesti juga diperhatikan penerbit kartu kredit. Terkait aspek ini, PBI APMK mewajibkan penerbit kartu memberikan transaction alert (berhati-hati dalam transaksi) kepada pemegang kartu untuk transaksi dengan kriteria tertentu melalui pesan singkat (SMS). Tujuan pengaturan ini untuk menanggulangi kejahatan dengan mencegah adanya transaksi-transaksi ‘gelap’ yang tak dilakukan oleh pemegang kartu kredit. Dalam Pasal 15A ayat (1) PBI APMK 2012 diatur bahwa :

10

11

“Pengaturan Yang Bikin Sehat Industri Kartu Kredit”, Gerai Info Edisi 23 Februari 2012, Newsletter Bank Indonesia hal.1,www.bi.go.id (diakses pada tanggal 20 April 2012)


(24)

“Dalam memberikan fasilitas kartu kredit, penerbit wajib menerapkan manajemen risiko kredit dan memperhatikan sejumlah batasan antara lain, minimum usia calon pemegang kartu kredit, minimum pendapatan calon pemegang kartu kredit, maksimum plafon kredit dan maksimum jumlah kartu yang dapat diberikan oleh penerbit kartu kredit kepada pemegang kartu kredit, dan minimum pembayaran tagihan kartu kredit sebesar 10% (sepuluh persen) dari total tagihan”. 12

Di sisi lain juga dimaksudkan agar penerbit kartu kredit lebih efisien dalam mengelola penyelenggaraan bisnis kartu kreditnya. Yang diharapkan dari pengetatan persyaratan pemberian fasilitas kartu kredit dan penetapan batas maksimum suku bunga kartu kredit adalah terkendalinya pertumbuhan industri kartu kredit ke arah yang lebih berhati-hati dan sehat. Tidak terkendali seperti yang pernah terjadi di Melalui pengetatan persyaratan pemberian fasilitas kartu kredit diharapkan penerbit kartu kredit dapat menyeleksi pemberian fasilitas kartu kredit kepada pihak yang tepat sasaran. Pihak yang tepat sasaran adalah pihak yang benar-benar dapat menggunakan kartu kredit secara bijak, mengedepankan kartu kredit sebagai alat pembayaran dan bukan semata sebagai alat utang, serta mampu melunasi talangan/utang yang telah dinikmati. Di samping pengetatan dari sisi pemberian fasilitas kartu kredit, BI juga memberikan pembatasan maksimum suku bunga yang dapat dibebankan penerbit kepada pemegang kartu kredit, sebagaimana diatur dalam Pasal 17A PBI APMK 2012. Tujuannya agar industri kartu kredit tetap terjaga sehat pertumbuhannya dan pula dimaksudkan menjaga kemampuan bayar pemegang kartu kredit agar tidak tergerus oleh pembebanan bunga secara berlebihan.

12


(25)

Korea Selatan sehingga potensi penipuan kartu kredit yang dapat menimbulkan goncangan ekonomi bisa dihindari. Dengan melihat perannya dalam menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan yang menjadi pilar perekonomian nasional, maka tidak berlebihan jika kebijakan BI di bidang sistem pembayaran termasuk pengetatan persyaratan pemberian fasilitas kartu kredit juga menjadi bagian dari pengawasan makroprudensial.

Beberapa perbankan nasional guna meningkatkan kinerja yang baik dengan melakukan perencanan yang baik dalam menentukan strategi penyaluran kartu kredit. Strategi yang dilakukan yaitu dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, selain itu dengan melakukan analisis kredit yang komprehensif dan pengawasan kredit yang melekat serta sikap kehati-hatian dalam pemberian kartu kredit tetap berdasarkan pada prinsip kehati-hatian (prudential banking) untuk menghindari risiko kredit bermasalah dan kredit macet.13

Secara khusus, PT. Bank Negara Indonesia (BNI) merupakan salah satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penerapan prinsip kehati-hatian, bank BNI Sentra Bisnis Kartu juga melakukan strategi penerbitan kartu kredit dan kebijakan di bidang operasional dan perkreditan untuk memantau dan mengendalikan peningkatan risiko kredit macet. Prinsip kehati-hatian dalam penerbitan kartu kredit pada Bank BNI Sentra Bisnis Kartu, sebagaimana dituangkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

13

Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hal.143


(26)

yang menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Dari uraian diatas, maka dalam melakukan kegiatan bisnis kartu kredit pihak Bank BNI Sentra Bisnis Kartu sebagai bank penerbit mempunyai kriteria sendiri untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pemegang kartu kredit yang diberikannya sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang diterapkan oleh Bank BNI Sentra Bisnis Kartu Medan.

B. Permasalahan

Dari penjelasan yang telah dijabarkan dalam latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana PT. BNI Sentra Bisnis Kartu menerapkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan penanganan bisnis kartu kredit dalam aturan internal ?

2. Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian dalam kegiatan bisnis kartu kredit ?

3. Bagaimana pertanggungjawaban PT.BNI Sentra Bisnis Kartu Medan terkait dengan bisnis kartu kredit dan penyelesaian kredit bermasalah ?


(27)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana PT. BNI Sentra Bisnis Kartu dalam menerapkan prinsip kehati-hatian sebagai upaya meningkatkan keamanan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip

kehati-hatian tersebut.

3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pertanggungjawaban PT.BNI Sentra Bisnis Kartu Medan terkait dengan bisnis kartu kredit dan penyelesaian kredit bermasalah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoretis dan praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Segi teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum umumnya dan ilmu hukum perbankan khususnya tentang kartu kredit.

b. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada pendidikan ilmu hukum mengenai pelaksaan kaidah-kaidah hukum di dalam penerapannya.


(28)

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah dalam menetapkan kebijakan lebih lanjut, dalam upaya meningkatkan taraf hidup rakyat melalui kebijakan perbankan.

2. Segi praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi kepada masyarakat luas untuk mengetahui prinsip kehati-hatian kartu kredit.

E. Keaslian Penelitian

Setelah melakukan pemeriksaan judul penelitian yang terdapat Sekolah Pasca

Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, baik yang telah rampung menjadi sebuah hasil penelitian ataupun yang masih berjalan (dikerjakan), ada 4 (empat) orang mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian sejenis yaitu:

1. Katharina Melati Siagian, dengan judul Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit (Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk) pada tahun 2006.

2. Jamaludin Nasution, denga

pada tahun 2011.

3. Rahimawati, denga


(29)

4. Mulhadi, dengan Prinsip Kehati-hatian (Prudent Banking Principle) dalam Kerangka UU Perbankan Indonesia pada tahun 2005.

Akan tetapi, penelitian yang akan dilakukan ini berbeda objek penelitiannya, penelitian ini spesifik dilakukan pada industri perbankan yang bergerak di sektor bisnis kartu kredit dengan tidak adanya jaminan atau agunan, sehingga pendekatan yang dipakai untuk menganalisis permasalahan penelitian berbeda. Dengan demikian tesis yang berjudul “Prinsip Kehati-hatian Dalam Bisnis Kartu Kredit Pada PT. BNI Sentra Bisnis Kartu Medan, oleh karena pembahasan yang berbeda penelitian ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.14 Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butiran-butiran pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan, teoritis.15

14

J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1996), hal.203 15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal.80

Oleh karena itu dalam penelitian tesis ini digunakan teori sebagai pisau analitisnya, yakni teori yang berkaitan dengan Good Corporate Governance dan teori Fiduciary Duty yang mengutamakan Prinsip kehati-hatian (Prudential Principal).


(30)

Good Corporate Governance menurut World bank adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja perusahaan secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarat sekitar secara keseluruhan. Good Corporate Governance merupakan suatu system pengelolaan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum. Dari hasil survey World Bank mengenai penerapan Corporate Governance di Indonesia tahun 2004 menunjukkan, bahwa penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan perlu diperkuat, dan sanksi yang ada dianggap belum terlalu efektif dalam mengatasi pelanggaran yang terjadi. Undang-undang perusahaan disarankan untuk secara eksplisit menganut prinsip fiduciary duties bagi para pengurus perusahaan.16

Teori fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seseorang lain, dimana kepentingan pribadi seseorang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan yang dinyatakan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan

16

A. Jalil, Sofyan, Good Corporate Governance, Komite Nasional Corporate Governance, Jakarta, 2004, hal. 8


(31)

pelindung (guardian). Termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya. 17

17

Henry Campbell Black , Black’s Law Dictionary, (ST. Paul. Minn: West Publishing Co, 1968), hal. 625.

Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus berpegang pada prinsip kehati-hatian ( prudential banking practices) dalam menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank (responsibility). Organ perusahaan dan karyawan harus melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan.

Masalah-masalah tersebut tidak lepas dari rendahnya kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan perbankan serta tidak dilaksanakannya Kode Etik Bankir Indonesia. Dua hal paling berat yang dihadapi oleh industri perbankan Indonesia adalah pertama kegagalan bank menjalankan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam menyerap pertumbuhan kredit. Hal ini ditambah dengan tidak transparannya praktik pengelolaan bank menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan pengurus dan pejabat bank. Kedua, adalah masalah yang paling berat yang dihadapi industri perbankan yaitu kegagalan badan pengawas bank dalam menghadapi kelalaian, penipuan dan penggelapan yang dilakukan pengurus bank. Sektor perbankan merupakan sektor yang sangat strategis sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat dan juga sekaligus gerbang investasi, sehingga posisinya sangat penting bagi perekonomian nasional.


(32)

Kelangsungan kegiatan usaha bank sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat. Oleh karenanya diperlukan pengaturan dan pengawasan bank untuk memastikan bahwa bank dijalankan dengan hati-hati, penuh integritas dan profesional terhindar dari moral hazard para pengurusnya. Pengawasan dan pengaturan ini selain menjadi tanggungjawab utama otoritas perbankan, yaitu Bank Indonesia. Peran regulator dalam industri perbankan adalah melakukan kebijakan pengaturan dan pengawasan untuk mewujudkan stabilitas ekonomi nasional yang berkelanjutan melalui system kelembagaan perbankan yang lebih kuat, efisien dan bermanfaat. Dalam industri perbankan regulasi yang diberlakukan mempengaruhi proses governance bank secara berlangsung dan merupakan hal yang harus dipatuhi, karena dinyatakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap regulasi tersebut merupakan pelanggaran kepatuhan dan mempunyai ancaman sanksi hukum.18

Dalam dunia perbankan prinsip kehati-hatian diakomodasikan dengan jelas oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-udang Nomor 23 Tahun 1999 tetang Bank Indonesia yang dijabarkan oleh Peraturan Bank Penerapan prinsip kehati-hatian dalam rangka mewujudkan yang baik, maka hukum dapat berperan untuk mendorong bahkan memaksa pengelola perusahaan untuk mewujudkannya dalam bentuk Undang-undang, peraturan pelaksanaan, bahkan surat edaran yang bersifat lebih teknis operasional yang dikeluarkan oleh pihak regulator.

18


(33)

Indonesia No.14/2/PBI/2012 Tanggal 6 Januari 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.19

Keberadaan kartu kredit diatur dalam berbagai peraturan perundangan, baik yang bersifat perdata maupun yang bersifat publik. Perjanjian merupakan sumber hukum utama kartu kredit dari segi perdata, sedangkan perundang-undangan merupakan sumber hukum utama kartu kredit dari segi publik. Sebagai bentuk perjanjian khusus, maka disamping berdasarkan Pasal 1320 dan Pasal 1338, kartu kredit juga tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata, khususnya tentang perjanjian habis pakai, dan perjanjian jual beli bersyarat

Surat Edaran bernomor 14/17/DASP tentang perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dimana resmi berlaku mulai 7 Juni 2012.

20

UU Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kartu kredit oleh perbankan.

. Serta untuk memberikan jaminan keamanan kepada nasabah kartu kredit, pada akhir Januari 1998 pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pemberian jaminan atas kewajiban bank pada akhir Januari 1998 sesuai dengan keppres no 26/1998.

19

Up Date Kumpulan Peraturan Perbankan Terbaru Tentang Kartu Kredit, (Jakarta: Pustaka

Yustisia, 2012), hal. 115 20


(34)

Dalam UU Perbankan konsep teoritis prinsip kehati-hatian adalah suatu sikap yang harus dipegang teguh oleh setiap orang yang bertugas mengelola suatu perusahaan didalam pikirannya merasa terikat secara moral bahwa yang dikelolanya adalah milik orang lain dan harus bertanggung jawab kepada masyarakat.

Prudential banking principle atau prinsip kehati-hatian sering menjadi artifisial , ketika hal tersebut tidak didukung oleh hukum positif yang memadai, karena tidaklah dapat serta merta suatu objek hukum dianggap sebagai pihak yang telah melanggar prinsip tersebut, tanpa adanya bukti yang cukup atas pemenuhan rumusan delik/strafbaarfeit. Dalam praktik, pemberian fasilitas kredit oleh lembaga perbankan, prinsip tersebut wajib diimplementasikan, namun dalam tataran operasional prinsip tersebut menjadi bias ketika rumusan delik/straafbarfeit sebagai normatif hukum bernuansa interpretatif subjektif. 21

2. Konsepsi

Konsepsi adalah pendapat, pangkalan pendapat; Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.22

21

Tri Widiono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering; (Medan, Ghalia Indonesia, 2009), hal 5

22

Tan Kamello, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia”: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPs USU), hal. 35.

Konsepsi Penelitian tersebut nantinya akan berpengaruh pada bahan-bahan yang akan digunakan, data yang dicari, lokasi


(35)

penelitian, teori yang dirujuk hingga metode yang digunakan. Oleh karena itu, perumusan konsepsi menjadi sangat penting dan harus dilakukan dengan hati-hati.23

a. Kegiatan bisnis adalah keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan usaha secara teratur dan terus-menerus dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Dalam penulisan penelitian ini menggunakan beberapa istilah sebagai landasan konsepsional, istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

24

b. Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha, baik dalam penghimpunan dana masyarakat terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati.25

c. Kartu kredit atau credit card adalah uang plastik yang diterbitkan oleh suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayaran dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan. 26

d. Non Performing Loan (NPL) kartu kredit adalah prosentase nilai tagihan kartu kredit yang masuk ke dalam kategori kurang lancar.

23

Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 74

24

Richard Burton Simatupang, Op.Cit,hal.1 25

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal.18

26

Johannes Ibrahim, Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak Dan Kejahatan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2004), hal. 11


(36)

e. Risiko adala

sebua dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. Risiko dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola dengan semestinya. Sebaliknya risiko yang dikelola dengan baik akan memberikan ruang pada terciptanya peluang untuk memperoleh suatu keuntungan yang lebih besar.27

f. Risiko kredit merupakan risiko yang paling signifikan dari semua risiko yang menyebabkan kerugian potensial. Risiko kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan debitur, yang menyebabkan tak terpenuhinya kewajiban untuk membayar hutang. Secara garis besar, risiko kredit dapat dibagi menjadi 3 (tiga): risiko default (kelalaian), risiko exposure (pembukaan), dan risiko recovery (akhir).28

g. Managemen risiko kredit mencakup dua hal, yaitu risiko proses putusan kredit, sebelum putusan dibuat sampai menindaklanjuti komitmen kredit, ditambah risiko pemantauan dan proses laporan. Selanjutnya diperlukan pengukuran dari risiko kredit, antara lain menggunakan : limit system ( pengaturan batasan pemberian kredit)dan credit screening (penyaringan kredit), risk quality ( kualitas risiko) dan ratings (tingkat), serta credit enhancement (memberanikan pemberian kredit).

27

Ferry N.Idroes Sugiarto, Managemen Risiko Perbankan,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 7

28 Ibid


(37)

Sedangkan menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia), dinyatakan bahwa proses manajemen risiko bank sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko, struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistim informasi manajemen dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen. Bank perlu melakukan manajemen terhadap risiko kredit yang melekat pada seluruh portofolio, yaitu dengan mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan modal yang tersedia cukup, dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul.29

G. Metode Penelitian

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian normatif, merupakan metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder 30

29

Edratna, “mangemen risiko kredit”

yang berkaitan dengan topik permasalahan dalam penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum), yaitu suatu penelitian pada studi kepustakaan terhadap peraturan-peraturan tertulis yang membahas tentang prinsip kehati-hatian dalam bisnis kartu kredit, melalui pendekatan deskriptif analitis yaitu berupa penggambaran, penganalisaan ketentuan-ketentuan yang berlaku, fakta-fakta

30 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.


(38)

yang ada dalam praktek perbankan dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam bisnis kartu kredit dan analisa data yang dipergunakan adalah analisa kualitatif. 2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal ataupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas. Mengacu pendapat Soerjono Soekanto dalam menggunakan data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), maka penulis menggunakan data sebagai berikut:

a. Bahan hukum primeryaitu;

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 1998.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004.

4) Peraturan-Peraturan Bank Indonesia.


(39)

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer,31 terdiri atas: berbagai hasil penelitian, hasil penelitian ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penerbitan kartu kredit di Bank BNI Sentra Bisnis Kartu berdasarkan konsep business judgement rule. c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,32

3. Tehnik Pengumpulan Data

dalam tesis ini penulis menggunakan bahan dari media internet, dan kamus besar Bahasa Indonesia.

Dengan melakukan studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) melalui studi dokumen untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Selain itu untuk memperkuat data sekunder maka dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan mengadakan interview mengenai permasalahan yang akan diteliti kepada pihak PT. BNI Sentra Bisnis Kartu Medan sebagai informan.

4. Analisa Data

Dalam Penelitian ini, data yang diperoleh disajikan secara kualitatif dengan menggunakan deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan data-data hasil seperti hasil wawancara dan peraturan seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat

31

Ibid, hlm.19 32


(40)

Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu ke dalam penjelasan-penjelasan. Yang mana nantinya penjelasan-penjelasan yang telah terbentuk tersebut dapat menjadi jawaban atas rumusan masalah yang terdapat dalam tesis ini yakni tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Bisnis Kartu Kredit Pada PT. Bank Negara Indonesia Sentra Bisnis Kartu Medan. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif. Melalui metode deduktif, akan dapat ditarik kesimpulan spesifik yang mengarah pada penyusunan jawaban sementara terhadap penelitian.33

33

Maria S.W Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar, (Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama,1996),hal.43


(41)

BAB II

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN SESUAI DENGAN PENANGANAN BISNIS KARTU KREDIT DALAM ATURAN INTERNAL

PT.BANK NEGARA INDONESIA

A. Prinsip Kehati-hatian Dalam Perbankan.

1. Pengertian dan Pengaturan Prinsip Kehati-hatian Dalam

Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

Black Law Dictionary memberikan rumusan tentang “prinsip” sebagai berikut:

Principle. A fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others; a settled rule of action, procedure, or legal determination. A truth or proposition so clear that it cannot be proved or contradicted unless by a proposition which is still clearer. That which constitutes the essence of a body or its constituent parts.34

Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asasatau prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 Terjemahan:

Prinsip merupakan sebuah kebenaran mendasar atau doktrin, sebagai hukum, aturan yang komprehensif atau doktrin yang melengkapi dasar atau asal bagi orang lain; yang menetap aturan tindakan, prosedur, atau penentuan hukum. Sebuah kebenaran atau proposisi sehingga jelas bahwa hal itu tidak bisa terbukti atau bertentangan kecuali dengan proposisi yang masih jelas. Itulah yang merupakan esensi dari tubuh atau bagian-bagian penyusunnya.

34


(42)

bahwa “perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.35

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”. Jika memperhatikan judul Bab V UU Perbankan (terdiri dari Pasal 29 s/d Pasal 37B), maka Pasal 29 merupakan pasal yang termasuk dalam ruang lingkup pembinaan dan pengawasan. Artinya, ketentuan

Ada satu Pasal dalam UU Perbankan yang secara eksplisit mengandung subtansi prinsip kehati-hatian, yakni Pasal 29 ayat (2), (3) dan (4) UU Nomor 10 Tahun 1998.

Pasal 29 ayat (2) menentukan sebagai berikut:

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.

Pasal 29 ayat (3) menentukan sebagai berikut:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”.

Pasal 29 ayat (4) menentukan sebagai berikut:

35


(43)

prudent banking sendiri merupakan bagian dari pembinaan dan pengawasan bank. Lebihkhusus lagi menururt Anwar Nasution, ketentuan prudent banking termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti sempit.36

a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c

Sebenarnya pengaturan prinsip kehati-hatian ini ternyata termaktub juga pada bagian pasal sebelumnya, yaitu Pasal 8, 10, dan 11 UU Perbankan.

Pasal 8 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut: Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang dijanjikan.

Pasal 10 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut: “Bank Umum dilarang

b. melakukan usaha perasuransian

c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7”.

Pasal 11 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 11 ayat (1) menentukan sebagai berikut:

“Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan”.

36

Anwar Nasution, Pokok-pokok pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan

dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah

disampaikan pada Seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997, hal.2.


(44)

Pasal 11 ayat (2) menentukan sebagai berikut:

“Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30 % (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Pasal 11 ayat (3) menentukan sebagai berikut

“Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada :

a. Pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh per seratus) atau lebih dari modal disetor bank

b. Anggota dewan komisaris

c. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c

d. Pejabat bank lainnya, dan

e. Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihakpihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e”.

Pasal ayat (4) menentukan sebagai berikut:

“Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10 % (sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI”.

Apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian, oleh UU Perbankan sama sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. UU Perbankan hanya menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (2), (3), dan (4). Dalam bagian akhir ayat (2) misalnya disebutkan bahwasanya “bank wajib melaksanakan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. Dalam pengertian, bank wajib untuk tetap senatiasa memelihara


(45)

tingkat kesehatan bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Apa saja yang dimaksud dengan aspek lain itu tidak dijelaskan. Dalam pada itu, dalam rangka mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehatian-hatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam bentuk self regulations. Anwar menyebutkan bahwa:

“Ruang aturan prudent banking (pembinaan dalam arti sempit) meliputi persyaratan modal awal maupun rasio modal terhadap kemungkinan risiko yang dihadapinya, BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), rasio pinjaman terhadap deposito (LDR) maupun posisi luar negeri (NOP), rasio cadangan minimum, cadangan penghapusan aktiva produktif (kredit macet), transparansi pembukuan berdasarkan standarisasi akuntansi serta audit”.37

Hal menarik dalam ketentuan prinsip kehati-hatian bank adalah adanya kewajiban bagi bank menyediakan informasi sehubungan dengan transaksi nasabah, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh infomasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara dana dari nasabah atau pembelian/penjualan surat berharga untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.38

37

Anwar Nasution, Loc.Cit 38

Penjelasan Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan

Walaupun ketentuan ini terkesan berlebihan, tetapi ketentuan ini menunjukkan bank benar-benar memiliki tanggung


(46)

jawab terhadap pada nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka menjaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab, jika sekali nasabah dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada bank bersangkutan.Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dan nasabahnya yang bukan hanya sekedar hubungan debitur – kreditur semata, melainkan lebih dari itu sebagai hubungan kepercayaan (fiduaciary relationship).39

Dalam sejarah perbankan Indonesia, ketentuan prudent banking pernah diatur secara khusus dalam beberapa paket deregulasi, misalnya paket deregulasi 25 Maret 1989 dan paket deregulasi Februari 1991. Salah satu tujuan atau tugas yang diemban Paket Februari 1991 adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan permodalan minimum 8% (delapan persen) dari kekayaan. Paket tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas perbankan Indonesia.40

39

St. Remi Sjahdeini, BI Sebagai Penggerak Utama Reformasi Peraturan Perundang-undangan, Pidato Ilmiah dalam Rangka Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum UNAIR Surabaya, tanggal 16 Desember 1996

Pengaturan prudent banking saat ini sudah cukup banyak, bahkan sudah seringkali dilakukan revisi atau pergantian, baik setelah lahirnya UU Nomor 7 Tahun 1992 maupun ketika pemerintah mengundangkan UU Nomor 10 Tahun 1998. Regulasi tersebut sebagian besar diwujudkan dalam bentuk Surat Edaran dan Surat Keputusan Direksi BI.

40

Deregulasi Perbankan : Sejumlah Aturan Tambal Sulam, dalam


(47)

2. Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian

Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur keharusan penggunaan prinsip kehati-hatian oleh perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya. Ketentuan dalam Pasal 2 tersebut tidak diubah oleh undang-undang perbankan yang baru, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Kemudian prinsip kehati-hatian itu diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pada perubahan Pasal 29 ayat (1) yang berbunyi:

“ Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia” Ketentuan Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi: “bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, dan rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian.” Di dalam ayat (5) disebutkan “ Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”

Berdasarkan penjelasan tersebut memberikan pengertian BI diberi kewenangan untuk menetapkan pengaturan mengenai pelaksanaan kewajiban bank untuk melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Selain itu, BI juga diberi kewenangan, tanggung jawab, dan kewajiban secara utuh untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank dengan menempuh upaya-upaya baik yang bersifat preventif maupun represif. Semua itu diberikan oleh undang-undang dalam rangka memastikan dilaksanakannya prinsip kehati-hatian oleh bank dalam menjalankan usahanya.

Surat edaran ini merupakan peraturan pelaksana dari PBI No. 14/2/PBI/2012 tanggal 6 Januari 2012 tentang Perubahan Atas PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang


(48)

Penyelenggaraan Kegiatan APMK. Surat edaran BI ini diperlukan untuk meningkatkan penerapan aspek kehati-hatian, aspek perlindungan konsumen, dan aspek peningkatan standar keamanan teknologi APMK. Surat Edaran bernomor 14/17/DASP tentang perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dimana resmi berlaku mulai 7 Juni 2012.

Kepala Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran BI Boedi Armanto dalam surat edaran tersebut menjelaskan materi dalam perubahan SE ini menyangkut perlindungan nasabah, prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, standar keamanan kartu, kerjasama penyelenggara APMK dengan pihal lain, serta penyampaian laporan. Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/ 17 /DASP perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu 7 Juni 2012, ringkasannya yaitu:

a. Materi yang dimuat dalam perubahan Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain mencakup:

1) prinsip perlindungan nasabah

2) prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam pemberian kartu kredit 3) standar keamanan APMK

4) kerjasama antara penyelenggara APMK dengan pihak lain 5) penyampaian laporan.

b. Dalam rangka penerapan prinsip perlindungan nasabah, Penerbit APMK diwajibkan:


(49)

1) menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu, dan

2) menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat secara mudah digunakan dan/atau dihubungi oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu dalam rangka melakukan verifikasi kebenaran segala fasilitas yang ditawarkan dan/atau informasi yang disampaikan oleh Penerbit.

c. Untuk Kartu Kredit, informasi tertulis sebagaimana yang dimaksud pada butir 2.a yang wajib disampaikan oleh Penerbit Kartu Kredit kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu Kredit, termasuk pula informasi tentang:

1) Bunga Kartu Kredit yang paling kurang meliputi:

a) Besarnya suku bunga Kartu Kredit, baik suku bunga bulanan maupun suku bunga tahunan

b) Pola, tata cara dan komponen penghitungan bunga Kartu Kredit dan

c) Tata cara serta persyaratan permohonan penghapusan bunga jika terdapat kesalahan dalam pembebanan bunga kartu kredit; Informasi tata cara dan dasar penghitungan bunga kartu kredit harus dilengkapi dengan contoh atau ilustrasi yang mudah dipahami oleh pemegang kartu kredit. Besarnya suku bunga kartu kredit tidak boleh melampaui suku bunga maksimum yang diditetapkan oleh Bank Indonesia.


(50)

2) Tata cara dan persyaratan bagi pemegang kartu kredit untuk mengakhiri dan/atau menutup fasilitas kartu redit, yang paling kurang memuat informasi: a) Persyaratan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit

b) Mekanisme pengajuan permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit

c) Jangka waktu penanganan oleh Penerbit Kartu Kredit terhadap permohonan pengakhiran dan/atau penutupan fasilitas kartu kredit dan d) Informasi penting lainnya yang perlu diketahui oleh pemegang kartu

kredit.

3) Ringkasan transaksi pemegang kartu kredit yang mencakup informasi transaksi pemegang kartu kredit selama satu tahun berjalan dihitung sejak bulan mulai berlakunya kartu kredit, yang paling kurang memuat informasi: a) total transaksi pembelanjaan selama satu tahun

b) total transaksi tarik tunai selama satu tahun c) total bunga selama satu tahun

d) total biaya selama satu tahun e) total denda selama satu tahun

f) performa pembayaran pemegang kartu kredit atas tagihan kartu kredit selama satu tahun; dan

g) kualitas kredit pemegang kartu kredit posisi terakhir.

d. Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kartu kredit penerbit kartu kredit diwajibkan menerapkan manajemen risiko kredit yaitu:


(51)

1) Batas minimum usia calon pemegang kartu kredit

a) Kartu Kredit utama adalah 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin b) Kartu Kredit tambahan adalah 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin

2) Batas minimum pendapatan calon pemegang kartu kredit adalah Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) tiap bulan

3) Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan kepada Pemegang Kartu Kredit secara kumulatif kepada 1 (satu) Pemegang Kartu Kredit adalah sebesar 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan

4) Batas maksimum jumlah penerbit kartu kredit yang dapat memberikan fasilitas kartu kredit untuk 1 (satu) Pemegang Kartu Kredit adalah 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit

5) Persentase minimum pembayaran oleh pemegang kartu kredit paling kurang sebesar 10% (sepuluh persen) dari total tagihan. Pembatasan pada huruf b dan huruf c tidak berlaku bagi calon pemegang kartu kredit dan pemegang kartu kredit yang memiliki pendapatan di atas Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) tiap bulan.

e. Dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4, Penerbit Kartu Kredit diwajibkan untuk melakukan:

1) Pengkinian data pemegang kartu kredit

2) Penyesuaian plafon kredit dan jumlah penerbit kartu kredit yang dapat memberikan kartu kredit terhadap pemegang kartu kredit yang memiliki


(52)

pendapatan tiap bulan Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) dan

3) Pengakhiran dan/atau penutupan kartu kredit bagi pemegang kartu Kredit yang memiliki pendapatan di bawah Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah). Untuk pelaksanaan dan penyelesaian ketentuan ini, penerbit kartu kredit diberikan tenggat waktu selama 2 (dua) tahun terhitung sejak 1 Januari 2013.

f. Pembayaran pemegang kartu kredit sebesar 10% (sepuluh persen) dari total tagihan atau lebih tetapi tidak penuh, harus dialokasikan oleh penerbit kartu kredit untuk pembayaran biaya dan denda apabila ada, dan sisanya paling kurang sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pemenuhan kewajiban pokok transaksi.

g. Sebagai upaya peningkatan keamanan transaksi pemegang kartu kredit, penerbit kartu kredit diwajibkan mengimplementasikan:

1) PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagai sarana verifikasi dan autentikasi; dan

2) Transaction alert kepada pemegang kartu kredit dengan menggunakan teknologi layanan pesan singkat (short message service/sms) atau sarana lainnya berdasarkan pilihan Pemegang Kartu Kredit, apabila terdapat transaksi Kartu Kredit yang memenuhi kriteria:

a) Transaksi terjadi di pedagang (merchant) yang menurut penerbit kartu kredit memiliki risiko tinggi (high riskmerchant);


(53)

b) transaksi terjadi dalam jumlah dan/atau nilai yang besar atau menyimpang dari profil transaksi Pemegang Kartu Kredit;

c) transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang (Merchant) yang berbeda lokasi dalam waktu yang relatif singkat;

d) transaksi terjadi berkali-kali di Pedagang (Merchant) yang sama untuk pembayaran pembelanjaan barang dan/atau jasa yang sama; atau

e) transaksi pertama atas Kartu Kredit baru.

h. Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit baik menggunakan tenaga penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, Penerbit Kartu Kredit wajib memastikan bahwa:

1) tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku;

2) identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan baik oleh Penerbit Kartu Kredit;

3) tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-pokok etika penagihan sebagai berikut:

a) menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan Penerbit Kartu Kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;

b) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan Pemegang Kartu Kredit;


(54)

c) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;

d) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain Pemegang Kartu Kredit; e) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus

menerus yang bersifat mengganggu;

f) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili Pemegang Kartu Kredit;

g) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat Pemegang Kartu Kredit; dan

h) penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Penerbit Kartu Kredit juga harus memastikan bahwa pihak lain yang menyediakan jasa penagihan yang bekerjasama dengan Penerbit Kartu Kredit juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi penyelenggara APMK.

i) Dalam rangka mendukung kajian Bank Indonesia untuk penetapan suku bunga maksimum Kartu Kredit, Penerbit diwajibkan menyampaikan Laporan Laba Rugi (Profit/Loss Report) Kartu Kredit. Laporan ini wajib disampaikan Penerbit Kartu Kredit kepada Bank indoensia secara berkala, yaitu triwulanan.

j) Pemberlakuan secara efektif ketentuan dalam SEBI APMK ini diatur sebagai berikut:


(55)

1) ketentuan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian seperti minimum usia calon Pemegang Kartu Kredit, minimum pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit, batas maksimum plafon kredit, batas maksimum perolehan Kartu Kredit, maksimum suku bunga Kartu Kredit, dan penyampaian transaction alert, diberlakukan secara efektif per 1 Januari 2013

2) ketentuan mengenai migrasi teknologi tanda-tangan menjadi PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk transakasi Kartu Kredit wajib diselesaikan paling lambat 31 Desember 2014. Dengan demikian per 1 Januari 2015 penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk transaksi Kartu Kredit sudah wajib diimplementasikan secara penuh, dan

3) ketentuan-ketentuan lainnya diberlakukan sejak tanggal perubahan SEBI APMK ini diterbitkan.41

B. Kartu Kredit

1. Pengertian Dan Pengaturan Kartu Kredit Dalam Undang-undang

Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

Dalam perkembangan abad modern ini, masyarakat akan lebih mengharapkan adanya kemudahan dalam melakukan segala macam transaksi. Bank sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa, juga harus

41


(56)

meningkatkan produk pelayanan jasanya. Salah satu produk yang biasanya ada pada setiap bank adalah kartu kredit. 42

Kartu kredit merupakan salah satu alat bayar dalam transaksi perdagangan

yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Istilah kartu kredit dalam bahasa Inggris disebut dengan credit card yang didalamnya mencantumkan identitas pemegang kartu kredit dan penerbit yaitu bank/perusahaan pembiayaan. Selain menunjukkan identitas pemegang dan penerbit, istilah kartu kredit juga menunjukkan cara pembayarannya yang dilakukan dengan tidak menggunakan uang tunai, meskipun transaksinya dilakukan secara tunai. Kartu kredit ini umumnya dibuat dari bahan plastik dan berukuran kecil, sehingga istilah kartu kredit sering juga disebut kartu plastik. Dengan bentuk ukurannya yang kecil, menjadikan kartu plastik/kartu kredit sebagai alat bayar yang aman, praktis, mudah, dan sekaligus meningkatkan prestise bagi pemegangnya.43

Berbeda dengan kartu debit, dimana pemilik kartu (nasabah) wajib mempunyai dana yang cukup pada rekening nasabah pada bank yang bersangkutan, maka dalam kartu kredit nasabah benar-benar diberikan kredit. Dalam layanan kartu kredit nasabah tidak diwajibkan mempunyai rekening di bank yang bersangkutan. Jadi, kartu kredit ini hakikatnya merupakan alat pembayaran transaksi yang memberikan fasilitas kredit kepada pemiliknya, dimana pada saat jatuh tempo,

42

Ismail, Managemen Perbankan , (Jakarta: Kencana Pernada Media Group, 2010), hal. 169 43


(57)

tagihan atas transaksi tersebut dapat dibayarkan penuh atau sebagian yang telah ditentukan minimalnya dan sisanya menjadi fasilitas kredit. 44

Unsur-unsur dari pengertian kartu kredit adalah sebagai berikut.45

Keempat hubungan kartu kredit, dalam perjanjian penerbitan kartu kredit timbul hubungan hak dan kewajiban. Pemegang kartu kredit wajib menyetorkan dana kepada penerbit, dan penerbit wajib menerbitkan dan menyerahkan kartu kredit kepada pemegang kartu kredit. Dalam perjanjian penggunaan kartu kredit, pemegang kartu Pertama subjek kartu kredit, subjek kartu kredit adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi penggunaan kartu kredit. Pihak-pihak tersebut terdiri atas pemegang kartu kredit (card holder) sebagai pembeli, pengusaha dagang (merchant) sebagai penjual, dan bank/perusahaan pembiayaan sebagai penerbit (issuer).

Kedua objek kartu kredit, Objek karu kredit adalah barang/jasa yang diperdagangkan (merchandise) oleh pengusaha dagang sebagai penjual, harga yang dibayar oleh pemegang kartu kredit sebagai pembeli, dan dokumen jual beli (sales document) yang terbit dari transaksi jual beli.

Ketiga peristiwa kartu kredit, peristiwa kartu kredit adalah perbuatan hukum (legal act) yang menciptakan perjanjian penerbitan kartu kredit antara pemegang kartu kredit dan penerbit. Di samping itu, perbuatan hukum yang menciptakan penggunaan kartu kredit antara pemegang kartu kartu kredit sebagai pembeli, pengusaha dagang sebagai penjual, dan bank/perusahaan pembiayaan sebagai penerbit.

44

Try Widiono, Op. Cit. hal.204 45


(58)

kredit wajib membayar barang/jasa kepada penjual dengan cara menunjukkan kartu kredit dan menandatangani tanda lunas pembayaran, penjual wajib menyerahkan barang/jasa kepada pemegang kartu kredit sebagai pembeli, dan penerbit wajib membayar kepada penjual yang menyodorkan tanda lunas pembayaran yang ditandatangani oleh pemegang kartu kredit.

Kelima jaminan kartu kredit, jaminan (security) bagi penerbit didasarkan pada perjanjian penerbitan kartu kredit. Pemegang kartu kredit adalah orang yang dapat dipercaya oleh penerbit dan wajib mematuhi ketentuan dan persyaratan perjanjian yang telah ditetapkan oleh penerbit. Sesuai dengan perjanjian, secara berkala pemegang kartu kredit membayar tagihan yang disampaikan oleh penerbit. Kepercayaan dan pembayaran tagihan adalah jaminan bagi penerbit untuk membayar harga barang/jasa yang ditagih oleh penjual.

a. Dasar Hukum Atas Legalisasi Pelaksanaan Kartu Kredit Di Indonesia.

1) Perjanjian antara para pihak sebagai dasar hukum sebagaimana diketahui sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata). Pasal 1338 ayat 1 tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya. Dengan berlandaskan kepada pasal 1338 ayat 1 ini maka asal tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku, maka setiap perjanjian (lisan maupun tertulis) yang dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut.


(59)

2) Perundang-undangan sebagai dasar hukum. Ada berbagai perundang-undangan lain dengan tegas menyebutkan dan memberi landasan hukum terhadap penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini yaitu sebagai berikut:

a) Keppres No.6 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan No.61 Tahun 1998 tentang . Pranata hukum kartu kredit di Indonesia dimulai pada tahun 1988, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres tentang Lembaga Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan tersebut menjadi titik awal sejarah perkembangan pengaturan kartu kredit sebagai lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia.46

b) Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI

Pasal 2 ayat 1 dari Keppres No.61 ini antara lain menyebutkan bahwa salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit. Sementara dalam Pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang kegiatan usaha nya pengelolaan kartu kredit”. Menurut Pasal 3 dari Keppres No.61 ini yang dapat melakukan kegiatan lembaga pembiayaan tersebut termasuk kegiatan kartu kredit adalah : 1. Bank. 2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (sekarang sudah tidak ada lagi dalam sistem keuangan kita). 3. Perusahaan Pembiayaan.

46


(1)

pertanggungjawabannya. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya oleh petugas yang melakukan pelanggaran melainkan juga pertanggungjawaban dari atasan sebagai wujud dari pertanggungjawaban korporasi karena seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Dalam hal ini untuk meminta pertanggungjawaban petugas yang terkait. Pertanggungjawaban tersebut berupa klaim penggantian dana sesuai dengan kerugian, sanksi pemecatan, dan pelaporan ke pihak kepolisian.

B. Saran

1. Perlu diadakan pelatihan serta penekanan kepada pegawai agar lebih teliti untuk menghindari adanya kesalahan atau kelalaian, serta indepedensi dalam proses penerbitan kartu kredit BNI, untuk itu penting bagi pegawai PT.BNI Sentra Bisnis Kartu memahami dengan baik mekanisme permohonan sampai dengan persetujuan kartu kredit. Pemahaman peraturan/ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian ini bertujuan agar pemberian kartu kredit tepat sasaran.

2. Perlu diadakan pengawasan dan evaluasi terhadap cara kerja karyawan agar selalu mengikuti pedoman panduan kerja, untuk mencegah pelanggaran dan meminimalisir resiko yang terjadi karena tidak menjalankan prinsip kehati-hatian.


(2)

3. Perlu diberlakuan sanksi yang lebih tegas kepada karyawan yang melanggar atau tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, karena apabila terjadi pelanggaran yang melibatkan pihak intern, maka penanganan kasus melalui kepolisian harus meminta persetujuan dari Direksi atau pejabat yang berwenang, biasanya kebijakan perusahaan akan menyelesaikan permasalahan secara ganti rugi saja dan tidak melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian demi melindungi nama baik dari perusahaan. Maka dari itu pemberian sanksi yang lebih tegas perlu diadakan agar menjadi pelajaran bagi pegawai agar tidak melakukan pelanggaran.


(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Agusmidah, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, GhaliaIndonesia, Jakarta, 2010

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992

Buku Pedoman Langkah Kerja Bisnis Kartu Kredit BNI

Campbell, Black Henry, Black’s Law Dictionary, ST. Paul. Minn, West Publishing Co, 1968.

Fajar, Mukti ND, Yulianti Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010

Ibrahim, Johannes, Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak Dan Kejahatan, PT. Refika, Aditama, Bandung, 2004

Imaniati, Neni Sri, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2010

Ismail, Managemen Perbankan , Kencana Pernada Media Group, Jakarta, 2010 Kamello, Tan,Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs USU Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994 Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System).

Petunjuk Aplikasi Pengajuan Kartu Kredit BNI Tahun 2012 Petunjuk Layanan Kartu Kredit BNI, PT. BNI, 2012

Purwaningsih, Endang, Hukum Bisnis, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2010 Sabirin, Syahril, Upaya Keluar dari Krisis Ekonomi dan Moneter, 2001

Siagian, Katarina Melati, Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit, Tesis, USU Respository, Medan, 2006


(4)

Sihombing, Jonker, Tanggung Jawab Yuridis Bankir Atas Kredit Macet Nasabah, Bandung, PT. Alumni, 2009

Simatupang, Richard Burton, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Jakarta, PT.Rineka Cipta, 2007

Sitompul, Zulkarnain, Lembaga Penjamin Simpanan Substansi dan Permasalahan Bandung, Book Terrace & Library, 2007

______________, Problematika Perbankan, Bandung, Book Terrace & Library, 2005 Soekanto, Soedjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia

Press, 1986

___________________,& Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001

Sofyan, A. Jalil, Good Corporate Governance, Komite Nasional Corporate Governance, Jakarta,2004

Sugiarto N.Idroes Ferry, Managemen Risiko Perbankan, Yogyakarta,Graha Ilmu, 2006

Sumarjono S.W Maria, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama,1996

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta,Sinar Grafika,2008

Triandaru, Sigit dan Budisanto, Totok, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi 2 Jakarta, Ghalia Indonesia, 2006

Up Date Kumpulan Peraturan Perbankan Terbaru Tentang Kartu Kredit, Jakarta, Pustaka Yustisia, 2012

Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001

Wahjono, Sentot Imam, Managemen Pemasaran Bank, Jakarta, Graha Ilmu, 2009 Widiono,Tri, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia

Bandung, Ghalia Indonesia, 2006

__________, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2009


(5)

Wuisman,J.J.J M., Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta,UI Press, 1992

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi Elektronik

Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

C. Jurnal, Surat Kabar, Seminar, Internet.

Atmoko, Puji,”Mewaspadai Bubble Kartu Kredit Dalam Bingkai Pengawasan Makroprudensial “, Gerai Info Edisi 23 Februari 2012.

Newsletter Bank Indonesia

Nasution, Anwar, Pokok-pokok pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah disampaikan pada Seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997

Sjahdeini, St. Remi, BI Sebagai Penggerak Utama Reformasi Peraturan Perundang-undangan, Pidato Ilmiah dalam Rangka Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum UNAIR Surabaya, tanggal 16 Desember 1996 ankristian.blogspot.com/2010/10/perbedaan-civil-law-dan-common-law.html diakses

April 2012

“BI perketat aturan prinsip kehati-hatian bank”

kehatihatian-bank diakses 20 April 2012


(6)

Edratna, Managemen Risiko,

“Sejarah BNI”

september 20012

“Paper tentang kartu kredit diakses 1 September 2012

“Pendapatan pemegang kartu kredit “http://www.medanbisnisdaily.com/news/read diakses 20 Agustus 2012

“Pengaturan Yang Bikin Sehat Industri Kartu Kredit”, Gerai Info Edisi 23 Februari 2012, Newsletter Bank Indonesia,www.bi.go.id, diakses pada tanggal 20 April 2012