Perubahan Struktur Sosial dan Implikasinya

Perubahan Struktur Sosial dan Implikasinya

Kebijakan politik etis oleh pemerintah pusat terhadap Muslim Mindanao paska kemerdekaan yang dimaksudkan untuk membangun integrasi minoritas Muslim dalam negara nasional telah memfasilitasi terjadinya perubahan struktur sosial politik di Mindanao. Pada waktu yang sama berbagai pemerintahan Muslim di Timur Tengah seperti Mesir dan Saudi Arabia juga memberikan beasiswa kepada anak-anak muda Muslim Mindanao untuk menempuh pendidikan di

masing-masing negara tersebut. 43 Namun kebijakan migrasi besar-besaran oleh pemerintah pusat melanjutkan program pemerintah Amerika terus terjadi dan bahkan lebih massal berakibat pada berlanjutnya pengalihan kepemilikan tanah dan pos-pos kekuasaan di Mindanao oleh para migran yang notabene pengikut agama Katolik. 44

Munculnya kelas terpelajar dan terdidik Muslim Mindanao sebagai buah dari politik etis ini menjadi barisan

43 Moshe Yegar, Between Integration and Secession: The Muslim Communities of the Southern Philippines, Southern Thailand, and Western Burma/Myanmar (Maryland:

Lexington Books, 2002), 228-229. 44 MAJ Thomas G. Wilson, Jr., Extending Autonomous Region In Muslim Mindanao

to the Moro Islamic Liberation Front a Catalyst for Peace: Monograph (Kansas: School of Advance Military Studies US Army Command and General Staff College Fort Leavenworth, 2009), 13.

Dinamika Minoritas Muslim Mencari Jalan Damai

para elit baru yang lahir sebagai pemimpin yang terdidik dan modern. Mereka umumnya mengandalkan kemampuan dan ilmu pengetahuan daripada warisan kepemimpinan dari struktur

sosial lama yang feodal atau datu. 45 Nur Misuari, pelopor dan pemimpin MNLF, adalah anak dari keluarga miskin berasal dari suku Tausug di Jolo yang mendapatkan beasiswa dari program politik etis pemerintah tersebut yang di kemudian hari menjadi profesor studi Islam di University of the Philippines. Sedangkan Salamat Hasyim adalah kelahiran Cotabato dari suku Maguindanao yang kemudian menjadi pendiri dan pemimpin MILF yang juga anak keluarga biasa yang mendapat beasiswa dari pemerintah Mesir untuk melanjutkan kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo. Perlawanan atas kesenjangan dan diskriminasi serta berlanjutnya pengalihan kepemilikan tanah serta pergeseran penguasaan politik di Mindanao tidak

cukup lagi melalui sistem datu yang berlaku. 46 Para pemimpin baru tersebut bergabung dalam suatu kesadaran perjuangan bersamaan dengan naiknya nasionalisme dan perlawanan terhadap dominasi Barat dan penjajahan di hampir seluruh dunia dan khususnya di Asia Tenggara sejak berakhirnya Perang Dunia II. Baik Nur Misuari maupun Salamat Hasyim, keduanya menjadi aktivis dan pemimpin gerakan mahasiswa di kampusnya masing-masing untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan dan pemerintahan yang dianggap tidak adil. Kasus Jubidah Massacre dan Ilaga memecut mereka untuk bersatu dan membangkitkan Muslim Mindanao dalam perlawanan terhadap pemerintah pusat dengan melihat kenyataan ketidakadilan yang berlangsung di daerah asalnya, yaitu Mindanao.

45 Patricio N. Abinales, Making Mindanao: Cotabato and Davao in the Formation of the Philippine Nation-State (Manila: Ateneo de Manila University, 2000), 166-167. 46

Thomas M. McKenna, Muslim Rulers and Rebels, 143-145.

Munculnya Gerakan Alternatif Untuk Perdamaian

Pada saat yang sama, pemerintahan Ferdinand Marcos baru memulai kekuasannya dengan memenangi pemilihan umum. Untuk memperkukuh kekuasaannya, Marcos melakukan kebijakan penguatan pemerintah pusat disertai dengan pelemahan terhadap para datu di Mindanao. Hal itu dilakukan dengan cara memotong pengaruh mereka dan mempersempit peluang untuk menempati pos-pos politik

baik di daerah maupun di pusat. 47 Karena itu momentum perlawanan para pemimpin baru, yang dipimpin oleh Nur Misuari dan Salamat Hasyim, mendapat sokongan dari sebagian datu yang tersingkir oleh kebijakan Marcos. Dengan demikian, sejak saat itu telah tumbuh suatu struktur baru masyarakat Muslim Mindanao, dari sistem yang semata-mata datu yang feodal kepada kepemimpinan terpelajar dan egaliter. Martial Law yang dikeluarkan oleh Presiden Ferdinand Marcos 1972 untuk mencegah reaksi Muslim Mindanao akibat terbongkarnya Jubidah Massacre justru memicu tumbuhnya persatuan di antara mereka dan menumbuhkan identitas baru sebagai Bangsamoro.

Kepemimpinan baru tersebut menemukan momentumnya pada MNLF dan kepemimpinan Misuari. Kebanggaan sebagai Bangsamoro muncul bersamaan dengan penggunaan Islam sebagai identitas dan simbol perlawanan politik dan sekaligus melawan cap keterbelakangan dan barbar atau uncivilized dalam tradisi dan politik Filipina. MNLF, misalnya, mampu membangun pasukan bersenjata Bangsamoro Armed Force (BAF) sampai berjumlah 20.000 hingga 30.000 orang dan mampu memobilisasi bukan hanya laki-laki tetapi juga

perempuan. 48 MIM (Mindanao Independent Movement) juga

47 Patricio N. Abinales, Making Mindanao, 155-159. 48 Fainur G. Estino Jairi, Misuari’s Ideology: A Critical Inquiry on The Islamicity

of MNLF Ethnic-Oriented Pangluwas-Lungsad (Struggle), Institute of Islamic Studies University of the Philippines.2007. Tesis. Tidak Diterbitkan. BAB II.

Dinamika Minoritas Muslim Mencari Jalan Damai

ikut bergabung dan mendukung MNLF. MIM sendiri digagas oleh seorang datu dan bekas Gubernur Cotabato, Datu Utdung Matalam, yang telah lebih dulu lahir di Cotabato. Ketika menjadi gubernur, Datu Utdung Matalam cenderung akomodatif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat namun disingkirkan oleh orang-orang Marcos dan kemudian melakukan gerakan perlawanan dan menyatakan hendak mendirikan Republik Filipina meskipun dengan pengaruh

yang sangat lokal. 49 Namun, agenda MNLF dan Nur Misuari yang mencanangkan transformasi ke dalam Bangsamoro berupa kritisisme terhadap feodalisme dan kepemimpinan tradisional serta penghapusan sistem datu yang dianggap mengganggu transformasi sehingga gerakan MNLF dan Misuari itu pada akhirnya mendapat reaksi balik dari kalangan datu. 50 Karena itu, ketika terjadi negosiasi antara MNLF dengan GRP pada masa Marcos pada awal 1970-an yang berujung pada penandatanganan Memorandum of Peace Agreement (PA) di Tripoli pada tahun 1976, tampaknya Nur Misuari tidak menyadari bahwa Presiden Ferdinand Marcos telah melakukan pendekatan terhadap sejumlah datu tertentu dengan berbagai

konsesi kekuasaan riil untuk mereka. 51 Marcos, misalnya, melakukan perubahan pembagian region baru dengan membagi Mindanao menjadi dua daerah otonom, region IX (Central Mindanao) dan region XII (Sulu). 52 Pembagian region tersebut di samping mengacaukan kesepakatan PA atas wilayah otonomi yang disepakati atas 13 provinsi dari 24 di Mindanao

49 McKenna, Muslim Rulers and Rebels,” 144-148.

51 McKenna, Muslim Rulers and Rebels,” 165. 52 McKenna, Muslim Rulers and Rebels,” 165. Alex B. Brillants, Jr., “Institutional and Politico-Administrative Response

on Armed Conlicts,” Manila: Philippine Human Development Report 2005 (Tidak Diterbitkan).

Munculnya Gerakan Alternatif Untuk Perdamaian

dan 9 kota dalam PA tersebut juga berimplikasi pada perluasan tempat bagi konsesi terhadap para datu tersebut.

Di sisi lain, tercapainya PA tersebut juga ditandai dengan munculnya kelompok yang tidak puas di dalam MNLF sendiri yang dipimpin oleh Salamat Hasyim, Deputy Chairman dari Nur Misuari, yang kemudian mendirikan organisasi tandingan MILF yang belakangan dideklarasikan secara resmi pada 1983. Dengan demikian, klaim representasi Bangsamoro yang hanya terpusat pada satu kelompok MNLF, dengan tidak mengabaikan faktor kebijakan divide et impera dari Marcos dan keterlibatan Malaysia dalam mendorong berdirinya MILF karena mencurigai ide Nur Misuari yang mengklaim Sabah sebagai bagian dari Kesultanan Sulu, telah berbuntut terbelahnya Muslim Mindanao. Mereka terbelah setidaknya ke dalam tiga kelompok kepentingan, yaitu para datu, MNLF dan MILF. Bangkitnya rivalitas kepemimpinan tersebut, dengan berbagai alasan, tidak hanya merupakan tantangan bagi pelaksanaan PA yang berasal dari dalam, tetapi juga memperkuat posisi pemerintah pusat atas gerakan pembebasan di Mindanao, baik oleh MNLF maupun MILF.