Teori Kebisingan. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Kebisingan.

2.1.1. Pengertian Gelombang. Gelombang ditimbulkan oleh adanya pergeseran suatu bagian medium elastis dari kedudukan normalnya Medium elastis adalah suatu medium yang dapat mengalami deformasi, contohnya air, udara. Karena sifat elastis medium, maka gangguan tersebut akan ditransmisikan dari suatu lapis ke lapis berikutnya. Pada udara contohnya dari kipas angin. Sebagai akibatnya, gangguan atau gelombang ini akan bergerak maju melalui medium tersebut, sedangkan medium itu sendiri tidak secara keseluruhan bergerak, air digerakkan sehingga timbul gelombang. Bila diperhatikan, maka terlihat bahwa sesungguhnya air bergerak sedikit ke atas dan bawah, serta ke depan dan ke belakang. Sedangkan gelombang mencapai objek, maka gelombang akan membuat objek bergerak, yang berarti gelombang memindahkan tenaga ke benda. Gelombang yang membutuhkan medium untuk perambatannya disebut gelombang mekanis, contohnya gelombag air, dan gelombang suara, sedangkan gelombang yang tidak membutuhkan medium untuk perambatannya disebut gelombang elektromagnetik, contohnya gelombang cahaya. Halliday dan Resnick,1978. Berdasarkan perambatannya gelombang mekanis terbagi dua yaitu gelombang transversal adalah gelombang yang terjadi apabila getaran partikelnya tegak lurus pada Universitas Sumatera Utara arah rambatan gelombang. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang terjadi jika partikelnya bergetar atau bergerak sepanjang arah perambatan gelombang. Sears dan Zemansky,1962. 2.1.2. Terjadinya Bunyi. Bunyi terjadi karena adanya benda yang bergetar yang menimbulkan gesekan dengan zat di sekitarnya. Semua bunyi yang terjadi disekitar kita selalu berasal dari objek yang bergetar, mulai dari bunyi mangkok tukang bakso, bunyi kenderaan bermotor, bahkan suara manusia sendiri. Mangkok bakso berbunyi ketika dipukul oleh sendok, pukulan ini menyebebkan mangkok bergetar. Mesin kenderaan bermotor mengubah energi dari hasil pembakaran menjadi energi mekanis yang selanjutnya dipakai untuk menggerakkan kenderaan. Sumber getaran dapat berupa objek yang bergerak, dan dapat juga berupa udara yang bergerak. Contoh dari udara yang bergerak terjadi pada terompet yang di tiup. Getaran atau gerakan objek atau udara tersebut kemudian menyentuh partikel zat yang ada di dekatnya. Zat itu berupa gas, cairan atau padatan, tergantung letak objek yang bergetar. Partikel zat yang pertama tersentuh yang paling dekat dengan objek akan meneruskan energi yang diterimanya ke partikel disebelahnya. Demikian seterusnya partikel-partikel zat akan saling bersentuhan sehingga membentukn rapatan dan regangan yang dapat digambarkan sebagai gelombang yang merambat. Mediastika, Christina, 2005. Oleh karena itu, keberadaan zat disekitar objek yang bergetar seringkali disebut sebagai sumber bunyi, telah berhenti bergetar, pada keadaan tertentu perambatan Universitas Sumatera Utara gelombangnya masih terus berjalan sampai pada keadaan tertenntu dari objek tersebuit. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikel- partikel udara bergerak ke arah luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Ini sama dengan penyebaran gelombang air pada permukaan suatu kolam dari titik dimana batu dijatuhkan. Partikel-partikel udara yang meneruskan gelombang bunyi tidak berubah posisi normalnya. Dolle. Leslie 1993 2.1.3. Gelombang Bunyi. Sama halnya dengan gelombang lainnya, gelombang bunyi dapat diukur dalam satuan panjang gelombang, frekuensi, dan kecepatan rambat. Mari kita tinjau satu- persatu. Panjang gelombng yang dinotasikan sebagai lambda λ adalah jarak antara dua titik pada posisi yang saling berurutan, misalnya jarak antara dua puncak gunung, atau jarak antara dua lembah. Panjang gelombang diukur dalam satuan meter m dan merupakan elemen yang menunjukkan kekuatan bunyi. Semakin panjang gelombangnya, semakin kuat pula bunyi tersebut, dalam arti, semakin jauh bunyi mampu merambat. Hal ini diperkuat oleh peneliti yang menunjukkan bahwa dalam medium udara, serepan udara pada bunyi dengan gelombang yang pendek Templeton dan Saunders, 1987. Pada tingkat kecepatan rambat yang sama dalam medium yang sama, bunyi dengan gelombang panjang identik dengan frekuensi rendah, dan demikian pula sebaliknya. mediastika, Christina 2005 Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang terdengar sebagai bunyi bila masuk ke telinga. Gelombang longitudinal yang masuk dan terdengar sebagai bunyi pada teliga manusia pada frekuensi 20 – 20.000 Hz atau disebut jangkauan suara yang dapat di Universitas Sumatera Utara dengar addible sound. Bunyi-bunyi yang muncul pada frekuensi dibawah 20 Hz disebut bunyi infrasonik, sedangkan yang muncul di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik, dalam rentang 20 Hz sampai 20.000 Hz tersebut, bunyi masih dibedakan lagi menjadi bunyi- bunyi dengan frekuensi rendah dibawah 1000 Hz, frekuensi sedang 1000 Hz sampai 4000 Hz dan frekuensi tinggi diatas 4000 Hz. Penelitian menunjukkan bahwa manusia lebih nyaman mendengarkan bunyi-bunyi dalam frekuensi rendah. mediastika,Christina 2005. Gelombang yang terdengar oleh telinga berasal dari tali – tali yang bergetar biola, pita suara manusia, kolom udara yang bergetar orgel, clarinet, dan plat serta selaput yang bergetar tambur, pengeras suara, mesin. Suara yang di hasilkan elemen tersebut bergetar ke depan dan merenggangkan udara sewaktu bergerak ke belakang. Udara kemudian mentransmisikan gangguan-gangguan yang ke luar dari sumber tersebut sebagai gelombang. Sewaktu memasuki telinga, gelombang-gelombang ini menimbulkan sensasi bunyi. Halliday dan Resnick,1978 1. Sumber Bunyi. Sumber bunyi adalah benda yang bergetar atau benda yang mendapat gangguan. Getaran dari benda itu merambat melalui zat penghantar sampai ke telinga. Benda yang bergetar adalah zat padat, zat cair dan zat gas. Demikian pula yang merupakan zat penghantar bunyi adalah zat padat, cair dan gas. Pada saat suatu benda dipukul, kita mendengar bunyi, air terjun kita dengar bunyinya, tetapi bunyinya berbeda dengan bunyi senar atau suling. Bunyi senar gitar enak di dengar dan bunyi yang demikian disebut nada. Bunyi alat-alat musik termasuk nada. Perbedaan bunyi itu termasuk nada atau bunyi biasa disebabkan oleh jenis getaran dari Universitas Sumatera Utara benda yang bergetar. Kalau getaran benda merupakan getaran selaras atau mendekati getaran selaras, maka bunyi yang dihasilkannya menjadi nada. Bunyi garfu tala dapat di katakan murni sinusoidal seperti gambar 2.1a. Bunyi terompet tidak murni sinusoidal tetapi masih enak di dengar gambar 2.1b a.bunyi garfu tala b.bunyi terompet Gambar 2.1.Grafik dari nada 2. Keras-lemah dan tinggi-rendahnya bunyi. Keras bunyi loudness sangat dipengaruhi oleh sensasi yang ditimbulkan pada pendengaran seseorang. Jadi, bersifat subjektif, berbeda pada tiap-tiap orang, dan tidak dapat diukur secara langsung dengan suatu alat, berbeda dengan intensitas bunyi yang objektif, dan dapat di ukur dengan alat. Keras bunyi bertambah jika intensitas meningkat, tetapi pertambahan ini tidak terjadi secara linier. Sears dan Zemansky 1962 Makin besar amplitudo suatu getaran, makin keras bunyi yang di hasilkannya. Hal ini sesuai dengan energi getaran E = ½ k A ……………………………………………………………………2.2 Dimana: E = energi getaran Universitas Sumatera Utara K = konstanta pegas A = Amplitudo Energi dari benda yang bergetar dirambatkan oleh bunyi melalui zat penghantar sampai ke telinga dan selaput telinga kita bergetar. Energi getaran bergantung pada amplitudo, juga bergantung pada frekuensi getaran. Energi getaran akan menentukan kesan pendengaran pada telinga yang normal. Makin besar energi getaran, makin kuat kesan pendengaran yang tertangkap oleh telinga. Mundilarto, dkk 1992. 3. Tingkat Intensitas. Intensitas adalah jumlah energi bunyi tiap detiknya menembus tegak lurus bidang seluas satu satuan luas. Karena luasnya daerah intensitas bunyi yang dapat diterima telinga manusia, penggunaan skala logaritma akan mempermudah pembacaan harga intensitas bunyi. Tingkat intensitas suara L dihitung dalam skala logaritmik yang dinyatakan dalam satuan bel atau decibel dB. Hubungan antara intensitas I dengan tingkat intensitas suara dinyatakan dengan: L = 10 log 10 I I o ………………………………………………………….2.3 Dimana : L = Tingkat intensitas bunyi sound pressure level dB I = Intensitas suara wattm 2 I o = Intensitas referensi, diambil dari batas pendengaran telinga manusia wattm 2 Universitas Sumatera Utara Pada pengukuran intensitas bunyi dengan menggunakan tekanan, dikenal istilah sound pressure level SPL, yaitu nilai yang menunjukkan perubahan tekanan didalam udara karena adanya perambatan gelombang bunyi. mediastika,Christina.2005 SPL = 20 log PP o ……………………………………………………………2.4 Dimana : SPL = Sound Pressure Level SPL P = tekanan dalam Pa atau bars 1 Pa = 10 ubars P o = tekanan acuan 20 uPa 2.1.4. decibell dB. Beberapa model pengukuran tingkat kekuatan bunyi yang telah dibahas pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa pada beberapa hal, pengukuran menjadi tidak nyaman dan sulit dilakukan karena menggunakan angka-angka yang terlalu kecil, demikian pula pengukuran tingkat kekuatan bunyi dengan bantuan ambang bawah dan ambang atas telinga pun tidak selalu mudah dilakukan karena terlaku jauh selisihnya, yaitu dari 1 x 10-10 wattm2 sampai 100 wattm2, atau dari 2 x 10-5 Pa sampai 200 Pa. Oleh karena itu, dipakailah model pengukuran dengan sistem rasio atau perbandingan di antara dua nilai tekanan. Perbandingan ini dilakukan dengan sistem logaritmik dan selanjutnya di hitung dalam satuan decibell yang secara umum ditulis decibell. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara IL = 10 log 10 I 2 I 1 = 10 log 10 p 2 p1 1 2 …………………………………...2.5 Dimana : IL = adalah intetnsitas bunyi dB I 2 dan I 1 = intensitas akhir dan awal bunyi yang di bandingkan P 2 dan P 1 = tekanan akhir dan awal yang diperbandingkan Meski menggunakan cara pengukuran yang berbeda, dalam kenyataan dilapangan, baik SPL maupun IL adalah model pengukuran yang berbasiskan 0 dB sebagai level terendahnyna hearing threshold. Kedua-keduanya dapat dipakai sebagai standar pengukuran tingkat kekuatan bunyi, meski sebenarnya, intensitas aktual dan tekanan aktual yang ditunjukkan oleh kedua model melalui angka yang sama memiliki arti yang berbeda-beda dalam ukuran dan satuan. Angka tunggal tingkat kebisingan dijumpai dilapangan bergantung pada faktor: 1. Bahwa tekanan bunyi umumnya mengalami fluktuasi setiap waktu. 2. Adanya perbedaan karakteristik tiap-tiap bunyi pada kondisi tekanan yang berbeda. Terlepas dari adanya faktor yang menurunkan tingkat kebenaran pengukuran bunyi dalam dB, pengukuran kekuatan bunyi dangan satuan dB memudahkan manusia untuk mengetahui ambang batas bawah dan atas dari kekuatan bunyi yang mampu di dengar, sebagaimana digambarkan pada tabel 2.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1.Ambang batas pendengaran manusia dalam dB Sound Pressure Pa Sound Level dB Contoh keadaan 200 20 2 0,2 0,02 0,002 0,0002 0,00002 140 130 120 110 100 90 80 70 60 30 s.d.50 20 0 s.d.10 Ambang bataas atas pendengaran Pesawat terbang tinggal landas Diskotik yang amat gaduh Diskotik yang gaduh Pabrik yang gaduh Kereta api yang jalan Pojok perempatan jalan Mesin penyedot debu umumnya Percakapan dengan berteriak Percakapan normal Desa yang tenang,angin berdesir Ambang batas bawah pendengaran 2.1.5. Sound Level Meter. Tingkat kekuatan atau kekerasan bunyi diukur dengan alat yang disebut Sound Level Meter SLM. Alat ini terdiri dari: mikrofon, amplilfier, weighting network dan layar display dalam satuan dB. Layar dapat berupa layar manual yang ditunjukkan dengan jarum dan angka seperti halnya jam manual, ataupun berupa layar digital seperti halnya jam digital. SLM sederhana hanya dapat mengukur tingkat kekerasan bunyi dalam satuan dB, sedangkan SLM yang canggih sekaligus mampu menunjukkan frekuensi bunyi yang diukur. Proses kerja SLM sederhana diilustrasikan dalam gambar 2.2. Universitas Sumatera Utara amplifier atau Skala-dB Filter oktaf-band Monitor hasil Gambar 2.2.Sistem kerja Sound Level Meter SLM yang amat sederhana biasanya hanya dilengkapi dengan bobot pengukuran A {dBA} dengan sistem pengukuran seketika tidak dapat menyimpan dan mengolah data, sedangkan yang sedikit lebih baik, dilengkapi pula dengan skala pengukuran B dan C. Beberapa SLM yang lebih canggih dapat sekaligus dipakai untuk menganalisis tingkat kekerasan dan frekuensi bunyi yang muncul selama rentang waktu misalnya tingkat kekerasan selama 1 menit, 10 menit, atau 8 jam, dan mampu menggambarkan gelombang yang terjadi. Beberapa produsen menamakannya Hand Held Analyser HHA, ada pula dalam model Desk Analyser DA. Meski nampak canggih dan rumit, sesungguhnya menggunakan SLM untuk mengukur tingkat kekerasan bunyi tidaklah sulit. Yang terpenting adalah menaati pedoman atau standar yang telah ditetapkan agar hasil pengukurannnya menjadi sahih. Adapun persyaratan tersebut adalah: 1. Agar posisi pengukuran stabil, SLM sebaiknya dipasang pada tripod. Setiap SLM, bahkan yang paling sederhana, idealnya dilengkapi dengan lubang untuk mendudukkanya pada tripod. SLM yang diletakkan pada tripod lebih stabil posisinya dibandingkan yang dipegang oleh tangan operator manusia yang mengoperasikannya. Posisi operator yang terlalu Universitas Sumatera Utara dekat dengan SLM juga dapat mengganggu penerimaan bunyi oleh SLM karena tubuh manusia mampu memantulkan bunyi. Peletakan SLM pada papan, seperti meja atau kursi, juga dapat mengurangi kesahihan hasil pengukuran karena sarana tersebut akan memantulkan bunyi yang diterima. 2. Operator SLM setidaknya berdiri pada jarak 0,5 m dari SLM tidak terjadi efek pemantulan. 3. Untuk menghindari terjadinya pantulan dari elemen-elemen permukaan disekitarnya, SLM sebaiknya ditempatkan pada posisi 1,2 m dari atas permukaan lantai; 3,5 m dari permukaan dinding atau objek lain yang akan memantulkan bunyi. 4. Untuk pengukuran di dalam ruangan atau bangunan, SLM berada pada posisi 1 m dari dinding-dinding pembentnuk ruangan. Bila diletakkan dihadapan jendela maka jaraknya 1,5 m dari jendela tersebut. Agar hasil lebih sahih, karena adanya kemungkinan pamantulan oleh elemen pembentuk ruang, pengukuran dengan SLM dalam ruang sebaiknya dilakukan pada tiga titik berbeda dengan jarak antar titik lebih kurang 0,5m. Universitas Sumatera Utara 5. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang sahih dan mampu mencatat semua fluktuasi bunyi yang terjadi, SLM dipasang pada posisi slow responsse.

2.2. Polusi Suara atau Kebisingan.