BAB II PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN SESUAI DENGAN
PENANGANAN BISNIS KARTU KREDIT DALAM ATURAN INTERNAL PT.BANK NEGARA INDONESIA
A. Prinsip Kehati-hatian Dalam Perbankan. 1. Pengertian dan Pengaturan Prinsip Kehati-hatian Dalam Undang-
undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Black Law Dictionary memberikan rumusan tentang “prinsip” sebagai berikut:
Principle. A fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or doctrine which furnishes a basis or origin for others; a settled rule of action,
procedure, or legal determination. A truth or proposition so clear that it cannot be proved or contradicted unless by a proposition which is still clearer. That
which constitutes the essence of a body or its constituent parts.
34
Prinsip kehati-hatian prudent banking principle adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
bersikap hati-hati prudent dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 1998 Terjemahan:
Prinsip merupakan sebuah kebenaran mendasar atau doktrin, sebagai hukum, aturan yang komprehensif atau doktrin yang melengkapi dasar atau asal bagi
orang lain; yang menetap aturan tindakan, prosedur, atau penentuan hukum. Sebuah kebenaran atau proposisi sehingga jelas bahwa hal itu tidak bisa
terbukti atau bertentangan kecuali dengan proposisi yang masih jelas. Itulah yang merupakan esensi dari tubuh atau bagian-bagian penyusunnya.
34
Henry Campbell Black, Op.Cit, hal.1357
Universitas Sumatera Utara
bahwa “perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.
35
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank”. Jika memperhatikan judul Bab V UU Perbankan terdiri dari Pasal 29 sd Pasal 37B, maka Pasal 29 merupakan pasal yang
termasuk dalam ruang lingkup pembinaan dan pengawasan. Artinya, ketentuan Ada satu Pasal dalam UU Perbankan yang secara eksplisit mengandung
subtansi prinsip kehati-hatian, yakni Pasal 29 ayat 2, 3 dan 4 UU Nomor 10 Tahun 1998.
Pasal 29 ayat 2 menentukan sebagai berikut: “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. Pasal 29 ayat 3 menentukan sebagai berikut:
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”.
Pasal 29 ayat 4 menentukan sebagai berikut:
35
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal.18
Universitas Sumatera Utara
prudent banking sendiri merupakan bagian dari pembinaan dan pengawasan bank. Lebihkhusus lagi menururt Anwar Nasution, ketentuan prudent banking
termasuk dalam ruang lingkup pembinaan bank dalam arti sempit.
36
a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b dan huruf c Sebenarnya
pengaturan prinsip kehati-hatian ini ternyata termaktub juga pada bagian pasal sebelumnya, yaitu Pasal 8, 10, dan 11 UU Perbankan.
Pasal 8 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut: Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang dijanjikan.
Pasal 10 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menentukan sebagai berikut: “Bank Umum dilarang
b. melakukan usaha perasuransian
c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dan Pasal 7”. Pasal 11 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
Pasal 11 ayat 1 menentukan sebagai berikut: “Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberikan
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
bank yang bersangkutan”.
36
Anwar Nasution, Pokok-pokok pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan dalam rangka Pemantapan Kepercayaan kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah
disampaikan pada Seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997, hal.2.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 11 ayat 2 menentukan sebagai berikut: “Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak boleh melebihi
30 tiga puluh persen dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.
Pasal 11 ayat 3 menentukan sebagai berikut “Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian
kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada : a.
Pemegang saham yang memiliki 10 sepuluh per seratus atau lebih dari modal disetor bank
b. Anggota dewan komisaris
c. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c d.
Pejabat bank lainnya, dan e.
Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihakpihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e”.
Pasal ayat 4 menentukan sebagai berikut: “Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak boleh melebihi
10 sepuluh perseratus dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI”.
Apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian, oleh UU Perbankan sama sekali tidak dijelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. UU
Perbankan hanya menyebutkan istilah dan ruang lingkupnya saja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4. Dalam bagian akhir ayat 2 misalnya
disebutkan bahwasanya “bank wajib melaksanakan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. Dalam pengertian, bank wajib untuk tetap senatiasa memelihara
Universitas Sumatera Utara
tingkat kesehatan bank, kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Apa saja
yang dimaksud dengan aspek lain itu tidak dijelaskan. Dalam pada itu, dalam rangka mendukung atau menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam
pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehatian-hatian, bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam bentuk self regulations. Anwar
menyebutkan bahwa: “Ruang aturan prudent banking pembinaan dalam arti sempit meliputi
persyaratan modal awal maupun rasio modal terhadap kemungkinan risiko yang dihadapinya, BMPK Batas Maksimum Pemberian Kredit, rasio pinjaman
terhadap deposito LDR maupun posisi luar negeri NOP, rasio cadangan minimum, cadangan penghapusan aktiva produktif kredit macet, transparansi
pembukuan berdasarkan standarisasi akuntansi serta audit”.
37
Hal menarik dalam ketentuan prinsip kehati-hatian bank adalah adanya kewajiban bagi bank menyediakan informasi sehubungan dengan transaksi nasabah,
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 29 ayat 4 UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian
nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh infomasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi
dalam dunia perbankan. Informasi tersebut perlu diberikan dalam hal bank bertindak sebagai perantara dana dari nasabah atau pembelianpenjualan surat berharga untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
38
37
Anwar Nasution, Loc.Cit
38
Penjelasan Pasal 29 ayat 4 UU Perbankan
Walaupun ketentuan ini terkesan berlebihan, tetapi ketentuan ini menunjukkan bank benar-benar memiliki tanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab terhadap pada nasabahnya. Hal ini penting bagi bank dalam rangka menjaga hubungan baik dan berkelanjutan dengan nasabahnya. Sebab, jika sekali nasabah
dirugikan akibatnya nasabah selamanya tidak akan percaya kepada bank bersangkutan.Hal ini juga relevan dengan konsep hubungan antara bank dan
nasabahnya yang bukan hanya sekedar hubungan debitur – kreditur semata, melainkan lebih dari itu sebagai hubungan kepercayaan fiduaciary relationship.
39
Dalam sejarah perbankan Indonesia, ketentuan prudent banking pernah diatur secara khusus dalam beberapa paket deregulasi, misalnya paket deregulasi 25 Maret
1989 dan paket deregulasi Februari 1991. Salah satu tujuan atau tugas yang diemban Paket Februari 1991 adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan
persyaratan permodalan minimum 8 delapan persen dari kekayaan. Paket tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas perbankan Indonesia.
40
39
St. Remi Sjahdeini, BI Sebagai Penggerak Utama Reformasi Peraturan Perundang- undangan, Pidato Ilmiah dalam Rangka Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum UNAIR Surabaya, tanggal 16 Desember 1996
Pengaturan prudent banking saat ini sudah cukup banyak, bahkan sudah seringkali dilakukan
revisi atau pergantian, baik setelah lahirnya UU Nomor 7 Tahun 1992 maupun ketika pemerintah mengundangkan UU Nomor 10 Tahun 1998. Regulasi tersebut sebagian
besar diwujudkan dalam bentuk Surat Edaran dan Surat Keputusan Direksi BI.
40
Deregulasi Perbankan : Sejumlah Aturan Tambal Sulam, dalam http:www.tempo.co.idang0152utama3.htm. diakses 20 April 2012
Universitas Sumatera Utara
2. Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian