Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara

(1)

LAMPIRAN

ANGKET PENELITIAN

EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI

FAKULTAS HUKUM USU DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Responden yang terhormat,

Bersama ini saya mengharapkan kesediaan bapak/ibu/sdra/sdri untuk mengisi daftar pertanyaan dalam kuesioner ini dengan tujuan sebagai data untuk pennyusunan skripsi dengan judul: EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI FAKULTAS HUKUM USU DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Atas kesediaan Sdra/Sdri menjawabnya dengan sejujurnya dan sebaik-baiknya, saya mengucapkan terima kasih

Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : KETERANGAN

SS = Sangat Setuju 5

S = Setuju 4

KS = Kurang Setuju 3 TS = Tidak Setuju 2 STS = Sangat Tidak Setuju 1

Isilah Kuesioner ini dengan tanda (√ ) pada kolom yang tersedia

No Pernyataan SS S TS KS STS

1 Peraturan ini akan jauh lebih mudah ditelan oleh kaum perokok.

2

perilaku merokok mereka akan diatur agar tidak memberi efek negatif besar pada lingkungan, kebersihan, dan orang-orang di sekitar mereka. 3 semua perokok tidak sungguh-sungguh dituntut

untuk berhenti merokok. 4

Kalau mau mengubah kebiasaan merokok harus secara kultural juga, bukan hanya secara

Struktural dan aturan

5 Larangan untuk merokok tidak menyelesaikan masalah.

6

Larangan merokok di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum.


(2)

No Pernyataan SS S TS KS STS 1 Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dimulai dari

seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 2

Lingkungan kantor pemerintahan menjadi fokus utama pelaksanaan peraturan karena Pemerintah Kota Medan

3

Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya


(3)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Adi, Rianto. Metode Penelitian Sosial dan Hukum Jakarta : Garanit, 2004. Adnani, Hariza. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Nuha Medika,Yogyakarta, 2011 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu PendekatanPraktik Jakarta:

RinekaCipta, 2010.

Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset, 2009. Mulyanto. Ilmu Lingkungan. Yogyakarta:Graha Ilmu, 2007

Nazil,M. MetodePenelitian Jakarta: Ghalia Indonesia,2010.

Setiono, Kusdwirarti. dkk, Manusia, Kesehatan dan Lingkungan, Bandung:Alumni, 1998.

Siagiaan,SP. Administrasi Pembangunan, Jakarta: PT. Gunung Agung, 2010. Soegianto, Agoes. Ilmu Lingkungan, Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan.

Surabaya: Airlangga University Press, 2010.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: SuatuTinjauan Singkat Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.

Sugihartono, Psikologi Pendidikan, UNY Press, Yogyakarta, 2007 Sumaidi Suryabrata, Metode Penelitian Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2007.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Kemenkes RI .Pedoman Penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Kemenkes RI: Jakarta, 2011.


(4)

Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok Website

TCSC-IAKMI. Atlas Tembakau Indonesia. 2013 diakses tanggal 7 Juni 2016.

akses pada tanggal 11 maret 2016).

(diakses tanggal 1 Juli 2016)

(diakses tanggal 6 Juni 2016)

(diakses tanggal 1 Juli 2016).

Aisyah Shaumasari kajian-mengenai-kawasan-merokok-di-kampus,


(5)

Erdianta Site

Artikel/Jurnal

Falentina Agun Ingan, Implementasi Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (Studi Kasus Di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS) Kota Samarinda), Journal Ilmu Pemerintahan, 4 (1) 2016 : 500-514.

Tyan Puspita Dewi, Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan), 2015, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

Wawancara

Hasil wawancara dengan dengan Dosen FH. USU tanggal 1 Juli 2016 Hasil wawancara dengan Budi Mahasiswa FH. USU tanggal 29 Juni 2016.


(6)

D. Pengawasan Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU

Secara bahasa, pengawasan adalah penilikan atau penjagaan. Menurut S.P. Siagiaan, pengawasan merupakan proses pengamatan pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.49

Dengan dilaksanakan Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan hukum Kawasan Tanpa Rokok secara rutin dan pemasangan

Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan.

menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, kanker mulut, impotensi, kelainan kehamilan dan janin serta menyadari bahwa Asap rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi juga orang lain disekitar perokok (Perokok pasif) sehingga merokok perlu diatur karena Kesehatan merupakan hak asasi manusia setiap orang. Hak azasi masyarakat adalah hak atas lingkungan hidup yang sehat,


(7)

termasuk bersih dari cemaran dan risiko kesehatan dari asap rokok juga harus dilindungi.

Isu yang mencuat di tengah usaha untuk menerapkan kawasan merokok adalah ketiadaan sanksi yang jelas mengenai aturan merokok. Pasalnya, di lingkungan kampus bukanlah suatu tempat di mana polisi dapat berpatroli dan menegur setiap orang yang merokok sembarangan.50

1. Menciptakan regulasi yang jelas dan tegas mengenai Kawasan Merokok, dengan menyiapkan pula mekanisme untuk menghukum setiap pelanggaran. Demi menjaga ketertiban, maka sanksi ini harus diterapkan untuk seluruh civitas academica, termasuk dosen dan staf universitas yang lain. Sementara itu, sanksi bagi dosen dan staf universitas lain bisa berupa sanksi administratif berupa penundaan gaji serta penundaan kenaikan golongan. Jika pelanggaran dilakukan oleh orang dari luar universitas, penanganan dapat dilakukan dengan menggunakan dasar hukum berupa UU No. 36 Tahun 2009 dan diserahkan pada pihak berwajib. Sedangkan bila mahasiswa melakukan pelanggaran terhadap KTR tersebut mahasiswa dapat harus mendapatkan teguran ataupun sanksi.

Oleh karena itu, beban untuk memastikan kebijakan ini berlangsung ada pada universitas yang memiliki wewenang di dalam lingkungan kampus. Universitas harus menerapkan langkah-langkah berikut untuk memastikan berjalannya Kawasan Merokok:

2. Menyediakan sarana Kawasan merokok yang memadai. Sarana ini dapat berupa penentuan batas-batas kawasan merokok dengan fasilitas yang

50

Aisyah Shaumasari kajian-mengenai-kawasan-merokok-di-kampus,


(8)

permanen, misalnya suatu pembatas kaca atau yang lainnya. Selain pembatas, sarana lain seperti tempat sampah tentunya merupakan kewajiban. Idealnya pihak universitas juga menyediakan alat penyaring asap rokok dan menambah penanaman pohon di area merokok untuk mempercepat pembersihan udara.

3. Memberi pembinaan dan sosialisasi yang berskala besar dan intensif. Tanpa ada pembinaan dan sosialisasi intensif, maka peraturan ini tidak akan ditanggapi dengan serius oleh seluruh perokok. Dalam sosialisasi, sikap tegas kampus yang akan memberikan sanksi bagi setiap pelanggar harus dibuat sejelas mungkin, dan didemonstrasikan dengan keras pada tahap-tahap awal pengadaan kebijakan.

4. Mengadakan sistem pengawasan dan pembinaan dengan bantuan seluruh civitas academica. Peraturan ini memerlukan pengawasan yang konstan. Namun, keterbatasan tenaga untuk memastikan berjalannya kebijakan ini tentu harus diatasi. Sesungguhnya, hal ini dapat dengan mudah diselesaikan dengan adanya pengawasan konstan yang berasal dari mahasiswa sendiri. Dukungan dari mahasiswa sudah terlihat melalui berbagai media sosial. Tinggal bagaimana universitas bisa merangkul gerakan-gerakan ini agar menjadi suatu kesatuan yang efektif dalam menegakkan kebijakan Kawasan Merokok di Kampus.

Di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terdapat tempat-tempat pejualan rokok didalam area kampus yaitu di Kantin, gerai pendidikan, selain tempat makan atau minun digerai juga menjual berbagai jenis rokok. Selain itu


(9)

tempat yang kedua sebagai tempat penjualan rokok di Fakultas Hukum adalah di foto copy di gedung, selain tempat penjualan alat tulis, makanan ringan, minuman dan keperlun lainnya ternyata rokok ada dijual di sini. Di gedung D pembelian rokok juga bisa dibeli perbungkus dan juga bisa dibeli perbatang.

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara memang tidak ada mengeluarkan peraturan tentang larangan merokok dalam lingkungan kampus, kecuali dalam ruangan kelas saat perkuliahan. Jadi mahasiswa bebas merokok dimana saja yang mereka suka. Tempat yang paling banyak mahasiswa merokok adalah di: Depan kelas Di parkiran.

Pelaksaan pengawasan KTR yang terdiri atas sanksi yang tegas terhadap pelanggar dan proses monitoring pelaksanaan aturan. Sanksi dapat berupa sanksi materi dengan pembayaran denda. Selama ini, lemahnya penerapan aturan KTR di fakultas lain bukan karena berat atau ringannya saksi yang diterima oleh pelanggar, namun karena lemahnya pengawasan dan ketegasan dalam pelaksanaan dari pihak dekanat. Pihak dekanat diharapkan dapat berkoordinasi dengan pihak keamanan fakultas dalam pelaksaan monitoring di lapangan dengan memberikan mereka hak untuk menegur. Di SK Dekan Fakultas Hukum USU, terdapat poin aturan yang memberikan wewenang kepada satuan pengamanan fakultas untuk menjadi penegak aturan KTR.

Pemberlakuan sanksi untuk karyawan dan dosen. Di lingkungan kampus, perokok aktif bukan hanya mahasiswa tetapi juga karyawan dan dosen. Padahal, seharusnya sebagai figur teladan, terutama untuk mahasiswa baru, dosen dan karyawan merupakan contoh bagi pelaksanaan aturan KTR. Oleh karena itu,


(10)

dalam SK Dekan, perlu diatur pula mengenai sanksi bagi karyawan dan dosen, seperti denda yang diambil langsung dari gaji dosen atau karyawan setiap bulannya.

Sosialisasi yang mendalam secara berkala. KTR adalah isu yang harus diketahui setiap sivitas akademika FH. USU dan harus dipertahankan sebagai budaya. Oleh karena isu KTR yang masih baru dan belum dikenal banyak orang, diperlukan edukasi pada publik FH. USU secara berkala. Sosialisasi ini juga merupakan usaha untuk mempertahankan dan mengingatkan aturan-aturan KTR terhadap khalayak banyak.

Pelibatan mahasiswa dalam pembuatan SK Dekan. Agar terbentuknya aturan yang efektif dan efisien tentang KTR, pihak dekanat sebaiknya melakukan koordinasi-koordinasi dengan mahasiswa suntuk mendapatkan masukan bahan pertimbangan pembuatan kebijakan SK Dekan. Mahasiswa sebagai mitra kritis dan pihak yang menerima efek dari SK Dekan akan dapat memberikan masukan agar peraturan yang dibuat sesuai dengan kondisi budaya Fakultas Hukum.

Universitas Sumatera Utara (USU) sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berlokasi di Kota Medan seharusnya taat dan melaksanakan amanat undang-undang khususnya dalam menerapkan kawasan kampus menjadi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Kota Medan sendiri telah memiliki Peraturan Daerah Tentang KTR Nomor 3 Tahun 2014 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2012 Pasal 52 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif.51

51Erdianta Sitep


(11)

Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa terdapat 7 tempat yang wajib melaksanakan KTR, salah satunya adalah Tempat Proses Belajar Mengajar yang meliputi Sekolah, Perguruan Tinggi, Balai Pendidikan dan Pelatihan, Balai Latihan Kerja, Bimbingan Belajar, Tempat Kursus, dan Tempat Proses Belajar Lainnya. Sebagai Perguruan Tinggi yang berada di wilayah administratif Kota Medan sudah sepatutnya dan selayaknya USU sebagai Institusi Pendidikan menaati dan melaksanakan aturan tersebut.

Aktivitas merokok di kawasan kampus USU masih terlihat jelas, asap mengepul dimana-mana, baik di kantor administrasi maupun di gedung perkuliahan. Kesadaran untuk menghargai orang yang tidak merokok seakan-akan tidak terlalu penting karena tidak ada aturan jelas yang mengatakan bahwa USU adalah Kampus KTR.52

52Ibid

Mahasiswa USU masih kerap terlihat merokok di Kawasan Kampus terutama di Kantin Netral yang letaknya strategis di tengah kampus USU. Tidak jarang terlihat banyak Sales Promotion Girl (SPG) rokok ikut menawarkan rokok dengan harga yang murah dan bonus aksesoris yang dibutuhkan oleh mahasiswa seperti Flash Disk yang berlambang produk rokok. Kantin Netral juga bebas menjual rokok kepada mahasiswa karena belum ada larangan dari rektorat.

Bila kita memasuki ruang administrasi Kampus USU, tidak jarang kita akan menemukan pegawai yang sedang asik menikmati rokok sambil bekerja. Kita tidak akan berani untuk menegurnya karena memang tidak ada aturan yang jelas mengenai hal ini.


(12)

Ditengah-tengah kepulan asap rokok di Kampus USU kita masih dapat menemukan fakultas yang sudah menerapkan KTR di kampusnya. Dari 14 Fakultas yang ada di Kampus USU hanya 1 Fakultas yang menerapkan KTR yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Kampus ini sudah menjadi KTR sejak 2011 melalui Peraturan Dekan FKM. Di kampus ini kita tidak akan menemukan satu orang pun yang merokok karena sejak menjadi Mahasiswa Baru perilaku untuk tidak merokok sudah ditanamkan dan menjadi budaya.53

E. Kewajiban Pimpinan Fakultas Hukum USU dalam Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di Tempat Proses Belajar Mengajar

Perjuangan Mahasiswa USU untuk menjadikan USU sebagai Kampus Tanpa Rokok sudah sering kali dilakukan mulai dari tahun 2013 kelompok Mahasiswa yang umumnya berasal dari Fakultas Kesehatan melakukan kampanye dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia dengan harapan Rektor USU mengeluarkan Peraturan yang menjadikan USU sebagai KTR. Bulan Februari 2016 merupakan babak baru untuk USU karena memiliki Rektor baru yaitu Prof Dr Runtung Sitepu SH M.Hum. Terpilihnya Rektor USU yang sebelumnya menjabat sebagai Dekan di Fakultas Hukum ini menjadi sebuah angin segar. Rektor yang berasal dari bidang ilmu hukum ini tentu saja tahu bahwasanya Peraturan dibuat untuk ditegakkan, artinya Perda Medan No. 3 Tahun 2014 Tentang KTR harus ditegakkan di USU. Beranikah Rektor USU

Sudah bukan rahasia lagi jika saat ini perilaku negatif generasi muda Indonesia, terutama mahasiswa sudah masuk dalam tahap sangat memprihatinkan.


(13)

Mulai dari masalah narkoba, pergaulan bebas, mabuk-mabukkan, tawuran, dan lain sebagainya. Salah satu perilaku negatif yang umum dilakukan mahasiswa dan sering dilihat adalah kebiasaan merokok. Bukan hanya ketika mereka berada di luar kampus, saat di lingkungan kampus pun merokok seakan sudah menjadi hal yang dianggap lumrah.54

Harus diakui budaya merokok justru tumbuh dan berkembang pesat di lingkungan kampus. Sebagian mahasiswa yang menjadi perokok aktif malah memiliki satu persepsi bahwa merokok adalah simbol kebebasan, tren pergaulan generasi muda, bahkan merokok dianggap sebagai gaya hidup mahasiswa modern. Sehingga tidak mengherankan jika dari titik inilah, kampus memegang peranan penting bagi tumbuh dan berkembangnya budaya merokok di kalangan generasi muda.

Penerapan kawasan bebas asap rokok merupakan upaya tindak lanjut dari komponen Perlindungan terhadap paparan asap rokok di lingkungan guna melindungi generasi muda Indonesia di masa sekarang dan mendatang terhadap

Budaya merokok dikalangan mahasiswa seakan sudah menjadi tren, bahkan kebiasan merokok tersebut menjadi alasan bagi sebagian aktivis kampus untuk mendukung aktualisasi dan eksistensi diri dalam berbagai aktivitas. Tak jarang mahasiswa mengkambing hitamkan kegiatan menghisap rokok sebagai salah satu sumber inspirasi, ide, serta kreativitas mahasiswa. Mahasiswa juga sering mengklaim bahwa dalam melakukan kegaiatan kemahasiswaan tidak semangat jika tidak ditemani rokok.

54


(14)

kerusakan kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi karena konsumsi rokok dan paparan asap rokok. Oleh karena itu, pemerintah sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).

Penerapan peraturan Kawasan Bebas Asap Rokok mutlak diperlukan, 100% kawasan bebas rokok, tidak ada smoking area atau smoking room.55

1. Memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok kepada mahasiswa. Pemerintah hanya memperbolehkan membangun tempat khusus untuk merokok pada tempat kerja dan tempat umum. Namun, pada fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar seperti kampus, tempat bermain anak, tempat ibadah, dan angkutan umum tidak diperbolehkan.

Untuk menciptakan kampus bebas asap rokok, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu

2. Mengajak mahasiswa terutama yang tidak merokok untuk menjadi ujung tombak dalam mengingatkan dan mengkampanyekan kampus anti rokok. 3. Penerapan kawasan (zona) bebas rokok di lingkungan kampus. Dalam

penerapannya setiap orang di lingkungan FH USU dilarang merokok di dalam setiap gedung.

4. Butuh keteladanan pimpinan universitas. Harus diakui bahwa budaya merokok dilingkungan kampus tidak hanya melibatkan mahasiswa tetapi juga dilakukan oleh kebanyakan dosen/staf pegawai. Oleh sebab itulah, untuk


(15)

menciptakan kampus bebas rokok maka pimpinan universitas perlu menjadi teladan untuk tidak merokok.56

Pimpinan wajib menetapkan KTR di wilayahnya. KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa termasuk dosen, tenaga kependidikan maupun mahasiswa untuk melindungi generasi. Komitmen bersama berbagai elemen akan sangat mempengaruhi keberhasilan KTR. Yang termasuk KTR di Lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas hukum antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum (kantin, taman, gedung olah raga) serta kawasan lain yang ditetapkan baik di dalam maupun di luar ruangan.57

Kewajiban pimpinan Fakultas Hukum USU dalam Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di Tempat Proses Belajar Mengajar, yaitu :58

1. Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib melarang setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non kependidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

2. Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau

56

Hasil wawancara dengan dengan Dosen FH. USU tanggal 1 Juli 2016

57

58


(16)

mengambil tindakan kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non pendidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

F. Tindakan Pimpinan Fakultas Hukum USU dalam Menyikapi Pelanggaran Terhadap Perda Kota Medan No.3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula, sedangkan pengertian kesehatan lingkungan menurut WHO adalah ilmu dan keterampilan yang memusatkan perhatiannya pada usaha pengendalian semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan menimbulkan/akan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya maupun kelangsungan hidupnya.59

Tindakan Pimpinan Fakultas Hukum USU dalam menyikapi pelanggaran terhadap Perda Kota Medan No.3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, berupa :60

1. Memberikan teguran untuk mematuhi larangan kepada mahasiswa tersebut;

2. Apabila teguran tidak dihiraukan, maka kepada mahasiswa tersebut diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat proses belajar mengajar;

59


(17)

3. Memberikan sanksi administratif kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan tenaga non kependidikan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat proses belajar mengajar; atau 4. Melaporkan kepada aparat yang berwenang

Setiap pengelola dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya sehingga kawasan tersebut adalah KTR.

Sanksi administrasi bagi mahasiwa yang kedapatan merokok diruangan akan mendapatkan sanksi berupa:

1. Peringatan tertulis

2. denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)

Bisa pula pelanggaran yang ditemukan oleh Penyidik Pegawai Ngeri Sipil dikategorikan sebagai tindak pidana pelanggaran yang bisa dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Pimpinan atau penanggung jawab kampus dapat dikenakan sanksi apabila tidak membuat dan memasang tanda/petunjuk/peringatan larangan merokok serta tidak memberikan teguran dan peringatan kepada setiap orang yang melanggar Pasal 3 Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014.

Penerapan sanksi dalam suatu perundang-undangan pidana bukanlah sekedar masalah teknis perundangundangan semata, melainkan bagian tak

60


(18)

terpisahkan dari substansi atau materi perundang-undangan itu sendiri. Artinya, dalam hal menyangkut masalah penalisasi, kriminalisasi dan deskriminalisasi harus dipahami secara komprehensif baik segala aspek persoalan substansi atau materi perundang-undangan pada tahap kebijakan legislasi. Keberadaan sanksi tindakan menjadi urgen karena tujuannya adalah untuk mendidik kembali pelaku agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sanksi tindakan ini lebuh menekankan nilai-nilai kemanusiaan dalam reformasi dan pendidikan kembali pelaku kejahatan. Pendidikan kembali ini sangat penting karena hanya dengan cara ini, pelaku dapat menginsyafi bahwa apa yang dilakukan itu bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.61

Pelanggaran atas larangan di kawasan tanpa rokok terjadi apabila dengan sengaja merokok di kawasan tanpa rokok, seperti: fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.


(19)

D. Persepsi Responden Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU

Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagimanusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern danekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama.

Sugihartono, dkk mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.62

Kebiasan merokok yang dilakukan oleh masyarakat merupakan fenomena yang berdampak secara luas baik dari segi kesehatan maupun dari segi hukum yaitu terciptanya aturan-aturan yang mengatur kebiasaan merokok tersebut, ini terlihat dengan adanya aturan mengenai larangan merokok ditempat umum dan diciptakannya kawasan tanpa rokok sehingga secara sosiologi hukum kebiasaan

62


(20)

masyarakat mempengaruhi terciptanya aturan hukum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat.

Merokok dalam hal ini sudah merupakan perilaku yang umum dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perokok berasal dari berbagai status sosial dan kelompok umur yang berbeda. Permasalahan yang sering dijumpai yaitu perokok pada lingkungan kampus, para mahasiswa seakan tidak peduli bahwa tidak semua orang yang berada pada lingkungan kampus dapat menerima perilaku merokok yang bukan hanya membahayakan bagi perokok aktif melainkan juga orang sekitar yang menghirup asap rokok tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama kurang lebih dua tiga mengenai persepsi mahasiswa tentang KTR di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diperoleh data bahwa sebahagian besar mahasiswa tidak tahu akan larangan merokok di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum.

Dalam penelitian ini sebahagian besar mahasiswa memiliki persepsi bahwa larangan merokok pada lingkungan kampus tidak berpengaruh bagi mahasiswa untuk berhenti merokok di lingkungan kampus. Karena pada kenyataannya mahasiswa masih melihat para dosen/staf pengajar juga merokok pada lingkungan kampus, para mahasiswa masih sering melihat sekumpulan perokok mahasiswa yang dengan tanpa rasa peduli terhadap orang sekitarnya mereka tetap mengonsumsi rokok dalam lingkungan kampus.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh di lapangan diperoleh keterangan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak setuju pada peraturan larangan


(21)

merokok. Hal ini dikarenakan mahasiswa merasa dengan adanya peraturan larangan merokok secara tidak langsung ruang lingkup perokok aktif dibatasi. Hal ini seperti diungkapkan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Sebelum ada peraturan larangan merokok dimana-mana bisa bebas merokok. Sekarang kalau mau merokok harus cari ruangan khusus untuk merokok jadi buat susah rasanya. Mending ruangannya enak, nih tempatnya aja seperti penjara. Satu gedung kantor ini aja cuma disediain satu ruangan khusus merokok, mana muat untuk orang banyak bagi para perokok. Persepsi tidak setuju mahasiswa pada peraturan larangan merokok juga dikarenakan jumlah denda yang terlalu besar serta sosialisasi kampus tentang peraturan larangan merokok kepada mahasiswa kurang jelas sehingga banyak para perokok aktif kurang mengerti pada maksud dan tujuannya.63

Perilaku merokok pada mahasiswa pada umumnya, ternyata juga terjadi di Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum. Perilaku merokok pada mahasiswa Fakultas Hukum masih dapat dengan mudah ditemukan. Berdasarkan pada wawancara yang dilakukan kepada mahasiswa Fakultas Hukum mengenai dimana saja biasanya mereka menemukan mahasiswa perokok yang merokok di Fakultas Hukum, mereka menyatakan bahwa kebanyakan mahasiswa yang merokok biasanya dapat ditemukan di tempat-tempat yang mudah dijangkau khalayak umum, seperti di kantin, toilet, tempat tongkrongan jurusan seperti tangga (tribun), angkot gratis, tempat parkir, ruangan yang berada di pojokan, dan bahkan di lorong-lorong fakultas. Visi Universitas Sumatera Utara khususnya

63


(22)

Fakultas Hukum untuk membebaskan kampus dari asap rokok yang tidak terlepas dengan fenomena di atas, juga tentunya sesuai dengan PP 109/2012 pasal 50 mengenai KTR. Visi tersebut dapat terlihat dari dimulainya pemasangan spanduk-spanduk mengenai KTR, dan juga sticker yang ditempelkan di pintu-pintu atau di tembok sekitar fakultas.

Disamping itu, seperti yang dilansir dari www.tribunnews.com (23 Januari 2013), larangan merokok di area kampus, ada dalam etika civitas akademika di beberapa fakultas. Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara pada bulan Mei kepada empat orang mahasiswa USU dengan latar belakang fakultas yang berbeda, yang menyatakan bahwa biasanya terdapat tanda larangan merokok di setiap fakultas, dengan menempelkan spanduk, ataupun sticker mengenai larangan merokok. Selain itu juga, berdasarkan pada wawancara yang peneliti lakukan kepada salah satu mahasiswa USU, mengenai peraturan merokok yang berada di fakultasnya, didapatkan bahwa terdapat peraturan yang cukup ketat mengenai larangan merokok. Mahasiswa perokok tidak diperkenankan untuk merokok di lingkungan fakultas, dengan alasan karena fakultas tersebut termasuk ke dalam salah satu program studi yang berbasis kesehatan, dimana sebagai mahasiswa di fakultas tersebut seharusnya paham mengenai dampak buruk dari rokok. Data tersebut membuktikan adanya larangan merokok di lingkungan kampus, terutama di lingkungan fakultas. Namun sebenarnya, larangan merokok di USU tidak hanya pada fakultas-fakultas tertentu saja, tetapi seluruh lingkungan USU juga seharusnya menjadi tempat bebas asap rokok. Digalakkannya larangan merokok di kampus menunjukkan bahwa sebenarnya ada upaya dari pihak kampus untuk


(23)

mengurangi jumlah asap rokok, khususnya di lingkungan kampus. Dengan adanya peraturan mengenai kawasan tanpa rokok di USU, tentunya hal ini akan melibatkan seluruh civitas USU terutama mahasiswa. Dimana mereka seharusnya bisa mengikuti peraturan tersebut. Dalam peraturan KTR ini tentunya akan memunculkan tanggapan mengenai bagaimana mahasiswa memandang, meyakini, atau apa yang dipahami dan diketahui akan ketentuan perilaku yang diatur dalam peraturan KTR, bagaimana perilaku yang diatur dalam KTR ini mewarnai perasaan mahasiswa terhadapnya, dan kecenderungan perilaku seperti apa terhadap ketentuan perilaku yang diatur dalam KTR. Hal tersebut menggambarkan sikap terhadap objek sosial yang dalam hal ini adalah ketentuan perilaku yang diatur dalam KTR. Sikap adalah suatu ide yang digerakkan oleh emosi yang mempengaruhi munculnya perilaku tertentu terhadap suatu objek sosial dan atau situasi sosial tertentu (Triandis, 1971). Sikap adalah integrasi dari pemikiran dan perasaan suka atau tidak suka, positif atau negatif dari individu pada suatu objek tertentu. Dalam hal ini bila dikaitkan dengan fenomena di atas, apabila sikap mahasiswa positif terhadap peraturan KTR, dapat diprediksi perilakunya akan patuh pada peraturan KTR. Namun jika sikap mahasiswa negatif terhadap aturan KTR, maka dapat diprediksi mahasiswa tidak akan patuh terhadap peraturan KTR. Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melihat gambaran sikap mahasiswa terhadap KTR di USU.


(24)

E. Efektivitas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU

Penetapan kawasan tanpa rokok (KTR) sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang KTR. Salah satu tempat yang diwajibkan menjadi kawasan tanpa rokok adalah tempat proses belajar mengajar.

Penetapan kawasan tanpa rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karna lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan KTR ini perlu di selenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan. Adapun pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk64

a. Memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok. :

b. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat dan c. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok

baik langsung maupun tidak langsung.

Pelaksanaan perda ini belum efektif dan sesuai dengan tujuan yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang KTR. Masih banyak mahasiswa yang belum mendapatkan perlindungan dari bahaya asap rokok ataupun kondisi lingkungan yang bersih, nyaman dan bebas dari asap rokok karena masih banyaknya ditemukan mahasiswa yang merokok di KTR tersebut. Faktor penghambat dalam efektivitas perda ini yaitu terkait isi kebijakan, aspek tujuan yang belum jelas standar nya sehingga untuk melihat


(25)

ketercapaian dari tujuan kebijakan ini menjadi tidak jelas. Terkait informasi, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang perda ini karena sosialisasi yang dilakukan oleh pihak dinas kesehatan belum menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat. Terkait dengan pembagian potensi, belum dibentuk tim pengawas di lingkungan Universitas Sumatera Utara yang berwenang untuk menyidik dan memberi sanksi terhadap terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan perda ini.

Menanggapi kebijakan KTR di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum, larangan untuk merokok tidak menyelesaikan masalah. Sebab, semakin dilarang justru akan menimbulkan semakin banyak cara untuk merokok.65

F. Kendala Dalam Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU

“saya pribadi merasa FH. USU sulit untuk menjadi KTR karena rokok sudah menjadi kebiasaan di sini, apalagi kalau lagi nongkrong bersama teman-teman. Harusnya, disediakan kawasan untuk merokok sendiri, jadi para perokok tetap bisa merokok tapi tidak merugikan orang lain yang bukan perokok,”

Menciptakan kawasan tanpa asap rokok di kampus tidaklah mudah. Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Hanya, dibutuhkan usaha ekstra untuk tercapainya kondisi ini. Usaha tidak hanya dilakukan oleh pemimpin untuk menerapkan aturan tentang kawasan tanpa rokok, tetapi juga oleh segenap warga

64

Falentina Agun Ingan, Implementasi Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (Studi Kasus Di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD AWS) Kota Samarinda), Journal Ilmu Pemerintahan, 4 (1) 2016 : 500-514.

65

Hasil wawancara dengan Budi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 29 Juni 2016.


(26)

kampus untuk menaati aturan tersebut. Bagaimana menyadarkan warga kampus untuk menaati aturan kawasan tanpa rokok, harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan sehingga setiap warga kampus menyadari bahaya rokok bagi kesehatan dan menghargai hak orang lain atas udara bebas asap rokok di kampus. Terpadu oleh pemimpin, dosen, mahasiswa, karyawan, dan seluruh sivitas akademika yang terlibat dalam kegiatan di kampus. Berkesinambungan untuk mahasiswa baru yang datang, mahasiswa dan warga kampus yang sudah beberapa lama di kampus maupun mahasiswa yang akan meninggalkan kampus untuk mengabdi di masyarakat.

Hambatan Internal dalam pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU, antara lain :66

1. Belum adanya aturan dari Pihak Rektorat

Belum adanya aturan KTR dari pihak rektorat membuat para dosen/staf dan mahasiswa merokok di sembarang tempat karena belum adanya sanksi bagi para dosen/staf dan mahasiswa.

2. Sosialisasi

Sosialisasi kepada seluruh Civitas Akademika FH. USU menjadi hal yang mutlak harus dilakukan, sebab adanya sosialisasi ini berguna untuk pendekatan kepada Civitas Akademika FH USU agar dapat menerima dan mendukung kawasan tanpa rokok di lingkungan FH USU. Sosialisasi larangan merokok di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara berupa adanya spanduk yang berada di tempat strategis Fakultas Hukum. Sosialisasi KTR


(27)

dapat juga melalui media promosi kesehatan mengenai KTR maupun bahaya rokok. Dengan adanya sosialisasi melalui media promosi kesehatan ini, dilain dapat menginformasikan jika lingkungan FH USU telah dilarang untuk merokok, namun juga dapat sebagai media edukasi untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa maupun pegawai tentang bahaya merokok bagi tubuh. Sebab dengan adanya edukasi akan memberikan pengetahuan dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan.

Perlu dilakukan sosialisasi bahaya rokok dan kawasan bebas rokok untuk mahasiswa baru yang sebentar lagi akan datang di kampus kita sehingga mereka memiliki kesadaran untuk mencintai diri sendiri dan orang-orang di sekelilingnya dengan tidak merokok

Kampus tanpa tembakau dapat tercipta bila masing-masing memiliki kesadaran untuk tidak merokok atau tidak merokok di lingkungan kampus. Merokok atau tidak merokok mungkin adalah pilihan, namun pilihan untuk tetap merokok seyogianya tidak merugikan orang lain yang memilih untuk sehat tanpa rokok. Tidak merokok di kampus adalah sikap menghargai hak orang lain untuk sehat. Menjadikan kampus kita tercinta sebagai kampus bebas rokok harus dimulai dari diri sendiri

3. Sanksi

Sanksi pelaksanaan monitoring peraturan KTR di FH USU berupa adanya pengawasan terhadap seluruh Civitas Akademika FH USU, bagi yang terbukti merokok di lingkungan FH USU maka mendapat teguran oleh dosen yang

66


(28)

ditunjuk menjadi tim penegak disiplin, hal ini juga menjadi salah satu bukti komitmen pimpinan Fakultas dalam memerangi perokok di lingkungan kampus. Adanya sanksi yang tegas dirasa sangat bermanfaat untuk membatasi ruang gerak perokok aktif. Hal ini yang akan membuat perokok untuk dapat mengurangi frekuensi merokok dalam satu hari. Selain itu adanya KTR juga dapat melindungi perokok pasif. Pemberian sanksi bagi mahasiswa maupun dosen/pegawai yang kedapatan merokok di lingkungan FH. USU hanya berupa teguran.

4. Ketersediaan tim pengawas KTR

Belum terdapat tim pengawas KTR dari pihak rektorat maupun fakultas yang memiliki tugas pokok dan fungsi khusus mengarah pada upaya pengembangan KTR di Universitas maupun Fakultas. Belum ada tim pengawas yang memiliki tugas pokok dan fungsi membahas rencana strategi pengembangan KTR di tingkat pimpinan Fakultas, hal ini akan menjadi sebuah hambatan dalam efektivitas KTR. Sebab ketiadaan tim pengawas anti rokok ini akan mempengaruhi ketiadaan pembahasan secara khusus mengenai rencana strategi lanjut pengembangan KTR di fakultas hukum.

5. Masih adanya para dosen/staf pengajar yang merokok di lingkungan kampus Para dosen/staf pengajar yang merokok di lingkungan kampus, mahasiswa mencontoh karena tidak adanya panutan, sehingga mahasiswa ikut-ikutan merokok dilingkungan kampus


(29)

Efektivitas KTR di FH USU belum didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Belum adanya area merokok di Fakultas Hukum, membuat para mahasiswa merokok sembarangan

Hambatan eksternal dalam pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU, antara lain :

1. Kurangnya kesadaran mahasiswa

Merokok merupakan hal yang sudah dianggap bagi kaum Pria bahkan menjadi Kebiasaan, namun jarang sekali dari mereka untuk memikirkan akibat atau dampaknya. jika hal tersebut terus berlanjut padahal semua itu sangatlah fatal akibatnya apalagi bagi anak remaja banyak sekali pelajar/mahasiswa yang merokok. Kurangnya Kesadaran Untuk Tidak Merokok dikalangan pelajar merupakan masalah utama yang harus diselesaikan oleh Sekolah. Peyebab Kurangnya kesadaran mahasiswa untuk tidak merokok banyak sekali, terutama faktor dari Keluarga. Kurangnya Pendidikan dan Bimbingan dari Orang tua akan menyebabkan berbagai masalah dikalangan pelajar salah satunya Kenakalan Remaja. Kenakalan Remaja merupakan masalah Sosial yang terus menerus muncul setiap waktu, yang selalu dibahas dan dikaji untuk mencari jalan keluarnya karena di satu sisi remaja merupakan harapan Penerus Bangsa, sedangkan di sisi lain remaja dianggap sebagai Pribadi yang labil, yang ingin mengekpresikan jiwa mudanya yang bebas dengan melakukan hal – hal yang dikehendaki dan dianggap menyimpang.

Kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk untuk tidak merokok ditempat umum atau kawasan tanpa rokok, ini disebabkan kebanyakan perokok tidak


(30)

mempedulikan resiko yang ditimbulkan oleh rokok, mereka menganggap bahwa merokok hanya merupakan suatu kebiasaan sesaat untuk memperoleh kesenangan, ketenangan, bahkan meningkatkan kreativitas. Perokok juga beranggapan bahwa merokok dapat dihentikan dengan segera sewaktu-waktu kapanpun mereka ingin, meski dalam kenyataannya, ketergantungan terhadap kandungan nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok teramat sulit untuk dipulihkan.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sifat hanya ditafsirkan dari perilaku yang nampak. Merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu secara merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku masa lalu. Sikap mempengaruhi proses berfikir atau respon afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya.

Masih banyak mahasiswa yang tidak mendukung peraturan dengan alasan karena kebebasan mereka atau hak mereka dibatasi, terutama bagi mereka yang perokok berat. Ada juga mahasiswa yang berpendapat bahwa agak sulit atau merasa terbebani untuk keluar dari gedung ketika ingin merokok. Masih rendahnya perilaku mahasiswa dalam menaati peraturan mungkin karena masalah merokok adalah masalah perilaku sehingga perlu waktu dan proses untuk mengubahnya. Alasan yang membuat mereka melanggar peraturan dimungkinkan karena watak mahasiswa yang ingin mencoba-coba melanggar atau rasa ego yang


(31)

memicu untuk melanggar peraturan. Bilamana peraturan ditaati maka banyak manfaat yang akan diterima.

Peraturan itu efektif apabila para pemegang peran berperilaku positif yaitu berperilaku yang tidak menimbulkan masalah, dimana faktor perilaku dapat memengaruhi orang untuk menaati peraturan. Oleh karena itu, penerapan aturan dan pengawasan yang ketat dapat menjadi solusi utama bagi agar tidak ada yang merokok di kawasan-kawasan yang dilarang merokok, namun harus disosialisasikan secara menyeluruh kepada semua lapisan mahasiswa terlebih dahulu sampai tidak ada miskomunikasi serta tidak ada alasan tidak tahu jika ada yang tertangkap melakukan pelanggaran.

Beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah perokok di lingkungan Universitas Sumatera Utara Khususnya Fakultas Hukum, yaitu: 1. Banyak melakukan sosialisasi tentang bahaya merokok, dengan banyak

mensosialisasikannya kepada para perokok khususnya mahasiswa akan mewujudkan kesadarannya, jika tidak peduli dengan dirinya maka minimal mereka akan sadar akan orang-orang yang tidak merokok yang ada disekitarnya. Dengan begitu mereka akan mencari tempat yang tepat setiap ingin merokok.

2. Menyediakan banyak tempat khusus untuk merokok yang layak, sama halnya jika orang tidak dibiarkan buang air kecil disembarang tempat maka harus disediakan toilet. Begitu juga dengan perokok jika dilarang merokok ditempat umum maka buatkalah tempat khusus untuk merokok.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dengan senantiasa memperhatikan tujuan penelitian mengenai Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara, yaitu:

1. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerj dan tempat umum.

2. Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU, belum adanya SK Rektor tentang Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan Universitas Sumatera Utara, sehingga tidak ada tindakan bagi para perokok yang merokok di lingkungan kampus.

3. Kendala dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU, Pelaksanaan Perda KTR di Kota Medan masih belum efektif, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu lemahnya sanksi yang dikenakan


(33)

kepada para pelanggar, tidak adanya tim khusus di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di Fakultas Hukum yang dibentuk dalam penegakan pelaksanaan Perda KTR, kurangnya sarana dan fasilitas yang khusus menyediakan tempat untuk merokok di kawasan tanpa rokok, kurangnya kesadaran hukum mahasiswa yang masih melanggar dan melakukan kegiatan merokok pada kawasan tanpa rokok.

B. Saran

Adapun beberapa saran yang dapat diberikan dan dijadikan bahan pertimbangan sehubungan dengan Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara, yaitu:

1. Kepada pihak Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Hukum agar dapat memberikan informasi- informasi larangan merokok di lingkungan FH USU Medan agar lebih sering menghimbau setiap pengunjung baik melalui operator maupun secara langsung untuk tidak merokok, termasuk memperbanyak pemasangan spanduk

2. Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, perlu didukung dengan penyediaan ruangan khusus merokok yang nyaman serta mudah dijangkau bagi para perokok aktif dan peraturan larangan merokok disosialisasikan kepada mahasiswa secara jelas sehingga para perokok aktif dapat mengerti dan melaksanakan peraturan larangan merokok sebaik-baiknya.


(34)

3. Pihak rektorat sebagai pimpinan tertinggi di lingkungan Universitas Sumatera Utara harus mengeluarkan kebijakan yang mengatur khusus mengenai KTR terkait penerapan kawasan bebas asap rokok disetiap fakultas dan memberi sanksi ketika masih ada yang melanggar peraturan tersebut, sehingga peraturan tersebut dapat efektif.


(35)

A. Latar Belakang Penetapan Kawasan Tanpa Rokok

Konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, bahkan jumlahnya pun fantastis hingga mencapai 240 miliar di tahun 2009 dari yang sebelumnya hanya 30 miliar batang pada tahun 1970. Angka ini jelas sudah berada pada tahap mengganggu dan meresahkan masyarakat. Namun, masih banyak masyarakat yang apatis dengan permasalahan rokok ini. Belum lagi dengan kerugian ekonomi yang diderita oleh masyarakat karena penyakit yang diakibatkan rokok. Sementara pemerintah seolah lebih mengutamakan pendapatan negara dari cukai rokok, dibanding kesehatan masyarakatnya sendiri.26

Salah Kebijakan pengendalian tembakau yang lain adalah terlaksananya KTR. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan atau penggunaan rokok. Upaya bentuk pengendalian tembakau telah berhasil di laksanakan, baik di Perguruan tinggi yang merupakan tempat pendidikan paling tinggi bagi generasi muda, seharusnya bisa membantu menanggulangi masalah rokok ini dengan ikut menerapkan KTR. Selain itu, kampus juga cenderung menjadi sasaran utama industri rokok, sehingga jika insan kampus banyak yang merokok hal itu bisa menjadi promosi gratis bagi industri rokok. Karena itu perguruan tinggi perlu memelopori dan menciptakan gerakan untuk mengendalikan konsumsi rokok ini.

26

(diakses tanggal 1 Juli 2016).


(36)

tingkat pusat maupun daerah.Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dimana Pasal 113 menyatakan bahwa tembakau mengandung zat adiktif. Dan Pasal 115 mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok.

1. Ruang Lingkup Kawasan Tanpa Rokok

Menurut Kemenkes Republik Indonesia, ruang lingkup KTR, adalah : 27 a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.

b. Tempat Proses Belajar Mengajar

Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan.

c. Tempat Anak Bermain

Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.

d. Tempat Ibadah

Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masingmasing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.

27


(37)

e. Angkutan Umum

Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi.

f. Tempat Kerja

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

g. Tempat Umum

Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.

h. Tempat Lainnya yang Ditetapkan

Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat. Pemimpin atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana yang telah ditetapkan wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan umum merupakan ruang lingkup KTR yang dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap hingga batas terluar. Sedangkan tempat kerja, tempat


(38)

umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.

2. Asas dan Tujuan Kawasan Tanpa Rokok Penetapan KTR berasaskan:

a. kepentingan kualitas kesehatan manusia; b. kelestarian dan keberlanjutan ekologi; c. perlindungan hukum;

d. keseimbangan antara hak dan kewajiban; e. keterpaduan;

f. keadilan;

g. keterbukaan dan peran serta; h. akuntabilitas; dan

i. kepentingan bersama.28

Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok menurut Kemenkes, antara lain:

a. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok; b. Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;

c. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula; d. Mewujudkan generasi muda yang sehat;

e. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal;

f. Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian;

28


(39)

g. Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan; h. Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok;

3. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok

Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk:

a. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR; b. Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok;

c. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan

d. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung.29

Pengaturan kawasan tanpa rokok di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999

29

Kemenkes RI .Pedoman Penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Kemenkes RI: Jakarta, 2011.


(40)

tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok. Kemenkes RI .Pedoman Penerapan Kawasan Tanpa Rokok. Kemenkes RI, 2011. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Walikota Medan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.

B. Dampak Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia

Paparan asap rokok kepada orang bukan perokok sama bahayanya dengan yang menimpa perokok itu sendiri. Karena itu sangat penting setiap wilayah dan daerah memiliki kawasan bebas asap rokok untuk melindung hak bukan perokok tak menghisap udara yang mengandung nikotin.30

Menindaklanjuti Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok (KTR) Pemerintah Kota Medan membuat Perda Nomor 3 Tahun 2014 menetapkan kawasan tanpa rokok antara lain hotel, restoran, kawasan wisata, tempat ibadah, fasilitas layanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, angkutan umum termasuk angkutan wisata. Kemudian


(41)

perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI/Polri, pasar modern, pasar tradisional, tempat hiburan, terminal, dan bandara.31

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib memberikan teguran, peringatan dan/atau Terbentuknya perda kawasan tanpa rokok (KTR) di Kota Medan sangatlah disambut baik. Ini adalah momentum yang baik untuk melangkah lebih lanjut mewujudkan KTR di tempat-tempat lainnya. Semua orang harus terlindung dari paparan asap rokok. Kebijakan yang efektif dengan membentuk kawasan 100% bebas asap rokok karena pembuatan ruangan khusus merokok kurang efektif. Perda tersebut dibuat untuk melindungi para perokok dan bukan perokok dari dampak zat adiftif rokok. Larangan merokok di tempat kerja justru bermanfaat pada perokok dan non perokok. Pertama, dapat mengurangi paparan asap rokok pada non perokok. Kedua, mengurangi konsumsi rokok pada para perokok. Ketiga, menghemat uang untuk pembelian rokok sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Keempat, dapat menghemat biaya untuk kebersihan, mengurangi risiko kebakaran, absensi kerja.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib melarang setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non kependidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya untuk tidak melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

31

(diakses tanggal 6 Juni 2016)


(42)

mengambil tindakan kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, tenaga non pendidikan atau setiap orang yang berada di area tempat proses belajar mengajar yang menjadi tanggung jawabnya apabila terbukti melakukan kegiatan merokok, mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok.

Tindakan yang dapat dilakukan oleh pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain: 32

1. memberikan teguran untuk mematuhi larangan;

2. apabila teguran sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dihiraukan, maka kepada pelanggar diperintahkan untuk meninggalkan KTR pada tempat proses belajar mengajar;

3. memberikan sanksi administratif kepada setiap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan tenaga non kependidikan sesuai dengan kebijakan dan/atau peraturan yang berlaku pada tempat proses belajar mengajar; atau 4. melaporkan kepada aparat yang berwenang.

Setiap pengelola, pimpinan, dan/atau penanggung jawab KTR pada tempat proses belajar mengajar wajib membuat serta memasang pengumuman dan tanda larangan merokok pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya.

Salah satu perilaku yang semakin hari semakin berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih dan terhindar dari segala bahan


(43)

cemaran yang dikeluarkan oleh asap rokok orang lain.Dengan arti kata setiap orang berhak mendapatkan hak untuk sehat dalam kehidupan.

Merokok di tempat umum, yang disini bermakna sebagai tempat atau sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat adalah melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang tidak merokok.

Dalam membicarakan setiap masalah, misalnya mengenai masalah kesehatan, tidak akan pernah lepas dari berbagai sistem hukum, yang dalam struktur hukumnya berarti menyangkut tentang aparat atau kelembagaan yang bertanggungjawab atas terlaksananya berbagai kebijakan tentang kesehatan, dalam substansi hukumnya berarti membicarakan tentang keberadaan aturan hukum formil dan perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan tersebut, dan dalam budaya hukumnya berarti bagaimana masyarakat memandang dan menjalani peraturan yang telah ada tersebut. Jadi ketiga hal tersebut yang menjadi kerangka dan mendasari terlaksananya berbagai sistem dalam tatanan berbangsa dan bermasyarakat, dalam berbagai masalah dan rutinitas, termasuk pula pada berbagai hal yang menyangkut pada masalah kesehatan.33

Dalam UUD 1945 hal tentang kesehatan diatur dalam Pasal 34 ayat (3) yaitu Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak serta Pasal 28H ayat (1) yaitu Setiap orang

32

Tyan Puspita Dewi, Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan), 2015, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan


(44)

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Namun dalam pelaksanaannya larangan merokok ditempat umum belumlah memberikan pengaruh yang besar kepada perokok yang masih senantiasa melakukan aktivitas merokok ditempat umum atau tempat-tempat yang menurut aturan dilarang merokok, ini terjadi karna berbagai faktor antara lain kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap aturan larangan merokok ditempat umum, sehingga pemerintah seolah-olah setengah hati dalam penerapan aturan tersebut.

Selanjutnya kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk untuk tidak merokok ditempat umum atau kawasan tanpa rokok, ini disebabkan kebanyakan perokok tidak mempedulikan resiko yang ditimbulkan oleh rokok, mereka menganggap bahwa merokok hanya merupakan suatu kebiasaan sesaat untuk memperoleh kesenangan, ketenangan, bahkan meningkatkan kreativitas. Perokok juga beranggapan bahwa merokok dapat dihentikan dengan segera sewaktu-waktu kapanpun mereka ingin, meski dalam kenyataannya, ketergantungan terhadap kandungan nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok teramat sulit untuk dipulihkan. 34

Hal ini semakin diperburuk oleh perilaku aparat yang belum bisa menjadikan dirinya sebagai contoh, seperti misalnya pada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang sejak diberlakukannya kawasan dilarang merokok di tujuh

33

(diakses tanggal 6 Juni 2016).

34


(45)

tempat, justru para aparat yang masih banyak merokok di tempat kerja dan mempertontonkannya pada masyarakat. Dalam sebuah survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) di 110 kantor pemerintahan baik pusat maupun daerah di Ibukota, didapati sebanyak 36,9 persen pegawai di kantor pemerintahan itu melanggar kawasan dilarang merokok, dan 32,1 persen petugas keamanan dan 31 persen pengunjung juga turut melanggar. Survey tersebut juga mendapati pengunjung yang melanggar dengan alasan tidak ada sanksi mencapai 31 persen, sementara pegawai 49,2 persen, dan petugas keamanan 36 persen35

C. Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Proses Belajar Mengajar

Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pemerintah baru-baru ini adalah perumusan MOU (memorandum of understanding) antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri dituangkan dalam surat bernomor 188/ MENKES/PB/I/2011 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa rokok. Peraturan bersama ini sebenarnya sudah menyebutkan adanya sanksi bagi pihak pelanggar, namun masih perlu diperkuat dengan petunjuk operasional dan konsistensi implementasinya dilapangan.36

35Ibid.

36

tanggal 1 Juli 2016)


(46)

Berdasarkan perundang-undangan, pemerintah dan pemerintah daerah diwajibkan mewujudkan apa yang disebut “KTR”37. Kawasan Tanpa Rokok diartikan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.38 Tempat-tempat yang ditetapkan menjadi kawasan tanpa rokok atau kawasan dilarang merokok adalah fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.39

Menurut PP No. 39 Tahun 2012, yang dimaksud dengan “tempat umum” adalah “semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat, sedangkan “tempat lainnya” adalah “tempat terbuka tertentu yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat”.40

37

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Ps. 115 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, Pasal. 49

38

PP No. 39/2012, Ps. 1 angka 11.

39

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,, Ps. 115 ayat (1), PP No. 39/2012, Ps. 50 ayat (1), PB No. 7/2011, Ps. 3 ayat (1).

Khusus untuk fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum penyelenggara tempat-tempat tersebut dilarang untuk menyediakan tempat rokok terpisah dan tempat-tempat tersebut harus menjadi tempat yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar. Artinya, larangan untuk merokok di tempat-tempat tersebut bersifat absolut dan menyeluruh. Selain itu, para penyelenggara


(47)

tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya diperbolehkan untuk menyediakan tempat khusus untuk merokok yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:41

Konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, bahkan jumlahnya pun fantastis hingga mencapai 240 miliar di tahun 2009 dari yang sebelumnya hanya 30 miliar batang pada tahun 1970. Angka ini jelas sudah berada pada tahap mengganggu dan meresahkan masyarakat. Namun, masih banyak masyarakat yang apatis dengan permasalahan rokok ini. Belum lagi dengan kerugian ekonomi yang diderita oleh masyarakat karena penyakit yang diakibatkan rokok. Sementara pemerintah seolah lebih mengutamakan pendapatan negara dari cukai rokok, dibanding kesehatan masyarakatnya sendiri.

merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik; terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas; jauh dari pintu masuk dan keluar; dan jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

42

Perguruan tinggi yang merupakan tempat pendidikan paling tinggi bagi generasi muda, seharusnya bisa membantu menanggulangi masalah rokok ini dengan ikut menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Selain itu, kampus juga cenderung menjadi sasaran utama industri rokok, sehingga jika insan kampus banyak yang merokok hal itu bisa menjadi promosi gratis bagi industri rokok. Karena itu perguruan tinggi perlu memelopori dan menciptakan gerakan untuk mengendalikan konsumsi rokok ini.43

41

PP No. 39/2012, Ps. 51 ayat (1), PB No. 7/2011, Ps. 5 ayat (1) dan (2)

42

(diakses tanggal 6 Juni 2016).


(48)

Demikian disampaikan Edy Suandi Hamid, selaku ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) saat menjadi pembicara dalam seminar dan workshop “Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Lingkungan Kampus”. Acara yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bekerjasama dengan APTISI ini, dilaksanakan pada Kamis (18/12) di Hotel Grand Zury, Yogyakarta. Dalam acara ini hadir pula Bambang Sulistomo, mantan staf ahli Kementerian Kesehatan RI dan Tinuk Istiarti, Dekan FKM Universitas Diponegoro (Undip).44

Langkah lainnya yang bisa dilakukan perguruan tinggi, menurut Prof. Edy adalah dengan menolak tawaran beasiswa atau sponsorship dari industri rokok. “Perguruan tinggi harus menolak tawaran beasiswa atau sponsorship dari industri rokok. Ini juga sebagai bentuk pengendalian terhadap bahaya rokok. Peraturan ini Menurut Edy, perguruan tinggi jangan hanya menjadi institusi yang pasif dalam menghadapi masalah rokok tersebut. Dengan ikut menerapkan KTR, kampus sudah bisa dikatakan ikut terlibat aktif dalam penanganan dan pengendalian rokok. “Selain itu, perguruan tinggi se-Indonesia, khususnya PTS juga bisa melakukan berbagai penelitian dan pengembangan dampak pandemi produk tembakau di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya. Hal ini untuk mewujudkan hak untuk hidup sehat serta mewujudkan generasi muda dan bangsa yang berkualitas dan berdaya saing,”


(49)

juga sudah kami berlakukan pada semua PTS anggota APTISI, agar tidak lagi menerima tawaran beasiswa atau sponsorship dari industri rokok,”

Sementara itu, Bambang Sulistomo, mantan staf ahli Kementerian Kesehatan RI, mengatakan, konsumsi rokok saat ini sudah banyak terjadi di kalangan remaja, bahkan ada pula yang masih di bawah umur tapi sudah mengonsumsi rokok. Padahal, banyak dampak negatif bagi remaja yang mengonsumsi rokok. “Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak yang merokok kemungkinannya akan menjadi pecandu narkoba 15 kali lebih besar dibanding yang bukan perokok, mereka juga kemungkinan akan menjadi pecandu alkohol 3 kali lebih besar,”.45

Saat ini provinsi yang ditengarai berhasil dalam menerapkan KTR adalah Jawa TImur dengan kota Surabaya, melalui Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 Kawasan Tanpa Rokok. sementara itu di Kota Medan, hal

Selain itu, dampak lainnya bagi remaja, lanjut Bambang, remaja dan anak-anak yang merokok akan menurun kecerdasan emosinya, menurun kemampuan untuk belajar dan berinteraksi dengan orang lain, serta lebih sulit beradaptasi dengan lingkungan sosial yang berubah. Karena itulah, Bambang pun sepakat jika semua perguruan tinggi di Indonesia bisa menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut. Di samping karena salah satu tujuan dari acara tersebut untuk mendorong perguruan tinggid di DIY dan Jawa Tengah agar bisa menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di kampusnya, juga sebagai bentuk kepedulian pada hak untuk sehat bagi masyarakat.


(50)

ini masih sampai pada Rancangan Peraturan Daerah yang sudah bergulir sejak sekian lama namun belum juga memperoleh hasil. Masih menjalani pembahasan yang alot.46

Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat proses belajar mengajar wajib melarang kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta seluruh unsur sekolah lainnya untuk merokok di tempat proses belajar mengajar. Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat proses ' ' belajar mengajar wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambit tindakan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta unsur Bahkan terjadi penolakan dari Raperda tersebut dengan pernyataan bahwa peraturah ini disinyalir adalah upaya pemerintah Kota Medan untuk menghilangkan hak konstitusi masyarakat yang mengkonsumsi rokok dan mengkebiri para produsen/penjual rokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada pula tuntutan untuk menyediakan Kawasan Khusus Merokok untuk para perokok. Sebenarnya hal ini tidak salah memang, jadi kebijakan yang di ambil tidak sepihak.

Intinya adalah, komitmet dan sikap saling menghargai satu sama lain. Jika perokok merasa haknya di ambil dengan (nanti) adanya Peraturan Kawasan Tanpa Rokok, maka perokok juga harus menghargai para non perokok untuk merasa terbebas dari asap rokok yang mengepul kemana-mana.

Jadi sebagai warga Negara yang baik kita patut untuk menjaga kenyamanan orang lain, karena asap rokok itu bagi sebagian orang sangat mengganggu.

46


(51)

sekolah lainnya, apabila terbukti merokok di tempat proses belajar mengajar. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan serta seluruh unsllr sekolah lainnya berkewajiban melaporkan kepada pengelola, pimpinan danlatau penanggung jawab tempat proses belajar mengajar, apabila terbukti ada yang merokok di tempat proses belajar mengajar. Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat proses belajar mengajar, wajib memperingatkan pelanggar dan mengambil tindakan atas laporan yang disampaikan oleh peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan serta seluruh unsur sekolah lainnya.47

47

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Roko Pasal 24 ayat 1, 2, 3 dan 4

sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Sejak tahun 1999, melalui PP 19/2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Indonesia telah memiliki peraturan untuk melarang orang merokok di tempat-tempat yang ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada bagian enam pasal 22 – 25. Pasal 25 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan 100% Kawasan Bebas Asap Rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk merokok dengan ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang untuk merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok nyaris tanpa resistensi. Pada kenyataannya, ruang merokok dan ventilasi udara kecuali mahal, kedua hal tersebut secara ilmiah terbukti tidak efektif untuk melindungi perokok pasif, disamping rawan manipulasi dengan dalih ”hak azasi bagi perokok”.


(52)

Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, juga mencantumkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada Bagian Ketujuh Belas, Pengamanan Zat Adiktif, pasal 115.

(1) Kawasan tanpa rokok antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b. tempat proses belajar mengajar; c. tempat anak bermain;

d. tempat ibadah; e. angkutan umum; f. tempat kerja; dan

g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

(2) Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Menindak lanjuti pasal 25 PP 19/2003, beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

1) DKI Jakarta

DKI Jakarta tidak mempunyai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif. Peraturan Kawasan Dilarang Merokok hanya tercantum dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara untuk Udara Luar Ruangan. Yang ada hanya Peraturan Gubernur (Per-Gub) Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. DKI Jakarta belum menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena dalam peraturan tersebut masih menyediakan ruang untuk merokok.


(53)

Kota Bogor belum menerbitkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif. Pengaturan tertib Kawasan Tanpa Rokok tertuang dalam Peraturan Daerah No 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum, pasal 14 – 16.

Kota Bogor juga belum menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena masih mencantumkan ruang untuk merokok.

Kota Bogor merencanakan akan menyusun Perda Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif.


(54)

3) Kota Cirebon

Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Cirebon berbentuk Surat Keputusan Walikota No 27A/2006 tentang Perlindungan Terhadap Masyarakat Bukan Perokok di Kota Cirebon.

Kota Cirebon merupakan kota pertama yang menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok yaitu tidak menyediakan ruang untuk merokok. Sayangnya peraturan tersebut belum berbentuk Peraturan Daerah sehingga tidak ada sanksi dan tidak mengikat masyarakat.

4) Kota Surabaya

Kota Surabaya merupakan kota pertama yang mempunyai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara ekskusif, yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Perda ini membagi 2 kawasan yaitu Kawasan Tanpa Rokok yang menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang menyediakan ruang khusus untuk merokok.

Untuk melaksanakan Perda No 5 Tahun 2008, Kota Surabaya juga telah membuat Peraturan Walikota Surabaya No 25 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Perda Kota surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang tercantum dalam Perda 5/2009 dirinci dan dipertegas pada Perwali tersebut.


(55)

5) Kota Palembang

Kota Palembang merupakan Kota pertama di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif dan menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok yaitu tanpa menyediakan ruang merokok. Peraturan Daerah No. 07/2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Palembang merupakan satu-satunya Perda Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia yang sesuai dengan standard internasional yaitu 100% Kawasan Tanpa Rokok dengan tidak menyediakan ruang untuk merokok.

6) Kota Padang Panjang

Kota Padang Panjang memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok yaitu Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok. Peraturan Daerah ini dirinci dan dipertegas dengan Peraturan Walikota Padang Panjang No.10 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Padang Panjang No. 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok.48

48

tanggal 1 Juli 2016).


(56)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Berdasarkan penjelasan Pasal tersebut setiap orang berhak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat. Oleh karena itu, pemerintah wajib menjamin lingkungan yang sehat bagi warga negaranya.

Kesehatan masyarakat merupakan jaminan penunjang keberlangsungan hidup masyarakat disuatu daerah untuk upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia guna mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pertambahan penduduk dunia yang pesat merupakan ancaman terhadap kualitas dan kesehatan umat manusia. Pertambahan penduduk yang pesat tersebut sudah mulai mengancam daya dukung bumi dan justru terjadi di negara-negara berkembang yang merupakan 77% dari penduduk dunia, tetapi hanya menyumbang 15% dari pendapatan dunia.1

Penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia masih jauh dari harapan. Sebagai bukti sampaiFebruari 2015 hanya 30 % (166 kabupaten/kota) yang menerapkan kawasan tanpaasa prokok, dari 403 kabupaten dan 98 kotadi

1


(57)

Indonesia (Kemenkes, 2015). Padahal pembentukan peraturan kawasan tanpa rokok oleh pemerintah daerah melalui Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada bagian ketujuh belas Pasal 115 telah enam tahun diberlakukan, tetapi tidak menunjukan hasil yang signifikan. Hal ini menggambarkan belum meratanya kesadaran Pemerintah Daerah menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok.2

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengalami laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dan banyak menerima dampak dari adanya globalisasi yang menunjang timbulnya masalah-masalah kesehatan, lingkungan dan pembangunan di beberapa daerah. Oleh karena itu, faktor pertambahan penduduk, pola hidup dan tingkat konsumsi masyarakat harus selalu menjadi pertimbangan dalam menyelesaikan masalah kesehatan, lingkungan dan pembangunan.3

Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India dengan prevalensi perokok yaitu 36,1%. Pada tahun 2010, diperkirakan 384.058 orang (237.167 laki-laki dan 146.881 wanita) di Indonesia menderita penyakit terkait konsumsi tembakau. Total kematian akibat konsumsi rokok mencapai 190.260 (100.680 laki-laki dan 50.520 wanita) atau 12.7% dari total kematian pada tahun 2010. Sedangkan 50% dari yang terkena penyakit terkait rokok mengalami kematian dini. Penyebab kematian terbanyak adalah penyakit stroke, Jantung Koroner, serta kanker trakhea, bronkhus dan paru.

2

3


(58)

Secara keseluruhan kematian akibat penyakit terkait konsumsi rokok sebesar 12,7% dari total kematian pada tahun 2010.4

Pengaruh dari faktor pertambahan penduduk, pola hidup dan tingkat konsumsi masyarakat yang mengakibatkan masalah kesehatan, lingkungan dan pembangunan, menuntut Pemerintah Indonesia melakukan reformasi total terhadap kebijakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan pada asas perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan perilaku hidup sehat sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.5

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman tembakau (nicotiana

Setiap manusia berhak atas kesehatan dan mendapatkan lingkungan yang sehat. Kenyataannya lingkungan yang sehat masih jauh dari yang di harapkan. Kebiasaan pola hidup yang buruk seperti merokok merupakan salah satu bentuk perilaku yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.

4


(59)

tobacum, nicotiana rustica), dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.6 Merokok tidak hanya mempengaruhi kesehatan dari seorang perokok aktif, melainkan juga mempengaruhi kesehatan orang lain, yaitu yang disebut sebagai perokok pasif.7

Kawasan Tanpa Rokok atau yang sering disebut dengan KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau memproduksi tembakau

Mengingat bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, Pemerintah Daerah Kota Medan membentuk Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (selanjutnya disebut dengan KTR) sebagai lagkah terwujudnya pembangunan kesehatan di Kota Medan. Peraturan Daerah tentang KTR di kota Medan merupakan amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mewajibkan tiap Daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di daerahnya masing-masing. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (selanjutnya disebut Perda Kota Medan KTR) menetapkan Kawasan Tanpa Rokok diantaranya adalah tempat fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.

8

6

Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Bab I, Pasal 1 angka 10

7

Kusdwirarti Setiono, dkk, Op.Cit., hlm. 46

. Kebijakan publik diciptakan untuk mengatasi masalah yang timbul ditengah


(60)

masyarakat. Salah satu masalah publik yang sering timbul ditengah masyarakat yaitu masalah rokok. Masalah tentang rokok menjadi sebuah dilema bagi pemerintah, karena pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan membuat aturan yang ketat tentang rokok namun dilain pihak terdapat kelompok masyarakat yang terancam keberlangsungan hidupnya apabila aturan tersebut tetap dijalankan, karena ada ratusan ribu orang yang menggantungkan hidupnya pada industri rokok. Pemerintah dalam hal ini seharusnya mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan para buruh pabrik rokok dan petani tembakau. 9

Oleh karena itu sebagai jalan keluar maka pada tahun 2014 Pemerintahan Kota Medan mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 ini tidak bermaksud untuk melarang orang merokok hanya saja untuk mengatur agar orang tidak merokok disembarang tempat. Seseorang dapat merokok asalkan ditempatkan yang disediakan bagi khusus para perokok. Penyediaan tempat khusus merokok wajib disediakan oleh pimpinan atau penanggung jawab kawasan tersebut.10

Pimpinan atau penanggung jawab KTR adalah orang yang karena jabatannya, mempimpin dan/atau bertanggungjawab atas kegiatan dan/atau usaha

8

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Bab I, Pasal 1 angka 9


(61)

di kawasan yang ditetapkan sebagai KTR.11

Terlepas dari sisi kelemahan rumusan kebijakan publik di tingkat lokal oleh Pemko Medan tentang kawasan tanpa rokok (KTR) yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 patut didukung implementasinya. Sudah saatnya ruang-ruang publik disterilkan dari asap rokok, mengingat merokok merupakan perbuatan yang sangat membahayakan, bukan hanya bagi si perokok tetapi juga bagi orang di sekitarnya.

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini telah diberlakukan namun kenyataannya tujuan dari Perda tersebut belum terlaksana dengan maksimal. Di Fakultas Hukum USU sebagai sarana pendidikan yang digunakan oleh khalayak ramai masih ditemukan pelanggaran terhadap perda tersebut. Banyak ditemukan individu-individu yang masih merokok secara sembarangan. Hal ini juga disebabkan oleh ketiadaan kawasan rokok (Smoking Area) yang dimana di area tersebut para perokok diperbolehkan merokok.

12

11

Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Bab I, Pasal 1 angka 26

Implementasi Perda KTR Nomor 3 Tahun 2014 ini menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang mengatakan sosialisasi sangat minim, kemudian tidak dibarengi oleh penetapan daerah khusus untuk merokok. Di berbagai SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) saat ini seharusnya dibuat kawasan khusus merokok bagi pegawai. Ternyata sampai saat ini hampir di semua dinas SKPD belum ada ruangan khusus untuk merokok. Artinya infrastruktur mendukung Perda KTR ini belum ada, sehingga bisa jadi bumerang.

12


(62)

Apapun argumentasi yang akan dibangun tentang ketidaksiapan Pemko Medan menyusul belum adanya perwal pendukung sebagai petunjuk teknis, kita patut mendukung kebijakan "kawasan tanpa rokok" ini karena menyangkut kepentingan warga dan kenyamanan bersama. Kalau bisa dikatakan bahwa "kawasan tanpa rokok" sudah terlambat dilakukan di Kota Medan. Dengan adanya Perda KTR ini diharapkan akan mampu melindungi warga dari asap rokok yang sangat merugikan warga. 13

Terobosan Wali Kota dan DPRD Medan ini patut mendapat apresiasi sebagai ide yang inovatif dan kreatif. Kedepannya ide-ide lain perlu ditingkatkan demi kesejahteraan warga Kota Medan. Semkain banyak kebijakan yang muncul untuk melindungi warga Kota Medan, maka pembangunan Kota Medan akan semakin berhasil.

Bahaya yang ditimbulkan oleh rokok sangat besar. Mulai dari penyakit pernafasan yang sangat akut, sampai dengan kerugian ekonomi yang sangat besar, belum lagi dampak sosial dari merokok. Dengan adanya Perda KTR ini tentu menjadi payung hukum yang sangat kuat untuk menindak siapa saja yang merokok di sembarangan tempat. Dengan adanya Perda ini kesehatan masyarakat akan semakin lebih baik karena pencemaran lingkungan dan udara akan semakin diminimalisasi. Untuk itu, apa saja infrastruktur pendukung untuk keberhasilan Perda KTR ini saatnya dibuat oleh Pemko Medan. Mulai dari Perwal sampai dengan adanya ruangan khusus bagi perokok berat.

14

13Ibid


(1)

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini

berjudul Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014

Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum


(3)

6. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara sekaligus Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

7. Ibu Afrita, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.

8. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Seluruh pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Medan yang telah banyak membantu dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga penulis menyelesaikan studi.

10.Kedua orang tua penulis Ayahanda Drs. Robinson Milala dan Ibunda Arihta

Surbakti, yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun material sehingga terselesaikanya skripsi ini.

11.Kepada teman teman penulis Bob, William, Robby, Paulus Sibarani, Rawady,

Fanny, Indri, Dessy, Theresia, Mutia dan seluruh teman teman di Fakultas Hukum USU yang tidak dapat ditulis namanya satu persatu terimakasih atas semua masukan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12.Kepada seluruh teman teman GMKI Komisariat Fakultas Hukum USU yang

telah memberikan masukan dan arahan selama penulis belajar di Fakultas Hukum USU.

13.Kepada seluruh anggota IMKA ERKALIAGA Fakultas Hukum USU yang

banyak memberikan saran-saran yang mendorong Penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.


(4)

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juli 2016 Hormat Saya

Roni Yahya Milala


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II. PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2014 ... 20

A. Latar Belakang Penetapan Kawasan Tanpa Rokok ... 20

1. Ruang Lingkup Kawasan Tanpa Rokok ... 21

2. Asas dan Tujuan Kawasan Tanpa Rokok ... 23

3. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok ... 24

B. Dampak Kawasan Tanpa Rokok Di Indonesia ... 25

C. Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok Di Tempat Proses Belajar Mengajar ... 30


(6)

BAB III PENERAPAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA ... 40

A. Pengawasan Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU ... 40

B. Kewajiban Pimpinan Fakultas Hukum USU dalam Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di Tempat Proses Belajar Mengajar ... 46

C. Tindakan Pimpinan Fakultas Hukum USU dalam Menyikapi Pelanggaran Terhadap Perda Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok ... 50

BAB IV KENDALA DALAM PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI FAKULTAS HUKUM USU ... 53

A. Persepsi Responden Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU ... 53

B. Efektivitas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU ... 58

C. Kendala dalam Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Fakultas Hukum USU ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


Dokumen yang terkait

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

13 140 63

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

0 3 63

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

0 0 8

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

0 0 2

Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara

0 0 9

Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara

0 0 1

Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara

0 0 19

Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara

0 0 21

Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara

0 1 3

Efektivitas Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Fakultas Hukum USU Ditinjau Dari Hukum Adminsitrasi Negara

1 1 2