Hasil Analisis Data dan Pembahasan

C. Hasil Analisis Data dan Pembahasan

1. Analisis Deskriptif

a. Analisis Kontribusi Sektoral

Analisis ini digunakan untuk melihat perubahan struktur ekonomi di Kota Administrasi Jakarta Selatan. Salah satu indikator terjadinya perubahan struktur ekonomi adalah terjadinya pergeseran kontribusi sektoral di dalam PDRB yang ditandai dengan menurunnya kontribusi salah satu sektor atau beberapa sektor ekonomi, atau sebaliknya terjadi peningkatan kontribusi.

Tabel 4.14

Kontribusi PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan

Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2007-2010

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah

No. Lapangan Usaha

Rata- rata

1. Pertanian 0.08 0.08 0.07 0.07 0.07 2. Pertambangan dan Penggalian

0 0 0 0 0.00 3. Industri Pengolahan

1.80 1.79 1.79 1.72 1.78 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 5. Bangunan

15.04 15.31 15.50 15.58 15.36 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

20.94 20.87 20.81 20.83 20.86 7. Pengangkutan dan Komunikasi

7.68 8.62 9.57 10.44 9.08 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

42.31 41.16 40.08 39.23 40.69 9. Jasa-jasa

11.87 11.87 11.89 11.85 11.87

PDRB

100.00

100.00

100.00

100.00 100.00

Pada Tabel 4.14 diatas menunjukkan kontribusi dari sembilan sektor ekonomi terhadap PDRB terbesar di Kota Administrasi Jakarta Selatan dalam kurun waktu 2007-2010 adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 40,69 persen, yang memberikan kontribusi kedua terbesar adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20,86 persen, lalu sektor bangunan sebesar 15,36 persen, sektor jasa-jasa 11,87 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 9,08 persen. Sektor yang menyumbang kontribusi kecil antara lain sektor industri pengolahan 1,78 persen, sektor listrik, gas, dan air bersih 0,29 persen, dan sektor pertanian 0,07 persen.

Tabel 4.15 Kontribusi PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2010

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah Berdasarkan Tabel 4.15 diatas dapat dilihat bahwa kontribusi PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan menurut lapangan usaha berdasarkan harga berlaku tahun 2007-2010

No. Lapangan Usaha

Rata- rata

1. Pertanian 0.08 0.08 0.08 0.08 0.08 2. Pertambangan dan Penggalian

0 0 0 0 0.00 3. Industri Pengolahan

2.23 2.34 2.28 2.32 2.29 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

0.52 0.52 0.51 0.49 0.51 5. Bangunan

15.37 16.03 16.06 16.32 15.95 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

18.85 18.89 19.21 19.39 19.08 7. Pengangkutan dan Komunikasi

8.01 8.21 8.62 9.20 8.51 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

40.57 39.45 38.61 37.59 39.05 9. Jasa-jasa

PDRB

b. Analisis Laju Pertumbuhan

Laju pertumbuhan sektoral digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan masing-masing sektor dari tahun ke tahun dengan memperbandingkan perubahan pendapatan suatu sektor dengan pendapatan sektor pada sebelumnya.

Tabel 4.16 Laju Pertumbuhan PDRB

Kota Administrasi Jakarta Selatan Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2007-2010

No. Lapangan Usaha

-0.25 -0.28 2. Pertambangan dan Penggalian

0 0 0 0 0.00 3. Industri Pengolahan

6.93 5.89 4.95 2.82 5.15 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

8.99 7.59 5.91 6.23 7.18 5. Bangunan

7.26 8.11 6.67 7.08 7.28 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

7.21 5.88 5.04 6.63 6.19 7. Pengangkutan dan Komunikasi

19.55 19.32 16.85 16.26 18.00 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah Selama periode tahun 2007-2010 sektor yang rata-rata pertumbuhannya negatif adalah sektor pertanian sebesar -0,28 persen, sedangkan yang rata-rata pertumbuhannya positif adalah sektor industri pengolahan sebesar 5,15 persen, lalu sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 7,18 persen, sektor bangunan sebesar Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah Selama periode tahun 2007-2010 sektor yang rata-rata pertumbuhannya negatif adalah sektor pertanian sebesar -0,28 persen, sedangkan yang rata-rata pertumbuhannya positif adalah sektor industri pengolahan sebesar 5,15 persen, lalu sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 7,18 persen, sektor bangunan sebesar

2. Analisis Kuantitatif

a. Analisis Location Quotient

Analisis Location Quotient (LQ) adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daaerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. (Tarigan, 2005: 82).

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi manakah yang termasuk sektor basis dan sektor non basis. Sektor yang mengekspor ke daerah lain disebut sektor basis sedangkan sektor yang tidak mampu mengekspor ke luar negeri disebut sektor non basis.

Rumus yang dipakai untuk menghitung LQ adalah sebagai

= Location Quotient

= sektor ekonomi pembentuk PDRB wilayah

studi

= PDRB total di wilayah studi = sektor ekonomi pembentuk PDRB wilayah

referensi = PDRB total di wilayah referensi

Metode LQ dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Statistic Location Quotient

Analisis Statistic Location Quotient (SLQ) digunakan untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di suatu daerah (Kabupaten/Kota) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala provinsi atau nasional. Analisis SLQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan PDRB sebagai indikator pertumbuhan wilayah (Warpani, 1984 dalam Prima, 2011:40). SLQ dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

= nilai produksi subsektor i pada daerah Kota

Administrasi Jakarta Selatan

= total PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan

= nilai produksi subsektor i pada daerah Provinsi

DKI Jakarta

= total PDRB Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan perhitungan SLQ selama periode waktu 2007-2010 (Tabel 4.17) di Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan menggunakan PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan dan PDRB Provinsi DKI Jakarta, dapat diketahui sektor-sektor yang termasuk sektor basis dan non basis. Maka penentuan suatu sektor itu basis atau non basis didasarkan atas nilai bruto sektoral atas aktivitas produksinya. Berikut hasil perhitungan SLQ dari tahun 2007-2010.

Tabel 4.17

Hasil Perhitungan SLQ Kota Administrasi Jakarta Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010

No.

Lapangan Usaha

2007

2008 2009 2010 Rata-rata

1. Pertanian 0.89 0.89 0.88 0.87 0.44 2. Pertambangan dan Penggalian

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3. Industri Pengolahan

0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

0.43 0.44 0.44 0.44 0.44 5. Bangunan

1.49 1.50 1.50 1.50 1.50 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

0.97 0.96 0.96 0.96 0.96 7. Pengangkutan dan Komunikasi

0.83 0.87 0.87 0.88 0.86 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

1.43 1.42 1.39 1.39 1.41 9. Jasa-jasa

1.03 1.03 1.02 1.02 1.03

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah

Berdasarkan hasil perhitungan analisis SLQ terhadap sembilan sektor perekonomian di Kota Administrasi Jakarta Selatan Atas Dasar Harga Konstan kurun waktu 2007- 2010, diketahui rata-rata SLQ bahwa tiga dari sembilan sektor tersebut merupakan sektor basis/unggul untuk dikembangkan

sektor bangunan; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan yang terakhir sektor jasa-jasa. Nilai rata-rata dari sektor-sektor tersebut di tingkat Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih besar dari sektor yang sama pada perekonomian di tingkat Provinsi DKI Jakarta. Dengan demikian sektor-sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan wilayahnya dan mampu mengekspor ke daerah lainnya. Sedangkan sektor perekonomian lainnya merupakan sektor non basis dalam perekonomian Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan nilai rata-rata SLQ < 1, artinya bahwa tingkat spesialisasi sektor- sektor perekonomian tersebut di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih kecil dari sektor yang sama pada perekonomian tingkat Provinsi DKI Jakarta sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan wilayahnya dan belum mampu mengekspor produksinya ke luar wilayah. Sektor-sektor yag nilai rata-rata SLQ < 1 yaitu: sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; dan sektor pengangkutan dan komunikasi.

b) Dynamic Location Quotient Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah modifikasi dari SLQ, dengan mengakomodasi faktor laju pertumbuhan keluaran sektor ekonomi dari waktu ke waktu.

DLQ dapat dihitung menggunakan formulasi sebagai berikut: (Tri Widodo, 2006:119)

Keterangan:

= laju pertumbuhan sektor i Kota Administrasi

Jakarta Selatan = rata-rata laju pertumbuhan sektor total di Kota

Administrasi Jakarta Selatan = laju pertumbuhan sektor i di Provinsi DKI

Jakarta = rata-rata laju pertumbuhan sektor total di

Provinsi DKI Jakarta = Indeks Potensi Pengembangan Sektor i di

Kota Administrasi Jakarta Selatan

= Indeks Potensi Pengembangan Sektor i di

Provinsi DKI Jakarta Pada penelitian ini, analisis DLQ digunakan untuk mengetahui sembilan sektor yang ada, manakah sektor unggulan di Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Tabel 4.18

Hasil Analisis DLQ Kota Administrasi Jakarta Selatan

Tahun 2007-2010

No.

Lapangan Usaha

Basis

Non Basis

1. Pertanian 1.20 2. Pertambangan dan Penggalian

0.00 3. Industri Pengolahan

1.24 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

1.39 5. Bangunan

1.01 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

1.00 7. Pengangkutan dan Komunikasi

1.03 8. Keuangan, Perusahaan, dan Jasa Perusahaan

1.00 9. Jasa-jasa

1.00 Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah

Berdasarkan perhitungan DLQ terhadap sembilan sektor perekonomian di Kota Administrasi Jakarta Selatan atas harga konstan kurun waktu 2007-2010, hasil perhitungan DLQ Kota Administrasi Jakarta Selatan menunjukkan bahwa sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa yang memiliki DLQ > 1, artinya bahwa potensi perkembangan sektor-sektor perekonomian tersebut di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut masih bisa diharapkan untuk menjadi sektor unggulan di masa yang akan datang bagi Kota Administrasi Jakarta Selatan. Sedangkan sektor yang mempunyai nilai rata-rata DLQ < 1 adalah sektor Berdasarkan perhitungan DLQ terhadap sembilan sektor perekonomian di Kota Administrasi Jakarta Selatan atas harga konstan kurun waktu 2007-2010, hasil perhitungan DLQ Kota Administrasi Jakarta Selatan menunjukkan bahwa sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa yang memiliki DLQ > 1, artinya bahwa potensi perkembangan sektor-sektor perekonomian tersebut di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih cepat dibandingkan sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut masih bisa diharapkan untuk menjadi sektor unggulan di masa yang akan datang bagi Kota Administrasi Jakarta Selatan. Sedangkan sektor yang mempunyai nilai rata-rata DLQ < 1 adalah sektor

b. Analisis Gabungan Statistic Location Quotient dan Dynamic Location Quotient

Gabungan antara nilai Statistic Location Quotient (SLQ) dan Dynamic Location Quotient (DLQ) dijadikan kriteria dalam menentukan apakah sektor ekonomi tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, dan kurang produktif.

Tabel 4.19

Klasifikasi Sektor Berdasarkan SLQ dan DLQ dilihat dari Nilai PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010

SLQ > 1 Unggulan:

persewaan, dan jasa perusahaan; sektor jasa- jasa

Prospektif: -

SLQ < 1 Andalan:

Sektor pertanian; sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi

Tertinggal: Sektor

pertambangan dan penggalian

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah

Berdasarkan tabel nilai rata-rata SLQ dan DLQ Kota Administrasi Jakarta Selatan kriteria guna menentukan sektor Berdasarkan tabel nilai rata-rata SLQ dan DLQ Kota Administrasi Jakarta Selatan kriteria guna menentukan sektor

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; sektor jasa-jasa adalah

sektor unggulan di Kota Administrasi Jakarta Selatan. Sedangkan sektor pertanian; sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor andalan di Kota Administrasi Jakarta Selatan. Untuk sektor prospektif di Kota Administrasi Jakarta Selatan tidak ada. Sedangkan sektor yang tertinggal di Kota Administrasi Jakarta Selatan yaitu sektor pertambangan dan penggalian.

c. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share (SS) merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional).

Tabel 4.20

Perhitungan Analisis Shift Share Kota Administrasi Jakarta Selatan

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011, data diolah Interpretasi nilai SS Kota Administrasi Jakarta Selatan

tahun 2007-2010 adalah sebagai berikut:

a) Sektor Pertanian:

1. Nilai Proportional Shift yang negatif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor pertanian di Kota Administrasi Jakarta Selatan tidak terkonsentrasi dengan daya tumbuh sektor pertanian Provinsi DKI Jakarta.

2. Nilai Differential yang negatif menunjukkan bahwa daya saing sektor pertanian di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih lambat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

b) Sektor Pertambangan dan Penggalian:

1. Nilai Proportional Shift: tidak bisa dihitung, karena sektor ini tidak memberikan kontribusi PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan

No. Lapangan Usaha

Provincial Share

(PS)

Proportional

Share (P)

Differential Shift (DS)

-11248.14 -19094.26 2. Pertambangan dan Penggalian

0 0 0 0 3. Industri Pengolahan

104073.69

-147774.75

-61152.45 -104853.51 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih

-8441941.94 -5525529.89 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

2963542.09

31209.77

-36115.32 2958636.54 7. Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

4062742.62

-1861679.67

-2596704.29 -395641.34 9. Jasa-jasa

1798816.60

136239.00

14732.40 1949787.99

2. Nilai Differential: tidak bisa dihitung, karena sektor ini tidak memberikan kontribusi PDRB Kota Administrasi Jakarta Selatan

c) Sektor Industri Pengolahan:

1. Nilai Proportional Shift yang negatif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor industri pengolahan di Kota Administrasi Jakarta Selatan tidak terkonsentrasi dengan daya tumbuh sektor industri pengolahan Provinsi DKI Jakarta.

2. Nilai Differential yang negatif menunjukkan bahwa daya saing sektor industri pengolahan di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih lambat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

d) Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih:

1. Nilai Proportional Shift yang negatif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor listrik, gas, dan air bersih di Kota Administrasi Jakarta Selatan tidak terkonsentrasi dengan daya tumbuh sektor pertanian Provinsi DKI Jakarta.

2. Nilai Differential yang positif menunjukkan bahwa daya saing sektor listrik, gas, dan air bersih di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih cepat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

e) Sektor Bangunan:

1. Nilai Proportional Shift yang positif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor bangunan di Kota Administrasi Jakarta Selatan 1. Nilai Proportional Shift yang positif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor bangunan di Kota Administrasi Jakarta Selatan

2. Nilai Differential yang negatif menunjukkan bahwa daya saing sektor bangunan di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih lambat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

f) Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran:

1. Nilai Proportional Shift yang positif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kota Administrasi Jakarta Selatan terkonsentrasi dengan daya tumbuh sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

2. Nilai Differential yang negatif menunjukkan bahwa daya saing sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih lambat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

g) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi:

1. Nilai Proportional Shift yang positif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor pengangkutan dan komunikasi di Kota Administrasi Jakarta Selatan terkonsentrasi dengan daya tumbuh sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

2. Nilai Differential yang positif menunjukkan bahwa daya saing sektor pengangkutan dan komunikasi di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih cepat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

h) Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan:

1. Nilai Proportional Shift yang negatif menunjukkan bahwa daya tumbuh keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan di Kota Administrasi Jakarta Selatan tidak terkonsentrasi dengan daya tumbuh sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Provinsi DKI Jakarta.

2. Nilai Differential yang negatif menunjukkan bahwa daya saing sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih lambat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

i) Sektor Jasa-jasa:

1. Nilai Proportional Shift yang positif menunjukkan bahwa daya tumbuh sektor jasa-jasa di Kota Administrasi Jakarta Selatan terkonsentrasi dengan daya tumbuh sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta.

2. Nilai Differential yang positif menunjukkan bahwa daya saing sektor jasa-jasa di Kota Administrasi Jakarta Selatan lebih cepat bila dibandingkan dengan daya saing sektor yang sama di Provinsi DKI Jakarta. Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa struktur

perekonomian di Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2007- 2010 didominasi oleh sektor sekunder dan tersier.

d. Analisis Tipologi Klassen

Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran status perekonomian daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah.

Tabel 4.21

Hasil Perhitungan Analisis Tipologi Klassen Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2008-2010

Kuadran I (Berkembang Cepat)

Sektor bangunan

Kuadran II (Maju tapi Tertekan)

Kuadran III (Maju dan Cepat Tumbuh/Potensial)

Sektor industri pengolahan

Sektor listrik, gas, dan air bersih

Sektor pengangkutan dan komunikasi

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

Sektor jasa-jasa

Kuadran IV (Relatif Tertinggal)

Sektor pertanian

Sektor pertambangan dan penggalian

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan Dalam Angka 2011,

data diolah

Keterangan hasil analisis Tipologi Klassen:

5. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan 5. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan

6. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk).

7. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Yang termasuk dalam Kuadran III yaitu sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.

8. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi 8. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi