Kelakuan Air pada

Kelakuan Air pada

Oleh: Munib I. Iman dan Oman Abdurahman “Cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok” dalam bahasa Indonesia kurang

lebih berarti “tetesan air menimpa batu, perlahan batu itu menjadi cekung”, adalah sebuah peribahasa daerah yang bermakna ketekunan akan membuahkan hasil. Kaitannya dengan air kars? Pepatah itu cukup tepat menggambarkan kelakuan air di kawasan kars dalam makna yang sebenarnya. Air yang mengalir melalui batuan mampu menghasilkan celahan, saluran air, sampai gerowong besar yang disebut gua tempat sungai bawah tanah mengalir di dalamnya.

Skema aliran air pada kawasan kars, digambar ulang oleh Ayi Sacadipura dari: https://web.viu.ca/geoscape/Karst.htm.

Aliran rembesan dan aliran saluran pada akifer kars, digambar ulang oleh Ayi Sacadipura dari White (1988).

Kars adalah salah satu keragaman bumi dan ekosistem yang unik sekaligus rawan terhadap kegiatan di sekitarnya, disebabkan keutuhan sistemnya sangat bergantung kepada hubungan khas di antara air, lahan, vegetasi, tanah, dan batuannya. Gangguan terhadap salah satu unsur tersebut akan berpengaruh kepada unsur yang lainnya. Salah satu pembangun sistem kars adalah tatanan air di dalam saluran-saluran bawah tanah pada kawasan kars.

Kars yang khas itu, di Pulau Jawa, kini berhadapan dengan kepadatan penduduk dan berbagai kegiatan pembangunan yang tinggi. Beberapa kerusakan nampak jelas, sehingga diperlukan upaya untuk mencegahnya. Pemahaman dan identifikasi kars sebagai suatu sistem penyedia sumber air sangat penting sebagai dasar konservasi kawasan tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan kondisi air di Indonesia yang di beberapa pulau sudah masuk ke tahap kritis.

Pulau Jawa, Krisis Air dan Kars Kebutuhan air secara nasional yang meliputi air minum,

rumah tangga, perkotaan dan lainnya, terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali. Namun, secara per pulau, berdasarkan beberapa sumber, ketersediaan air yang tidak mencukupi seluruh kebutuhan terjadi di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Surplus air hanya terjadi pada musim hujan dengan durasi sekitar lima bulan sedangkan saat kemarau terjadi defisit selama tujuh bulan.

Keberadaan kars di Pulau Jawa dengan potensi sumber daya airnya yang khas, berhadapan dengan kenyataan di kebanyakan daerah sudah mulai mengalami defisit air, yaitu kekeringan pada musim kemarau, dan banjir pada musim hujan. Krisis air ini sudah banyak diinformasikan di berbagai media. Semuanya menguatkan prediksi para peneliti tentang defisit air di Pulau Jawa kini dan ke depan, jika tidak diambil langkah pencegahan.

Terungkap pada acara Water Learning Week di Hotel Sultan Jakarta, Senin 24 November 2014, bahwa pada 2015 di Pulau Jawa ketersediaan air akan sebesar 38.569

juta m 3 /tahun, dan kebutuhan air mencapai 164.672 juta m 3 /tahun, sehingga akan defisit air sebesar 134.103 juta m 3 /tahun. Sebagai gambaran, hal yang tak jauh berbeda

dialami Pulau Bali. Dari acara yang sama, diinformasikan bahwa pada 2015 di Pulau Bali ketersediaan air ada

sebesar 1.067 juta m 3 /tahun, dan kebutuhan air mencapai 28.719 juta m 3 /tahun, sehingga akan terjadi defisit air

sekitar 27.652 juta m 3 /tahun.

Berdasarkan data di atas, pada 2015 kebutuhan berbanding ketersediaan air di kedua pulau itu adalah

192,4 milyar m 3 berbanding 39,6 milyar m 3 , sehingga terjadi defisit sebesar 152,8 milyar m 3 atau hanya 20,5 persennya yang dapat dipenuhi. Defisit ini meningkat atau kemampuan pasokan air yang ada menurun dari 2003. Sebagaimana terungkap dalam sebuah seminar, total kebutuhan air di kedua pulau Jawa dan Bali pada

2003 adalah 83,4 miliar m 3 yang saat musim kemarau dapat dipenuhi hanya sekitar 25,3 m 3 atau sebesar 66 persennya.

Sebagai salah satu rencana aksi terbaru untuk menangani krisis air dan – secara keseluruhan – permasalahan penyediaan sumber daya air di Indonesia, kebijakan yang ada di antaranya membangun sekitar 60 buah bendungan. Selain itu, terdapat pula upaya alternatif penyediaan sumber air selain dari air tanah, seperti melalui rain water harvesting atau panen air hujan. Namun demikian, berkenaan dengan kawasan kars yang memiliki tatanan air yang berbeda dengan kawasan lainnya, pengelolaan sumber airnya pun sangat berbeda pula. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang mendasar tentang tata air di kawasan kars yang mencakup sistem resapan (discharge/ input) dan keluaran (discharge/output) air, proses dari mulai air hujan sampai ke permukaan, infiltrasi, pembentukan sungai bawah tanah, dan pemunculan air melalui sejumlah mata air; serta gambaran potensi yang ada dan bagaimana masyarakat memanfaatkannya untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini cukup penting, mengingat kars di Pulau Jawa tersingkap di kawasan yang cukup padat penduduk

Gua Pindul, Gunungkidul, dimanfaatkan untuk sarana rekreasi. Foto: Deni Sugandi.

Airtanah Kars di Pulau Jawa