Kekerasan Seksual Pada Remaja 1. Definisi kekerasan Seksual

c. Teknik Behavioristik REBT juga menggunakan banyak teknik behavioritik dalam proses terapi. Teknik yang digunakan contohnya operant conditioning, self- management, systematic densitilization , relakasasi dan modeling, melakukan hal yang menyenangkan. C. Kekerasan Seksual Pada Remaja C. 1. Definisi kekerasan Seksual Sexual abuse adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban Tricket, Noll Putnam, 2011. Sedangkan menurut Wahid da Irfan dalam Abu Huraiah, 2007 istilah ini menunjuk pada perilaku seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang, merugikan pihak korban dan merusak kedamaian di tengah masyarakat. Briere dalam Bautista, 2001 menambahkan semua kontak seksual dengan anak meskipun anak tidak mengerti. Kilgore dalam Murphy, 2001 mengatakan sexual abuse pada anak adalah kekerasan seksual yang dapat mencakup kontinum perilaku seksual dari paparan alat kelamin melalui kontak fisik invasif seperti penetrasi pada anus atau vagina. Kekerasan seksual pada anak dan remaja biasanya melibatkan orang dewasa, dimana pelaku umumnya memiliki kedekatan atau keterikatan dengan anak yang Universitas Sumatera Utara dengan otoritasnya dapat melakukan pemaksaan kepada si anak untuk melakukan aktivitas seksual. Selanjutnya perilaku memberikan berbagai ancaman ataupun bujukan kepada korbannya agar tidak buka mulut kepada siapapun Malchiodi, dalam Murphy, 2001. Berdasarkan pemaran diatas dapat disimpulkan kekerasan seksual adalah segala bentuk aktivitas aktivitas seksual yang dilakukan oleh lain dimana perilaku tersebut tidak diharapkan oleh korban. C.2. Klasifikasi Kekerasan Seksual Menurut Resna dan Darmawan dalam Hurairah, 2007, kekerasan seksual dapat dibagi atas tiga kategori yaitu perkosaan, incest dan eksploitasi. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Perkosaan Pelaku tindakan perkosaan biasanya pria. Perkosaan seringkali terjadi dengan diawali terlebih dahulu dengan ancaman. Jika korban diperiksa dengan segera setelah pemerkosaan, maka akan ditemukan bukti fisik seperti air mani, darah dan luka memar. Apabila kasus perkosaan dengan kekerasan terjadi kepada anak, akan menimbulkan resiko besar karena perkosaan sering berdampak pada tidak stabilnya emosi anak. b. Inces Inces didefinisikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual antara individu yang mempunyai hubungan dekat, dimana perkawinan diantara mereka Universitas Sumatera Utara dilarang oleh hukum maupun kultur. Inces biasanya terjadi dalam kurun waktu yang lama dan sering menyangkut suatu proses terkondisi. c. Eksploitasi Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi. Pada beberapa kasus khususnya prostitusi ikut terlibat di dalamnya seluruh anggota keluarga seperti ibu, ayah dan anak-anaknya. Hal inimerupakan situasi patologi dimana kedua orangtua sering terlibat kegiatan seksual bersama dengan anak-anaknya dan mempergunakan anak-anak untuk prostitusi dan pornografi. Eksploitasi anak-anak membutuhkan intervensi dan penanganan yang banyak secara psikiatri. C.3. Dampak Kekerasan Seksual Faulkerner dalam Zahra, R,P, 2007 memaparkan kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis baik pada anak maupun dewasa. Dampak lain yang biasa muncul pada anak yang mengalami kekerasan seksual dapat menimbulkan kecemasan, depresi, citra diri yang buruk, isolasi, ledakan kemarahan dan permusuhan kepada orang lain. Rini dalam Zahra, 2007 mengatakan secara spesifik dampak kekerasan seksual pada anak dapat digolongkan dalam masalah relasional, emosional, kognisi dan perilaku. Kekerasan seksual juga akan mengakibatkan gejala khas dari PTSD Finkelhor et al. , Murphy, 2001. Bagley dan Ramsay dalam Christopher Kathleen, 2004 menambahkan bahwa dampak lain dari kekerasan seksual pada anak-anak adalah adanya peningkatan dorongan untuk melakukan bunuh diri dan melakukan upaya merusak Universitas Sumatera Utara diri sendiri. Selain itu, anak-anak yang mengalami kekerasan seksual juga berdampak pada perasaan marah. Ekspresi kemarahan dilakukan dalam berbagai bentuk variasi. Mereka menginternalisasi kemarahan tersebut pada diri sendiri yang berakibat depresi dan menyakiti diri sendiri atau mengeksternalisasi kemarahan dengan perilaku agresif terhadap orang lain. Beberapa penelitian menunjukkan kejadian traumatis bisa menyebabkan seseorang menunjukkan regulasi emosi yang tidak efektif seperti dalam mengeskpresikan emosi yang tidak tepat Boden, 2013. Putnam 2003 memaparkan anak dan remaja yang mengalami kekerasan seksual ada yang menunjukkan karakteristik: a. Memiliki masalah dalam regulasi perasaan dan emosinya seperti pikiran bunuh diri, mengontrol marah, b Dalam hal hal kesadaran, c Bermasalah dalam persepsi diri seperti merasa malu, bersalah dan tidak berdaya, d Masalah hubungan dengan orang lain seperti menarik diri, tidak percaya, e Gangguan somatic. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan dampak kekerasan seksual diantaranya berupa emosi, prilaku dan kognitif. Gangguan emosi seperti pada regulasi emosi, kecemasan. Malu, marah. Gangguan perilaku seperti menarik diri dari lingkungan, agresi sedangkan gangguan kognitif seperti merasa rendah diri, tidak berdaya. Universitas Sumatera Utara

D. Terapi REBT dalam Meningkatkan Regulasi Emosi pada Remaja yang Mengalami Kekerasan Seksual