Potensi Air Kars Pulau Jawa Sumber daya air di Pulau Jawa adalah nilai ekonomi

Potensi Air Kars Pulau Jawa Sumber daya air di Pulau Jawa adalah nilai ekonomi

kars yang sangat penting. Bahkan, air juga memiliki nilai lingkungan, sosial dan budaya. Sumber daya ini sifatnya terbarukan selama di kawasan kars masih turun hujan, dan tatanan lingkungannya relatif belum berubah. Telaahan atas hasil kajian dan laporan dari berbagai sumber dalam tulisan ini menunjukkan bahwa kars dan sistem perguaannya di Jawa berperan sangat penting dalam penyediaan sumber air.

Kegiatan pemetaan hidrogeologi yang dilakukan oleh instansi pemerintah di bidang kegeologian (PAG atau Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi) sejak dekade akhir 1960- an, menunjukkan bahwa kawasan kars adalah daerah yang memiliki potensi air tanah besar di Pulau Jawa. Berdasarkan Peta Hidrogeologi skala 1:250.000 dari instansi tersebut, di Jawa terdapat sebaran akifer jenis

kars seluas lebih dari 11.000 km 2 . Sebarannya yang paling luas mulai dari Yogyakarta sampai Pacitan (Kars Gunung Sewu).

Potensi air yang besar, tidaklah mengherankan. Menurut Eko Haryono (2001), bukit kars bersama-sama dengan cekungannya merupakan tandon air utama daerah tersebut. Hal ini terjadi karena salah satu fungsi ekologis bukit kars adalah penyimpan dan regulator sistem hidrologis di kawasannya. Inilah sebabnya mengapa sungai bawah tanah (SBT) dan sebagian besar mata air di kawasan ini bersifat perenial (berair sepanjang musim), bahkan dengan waktu tunda hingga tiga atau empat bulan, dan kualitas air yang baik. Artinya, air di kawasan kars tersedia melalui mata air dan SBT, baik di saat hujan, maupun tiga atau empat bulan setelah hujan, dengan kualitas cukup baik.

Batugamping Tersier, khususnya Neogen Akhir (kl. 15–1,7 juta tahun) di Pulau Jawa yang berkembang sangat baik menjadi kars adalah jenis batuan penting penyimpan air tanah. Khususnya di bagian selatan, potensinya tinggi, meskipun di permukaan kering. Contoh klasik adalah kawasan Kars Gunung Sewu (“Gunungsewu”, “Pegunungan Sewu”, atau “Pegunungan Seribu”) yang membentang dari Gunung Kidul hingga Pacitan.

Potensi air tanah di kawasan ini sudah diteliti sejak lama. Purbo-Hadiwijoyo (1978), menyatakan bahwa di Gunung Sewu ketebalan batugamping 200 m, curah hujan di kisaran 2000 mm/tahun, sekitar 45%-nya meresap ke dalam batuan; dan salah satu mata airnya, Baron, terbesar

di Indonesia, dengan debit maksimum 20 m 3 /detik

(m 3 /dtk)) dan minimum 6 m 3 /dtk. Berdasarkan hasil

penelitian dan laporan lain pada 1990-an dan 2014, debit

mata air Baron masing-masing tercatat antara 8 - 8,5 m 3 /

dtk dan 4 - 5 m 3 /dtk.

Sumber air yang besar terdapat pula pada aliran SBT di dalam gua. Berdasarkan laporan dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu – Opak (2014), di kawasan Gunungkidul, sedikitnya ada tujuh SBT yang berlimpah air, yaitu (dalam kurung: debit rata-ratanya): Baron (4.000 liter/detik atau lt/dtk), Bribin (750 lt/dtk), Grubug (680 lt/dtk), Ngobaran (120 lt/dtk), Seropan (800 lt/dtk), Sumurup (200 lt/dtk), dan Toto (260 lt/dtk).

Debit ketujuh SBT tersebut selain berbeda-beda, juga berfluktuasi seiring musim. Sebagai contoh, debit SBT di

Gua Bribin (Kali Bribin) bervariasi antara 1,5 - 1,6 m 3 /dtk

di musim kemarau hingga 2 m 3 /dtk di musim hujan; debit

SBT Seropan sekitar 0,6 – 0,75 m 3 /dtk di musim kemarau dan mencapai 2,5 m 3 /dtk di musim hujan. Debit total dari

ketujuh SBT tersebut mencapai 6.810 lt/dtk atau 6,81 m 3 /

dtk dengan potensi terbesar (4 m 3 /dtk) di SBT Baron, dan

terkecil (0,12 m 3 /dtk) di Ngobaran. Selain ketujuh SBT

Sinjang Lawang Pangandaran, Jawa Barat. Foto: Ronald Agusta.

total 100 lt/dtk. Pada akhir 2014 diharapkan air dari Gua Bribin ini mampu memasok kebutuhan air kl. 8.000 rumah tangga atau 40.000 penduduk di Gunungkidul bagian selatan.

Pemanfaatan sumber air kars secara tradisional atau paling jauh menggunakan pompa dengan sumber listrik dari jaringan PLN atau diesel berlangsung di kawasan kars lainnya, seperti di Wonogiri dan Pacitan. Demikian pula di kawasan kars Tuban, dan Gombong Selatan. Air dari kars menjadi sumber air bagi daerah di hilirnya.

Aliran di gua-gua Gombong Selatan memasok air ke berbagai mata air. Sejak dahulu, warga di sekitar kawasan kars sudah memanfaatkan mata air yang muncul di kaki bukit kars. Di Desa Candirenggo, Ayah, dari sebanyak 11 gua, enam di antaranya memiliki SBT yang airnya dimanfaatkan oleh masyarakat. Ribuan penduduk di Kecamatan Ayah, Rowokole, dan Buayan, juga memanfaatkan mata air raksasa, Banyumudal di Desa Sikayu, Kecamatan Buayan, baik secara tradisional maupun sistem perpipaan. PDAM Kebumen telah menjadikan mata air itu dan beberapa mata air lainnya di

kawasan kars ini sebagai sumber air baku. Pengelolaan air yang berasal dari sumber-sumber air kars

oleh PDAM Kebumen kini telah meliputi sekitar 1.200 rumah tangga atau kl. 60.000 jiwa di lima kecamatan, yaitu: Gombong, Karanganyar, Buayan, Kuwarasan, dan Puring. Jumlah penduduk yang memanfaatkan air ini, baik untuk air minum, maupun untuk pertanian, total diperkirkan lebih dari 100.000 jiwa. Pengembangan sumber air kawasan kars tersebut bahkan sudah direncanakan untuk dapat menjangkau wilayah kabupaten tentangga, yaitu Cilacap.

Pemanfaatan sumber air yang berasal dari mata air atau SBT di kawasan kars Jawa Barat dan Banten, umumnya untuk pengairan pesawahan. Hal ini karena letak gua-gua yang mengandung sumber air itu jauh dari permukiman, seperti di Tasikmalaya. Di beberapa tempat, sumber daya air kars dimanfaatkan untuk wisata umum maupun wisata khusus.