Defenisi Pendidikan

A. Defenisi Pendidikan

Jika dilihat dari defenisinya, pendidikan dapat di bagi kepada tiga defenisi. Yang pertama, defenisi secara luas, kedua, defenisi secara sempit, ketiga, defenisi secara alternatif atau luas terbatas. Defenisi Pendidikan secara luas dapat diartikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu (Mudyaharjo, 2001:3). Yang memiliki tujuan: pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan Jika dilihat dari defenisinya, pendidikan dapat di bagi kepada tiga defenisi. Yang pertama, defenisi secara luas, kedua, defenisi secara sempit, ketiga, defenisi secara alternatif atau luas terbatas. Defenisi Pendidikan secara luas dapat diartikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu (Mudyaharjo, 2001:3). Yang memiliki tujuan: pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan

Sedangkan Langeveld merumuskan tujuan pendidikan dengan metode berpikir secara fenomenologis, yaitu dengan mendidik untuk mencapai kedewasaan (Pribadi, 1987:55). Tentu saja meninjau gejala pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tinjauan filsafat tentang hakekat manusia. Menurut Langeveld dalam filsafat pendidikan, berbagai aspek hakiki anak didik harus diakui, yaitu:

a. Manusia adalah makhluk sosial (Prinsip sosialitas manusia) yang memungkinkan proses pengaruh- mempengaruhi.

b. Manusia menunjukkan perbedaan-perbedaan individual, karena itu manusia bukan robot sebagai hasil produksi masal (prinsip individualitas manusia)

c. Manusia itu pada dasarnya mampu mengenal norma- norma kesusilaan dan mampu berbuat susila, karena itu manusia mempunyai hati nurani (prinsip identitas moril) tanpa mengakui prinsip ini manusia tak mungkin dapat dididik menjadi manusia yang berbudi luhur, yang mampu berbuat kebaikan.

d. Manusia sebagai individu itu mempunyai nilai kedirian, karena tidak ada dua individu yang sifatnya sama dari d. Manusia sebagai individu itu mempunyai nilai kedirian, karena tidak ada dua individu yang sifatnya sama dari

Sedangkan dalam defenisi sempit, Pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diberikan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka (Mudyaharjo, 2001:6).

Pendidikan dalam arti sempit ini sangat dekat dengan teori

B.F Skinner yang merupakan salah seorang pakar behaviorisme terkemuka. Skinner dalam bukunya Beyond Freedom and dignity antara lain menyatakan: “pengaruh-pengaruh lingkungan membentuk kita seperti apa yang ada sekarang ini”. Dia juga mengatakan bahwa kita dikontrol oleh lingkungan kita, dan sebagian besar lingkungan kita membentuk kita seperti apa yang kita capai sekarang ini (Mudyaharjo, 2001:8).

Jika kedua defenisi tersebut saling bertentangan maka defenisi yang terakhir mencoba menyatukan antara kedua defeinisi (luas dan terbatas) tersebut menjadi defenisi alternatif atau luas terbatas. Dalam defenisi alternatif dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah Jika kedua defenisi tersebut saling bertentangan maka defenisi yang terakhir mencoba menyatukan antara kedua defeinisi (luas dan terbatas) tersebut menjadi defenisi alternatif atau luas terbatas. Dalam defenisi alternatif dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah

Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non-formal, dan informal di sekolah dan di luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan- kemampuan individu, agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat (Mudyaharjo, 2001:11).

Sehingga dalam kaitannya dengan hal ini, peranan sekolah (sebagai lembaga pendidikan formal) dan keluarga (sebagai lembaga pendidikan informal) serta tempat terapi (sebagai lembaga pendidikan nonformal) diharapkan mampu melakukan sinergi dalam mendidik anak dengan autisme.

Jadi apa yang dididik oleh pihak sekolah dapat dilanjutkan oleh pihak keluarga dalam kehidupan sehari-hari atau sebaliknya. Begitu juga dengan tempat terapi. Di sinilah letak intensifitas pendidikan atau pendidikan yang terus-menerus bagi anak dengan autisme dapat berlaku.