UNIVERSITAS INDONESIA KEBIJAKAN PRIVATIS. pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

KEBIJAKAN PRIVATISASI AIR DKI JAKARTA SEBAGAI

BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana PRASHASTI WILUJENG PUTRI 1006693243 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI DEPOK 2014

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Prashasti Wilujeng Putri NPM

Tanda Tangan :

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertandatangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 7 Mei 2014

Prashasti Wilujeng Putri

iii

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi yang diajukan oleh nama

: Prashasti Wilujeng Putri NPM

: 1006693243 program studi : Kriminologi judul

: Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia

ini telah berhasil dipertahankan di depan hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing

: Ferdinand T. Andi Lolo, S.H., L.L.M., Ph.D

Penguji Ahli : Prof. Dr. Muhammad Mustofa

Ketua Sidang : Dra. Mamik Sri Supatmi, M. Si.

Sekretaris Sidang : Dr. Iqrak Sulhin, M. Si.

Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Depok Tanggal

7 Mei 2014

iv

Universitas Indonesia

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan segala keterbatasan peneliti, peneliti sadar bahwa tidak mungkin naskah skripsi ini dibuat apabila peneliti tidak mendapat bantuan dari siapapun. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih untuk segala pihak yang membantu pembuatan naskah skripsi ini.

 Segala puji, hormat, juga syukur dipanjatkan bagi Sang Pencipta semesta. Hanya dengan berkat dan pengampunan-Nya, peneliti dapat menyusun naskah skripsi ini dari awal hingga akhirnya.

 Terima kasih kepada Yohanes Haryono, Soeastuti Poerwanti, Prabham Wulung Pratipodyo, Prathiwi Widyatmi Putri, Susi Lusiani, Galuh Dahayu Waranggani Pratipodyo, dan Bhre Reksa Bhagawanta Pratipodyo untuk cinta

kasih yang tak terhingga.  Ferdinand T. Andi Lolo, S.H., L.L.M., Ph.D. selaku dosen pembimbing

peneliti yang telah memberikan bimbingan, bantuan, kritik, dan berbagai ilmu sehingga peneliti dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik.

 Prof. Dr. Muhammad Mustofa selaku penguji ahli. Terima kasih atas semua masukan akan konsep, teori, dan metode selama saya mengerjakan skripsi ini.  Dr. Iqrak Sulhin, M. Si. selaku sekretaris sidang dan yang telah banyak menemani saya berdiskusi dan mencerahkan pikiran saya yang kadang menemui jalan buntu.

 Dra. Mamik Sri Supatmi, M. Si. selaku ketua sidang dan ketua program studi reguler.

 Para dosen dari Departemen Kriminologi FISIP UI yang kerap membantu saya selama studi strata satu saya. Semoga semakin berkembang.

 Arief Effendy beserta staff Departemen Kriminologi FISIP UI yang lain, yang sangat membantu saya selama masa perkuliahan dalam bidang

administrasi. Ntah apa jadinya kalau mas Arief dan rekan-rekan tidak ada.

 Para narasumber yang memberikan saya banyak data, masukan, dan sudut pandang baru: Riant Nugroho, Sri Widayanto Kaderi, Ahmad Lanti, Firdaus

Ali; Ibu-ibu di Muara Baru: Muhayati, Siti Maryam, Hamidah, Linda; Ibu-ibu di Rawa Badak: Ella, Ncih, Halimah.

Universitas Indonesia

 Pihak-pihak yang membantu saya mengakses dokumen dan narasumber penelitian: M. Reza Shahib, Suachman, dan Sigit Karyadi Budiono dari

Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air; Arif Maulana dan Zae dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta; Royke dari PAM Jaya; Nurhidayah dari Solidaritas Perempuan; Marsha, Mimi, dan Palgunadi dari Badan Regulator Pelayanan Air Minum Jakarta; Andreas Harsono.

 Teman-teman dari Departemen Kriminologi yang memberi warna-warni dalam kehidupan peneliti selama empat tahun ini, terutama Agustin, Agalliso,

Akbar Acil, Alala, Alwin, Anggi, Anin, Annisa Nichi, Annisa Ica, Anugrah, Ardi Putra, Argina, Arief Ucup, Arief Padang, Arsendi, Ayu, Azhara, Azizul, Fahmi, Firyan, Gerald, Gome, Hardiat Dani, Harris, Hawlah, Ical, Irfan Lele, Juliana, Meutia Udung, Mulki, Nadia, Nisa, Kasa, Kenn, Kunto, Marcha, Rahmadiani, Razhes, Remon, Ridho, Rini, Sekar, Suci, Syahrizal, Taufan, Tubagus, Teddy, Tyas Puspo, Vanny, Wahid, Wara, Yudith, Yunia, Oshin, Bob, Rima, Techa, Swaswa, Sherlyna, Bagas, Manshur Zikri, Ovan, Affin, Endah, Vivi, Maria, Pangesti, Tua, Rasyel, Ace, Shaila, Zainal, Naya, Cika, Tiani, Agung, Arma, Dila.

 Acista Nitbani, Aditya Hizkia, Alanda Arifin, Albino Panjaitan, Ananda Putri Permatasari, Andreas Wahyu Apridiyanto, Berto Tukan, Carl Jaya, Christ

Billy Ariyanto, Christin Stefphanie, Febrina Manalu, Grace Manalu, Jefri Tien Yun, Joseph Rustandi Harahap, Kara Toruan, Pascalia Bertie, Pingkan Polla, Tanius Sebastian, Thalita Adwinda, Theresa Panjaitan, Thomas Galih Satria, Whisnu Yonar yang membantu saya dalam memberi saran, pemikiran, teknik pengambilan data, operasional penelitian, dan penghiburan, serta semangat.

Semoga semua pihak yang telah membantu bisa mendapat karma baik dari hal yang telah dilakukan. Semoga naskah skripsi ini bisa membawa kebaikan dan manfaat bagi dunia akademis dan praktis.

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Prashasti Wilujeng Putri NPM

: 1006693243 Program studi

: Kriminologi Departemen

: Kriminologi Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya

: Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ( Non-exclusive Royalty-

Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakan atau memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data ( database ), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Depok Pada tanggal:

Yang menyatakan,

Prashasti Wilujeng Putri

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Prashasti Wilujeng Putri Program Studi :

Kriminologi Judul

Kebijakan Privatisasi Air DKI Jakarta sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Skripsi ini membahas tentang bagaimana pemerintah Indonesia melakukan kejahatan dalam melakukan kebijakan privatisasi air bagi warga DKI Jakarta. Teori yang dipakai dalam skripsi ini adalah kejahatan negara yang dilakukan karena melakukan pelanggaran HAM oleh Julia dan Herman Scwendinger, teori Strukturasi oleh Giddens, dan crimes of domination oleh Quinney. Skripsi ini melihat bagaimana praktik-praktik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak terlepas dari dan mendukung adanya struktur yang lebih besar dalam globalisasi. Indonesia dihegemoni oleh Bank Dunia dalam rangka globalisasi yang kemudian diberi reaksi oleh Indonesia sebagai bentuk adaptasi struktural sehingga pemerintah Indonesia melakukan crimes of domination . Dalam hal ini, pemerintah Indonesia melakukan kejahatan dengan adanya pelanggaran hak asasi manusia atas air bersih terhadap warga DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kriminologi kritis untuk mengkaji masalah kebijakan privatisasi air bersih ini. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi dokumen, wawancara, FGD, dan penelusuran data sekunder sebagai teknik mengumpulkan data.

Kata Kunci: Privatisasi Air, Hak Asasi Manusia, Strukturasi, Crimes of Domination,

Pelanggaran HAM, Kejahatan Negara.

viii

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Prashasti Wilujeng Putri Course

: Criminology Title

Water Privatization Policy in DKI Jakarta as a Form of Human Rights Violation

This thesis discusses about how the Indonesian government commit a crime in doing water privatization policy for the Jakarta citizens. The theory and concept used in this thesis are a state crime for committing human rights violations by Julia and Herman Schwendinger, Structuration theory by Giddens, and crimes of domination by Quinney. This thesis sees how the practices done by the government of Indonesia cannot be separated from and promote the bigger structure in the globalization. World Bank performs hegemony in the context of globalization to Indonesia whose the reaction, as a form of structural adaptation, is committing crimes of domination. In this case, the Indonesian government commit a crime in the presence of human right to water violation to the people in Jakarta. This study uses critical criminology approach to study the problem of clean water privatization policy. The method used is a qualitative method with the documents study, interviews, focus group discussions, and secondary data retrieval as data gathering technique.

Keywords: Water Privatization, Human Rights, Structuration, Crimes of Domination, Human

Rights Violation, State Crime.

ix

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Tabel Perubahan Perjanjian Kerjasama Sebelum dan Sesudah Diperbaiki dan Diberlakukan Kembali tanggal 22 Oktober 2001 .......... 50

Tabel 4.2. Tabel Upaya Penurunan Kehilangan Air yang Dicantumkan pada Lampiran Perjanjian Kerjasama .............................................................. 60

Tabel 4.3. Tabel Pembagian Tarif Air PAM ............................................................. 61

Tabel 4.4. Tabel Kategori Pembagian Tarif Air PAM ............................................... 62

xii

Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dikatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.”. Secara eksplisit dinyatakan bahwa air merupakan suatu hal yang digunakan untuk kemakmuran rakyat. Leonardo da Vinci mengatakan, bahwa air adalah poros penggerak kehidupan (Biswas & Tortajada, 2005). Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia.Selain untuk diminum, air bersih digunakan untuk mencuci, mandi, memasak, industri, rekreasi, dan pertanian.Ada istilah yang tersebar, bahwa di mana ada air, di situ lah ada kehidupan.Air merupakan sumber kehidupan yang bermanfaat untuk lingkungan hidup manusia dan vital bagikesehatan umat manusia. Kebutuhan manusia akan air merupakan hal yang tidak terelakkan. Produktivitas manusia untuk mengaktualisasi diri sangat bergantung pada air karena air merupakan hal yang sangat fundamental bagi keberlangsungan siklus kehidupan alam semesta ini. Semakin manusia bertumbuh, semakin manusia membutuhkan air. Untuk itu, air merupakan hal yang harus dikuasai oleh negara untuk kemudian digunakan untuk rakyat.

Dalam buku Water Wars: Privatization, Pollution, and Profit , Vandana Shiva (2002) menulis,

“ Water has traditionally been treated as a natural right – a right arising out of human nature, historic conditions, basic needs, or notions of justice. Water rights

as a natural rights do not originate with the state; they evolve out of a given ecological context of human existence. As natural rights, water rights are usufructuary rights, water can be used but not owned. People have a right to life and the resources that sustain it, such as water. ”(Shiva, 2002; 20-21)

Hal yang dikatakan oleh Vandana Shiva adalah benar. Hak atas air merupakan natural rights . Shiva menyebutkan, bahwa natural rights adalah hak yang melekat pada sifat manusia, kondisi historis, kebutuhan dasar, dan gagasan akan keadilan. Dalam Talbott (2010) juga disebutkan, bahwa natural rights adalah hak yang membuat seseorang tidak dapat dilukai secara sengaja ataupun karena

1 Universitas Indonesia 1 Universitas Indonesia

Namun, terdapat fakta bahwa World Health Organization (WHO) mengestimasi bahwa satu miliar orang di dunia tidak mendapatkan akses terhadap air minum yang bersih. Oleh karena itu, terdapat masalah kesehatan yang menimpa orang-orang yang tidak mendapatkan akses air bersih tersebut (Hale, 2007).Dengan gambaran kecil ini, kita bisa melihat bahwa air bersih merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Kelangkaan air semacam itu telah terjadi di Indonesia, misalnya di Jawa. Jawa yang mempunyai penduduk banyak dan padat tentunya mempunyai kebutuhan akan air bersih yang sangat tinggi. Warga Jakarta merasakan adanya krisis air saat musim kemarau. Dengan semakin banyaknya orang yang datang ke pulau Jawa, khususnya Jakarta, krisis air bersih akan meningkat. Belum lagi masalah industrialisasi dengan banyaknya pabrik dan teknologinya.Polusi membuat air bersih semakin terbatas.

Setiap orang membutuhkan paling sedikit dua belas liter air bersih untuk dikonsumsi per hari (Overman, 1976).Warga Jakarta, yang pada November 2011 berjumlah 10.287.595 jiwa (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011), tentu saja membutuhkan air sebagai salah satu penunjang hidup.Apablila setiap orang membutuhkan paling sedikit dua belas liter air per hari, warga Jakarta tentu membutuhkan paling sedikit 123.451.140 liter setiap harinya.Sebenarnya manusia bisa menggunakan air yang tersedia di sungai, namun, karena berbagai limbah domestik dan limbah industri berat di Jakarta, warga Jakarta tidak bisa mengkonsumsi air di sungai.Air sungai menjadi coklat, bahkan hitam pekat, dan mengeluarkan bau.

Air bersih keluar dari mata air menuju sungai dan selokan-selokan, lalu menuju ke laut. Namun, yang terjadi sekarang adalah terdapat pihak yang

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Dari data penelitian Walhi, 65 persen penduduk Indonesia tinggal di pulau Jawa yang kapasitas kandungan airnya hanya 4,5 persen saja. Data lain dari Kompas, 85 persen sumur di Jakarta tercemar bakteri e-coli. Hal itu dapat menimbulkan adanya penyakit menular antarwarga.Komplikasi lainnya adalah penyakit tersebut dapat mewabah dan lebih menyebabkan kerugian yang lebih besar lagi. Selain itu, hanya 40 persen warga perkotaan dan 30 persen warga pedesaan yang tersambung jaringan PAM. Dengan kata lain, masih banyak warga yang tidak mendapatkan akses air bersih untuk kehidupannya.Bila merujuk lagi pada tahun 1991, dikatakan bahwa populasi penduduk Jakarta nyaris mencapai angka tujuh juta, namun hanya 45 persen masyarakat Jakarta yang dapat menikmati air keran yang bersih dan berkualitas (Sopian dkk, 2006).

Selain itu, di daerah Jakarta Utara, sejumlah pengusaha pencucian sepeda motor dan mobil menyedot air tanah karena pasokan PAM tidak lancer. Salah satu karyawannya mengungkapkan bahwa distribusi air dari PAM kadang terhenti tanpa pemberitahuan. Usaha pencucian sepeda motor ini dapat terhambat apabila tidak ada air. Dengan begitu, akan banyak pekerja di pencucian sepeda motor ini yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, mereka harus menyedot air tanah agar tetap bisa melakukan usaha. Namun, para pihak pengelola usaha pencucian motor dan mobil tersebut tidak mempunyai surat izin pengambilan air tanah. Rupanya para pelaku usaha pencucian motor dan mobil tersebut mengambil air tanah secara diam-diam karena tarif pengambilan air tanah dilipatgandakan oleh pemerintah daerah setempat pada 2009 untuk menghambat defisit air tanah yang kian parah (KRuHA, 2012). Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Contoh kasus dalam masalah ini adalah kasus di Penjaringan (KRuHA, 2011).Penjaringan merupakan salah satu daerah termiskin di DKI Jakarta. Dari

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Dinyatakan di dalam Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, bahwa air bersih merupakan hak setiap warga negara.Kovenan tersebut telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 11 tahun 2005.Dalam kovenan tersebut dinyatakan bahwa negara harus mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan papan, dan atas perbaikan kondisi yang terus-menerus. Negara juga harus meningkatkan cara produksi, konservasi, dan distribusi pangan dengan ilmu pengetahuan melalui penyebarluasan pengetahuan kepada seluruh masyarakat. Setiap warga negara harus menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.Negara harus sangat mengupayakan perwujudan hak ini sepenuhnya dengan membuat ketentuan-ketentuan, perbaikan, pencegahan, pengobatan, dan pengendalian segala penyakit, perkembangan kehidupan, dan kesehatan lingkungan.

Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 dari Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya PBB tentang Hak atas Air adalah hak atas air merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya.

“Water is a limited natural resource and a public good fundamental for life and health. The human right to water is indispensable for leading a life in human

dignity. It is a prerequisite for the realization of other human rights.” (Committee on Economic, Social, and Cultural Rights, 2002, Art. I.1.)

“The human right to water entitles everyone to sufficient, safe, acceptable, physically accessible and affordable water for personal and domestic use.”(Committee on Economic, Social, and Cultural Rights, 2002, Art. I.2.)

Universitas Indonesia

Kemudian, terdapat Sidang Umum PBB pada tahun 2010 yang menyepakati bahwa air minum yang bersih dan sanitasi yang baik merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk kehidupan dan keseluruhan hak asasi manusia. Sidang Umum PBB tersebut juga meminta negara-negara dan organisasi-organisasi internasional untuk menyediakan keuangan, sumber daya, peningkatan kapasitas, dan transfer teknologi melalui bantuan dan kerjasama internasional dalam rangka meningkatkan upaya pemberian air minum yang bersih, aman, mudah diakses, dan dapat dijangkau oleh semua orang. (United Nations, 2010)

Sidang Umum PBB pada Juli 2010 telah menetapkan air sebagai Hak Asasi Manusia. Untuk itu, terdapat standar air bersih yang harus dipenuhi (United Nations, 2014), yaitu

1. Mencukupi: pasokan air untuk setiap orang harus cukup dan berkesinambungan untuk keperluan pribadi dan rumah tangga. Menurut WHO, antara 50 dan 100 liter air per orang per hari yang diperlukan untuk memastikan bahwa sebagian besar kebutuhan dasar terpenuhi.

2. Aman: Air harus bebas dari mikroorganisme, zat kimia, dan bahaya radiologis yang merupakan ancaman bagi kesehatan seseorang.

3. Layak: Air harus dalam keadaan warna, bau, dan rasa yang dapat diterima ( acceptable) untuk setiap penggunaan pribadi atau rumah tangga. Semua fasilitas dan layanan air harus sensitif dengan budaya, gender, siklus hidup, dan kebutuhan privasi.

4. Mudah diakses: setiap orang berhak atas layanan air dan sanitasi yang dapat diakses secara fisik di dalam atau di sekitar rumah tangga, lembaga pendidikan, tempat kerja, atau lembaga kesehatan. Menurut WHO, sumber air harus dalam 1.000 meter dari rumah dan waktu mengambilnya tidak boleh lebih dari 30 menit.

5. Terjangkau: air dan fasilitas pelayanan air harus terjangkau bagi semua. UNDP menunjukkan, bahwa biaya air tidak boleh melebihi tiga persen dari pendapatan rumah tangga.

Universitas Indonesia

Sangat disayangkan, bahwa yang membuat air bersih menjadi sulit dijangkau adalah kebijakan pemerintah sendiri yang memasukkan swasta dalam sektor penyediaan air bersih. Awal masuknya pihak swasta dalam sektor penyediaan air ini adalah pada tahun 1980-an dan 1990-an. Bank Dunia dan lembaga-lembaga donor mengeluarkan strategi privatisasi untuk pengembangan sistem air bersih di negara-negara berkembang(Hall & Lobina, 2008). Hal tersebut didasari pada adanya pandangan bahwa pemerintah negara berkembang tidak dapat memberikan pelayanan air bersih kepada warga negaranya. Kemudian, privatisasi ini muncul sebagai solusi akan hal itu. Harapan dari privatisasi ini adalah untuk dapat menjaring dana untuk investasi, perbaikan efisiensi, dan pengelolaan yang lebih baik. Tergiurnya pebisnis-pebisnis dunia akan bisnis air bersih ini membuat kebijakan privatisasi air ini berlanjut.

Pelanggengan atas masuknya swasta dalam sektor penyediaan air bersih ini dilakukan pemerintah dengan adanya UU Nomor 7 tahun 2004 mengenai Sumberdaya Air. Dalam undang-undang tersebut, terdapat tiga macam hak guna air:

“(1) Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak guna pakai ai dan hak guna usaha air. (2) Hak guna air sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 7)

“Hak guna pakai air adalah hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melaluia tanah orang lain yang berbatasan dengannya. Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk kebutuhan sehari- hari.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 8)

“Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya.” (UU Nomor 7 tahun 2004 Pasal 9)

Universitas Indonesia

Ada dua bentuk privatisasi.Yang pertama bersifat pengalihan sebagian ke pihak swasta.Yang kedua bersifat pengalihan keseluruhan aspek, seperti peran, tanggung jawab, dan kepemilikan dari pemerintah ke pihak swasta(Tim KRuHA, 2005).Bagaimana pun bentuknya, apabila peran dan tanggung jawab sudah sebagian dialihkan adalah privatisasi.Namun, Bank Dunia lebih memilih istilah lain, seperti Private Sector Participation (PSP) atau Public Private Partnership (PPP).

Sepertinya, kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini tidaklah menghasilkan buah yang baik dan bermanfaat untuk masyarakat banyak. Dari hasil diskusi kampung yang dilakukan oleh KRuHA dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada 23 Agustus 2013 di Pesisir Marunda Kepu, Cilincing Jakarta Utara, banyak masyarakat miskin yang tidak mendapat pelayanan air yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Mereka menyatakan, bahwa sejak diberlakukannya privatisasi air pada 1997, yaitu pada saat perjanjian kerjasama pengelolaan air antara pemerintah Indonesia dengan dua swasta asing, air menjadi semakin sulit didapat karena layanan air semakin memburuk, seperti air mengalir hanya sedikit dan air menjadi kuning dan berbau. Padahal sebelum adanya privatisasi, air mengalir lancar, tidak mengeluarkan bau, dan tidak berwarna. (KIARA dan KRuHA, 2013)

Air bersih yang merupakan suatu hal utama penyokong kehidupan merupakan hak asasi setiap manusia yang harus dipenuhi. Namun, air menjadi barang yang mahal dan eksklusif karena air menjadi milik swasta. Air sebagai kebutuhan pokok manusia untuk hidup tidak terpenuhi. Hal tersebut merupakan kerugian sosial yang dirasakan oleh masyarakat. Kerugian sosial merupakan masalah serius bagi disiplin Kriminologi. Sutherland dalam Cohen (1993), memasukan kriteria kerugian sosial untuk mendefinisikan kejahatan. Julia dan Herman Schwendinger mengatakan pula, bahwa genosida dan eksploitasi ekonomi yang dilakukan oleh negara juga merupakan kejahatan karena ada pihak yang dirugikan. Hal itu dikatakan dalam wacana politik sebagai kejahatan negara. Genosida dan eksploitasi ekonomi setara dengan perang, rasisme, dan seksisme. Apabila kita masuk ke ranah diskursus kriminologi, kita berbicara tentang pelaku kriminal yang menyebabkan kerugian sosial. (Cohen, 1993)

Universitas Indonesia

Dalam kasus privatisasi air ini, pemerintah melanggengkan privatisasi air tersebut dan membuat adanya diskriminasi yang muncul dari adanya rakyat miskin yang tidak mempunyai akses terhadap distribusi air bersih. Situasi ini dijelaskan dengan faktor-faktor, termasuk ketidakmampuan mereka untuk membayar, dan investasi infrastruktur yang bias antara pemerintah daerah dengan korporasi.

1.2. Masalah Penelitian

Sebagaimana yang telah disinggung di bagian Latar Belakang Masalah, air merupakan hak asasi manusia setiap warga negara. Hal itu telah diakui oleh pemerintah Indonesia dengan meratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dalam UU No. 11 tahun 2005. Namun, pemerintah membuat undang-undang dan kebijakan lain. Terdapat UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang dalam pasal 9 dikatakan bahwa hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Masalah kebijakan privatisasi air ini adalah masalah Kriminologi, karena kebijakan ini membuat banyak warga DKI Jakarta yang tidak mempunyai cukup uang untuk membeli jasa pelayanan air menjadi tidak bisa menikmati air bersih yang sebenarnya adalah hak hidup yang sangat penting.

Masyarakat DKI Jakarta menjadi korban dari kebijakan akan air bersih ini. Namun, ironisnya masih banyak warga Jakarta dan para akademisi yang tidak sadar bahwa privatisasi air ini merupakan suatu masalah yang apabila dibiarkan akan bisa membuat kerugian lebih banyak terhadap warga Jakarta. Dalam kajian kriminologis pun, masalah privatisasi air ini jarang dibahas, padahal jelas HAM ini adalah hal serius bagi kriminologi.

Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 butir keenam, disebutkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan,

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Melihat fenomena tersebut, permasalahan yang akan peneliti coba angkat adalah bahwa ada masalah dalam kebijakan privatisasi air ini yang berdampak pada ketiadaan akses masyarakat DKI Jakarta atas pemenuhan kebutuhan pokok, dalam hal ini adalah air bersih. Peneliti ingin mencoba menjawab pertanyaan bahwa seberapa jauh kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta dikategorikan sebagai kejahatan.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan masalah penelitian yang telah peneliti jelaskan sebelumnya, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Seberapa jauh kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta dapat dikategorikan sebagai kejahatan?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diidentifikasi oleh peneliti, tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kritis secara akademis tentang kejahatan apa yang ada pada kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta. Selain itu, peneliti ingin memberi saran terkait dengan masalah privatisasi air ini kepada para penegak hukum dan lembaga-lembaga yang peduli dan menaruh fokus kepada masalah privatisasi air ini.

1.5. Signifikansi Penelitian

1.5.1. Signifikansi akademis

Dalam kriminologi, terdapat empat pilar utama, yaitu kejahatan, pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan reaksi masyarakat. Penelitian ini menitikberatkan pada pilar kejahatan. Kejahatan itu sendiri, menurut. Mustofa (2010), adalah tindakan yang dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok yang dapat merugikan orang lain ataupun kelompok lain. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam ranah akademis bagi penelitian dalam masalah privatisasi air

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

1.5.2. Signifikansi praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam ranah praktis untuk memberikan suatu bentuk penyadaran untuk masyarakat, terutama mahasiswa sebagai kaum intelektual bahwa kebijakan privatisasi air di DKI Jakarta ini merupakan masalah yang terdapat di dalam kehidupan kita. Peneliti berharap bahwa dengan sadarnya masyarakat akan masalah ini, masyarakat akan bisa beraksi untuk menolak privatisasi air dan mengembalikannya ke ruang publik.

1.6. Sistematika Penulisan Bab 1

Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang permasalahan dan masalah penelitian yang menjadi dasar dan acuan peneliti dalam melakukan penelitian tentang analisa kebijakan privatisasi air Jakarta dalam kajian kriminologis. Bab ini juga berisi pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan signifikansi penelitian.

Bab 2 Kajian Pustaka

Bab ini berisi konsep-konsep yang peneliti gunakan dalam rangka menganalisa masalah penelitian. Selain konsep, bab ini juga berisi teori dan kajian penelitian yang terdahulu yang digunakan oleh peneliti sebagai dasar untuk membuat kerangka pemikiran.

Bab 3 Metode Penelitian

Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian tentang analisa kebijakan privatisasi air Jakarta dalam kajian kriminologis ini.

Universitas Indonesia

Bab 4 Temuan Data

Bab ini berisi pemaparan data berupa hasil studi dokumen, penelusuran data literatur, dan beberapa dokumentasi foto yang berhubungan dengan topik penelitian.

Bab 5 Analisis

Bab ini berisi tentang analisa dari paparan data yang telah peneliti paparkan pada Bab 4. Analisis yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada kerangka pikir yang telah peneliti buat di Bab 2.

Bab 6 Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil temuan data yang telah dianalisa oleh peneliti. Selain itu, bab ini juga berisi saran yang peneliti berikan berkaitan dengan kebijakan privatisasi air Jakarta.

Universitas Indonesia

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Konsep

2.1.1. Hak Asasi Manusia dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada manusia, apapun kebangsaannya, tempat tinggalnya, jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit, agama, bahasa yang ia pakai, ataupun status-status lain yang melekat pada diri manusia. Kita semua sebagai manusia berhak akan pemenuhan hak asasi. Hak-hak ini semua saling terkait, saling tergantung, dan tak terpisahkan. Prinsip- prinsip HAM adalah universal, saling tergantung dan tak terpisahkan, setara dan tidak bersifat diskriminatif, dan memerlukan kedua hal: hak dan kewajiban. Universal maksudnya adalah semua orang di seluruh dunia terikat pada HAM.Universalitas ini maksudnya adalah semua masyarakat di dunia terikat pada nilai moral dan etika bersama yang dimiliki seluruh wilayah di dunia. Saling tergantung dan tak terpisahkan maksudnya adalah pemenuhan satu hak tergantung pada pemenuhan hak yang lain. Misalnya, hak atas pendidikan bergantung pada pemenuhan hak akan fasilitas, akses, dan informasi. Setara dan tanpa diskriminatif maksudnya adalah setiap orang tidak diperlakukan secara berbeda berdasarkan suatu status yang melekat pada dirinya, seperti warna kulit, gender, orientasi seksual, usia, ras, asal-usul sosial, dan lainnya. Selain itu, HAM memerlukan pemenuhan kedua hal ini: hak dan kewajiban. Pemenuhan hak menuntut adanya kewajiban yang harus dilakukan, seperti menghormati dan mengaplikasikan HAM dalam kehidupan (United Nations Human Rights, 2013). HAM dalam pemenuhannya tidak bersifat paralel antara hak dan kewajiban, HAM bukanlah sesuatu yang akan seseorang dapatkan setelah ia menunaikan kewajiban. Suatu kewajiban bagi negara untuk melindungi dan mewujudkan hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan properti yang hanya akan terwujud apabila orang lain memberikan suatu hak asasi manusia itu. Hak dan kewajiban dalam HAM ini merupakan sesuatu yang saling terkait antarmanusia.

Mengacu pada Klawitter & Qazzaz (2007), instrumen hukum yang berlaku di dalam suatu negara tidak lah menentukan HAM. Hukum bukanlah sumber dari

12 Universitas Indonesia 12 Universitas Indonesia

Hak Asasi Manusia menjadi sebuah cita-cita yang dapat direalisasikan dengan politik budaya. Politik budaya di sini maksudnya adalah kurang lebih adalah sebuah simbol yang membingkai isu, kejadian, atau proses aktor-aktor sosial yang secara emosional dan intelektual berinvestasi dalam membagikan pengertian kepada dunia. Namun, politik budaya ini tidak hanya semata-mata sebuah simbol, namun fokus pada bagaimana masyarakat itu dibayangkan, bagaimana kehidupan hubungan sosial, dan bagaimana masyarakat diatur. Hal itu membuat konsep HAM tidak hanya menjadi sebuah hal yang abstrak dan kemudian HAM dapat dihormati secara penuh. (Nash, 2009)

Hak atas air bersih merupakan HAM. Hal ini berkaitan dengan hak hidup dan atas kehidupan yang layak untuk manusia. Air bersih merupakan hal yang sangat penting dan vital bagi kehidupan manusia.Tanpa air bersih, manusia tidak dapat menjaga kesehatannya dan berproduksi. Di dalam masyarakat tradisional, hak kolektif akan air dan manajemen air merupakan kunci dari konservasi dan pemanenan. Dengan membuat peraturan dan batas akan penggunaan air, manajemen air kolektif memastikan keberlanjutan akan hak akan air tersebut dan kesetaraan (Shiva, 2002). Dalam buku Water Wars ini, Vandana Shiva juga mengatakan bahwa air adalah hal yang secara turun-temurun dipergunakan secara gratis oleh masyarakat.Peraturan dan manajemen air diaplikasikan dengan kebijakan warga lokal dan secara musyawarah diaplikasikan.Hal itu membuat pemakaian air bersih menjadi rata dan tidak ada yang termarginalkan.

Bingkai kerja hak atas air ini merujuk pada air sebagai hak sosial dan ekonomi yang penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Hal ini bukan lah hanya hak sebagai izin untuk menggunakan air, namun, hak asasi manusia atas air ini menyadarkan bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan akan air bersih yang melekat pada dirinya. (Hale, 2007)

Hak asasi manusia atas air juga disebut dengan konsep usufructuary rights . Usufructuary rights adalah hak untuk menikmati atau menggunakan suatu hal

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Air merupakan milik publik yang dapat dinikmati bersama demi berlangsungnya kehidupan manusia. Secara tradisional, masyarakat memperlakukan air sebagai milik bersama. Apabila ada tanah bermata air yang dimiliki oleh suatu pihak, ia akan membiarkan masyarakat di sekitarnya mengambil air dari situ sehingga masyarakat bisa mengonsumsi air bersih untuk berbagai macam keperluan. Masyarakat tradisional menganut nilai bahwa walaupun seseorang menjadi pemilik tanah tersebut, mata airnya adalah tetap milik masyarakat bersama.

Pengurangan atau peniadaan hak manusia atas air merupakan pelanggaran HAM. Pelanggaran atas HAM merupakan hal yang sangat serius. Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 butir keenam disebutkan, bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

2.1.2. Globalisasi

Adanya gagasan tentang hak asasi manusia yang kemudian diterapkan di seluruh negara dunia tersebar melalui globalisasi. Selain itu, terdapat pula gagasan tentang privatisasi air yang lahir dari menyebarnya ideologi neoliberal ke seluruh negara di dunia. Indonesia pun tidak luput dari globalisasi ini dan kemudian turut melakukan privatisasi air.

Globalisasi dalam Ahalla (2012) disebutkan sebagai suatu proses meningkatnya keterkaitan antarmasyarakat yang kemudian memberi pengaruh

Universitas Indonesia

kepada seluruh warga dunia. Kejadian yang terjadi di suatu belahan dunia dapat memberikan pengaruh terhadap orang-orang di belahan dunia yang lain. Batas- batas antarnegara sudah tidak terlihat lagi, yang dapat dibuktikan dari mudahnya akses berita dan informasi suatu negara yang dapat diperoleh oleh masyarakat negara lain dalam waktu yang bersamaan tanpa harus berada di tempat kejadian. Kejadian yang dapat memberi pengaruh terhadap belahan dunia lain, seperti yang dijelaskan oleh Ahalla tersebut dapat dijelaskan alasannya oleh tulisan Gregg Barak (2001) yang menyatakan, bahwa globalisasi merujuk pada adanya proses pertumbuhan keadaan saling tergantung antara kejadian, masyarakat, dan pemerintah di seluruh dunia yang terhubung melalui ekonomi-politik di seluruh dunia serta komunikasi, transportasi, dan komputer yang berkembang. Mark Findlay dalam bukunya yang berjudul Globalisation of Crime mengatakan, bahwa dalam dunia yang terglobalisasi, hanya ada satu masyarakat dan budaya yang ada di dalam planet bumi ini. Globalisasi adalah negara transisi. Berbicara tentang globalisasi tidak hanya tentang hilangnya waktu dan ruang, namun juga adanya kesadaran manusia sebagai penghuni dunia global tersebut terhadap adanya dunia secara utuh, dunia yang hubungan antarwarga di dalam dunia ini secara konkret saling tergantung. (Findlay, 2004)

Globalisasi kemudian memberikan kesempatan bagi sektor ekonomi dan politik di seluruh dunia untuk saling membuka diri. Keterbukaan ekonomi-politik di seluruh dunia dalam proses globalisasi ini memberikan janji-janji. Stiglitz (2002) mengatakan, bahwa membuka diri terhadap perdagangan internasional bisa membuat pertumbuhan negara menjadi lebih cepat. Perdagangan internasional bisa menolong pembangunan ekonomi saat ekspor suatu negara mendukung pertumbuhan ekonomi. Itulah janji globalisasi. Globalisasi itu sendiri sangat dipengaruhi oleh korporasi internasional yang tidak hanya membantu memindahkan modal dan barang melewati batas-batas negara, tapi juga membantu memindahkan teknologi. Kemudian, ada bantuan asing sebagai satu aspek dunia global(Stiglitz, 2002). Ciri-ciri globalisasi sebagai hal-hal positif tidak memperhitungkan dampaknya bagi hal-hal yang tidak terkait langsung dengan modal dan terutama bagi mereka yang lemah dari segi modal (Imam, 2006). Bantuan asing tersebut masuk ketika negara berkembang terpuruk dalam rangka

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

2.1.3. Neoliberalisme

Neoliberalisme merupakan kelanjutan dari paham liberalisme klasik yang yang pernah berkembang dan mengalami krisis. Globalisasi yang sangat mempengaruhi perdagangan antarnegara dalam dunia internasional sangat bergantung pada pasar (Serra & Stiglitz, 2008). Namun, masih adanya campur tangan yang besar dari negara membuat pasar tidak bebas dalam melakukan kegiatanya. Untuk itu, lahir lah paham neoliberalisme ini yang ingin menyingkirkan campur tangan negara dalam kegiatan pasar. Paham itu lah yang kemudian dilembagakan dalam suatu konsensus yang bernama Konsensus Washington (The Washington Consensus) .

Konsensus Washington ini merupakan konsensus antara IMF, Bank Dunia, dan the US Treasury tentang kebijakan untuk negara berkembang (Stiglitz, 2002). Konsensus Washington menyatakan, bahwa era negara dalam memimpin industrialisasi dan substitusi impor sudah berakhir (Serra & Stiglitz, 2008). Mengacu pada Aminuddin (2009), terdapat reaksi dari negara-negara di dunia untuk mencapai akselerasi ekonomi global. Hal itu membuat negara-negara di dunia tidak luput dari neoliberalisasi ekonomi.

Gagasan neoliberalisme itu sendiri muncul dari paham bahwa semua aktivitas, tindakan, dan hubungan antarmanusia merupakan model transaksi pasar ekonomi. Paham neoliberalisme ini mengontrol seluruh kehidupan manusia. Kehidupan manusia dibuat menjadi mekanisme pasar, yang penuh dengan kegiatan jual-beli. Dalam hal ini, hal-hal seperti pendidikan, kesehatan, makanan, air, dan tempat tinggal untuk hidup tidak lagi dipandang sebagai hak, namun sebagai barang yang harus dibeli. Oleh karena itu, masyarakat harus mempunyai daya beli untuk membeli segala hal tersebut (Priyono, 2006). Hal itu berimplikasi

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Serra dan Stiglitz (2008) dalam bukunya juga menyatakan, bahwa Konsensus Washington ini mempunyai tiga ide besar yang diambil dari paham neoliberal, yaitu privatisasi, liberalisasi, dan deregulasi. Hal itu sangat berdampak pada bentuk hubungan antara negara, publik, dengan pasar. Satu-satunya tolok ukur dalam menilai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah dengan kinerja dan kepentingan pasar. Akibatnya, terjadilah liberalisasi dan deregulasi. Negara tidak memiliki wewenang untuk mengontrol dan mencampuri pasar bebas. Logika pasar bukan mengedepankan kepentingan publik, namun mengedepankan kepentingan tiap individu. Menurut penganut neoliberalisme, pelayanan publik merupakan bentuk inefisiensi finansial. Untuk itu, harus dilakukan privatisasi agar terjadi efisiensi finansial.

2.1.4. Strukturasi

Giddens dalam teori strukturasi ini mengangkat hubungan antara struktur dan agensi (Priyono, 2002).Giddens mengatakan bahwa, “Setiap penelitia n ilmu sosial atau sejarah pasti melibatkan pengaitan tindakan [seringkali digunakan secara sinonim dengan agensi] dengan struktur ... tidak mungkin struktur „menentukan‟ tindakan atau sebaliknya.”(Ritzer & Goodman, 2011) . Namun, menurut Giddens, hubungan antara struktur dan agensi merupakan dualitas (timbal-balik) dan bukan dualisme (pertentangan).Agensi merupakan orang-orang yang melakukan tindakan dan praktik yang konkret dalam kontinuitas tindakan dan peristiwa di dunia.Kemudian, struktur merupakan aturan dan sumberdaya yang terbentuk dari dan membentuk perulangan praktik sosial (Priyono, 2002).

Dualitas yang dimaksud oleh Giddens adalah bahwa agensi dan struktur tidak dapat dipahami secara terpisah satu sama lain. Semua tindakan sosial melibatkan struktur dan semua struktur melibatkan tindakan sosial.Aktivitas yang terus-menerus dijalankan oleh manusia ini adalah hal yang membentuk jalinan erat antara agensi dengan struktur.Ketika agensi mengekspresikan dirinya, manusia melakukan praktik.Kemudian, praktik tersebut menghasilkan kesadaran dan struktur (Ritzer & Goodman, 2011).Dualitas terletak pada saat tindakan sosial

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Giddens melihat adanya tiga gugus besar struktur.Pertama, struktur penandaan atau signifikasi, yang menyangkut tata simbol dan wacana.Kedua, struktur dominasi, yang mencakup tata penguasaan atas orang (politik) dan barang (ekonomi).Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi, yang mencakup peraturan normatif yang terungkap dalam tata hukum.Ketiga gugus besar ini berkelindan dan membentuk suatu struktur besar.Struktur ini lah yang menjadi dasar untuk melakukan praktik sosial.(Priyono, 2002)

Giddens menyatakan, bahwa manusia sebagai agen atau pelaku praktik sosial ini mengetahui akan keberlangsungan struktur ini, namun tahu tidak berarti sadar. Terdapat tiga dimensi internal pelaku.Pertama, motivasi tak sadar, yang menyangkut keinginan atau kebutuhan yang berpotensi mengarahkan tindakan.Kedua, kesadaran diskursif, yang mengacu pada kapasitas kita merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakan kita.Ketiga, kesadaran praktis, yang menunjuk pada gugus pengetahuan praktis yang tidak selalu bisa diurai. Kesadaran praktis ini merupakan kunci untuk memahami proses bagaimana berbagai tindakan dan praktis sosial lambat-laun bisa menjadi struktur, dan bagaimana struktur tersebut bisa mengekang serta memampuan tindakan dan praktik sosial manusia. (Priyono, 2002)

2.1.5. Hegemoni

Globalisasi merupakan konteks kekuasaan dan menegaskan hirarki dalam kekuasaan (Findlay, 2004). Dalam globalisasi, Gramsci dalam Green dan Ward (2004) menyebutkan, bahwa negara kapitalis mengamankan legitimasi mereka dengan proses hegemoni. Hegemoni merupakan proses yang mendukung status quo yang dimiliki oleh masyarakat dominan sehingga hal itu muncul seolah-olah

sebagai konsensus yang telah disepakati bersama. “Konsensus” ini kemudian diaplikasikan menjadi hukum yang berlaku di masyarakat dan dapat

mempertahankan pemerintahan yang berkuasa. Dalam Adamson (1980), disebutkan, bahwa terdapat konsep dominasi dalam hegemoni, yaitu monopoli negara dalam arti kekerasan dan peran yang

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Istilah “hegemoni” dapat digunakan dalam hubungan internasional. Pertama, hegemoni mengacu pada hubungan kekuasaan dan distribusi, seperti militer, teknologi, dan finansial. Yang kedua, adalah dominasi dari beberapa ide atau asumsi-asumsi, seperti liberalisme ekonomi dan globalisasi (Moghalu, 2006). Moghalu juga mengatakan bahwa hegemoni ini berjubah sebagai globalisasi norma yang seakan menuntut semua pihak yang terlibat untuk tunduk dalam hegemoni. Dalam Held (2003) yang dikutip oleh Aas (2007), selain berbicara soal hubungan sosial kekuasaan, hegemoni dalam globalisasi berbicara tentang meningkatnya intensitas dan kecepatan interkoneksi global serta meningkatkan dampaknya terhadap local development.

Dalam teori Strukturasi Giddens, terdapat konsep motivasi tak sadar, kesadaran diskursif, dan kesadaran praktis. Dalam arus globalisasi, wacana perdagangan internasional yang akan memajukan ekonomi suatu negara membuat munculnya keinginan suatu negara untuk mencapai kemajuan ekonomi yang tinggi. Hal itu merupakan motivasi tak sadar yang kemudian berkembang menjadi kesadaran diskursif dan kesadaran praktis. Dalam hal ini, hegemoni membuat adanya kesadaran moral dan pengaruh kultural, kemudian pihak yang dihegemoni menyetujui subordinasi atas diri mereka. Konsep kesadaran Giddens ini turut memunculkan adanya struktur yang lebih besar, yaitu struktur dominasi yang juga tidak bisa terlepas dari adanya struktur signifikasi dan legitimasi.

Universitas Indonesia

2.1.6. Kebijakan Publik

Kebijakan privatisasi air merupakan kebijakan publik. Dalam buku Analisis Kebijakan Publik karya Edi Suharto (2006), terdapat kutipan Dye yang diambil dari Young dan Quinn (2002) yang memberikan definisi kebijakan publik, yaitu whatever governments choose to do or not to do. Edi Suharto juga mengutip definisi yang disampaikan oleh Anderson tentang kebijakan publik yang lebih spesifik, yaitu a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern.