PENGERTIAN AUTISME

e. Faxations (Minat Terhadap Suatu Objek Tertentu)

Setiap anak dengan autisme memiliki minat dan kesenangan pada objek atau kegiatan tertentu. Biasanya kebanyakan anak dengan Setiap anak dengan autisme memiliki minat dan kesenangan pada objek atau kegiatan tertentu. Biasanya kebanyakan anak dengan

Dalam beberapa kasus yang dituliskan melalui novel berdasarkan kisah hidup nyata orang tua yang memiliki anak autisme, kebanyakan anak mereka dapat berhasil dan sukses dalam hidupnya dengan cara terus mendalami minatnya terhadap suatu objek tertentu seperti menyanyi, melukis, matematika dan lain sebagainya. Kesemuanya itu dapat dikembangkan menjadi bekal untuk anak dalam kehidupannya kelak dan juga dapat membantu untuk mempermudah pendidikan terhadap si anak.

Yuwono (2009:55) misalkan menulis bahwa anak autisme dengan kasus suka terhadap pintu dorong dapat diajarkan soal matematika dan geografi dengan cara meminta anak tersebut untuk menemukan dimana pabrik pintu dorong itu berada sesuai dengan peta dan mengukur berapa jarak pabrik pintu tersebut dengan rumah atau sekolahnya.

Contoh kasus yang kedua anak dengan fixations jalan tol. Bisa juga digunakan untuk mengajari si anak tentang matematika, bahasa inggris dan mengarang (bahasa indonesia). Mula-mula anak akan menggambar jalan tol secara detail, lalu dikenalkan berbagai nama benda yang ada di dalam gambar jalan tol tersebut Contoh kasus yang kedua anak dengan fixations jalan tol. Bisa juga digunakan untuk mengajari si anak tentang matematika, bahasa inggris dan mengarang (bahasa indonesia). Mula-mula anak akan menggambar jalan tol secara detail, lalu dikenalkan berbagai nama benda yang ada di dalam gambar jalan tol tersebut

Di saat melakukan penelitian untuk skripsi yang mengangkat judul tentang anak dengan autisme penulis menemukan seorang anak yang baru berumur 6 tahun tetapi sudah bisa berhitung perkalian dalam jumlah angka ribuan.

Suatu hal yang menakjubkan jika dibandingkan anak lain yang seusia dengannya. Kemudian penulis menyarankan kepada orang tua anak tersebut untuk dapat membantu anaknya dalam menekuni ilmu hitung tersebut. Sehingga suatu saat nanti mungkin ia bisa menjadi seorang yang ahli dalam bidang ilmu hitung tersebut seperti statistik.

Gangguan-gangguan pada perilaku ini akhirnya menyebabkan anak dengan autisme sulit dalam melakukan interaksi sosial dengan orang yang ada di sekitarnya hal ini tampak dari menolak atau menghindar untuk bertatap muka, tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli.

Merasa tidak senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut mau melakukan sesuatu untuknya. Ketika bermain ia selalu menjauh bila didekati (Huzaemah, 2010:9).

Namun terkadang orang tua mengangap hal-hal di atas hanya Namun terkadang orang tua mengangap hal-hal di atas hanya

PERILAKU PADA ANAK

BIASANYA

PERILAKU SOSIAL DENGAN AUTISME

BERKEMBANG

DIBANDINGKAN DENGAN

PADA

ANAK-ANAK BIASANYA

Melihat wajah orang lain

Kelahiran

Baru sedikit muncul pada usia 12 bulan

Memandang seseorang

Baru sedikit muncul pada berserta tatapannya

6-9 bulan

usia 18 bulan

Beralih/menoleh ketika nama

Baru sedikit muncul pada disebut atau dipanggil

6-9 bulan

usia 9 dan 12 bulan

Menunjukkan benda-benda

Baru sedikit muncul pada kepada orang lain

9-12 bulan

usia 12 bulan

Menunjuk pada obyek yang

Baru sedikit muncul menarik

9-12 bulan

pada usia 12 dan 18 bulan

Menunjuk untuk meminta

9-12 bulan

Tidak tertunda pada 18 bulan

Simbolis bermain

14 bulan

Belum dapat bermain pada 18 bulan

Tabel 1: Gejala Awal Autisme Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Autism_spectrum

Selanjutnya untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak, APA (American Psychiatric Assosiation) telah menetapkan karakteria diagnostik gangguan spektrum autisme berdasarkan Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorder

IV (DSM-IV), sebagai berikut:

A. Harus ada sedikitnya gejala dari (1), (2), dan (3)

NO GEJALA PENJELASAN

1 Gangguan a. Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang kualitatif dalam

cukup memadai, kontak mata yang sangat interaksi sosial

kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak yang timbal

gerik yang kurang tertuju. balik.

b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya (sesuai dengan usia anak). c. Tidak bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain (tidak empati) d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal-balik.

2 Gangguan a. Bicara terlambat atau sama sekali tidak kualitatif dalam

berkembang. (tak ada usaha untuk bidang

mengimbangi komunikasi dengan cara non- komunikasi.

verbal/tanpa bicara)

Seperti b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak ditunjukkan

dipakai untuk berkomunikasi. minimal 1 dari

c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan gejala-gejala di

diulang-ulang

samping ini. d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.

NO GEJALA PENJELASAN

3 Adanya pola- a. Mempertahankan suatu minat atau lebih pola yang

dengan cara yang sangat khas dan berlebih- dipertahankan

lebihan.

dan diulang- b. Terpaku pada suatu hal atau kegiatan yang ulang dalam

ritualistik atau rutinitas yang tidak ada prilaku, minat,

gunanya.

dan kegiatan. c. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan Sedikitnya

diulang-ulang

harus ada 1 d. Sering kali sangat terpukau pada bagian- dari gejala di

bagian benda.

samping ini

B. Gejala-gejala di atas timbul sebelum usia 3 tahun, dan adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:

1. Interaksi Sosial

2. Bicara/berbahasa

3. Cara bermain baik simbolik atau Imajinatif

C. Tidak termasuk sindrom Rett, Gangguan Disintegrasi Masa Kanak, dan Sindroma Asperger.

Kresno (2011:13) menuliskan, secara garis besar, kriteria Diagnostik yang diterapkan oleh APA tersebut di atas dapat "diringkas" menjadi demikian:

™ Keterbatasan kemampuan dalam bidang sosialisasi ™ Keterbatasan kemampuan dalam bidang komunikasi ™ Keterbatasan kemampuan dalam bidang emosionalitas

™ Kecenderungan melakukan perilaku repetitif atau berulang-ulang

™ Gangguan dalam bidang persepsi Selain itu, gangguan pada anak autisme dapat dikelompokan

berdasarkan ciri-ciri yang tersedia sebagai kriteria untuk mendiagnosis autisme. Hal ini terkenal dengan istilah "Wing's Triad of Impairment" yang dicetuskan oleh Lorna Wing dan Judy Gould (Yuwono, 2009:25). Tiga gangguan yang ditulis oleh Wing dijabarkan secara berbeda dalam tulisan Jordan (2001) dan Wall (2004) meskipun secara deskriptif memiliki kesamaan. Jordan menuliskan tiga gangguan tersebut terdiri dari interaksi sosial, bahasa dan komunikasi, serta pikiran dan prilaku. Sedangkan Wall menuliskan interaksi sosial, komunikasi dan imajinasi. Perbedaannya hanya pada istilah pikiran dan prilaku dengan imajinasi. Tetapi keduanya menjabarkan dalam manifestasi yang tidak jauh berbeda (Yuwono, 2009:25).

Gambar 3. Gambar adanya keterikatan tiga gangguan pada anak autisme

Sumber: Yuwono (2009:27)

Gambar di atas menunjukan adanya saling keterikatan antara ketiga aspek. Jika perilaku bermasalah maka dua aspek interaksi sosial dan komunikasi dan bahasa akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Sebaliknya jika kemampuan komunikasi dan bahasa anak tidak berkembang, maka anak akan kesulitan dalam mengembangkan perilaku dan interaksi sosial yang bermakna. Demikian pula jika anak memiliki kesulitan dalam berinteraksi sosial. Implikasi terhadap penanganannya atas pemahaman ini adalah penanganan yang bersifat integratif (keterpaduan) karena sifat masalah anak autisme yang tidak dikotomis (Yuwono, 2009:27).

Harus diketahui bahwa autis memiliki kemungkinan untuk dapat disembuhkan, tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada. Jika penyandang autis ditangani secara dini, terpadu dan lebih serius, persentase kesembuhannya pasti akan jauh lebih besar. Sebagai contoh misalnya Rion (bukan nama sebenarnya) mengalami perkembangan yang cukup baik dan memiliki kemampuan yang hampir sama dalam membaca dengan anak seusianya (enam tahun) bahkan dalam hal menghitung Rion sudah bisa melakukan perkalian dengan nominal angka di atas ratusan.

Menurut pengakuan dari orang tua Rion ketika diwawancarai mengatakan bahwa Rion sudah diterapi sejak usia dua tahun dan dalam pendidikan Rion tidak hanya diterapi namun juga Menurut pengakuan dari orang tua Rion ketika diwawancarai mengatakan bahwa Rion sudah diterapi sejak usia dua tahun dan dalam pendidikan Rion tidak hanya diterapi namun juga

Dari contoh di atas tampak bahwa terapi yang dilakukan oleh orang tua Rion kepada Rion sudah dilakukan sejak Rion berada pada usia dini yaitu usia di bawah lima tahun (balita) usia yang dikategorikan sebagai usia keemasan anak (golden age). Ditambah lagi terapi yang dilakukan kepada Rion bersifat terpadu di mana melibatkan keseluruhan elemen dalam bidang pendidikan seperti; guru, orang tua, tenaga terapis, psikolog serta tenaga profesional lainya yang ada demi kemajuan perkembang anak.

Faktor pendukung lainnya juga tampak dari keseriusan orang tua dan keluarga dalam keikut sertaan menemani Rion dalam proses terapi dan proses pendidikannya. Ada banyak contoh kasus keberhasilan orang tua dalam mendidik anak dengan autisme ini. Beberapa di antaranya dituliskan ke dalam sebuah novel dan mungkin dapat dibaca sebagai motivasi para orang tua dalam menemani perjalanan hidup anak dengan autisme. Berikut beberapa judul novel yang sempat dibaca oleh penulis: “Tumbuh di tengah badai” karangan Herniwatty Moechiam dan “Faisal sayang mama sampai tua” karangan Sri Murni.

Namun ada juga kegagalan dalam mendidik anak dengan autisme contoh kasus dalam hal ini adalah Alex (bukan nama sebenarnya). Penanganan yang diberikan orang tua Alex kepada anak mereka terkesan kurang serius dan terpadu.

Hal ini terungkap ketika penulis melakukan wawancara dengan orang tua Alex. Di mana orang tuanya mengaku kalau Alex terpaksa dikeluarkan dari taman kanak-kanak karena ketidak- sanggupan orang tua ketika mendengar anaknya diberi label “gila” oleh orang tua anak lainnya, adanya rasa piilih kasih yang ditunjukkan tenaga pengajar di sekolah serta ditambah lagi dengan dikucilkannya Alex oleh teman-temannya ketika bermain.

Hal ini diperparah lagi dengan sempat terhentinya proses terapi yang diberikan kepada Alex dikarenakan orang tua harus pindah keluar kota, dimana di kota tersebut tidak ada tempat terapi untuk anak autisme. Dan ketika Alex memasuki usia sembilan tahun Alex baru bisa diterapi kembali sehingga perkembangan Alex terlihat lambat dan dalam beberapa kesempatan ketika diterapi Alex tampak susah menerima terapi yang diberikan oleh tenaga terapis yang ada karena usia keemasan (golden age) Alex sudah lewat. Dari sini kemudian dapat disampaikan kepada para orang tua supaya memiliki komitmen dan keseriusan dalam menemani proses pendidikan dan terapi yang dijalankan oleh anak dengan kebutuhan autisme ini.