Landasan Teori Pendekatan Kriminologi Kritis oleh Julia dan Herman Schwendinger

2.2. Landasan Teori Pendekatan Kriminologi Kritis oleh Julia dan Herman Schwendinger

Julia dan Herman Schwendinger berasumsi bahwa ada hubungan antara kejahatan dan kerusakan. Dengan itu, mereka mengkritik definisi legal atas kejahatan dengan dasar bahwa mereka menggunakan kriteria yang ditentukan oleh perjuangan kelas yang tidak adil sebagai dasar dari praktik keilmuan (Lasslett, 2010). Dengan begitu, definisi legal akan kejahatan gagal untuk menangkap beragam contoh akan kerusakan serius yang dilakukan oleh kelas yang mendominasi dan membuat peraturan.

Solusi alternatif yang diberikan oleh Julia dan Herman Schwendinger (1975) dalam artikel mereka yang berjudul Defenders of Order or Guardians of Human Rights? adalah bahwa definisi kejahatan harus terbuka dengan isu moral. Isu moral dalam kehidupan manusia tidak lah sederhana (Coicaud, Doyle, & Gardner, 2003). Secara tradisional, isu moral tersebut misalnya kerusakan sosial dan tindakan anti-sosial. Terminologi-terminologi tersebut ditentukan oleh adanya hak-hak asasi manusia. Agenda politik modern (abad kedelapan belas) sangat mendukung adanya penegakkan hak asasi manusia, seperti hak mendapatkan rasa aman, hak berbicara, dan hak berkumpul secara bebas. Pada saat itu, kelas menengah baru muncul dan membentuk tantangan terhadap hak istimewa ekonomi dari aristrokat feodal. Dengan bentuk ini, kesetaraan merupakan hak yang immutable (abadi, kekal) untuk berkompetisi secara setara dan bebas dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Namun, persamaan yang bersifat kompetitif tersebut, yang juga disebut sebagai prinsip egaliter, menimbulkan pembenaran akan adanya ketidaksetaraan dalam hal jenis kelamin, kelas, ras, dan bangsa. Hal tersebut justru membuat ketiadaan equality of opportunity (keseteraan akan kesempatan).(Schwendinger & Scwendinger, 1975)

Julia dan Herman Schwendinger beranggapan bahwa kesetaraan akan kesempatan tersebut tidak ada kaitannya dengan prinsip egaliter. Kesetaraan akan kesempatan merujuk pada prinsip keadilan yang harus mengendalikan adanya ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Dalam menyediakan kesempatan dalam pembangunan bebas akan potensi-potensi individu untuk diraih dalam masyarakat industri, individu harus dilihat dan diperhatikan sebagai lebih dari

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Namun, dalam perjuangan memperjuangkan kesetaraan, kesetaraan itu sendiri sering kali secara meyakinkan dibela bukan atas dasar logika formal, melainkan atas dasar politik. Atas dasar siapa yang menang. Hal tersebut membuat semua manusia tidak terlahir bebas dan setara. Pencapaian kebebasan dan kesetaraan tersebut harus dicapai dengan harga tinggi sebagai usaha pencapaiannya.(Schwendinger & Scwendinger, 1975)

Julia dan Herman Schwendinger (1975) menyatakan, bahwa sistem sosial yang menyebabkan ketidaksetaraan tersebut merupakan pelaku kejahatan. Saat hak asasi manusia dibuat menjadi dasar dari definisi akan perilaku kejahatan, maka pelanggaran terhadap hak asasi manusia merupakan domain utama dari kriminologi. Suatu hal yang pasti adalah bahwa keamanan akan seseorang merupakan hal yang mendasar. Ancaman terhadap kesehatan seseorang atau kehidupan seseorang membahayakan hal lainnya. Begitu juga hak kesetaraan dalam hal ekonomi, seksual, dan rasial. Pemusnahan akan hak-hak tersebut membatasi kesempatan individu untuk memenuhi kehidupannya. Pernyataan tersebut membuat pihak yang menolak hak tersebut merupakan pelaku kejahatan. Demikian pula, hubungan sosial dan sistem sosial yang secara teratur menyebabkan adanya pemusnahan akan hak-hak ini disebut pelaku kejahatan karena menyebabkan adanya kerusakan sosial yang besar. Itu sebabnya, pemerintah yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara legal disebut sebagai pelaku kejahatan. Namun, seringkali korban dari pelanggaran hak asasi manusia tidak disadari oleh banyak orang dan bahkan orang yang menjadi korban itu sendiri tidak menyadari bahwa mereka adalah korban kejahatan. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya definisi legal akan kerugian sosial yang disebabkan oleh pelanggaran hak asasi manusia. (Schwendinger & Scwendinger, 1975)

Universitas Indonesia