Indikator Pembangunan Daerah

D. Indikator Pembangunan Daerah

Di negara berkembang seperti Indonesia, indikator pembangunan dikategorikan menjadi:

1. Indikator Ekonomi

Dapat dikatakan bahwa hampir semua indikator dalam kerangka ekonomi makro tidak ada yang secara langsung dapat berdiri sendiri. Berbagai indikator ekonomi yang sering dibicarakan, antara lain mencakup:

a. Tingkat pertumbuhan ekonomi.

b. Tingkat kemakmuran suatu daerah.

c. Tingkat inflasi.

d. Struktur ekonomi atau struktur PDB atau PDRB menurut pendekatan produksi atau sektoral.

e. Produktivitas sektoral, yang merupakan rasio antara nilai tambah setiap sektor terhadap jumlah tenaga kerja di sektor yang e. Produktivitas sektoral, yang merupakan rasio antara nilai tambah setiap sektor terhadap jumlah tenaga kerja di sektor yang

g. Besaran ICOR (Incremental Capital Output Ratioz.

h. Disparitas pendapatan regional yang dilihat dari perbedaan:

1) Pendapatan per kapita

2) Tingkat pertumbuhan PDB atau PDRB

3) Kemampuan investasi

4) Besaran Indeks Gini (Gini Ratio Indeks)

i. Berbagai macam besaran rasio dan perbandingan-perbandingan:

1) Pajak terhadap PDB atau PDRB

2) Biaya pendidikan, kesehatan, penelitian dan sebagainya terhadap

PDB/PDRB

3) Perbandingan penerimaan pemerintah terhadap PDB/PDRB

4) Perbandingan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan

5) Struktur pembiayaan pembangunan

2. Indikator Non Ekonomi

Berbeda dengan indikator pembangunan ekonomi, indikator pembangunan non ekonomi sebagian besar masih bersifat kualitatif. Meskipun demikian, adanya upaya untuk mengidentifikasikan indikator non ekonomi merupakan langkah maju walaupun hanya bersifat kualitatif daripada tidak dilakukan sama sekali. Dengan semakin membaiknya ukuran-ukuran dan pendekatan yang digunakan, keberadaan indikator non ekonomi diharapkan akan dapat disajikan secara kuantitatif. Beberapa indikator pembangunan non ekonomi ini, antara lain berupa: Berbeda dengan indikator pembangunan ekonomi, indikator pembangunan non ekonomi sebagian besar masih bersifat kualitatif. Meskipun demikian, adanya upaya untuk mengidentifikasikan indikator non ekonomi merupakan langkah maju walaupun hanya bersifat kualitatif daripada tidak dilakukan sama sekali. Dengan semakin membaiknya ukuran-ukuran dan pendekatan yang digunakan, keberadaan indikator non ekonomi diharapkan akan dapat disajikan secara kuantitatif. Beberapa indikator pembangunan non ekonomi ini, antara lain berupa:

Banyak segi kehidupan manusia terutama menyangkut kualitas, yang sangat sulit untuk dikumpulkan keterangannya. Salah satu kesulitannya adalah karena dalam kehidupan sosial banyak faktor yang mempengaruhi dan faktor-faktor tersebut saling berkait satu dengan yang lainnya. Selain permasalahan tersebut, faktor-faktor ini tidak mudah untuk diukur dan digambarkan dalam bentuk deskriptif yang sederhana. Oleh karena itu, dalam penyusunannya dilakukan dengan pertimbangan yang dalam memilih indikator yang disajikan dari data yang tersedia untuk mempelajari perencanaan pembangunan di bidang sosial. Indikator-indikator sosial meliputi berbagai umur, seperti:

1) Indikator Kependudukan

Indikator

kependudukan

meliputi aspek-aspek kewilayahan maupun non kewilayahan. Beberapa indikator kependudukan yang sering digunakan antara lain:

a) Distribusi penduduk menurut daerah.

b) Jumlah penduduk pedesaan dan perkotaan.

c) Kepadatan penduduk.

d) Tingkat urbanisasi.

e) Tingkat pertumbuhan penduduk.

f) Tingkat kelahiran (per 100 atau per 1.000).

g) Tingkat kematian (per 100 atau per 1.000)

h) Angka harapan hidup.

i) Beban ketergantungan.

2) Indikator Keluarga Berencana

Indikator keluarga berencana digunakan untuk mengetahui dan melakukan pengkajian mengenai sejauh mana perkembangan penduduk dalam kurun waktu sekian tahun dari sekarang bilamana faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk dapat diketahui. Beberapa indikator keluarga berencana yang sering digunakan antara lain:

a) Persentase pertumbuhan dalam status kawin (umur 10-49 tahun) menurut golongan umur dan cara mengatur kehamilan yang sekarang dipakai.

b) Persentase perempuan dalam status kawin (umur 10-49 tahun) yang sekarang memakai suatu cara mengatur kehamilan menurut jumlah anak yang masih hidup dan cara mengatur kehamilan yang sekarang dipakai.

c) Persentase perempuan dalam status kawin (umur 10-49 tahun) yang sekarang memakai suatu cara mengatur kehamilan menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dan cara pengaturan kehamilan yang sekarang dipakai.

d) Target dan hasil akseptor baru keluarga berencana yang

dicapai.

3) Indikator Tenaga Kerja

Indikator tenaga kerja terkait dengan permasalahan penduduk dan hasil turunannya, baik yang secara langsung Indikator tenaga kerja terkait dengan permasalahan penduduk dan hasil turunannya, baik yang secara langsung

a) Tingkat partisipasi angkatan kerja (dalam persen).

b) Tingkat pengangguran terbuka (dalam persen).

c) Tingkat pengangguran tersembunyi (dalam persen).

d) Tenaga kerja menurut lapangan usaha (dalam persen).

e) Tenaga kerja menurut jenis pekerjaan (dalam persen).

f) Tenaga kerja menurut status pekerjaan (dalam persen).

g) Persentase penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang

termasuk angkatan kerja.

h) Persentase penduduk yang termasuk angkatan kerja yang

sedang mencari pekerjaan.

i) Persentase penduduk yang termasuk angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan atau yang bekerja kurang dari 10 jam.

4) Indikator Pendidikan

Indikator pendidikan dapat diukur dengan besaran secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan peningkatan kualitas (mutu) maupun kuantitas (jumlah) dalam unsur pendidikan. Upaya untuk meningkatkan kemampuan penduduk dalam kegiatan menulis dan membaca, meningkatnya peran serta penduduk dalam jenjang pendidikan tertentu, merupakan beberapa contoh yang terkait dengan indikator tingkat pendidikan.

Beberapa indikator tingkat pendidikan lain yang sering digunakan antara lain:

a) Besarnya tingkat partisipasi pendidikan menurut jenjang

pendidikan tertentu.

b) Besarnya angka transisi pendidikan (SD-SLTP, SLTP-SLTA, dan SLTA-AK/PT) terhadap jumlah penduduk usia sekolah dasar sampai perguruan tinggi (umur 6-24 tahun).

c) Tingkat buta aksara (dalam persen).

d) Tingkat partisipasi pendidikan kasar (gross enrollment ratio)

jenjang SD, SLP, dan SLA.

e) Penduduk berumur 6-12 tahun yang belum tamat SD dan

tidak sekolah lagi (dalam persen).

f) Tenaga kerja menurut tingkat pendidikan.

g) Angka indeks jumlah murid menurut tingkat pendidikan.

h) Angka indeks sekolah menurut tingkat pendidikan.

i) Rasio murid terhadap sekolah, terhadap guru, dan

sebagainya. j) Banyaknya sekolah dan bangunan sekolah yang mempunyai

fasilitas radio, televisi, dan surat kabar. k) Banyaknya pesawat televisi dan jumlah televisi per 10.000

penduduk.

5) Indikator Kesehatan

Program peningkatan perilaku sehat dan lingkungan sehat, disertai dengan adanya upaya pemberdayaan masyarakat yang Program peningkatan perilaku sehat dan lingkungan sehat, disertai dengan adanya upaya pemberdayaan masyarakat yang

a) Angka kematian bayi (IMR: Infant Mortality Rate).

b) Umur/usia harapan hidup.

c) Angka kesakitan (insident atau prevalent) beberapa penyakit, yang antara lain: diare, malaria, TBC, tetanus, dan wabah atau KLB (kejadian luar biasa).

d) Persentase penduduk pedesaan yang mendapat air bersih sebanyak 60 liter per hari dan juga persentase penduduk kota yang mendapatkan air bersih sebanyak 100-150 liter per hari.

e) Persentase penduduk yang mempunyai tempat sampah yang

memadai.

f) Jumlah dokter, perawat kesehatan dan kader pembangunan

bidang kesehatan per 10.000 penduduk.

g) Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Pos Kesehatan

per 100.000 penduduk.

h) Jumlah tempat tidur rumah sakit per 10.000 penduduk.

i) Jumlah pemeriksaan antenatal dan persalinan di KIA

(kesehatan ibu dan anak). j) Jumlah imunisasi lengkap per 1.000 penduduk. k) Tingkat penggunaan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Pos

Kesehatan dan tempat tidur rumah sakit.

l) Jumlah pengeluaran untuk biaya kesehatan per kapita per

tahun.

6) Indikator Gizi

Dalam hal program perbaikan gizi yang juga masuk dalam kategori bidang sosial, dapat ditempuh dengan cara meningkatkan intelektualitas dan produktivitas SDM (Sumber Daya Manusia). Menurunnya prevalensi kurang gizi pada anak balita (bawah lima tahun) dari 26,3% menjadi 20,0% dan juga menurunnya prevalensi gizi lebih dari 12% menjadi kurang dari 10% merupakan salah satu contoh indikator yang menunjukkan adanya peningkatan dalam masalah gizi. Beberapa indikator gizi lain yang sering digunakan antara lain:

a) Rata-rata penyediaan kalori per orang per hari, untuk konsumsi dalam negeri menurut asal bahan makanan.

b) Rata-rata penyediaan protein per orang per hari, untuk konsumsi dalam negeri menurut asal bahan makanan.

c) Rata-rata penyediaan lemak per orang per hari, untuk konsumsi dalam negeri menurut asal bahan makanan.

d) Jumlah anak-anak yang baru lahir dengan berat badan kurang

dari 2.500 gram.

e) Jumlah anak umur 3 tahun dengan berat badan kurang dari

11,5 kg.

f) Angka prevalensi gondok endemik.

7) Indikator Rumah Tangga

Indikator rumah tangga sangat terkait dengan permasalahan pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk didalamnya jenis konsumsi makanan dan perkembangan tingkat harga terkait dengan jenis makanan yang bersangkutan. Beberapa indikator rumah tangga lain yang sering digunakan antara lain:

a) Konsumsi rata-rata per kapita setahun yang terdiri dari bahan

makanan pokok.

b) Persentase/pengeluaran rata-rata per kapita tiap bulan untuk kelompok bahan makanan terhadap keseluruhan pengeluaran.

c) Persentase/pengeluaran rata-rata per kapita tiap bulan untuk pemakaian alas kaki dan tutup kepala terhadap keseluruhan pengeluaran.

d) Indeks harga konsumen sektor makanan untuk beberapa

wilayah/daerah/kecamatan.

e) Indeks harga konsumen sektor sandang untuk beberapa

wilayah/daerah/kecamatan.

8) Indikator Hukum

Di bidang hukum, ada upaya dari berbagai pihak untuk selalu meningkatkan dan mewujudkan supremasi hukum dengan indikatornya antara lain:

a) Semakin meningkatnya peran-peran dan fungsi legislasi di

dalam menetapkan suatu peraturan.

b) Semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja perancang perundang-undangan yang lebih berkualitas.

9) Indikator Politik

Di bidang politik dapat diprogramkan upaya untuk selalu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan hak dan kewajiban politiknya, dan selalu meningkatkan kualitas komunikasi dan kapasitas kontrol politik masyarakat. Beberapa indikator kinerjanya, misalnya:

a) Terwujudnya berbagai jenis fasilitas sosialisasi politik dan komunikasi politik bagi kegiatan partai politik dan organisasi kemasyarakatan.

b) Meningkatnya budaya politik yang demokratis guna menetapkan persatuan dan kesatuan antar komponen bangsa.

c) Meningkatnya sikap dan perilaku toleran antar berbagai suku,

agama, ras, dan bangsa.

10) Indikator Keamanan dan Ketertiban Umum

Indikator keamanan dan ketertiban umum sangat menentukan tingkat disiplin dan kinerja aparat dan masyarakat di dalam menjaga dan memelihara tingkat stabilitas di suatu wilayah/daerah/kecamatan. Beberapa indikator kinerjanya antara lain meliputi:

a) Banyaknya peristiwa yang dilaporkan ke kepolisian, angka kejahatan per 10.000 penduduk dan indeks angka kejahatan.

b) Persentase kejadian kegiatan per bulan.

c) Persentase penyelesaian perkara kejahatan di setiap

kepolisian daerah (Polda).

d) Skala waktu peristiwa kejahatan (dalam detik).

e) Pelanggaran lalu lintas dan jumlah kecelakaan lalu lintas

yang menyebabkan kematian.

b. Indikator Fisik Prasarana

Pembangunan bidang fisik dan prasarana mempunyai fungsi dan peranan pelayanan, serta fungsi pengembangan dan pertumbuhan untuk pembangunan di bidang yang lain. Oleh karenanya, keberhasilan pembangunan di bidang ini, dapat dikaji dari tingkat efektivitas pemanfaatan sarana fisik dan kelancaran penggunaannya. Indikator-indikator di bidang fisik dan prasarana, antara lain meliputi:

1) Prasarana Jalan

a) Komposisi jalan menurut kewenangan (nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan sebagainya)

b) Kondisi jalan (baik, sedang, rusak, dan sebagainya)

c) Efektifitas pengguna jalan

d) Panjang jalan (total, m per kapita, m per km luas daerah)

e) V-Km (Vehicle Kilometer) secara total per kapita dan per

daerah

f) IRI (International Roughness Indeks)

g) Volume per kapita

2) Angkutan Udara

a) Kedatangan dan keberangkatan pesawat a) Kedatangan dan keberangkatan pesawat

c) Muat dan bongkar bagasi

d) Muat dan bongkar kargo

e) Muat dan bongkat surat

3) Angkutan Laut

a) Kedatangan dan keberangkatan kapal

b) Muat dan bongkar domestik

c) Muat dan bongkar internasional

d) Muat dan bongkar peti kemas

4) Telekomunikasi

a) Kapasitas sambungan

b) Jumlah sambungan

c) Rasio sambungan terhadap penduduk

d) Jumlah wartel

5) Energi

a) Kapasitas terpasang pembangkit tenaga listik

b) Konsumsi listrik (KWH per kapita)

c) Jumlah desa yang ada sambungan listrik

d) Jumlah rumah tangga berlistrik

e) Konsumsi energi ekuivalen dengan batubara par kapita

6) Irigasi

a) Kapasitas irigasi

b) Sawah beririgasi teknis

c) Fungsi dan efektivitas penggunaan irigasi

7) Lingkungan Hidup dan Perumahan

a) Persentase/pengeluaran per kapita tiap bulan untuk perumahan, bahan bakar, penerangan dan air terhadap keseluruhan pengeluaran.

b) Persentase

banyaknya

rumah

tangga di suatu daerah/wilayah/kecamatan di daerah perkotaan dan pedesaan menurut jenis penerangan lampu.

c) Persentase rumah tangga menurut jenis tempat buang air

besar di daerah perkotaan dan pedesaan

d) Persentase banyaknya rumah tangga menurut luas lantai yang

didiami.

e) Rata-rata ruangan per rumah tangga, orang per rumah tangga,

orang per ruangan di daerah kota/pedesaan.

3. Indikator Gabungan

Indikator pembangunan gabungan, oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) pada tahun 1970 dinamakan sebagai indikator perkembangan Sosial Politik Ekonomi. Ada 19 komponen yang dikembangkan didalam indikator ini, yang antara lain meliputi (Kahlil Rowter,1996:1-2 dalam Mulyanto: 2011):

a. Usia harapan hidup.

b. Persentase penduduk disuatu daerah dengan jumlah penduduk 20.000 orang atau lebih.

c. Konsumsi protein hewani per kapita per hari.

d. Persentase anak usia sekolah yang bersekolah primer dan sekunder.

e. Persentase anak usia sekolah yang bersekolah jenjang pendidikan kejuruan (vocational).

f. Jumlah rata-rata orang per meter ruang (rumah, sekolah, dan sebagainya).

g. Konsumsi surat kabar per 1000 orang.

h. Persentase penduduk yang menikmati konsumsi listrik, gas dan air bersih.

i. Hasil pertanian per pekerja pertanian pria. j. Persentase pekerja pria dewasa yang bekerja di sektor pertanian. k. Konsumsi listrik (kilo watt per kapita). l. Konsumsi baja (kg per kapita). m. Konsumsi energi (ekuivalen kg batu bara per kapita). n. Persentase PDB/PDRB dari industri pengolahan. o. Perdagangan luar negeri per kapita dalam harga konstan. p. Persentase pekerja dengan upah terhadap seluruh pekerja.

Bentuk indikator lain yang sejenis dengan indikator di atas, telah pula dikemukakan di tahun 1970-an oleh Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris (Rowter, 1996:2) yang menggunakan 40 indikator untuk melakukan klasifikasi negara-negara sedang berkembang. Indikator- indikator yang digunakan, antara lain mencakup aspek-aspek:

a. Urbanisasi

b. Mobilitas Sosial

c. Tingkat Melek Huruf

d. Tingkat Kelahiran Kasar d. Tingkat Kelahiran Kasar

f. Kebebasan Politik dan Pers

g. Kekuatan Serikat Buruh

h. Produk Domestik Bruto

i. Besarnya Alokasi Investasi

Dua kritik besar/utama atas kedua pendekatan tersebut di atas, adalah: (i) Indikator-indikator yang digunakan lebih menekankan perubahan struktur ketimpangan kesejahteraannya, (ii) Negara-negara berkembang seakan-akan harus berubah sesuai dengan pola yang terjadi di negara maju, dan (iii) Penekanannya pada input (misalnya jumlah dokter per 1.000 orang dan sebagainya, dan bukannya pada output, yakni tingkat kesejahteraan masyarakat.