Struktur Organisasi Pemerintahan Nagori Dolok Huluan Badan Permusyawaratan Desa Maujana Nagori

G. Struktur Organisasi Pemerintahan Nagori Dolok Huluan

Pemerintahan Nagori dolok Huluan memiliki struktur organisasi sebagai berikut: Bagan 1 Struktur Pemerintahan Nagori Dolok Huluan Dalam Peraturan Pemerintah Republik Nomor 72 Tahun 2005 pasal 1 yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagori pasal 81 tentang Universitas Sumatera Utara tata Kerja Pemerintahan Nagori dan Tungkat Nagori Dalam menyelenggarakan pemerintahan nagori, kewajiban Maujana nagori yaitu : Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagori kepada bupati, memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Maujana nagori serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagori kepada masyarakat.

H. Badan Permusyawaratan Desa Maujana Nagori

Adapun struktur organisasi Maujana nagori Dolok Huluan yaitu : Bagan 2 Struktur Maujana Nagori Dolok Huluan

I. Konfiguras

i Politik Nagori Dolok Huluan Nagori Dolok Huluan dipimpin oleh Pangulu yaitu Walmaison Purba untuk masa jabatan 2009-2015. Kepala desa sebagai sebagai kepala pemerintahan dan juga merupakan lembaga eksekutif di desa. Badan Permusyawaratan Desa Universitas Sumatera Utara terdapat juga lembaga legislatif desa yang disebut dengan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nagori, kepala desa disebut dengan Pangulu dan Badan Permusyaratan Desa disebut dengan Maujana Nagori. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pada pasal 1 menyebutkan bahwa Pemerintahan Desa sebagai penyelenggara urusan pemerintahan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Kepala desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 enam tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 satu kali masa jabatan berikutnya. Kepala desa dipilih dari calon kepala desa tepilih ditetapkan oleh BPD dan disahkan Oleh Bupati. Ketentuan ini menunjukan bahwa pengesahan oleh bupati bersifat administratif saja sedangakan penetapan calon terpilih ditentukan rakyat desa sendiri melalui BPD 32 Pemilihan pangulu di Nagori Dolok Huluan dilaksanakan secara demokratis dan damai pada tahun 2009 , pemilihan pangulu terbilang cukup seru sebab hanya di ikuti oleh dua calon pangulu yakni Walmaison Purba dan Lamhot Saragih. Pertarungan kedua kandidat semakin seru dengan adanya politik identitas yang sengaja dipraktekkan dari pemilihan kepala desa yakni putra asli daerah dan pendatang di derah tersebut. Dolog Huluan sendiri merupakan tanah leluhur dari 32 Prof. Drs. HAW. Widjaja. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat Dan Utuh. Jakarata : PT Raja Grafindo Persada. hal 29. Universitas Sumatera Utara keturunan marga dari calon pangulu yang terpilih yakni Walmaison Purba selain itu ada juga faktor pembeda yang membuat persaingan antara kedua calon semakin hidup yakni perbedaan usia yang sangat signifikan antara Walmaison Purba dengan Lamhot saragih. Walmaison Purba calon pangulu yang sudah lama berumah tangga dan sudah memiliki 4 orang anak dan Lamhot Saragih yang pada saat tersebut baru saja berumah tangga. Pemilihan suara dan penghitungan suara di adakan pada tangal yang sama . Walmaison Purba berhasil menjadi pangulu Nagori Dolok Huluan dengan memperoleh suara 585 suara unggul 85 suara dari Lamhot Saragih. Universitas Sumatera Utara BAB III RELASI KEKUASAAN KEPALA DAERAH DENGAN KEPALA DESA A. Fase Historis Pengaturan Hubungan antara Kepala Daerah Dengan Kepala Desa Sistem Pemerintahan Desa yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia sekarang ini merupakan warisan dari Undang Undang Lama yang pernah mengatur Desa, peraturan perundangan undangan yang selama ini tidak mengatur pemerintahan desa secara seragam kurang memberikan dorongan kepada masyarakatnya untuk tumbuh ke arah kemajuan yang dinamis. Sejarah perjalanan tata pemerintahan daerahdesa selama perjalanan bangsa Indonesia sering berubah ubah sesuai dengan kondisi dan situasi politik nasional serta Rezim yang berkuasa. UU nomor 5 tahun 1974 dan UU nomor 5 tahun 1979 secara historis terbukti kurang memberikan kebebasan daerahdesa untuk mengatur dan mengurus rumah tanganya sendiri. Dibawah UU No.51979 tentang Pemerintahan Desa, satuan pemerintahan terendah dibawah kecamatan disebut dengan nomenklatur desa. Di seluruh Indonesia nomenklaturnya sama, yaitu desa. Bahkan tidak hanya nomenklaturnya yang diseragamkan, melainkan juga struktur organisasinya dan mekanisme kerjanya. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan desa yang efisien Universitas Sumatera Utara sehingga dapat menerima tugas-tugas pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah saat itu. Pada masa Orde Baru ketika UU ini berlaku ditandai dengan adanya sistem politik yang mengatur hubungan kelembagaan antar tingkat pemerintahan bekerja dengan model hirarkis yang tercermin dalam kaitan desa dengan lembaga di atasnya, yaitu Kecamatan, Kabupaten, Propinsi sampai di tingkat Pusat. Dengan kata lain, Desa tidak bisa menentukan kebijakannya secara mandiri otonom dengan kiblat kedaulatannya, akan tetapi lebih mengikuti dari ideologi kekuasaan di atasnya. Pada masa ini sistem sentralistik menempatkan posisi desa dalah hirarki pemerintahan terendah langsung di bawah Kecamatan. Dalam Undang undang Nomor 5 tahun 1974 pasal 77 huruf e, disebutkan bahwa Camat merupakan Kepala Wilayah sebagai wakil pemerintah. Dengan demikian Camat sebagai Wakil Pemerintah adalah Penguasa Tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang dengan perkataan lain Penguasa Tunggal adalah Administrator Pemerintahan, Administrator Pembangunan dan Administrator Kemasyarakatan Adapun salah satu wewenang, tugas dan kewajiban Kepala Wilayah adalah membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah Dari pasal-pasal yang dikutip di atas, nampak bahwa posisi camat sebagai kepala wilayah sangat kuat ketika berhubungan dengan pemerintah desa, karena secara hirarkis camat mermpunyai Universitas Sumatera Utara wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap desa dan sekaligus sebagai atasan pemerintah desa. Sebagai salah satu wujud dari hubungan yang hirarkis, di dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1979 dijelaskan dalam definisi Desa, yaitu suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Memperhatikan definisi tersebut jelas bahwa Desa adalah bawahan Camat. Posisi Camat yang kuat di hadapan Kepala Desa juga nampak ketika terjadi pemilihan Kepala Desa sebab wewenang yang melekat pada camat dapat menjadi pengaruh besar dalam pemilihan kepala desa. Pada pasal-pasal berikut ini akan semakin menunjukkan posisi Camat yang sangat dominan: Pasal 10 ayat 2: Dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban Kepala Desa: a bertanggungjawab kepada pejabat yang berwenang mengangkat melalui Camat, b memberikan keterangan pertanggungjawaban tersebut kepada Lembaga Musyawarah Desa. Pasal 15 ayat 2: Universitas Sumatera Utara a Sekretaris Desa diangkat dan diberhentikan oleh BupatiWalikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setelah mendengar pertimbangan Camat atas usul Kepala Desa setelah mendengar pertimbangan Lembaga Musyawarah Desa. Pasal 15 ayat 4: Kepala-kepala urusan diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama BupatiWalikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa. Pasal 16 ayat 3: Kepala Dusun diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama BupatiWalikotammadya Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa. Dengan mudah dapat dipahami, oleh karena sifat pemerintahan yang sentralistik ketika Undang-Undang tersebut berlaku, sehingga hubungan hirarkis menjadi sangat nampak antar tingkat dalam sistem pemerintahan Indonesia. Dengan demikian peninggalan pemerintahan yang sentralistik tersebut salah satunya mendudukkan pemerintah desa sebagai bawahan Camat. Dalam situasi seperti itu, peluang desa untuk menjadi entitas politik yang berotonomi menjadi sangat sempit bahkan tidak mungkin, dengan kata lain, Kepala Desa bukanlah merupakan birokrat sebagai kepanjangan tangan dari Camat, seperti halnya Lurah. Ketika Kepala Desa tetap saja dipahami kehadiran dan perannya sekedar sebagai jajaran birokrasi pemerintahan, maka potensi dan kemandirian masyarakat desa tidak akan teraktualisasikan secara optimal, sebab sejauh ini birokrasi Universitas Sumatera Utara pemerintahan lebih berperan sebagai pengatur dari pada sebagai fasilitator. Bahkan dikatakan birokrasi cenderung bergerak secara kaku, tidak hanya tidak obyektif dalam memandang kepentingan masyarakat, melainkan juga ada tendensi untuk menghambat kreativitas masyarakat itu sendiri Lebih bermasalah lagi ketika oleh MacAndrews, Kecamatan diistilahkan sebagai pemerintah tingkat ketiga dan Desa sebagai tingkat keempat dari pemerintahan daerah 33 Tumbangnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998 oleh arus gelombang demonstrasi mahasiswa membawa arus perubahan yang sangat mendasar bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia. Selama hampir tiga dekade rakyat Indonesia berada di dalam kekuasaan militeristik dibawah rezim presiden Soeharto. Dari sisi pemerintahan desa, desa telah kehilangan tata pemerintahan yang demokratis dan telah di kekang nilai nilai budaya serta warisan leluhurnya yang sebelumnya berasal dari hukum adat yang berlaku di desa tersebut. . Pada masa Orde Baru sentralisasi kekuasaan terjadi mulai dari pemerintahan pusat hingga pemerintahan terendah yaitu desa. Kekuasaan eksekutif yang begitu besar memberikan kewenangan lebih kepada Kepala Desa untuk memegang kontrol penuh atas jalannya roda pemerintahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemerintahan desa pada masa Orde Baru terletak pada satu badan yang menguasai jalannya penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu Kepala Desa. 33 Colin MacAndrews, Ichlasul Amal. 1995. Hubungan Pusat – Daerah Dalam Pembangunan. Jakarta : Raja Grafindo persada. hal 7. Universitas Sumatera Utara Era reformasi dengan lengsernya Presiden Soeharto pada Mei 1998 merupakan awal kebangkitan demokratisasi serta membawa perubahan dalam sejarah ketatanegaraan sistem pemerintah Indonesia ke arah yang lebih demokratis. Sentralisasi, otoritarianisme negara state-hegemony dan mobilisasi rakyat yang terjadi pada masa Orde Baru bergeser menuju pola-pola desentralisasi dan demokratisasi. Upaya ke arah demokratisasi ditandai dengan pergantian kekuasaan dan kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah yang kebanyakan berdasarkan tuntutan dari masyarakat. Perubahan politik dan pola penyelenggaraan pemerintahan terjadi secara besar besaran mulai dari pemerintah level tertinggi yakni pusat hingga pemerintahan level terendah yakni di tingkat desa. Pemerintah era reformasi di bawah pemerintahan presiden BJ Habibie mengeluarkan kebijakan yang mendukung ke arah demokratisasi di daerah. Salah satu kebijakan penting dalam rangka mewujudkan cita-cita demokratisasi adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang juga mengatur tentang Pemerintahan Desa. Latar belakang kelahiran maupun implementasi dari Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menurut Ryaas Rasyid adalah : “Pemerintahan Desa harus dikembalikan pada bentuk aslinya yang disebut self governing community. Pemerintahan Desa sebaiknya merupakan pemerintahan pada level administratif yang paling rendah tetapi sebagai lembaga Universitas Sumatera Utara tradisional Desa” 34 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sebagai usaha untuk memperkuat posisi BPD terhadap eksekutif dalam hal ini Kepala Desa UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan fungsi pengawasan kepada BPD bukan lagi kepada kecamatan . Fungsi pengawasan yang sebelumnya sudah ada pada UU No. 5 Tahun 1979 diperkuat sehingga BPD dapat mengawasi jalannya pemerintahan desa yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa. Kedudukan BPD yang sedemikian itu diharapkan dapat mengontrol kinerja aparat pemerintahan desa serta dapat mewakili aspirasi masyarakat desa dalam proses . Melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mempertegas posisi Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa BPD adalah mitra dalam menjalankan pemerintahan desa. BPD merupakan penyempurnaan dari LMD karena BPD lebih bersifat independen karena dalam proses pemilihan anggota BPD dilakukan oleh masyarakat desa dan anggota berasal dari masyarakat desa itu sendiri. Di dalam UU No. 22 Tahun 1999 terlihat upaya untuk memperkuat sistem pemisahan kekuasaan dan perimbangan kekuasaan. Hal ini terlihat dari isi Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang memisahkan kewenangan antara Kepala Desa dan BPD serta melakukan pembatasan agar kekuasaan Kepala Desa yang dominan seperti yang terjadi pada masa Orde Baru tidak terulang kembali. Dilihat dari sisi ketegasan mengenai pemisahan kekuasaan terlihat bahwa posisi BPD yang terpisah dari pemerintahan desa. 34 Purwo Santoso. 2003. Pembaharuan Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.26 Universitas Sumatera Utara penyelenggaraan pemerintahan desa. Sistem pengaturan baru terhadap peran dan fungsi BPD diharapkan dapat mengawasi proses penyelenggaraan pemerintahan desa serta menciptakan mekanisme check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Impelementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 telah mempengaruhi pola penyelenggaraan pemerintahan desa. Perubahan yang terjadi dalam pemerintahan desa yakni terhadap struktur organisasi pembentukan BPD yang sejatinya ingin menguatkan proses demokratisasi di desa. Pemerintahan desa yang berlangsung pada masa Orde Baru yang bersifat sentralistik diubah menjadi lebih demokratis dengan membentuk lembaga perwakilan yang dapat mewakili aspirasi masyarakat desa dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa serta dalam perumusan Peraturan Desa. Disamping itu, masyarakat desa melalui BPD dapat mengawasi proses pelaksanaan pemerintahan di desa. Dalam Undang Undang nomor 22 tahun 1999 menegaskan bahwa desa bukan lagi merupakan wilayah administaratif bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah tetapi menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten sehingga setiap warga desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya. Undang Undang No 22 Tahun 1999 dan Undang Undang No 32 Tahun 2004 menetapkan desa relatif mandiri dan pengaturannya diserahkan kepada kabupaten. Universitas Sumatera Utara Jika sebelumnya desa ditempatkan sebagai unit pemerintahan terendah dibawah camat, maka menurut UU No 22 Tahun 1999 desa ditempatkan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan hak asal-usul desanya. Namun Dalam UU Nomor. 22 tahun 1999 status pemerintah kecamatan masih dipertahankan, perubahan terjadi pada beberapa aspek , di antaranya apabila dalam Undang Undang No. 5 Tahun 1974 camat merupakan aparat wilayah atau kepala wilayah kecamatan yang mempunyai kekuasaan tunggal penyelenggaraan pemerintahan umum di wilayah kerjanya, maka pada Undang Undang No. 22 Tahun 1999 camat adalah perangkat daerah kabupaten atau perangkat daerah kota yang didefinisikan sebagai kepala kecamatan yang tidak lagi mempunyai otoritas penuh atas tugas-tugas pemerintahan atributif melainkan bergeser sebagai pelaksana tugas-tugas yang dilimpahkandidelegasikan Pasal 66 ayat 4 oleh kepala daerah yang disebut BupatiWalikota. Dengan kata lain tugas dan fungsi camat pada era otonomi daerah berdasarkan Undang Undang No. 22 Tahun 1999 hanyalah menerima sebagian pelimpahan kewenangan yang ditugaskan oleh Bupati atau Walikota atau yang lebih ekstrim, camat tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya, apabila tidak mendapat pelimpahan kewenangan dari Bupati atau Walikota. Adanya pengurangan kewenangan camat yang sedemikian drastis dari pejabat administratif yang masih mempunyai kewenangan atributif menjadi Universitas Sumatera Utara pejabat administratif yang hanya bersifat delegatif membuat posisi camat menjadi canggung. Kecanggungan posisi atau peran Camat tersebut semakin nampak dalam Pasal 109 ayat 1 yang bunyinya: Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat. Pasal tersebut sebenarnya tidak memberi makna apapun bagi Camat, dalam arti hasil keputusan bersama tersebut sekedar diberitahukan kepada Camat. Dalam hal ini Camat sama sekali tidak mempunyai kewenangan untuk menolak atau menerima keputusan bersama tersebut, bahkan sekedar dimintai pertimbanganpun juga tidak. Jadi tidak jelas apa makna pemberitahuan kepada Camat tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang tersebut keberadaan Camat dalam hubungannya dengan Desa sama sekali tidak jelas peran dan fungsinya. Keberadaan Camat akan menjadi jelas ketika berkaitan dengan Kelurahan. Menyangkut Kelurahan, dalam Undang-Undang tersebut diatur dalam Pasal-pasal antara lain: Pasal 66 dan 67 dalam Undang-Undang tersebut termuat dalam Bagian Kesebelas tentang Perangkat Daerah, berarti Camat dan Lurah merupakan perangkat Daerah yang keberadaannya tergantung kepada BupatiWalikota. Dengan demikian Camat dan Lurah diangkat dan diberhentikan oleh BupatiWalikota. Sampai di sini jelas bahwa posisi Camat dan Lurah sangat berbeda dengan posisi Kepala Desa, karena Kepala Desa dipilih oleh rakyat, Universitas Sumatera Utara sementara Camat dan Lurah diangkat dan diberhentikan oleh BupatiWalikota. Dengan kata lain Kepala Desa bukanlah merupakan birokrat sebagai kepanjangan tangan dari Camat, sedang lurah merupakan birokrat sebagai kepanjangan tangan dari Camat. Dengan demikian, semestinya pemahaman terhadap Kepala Desa bukanlah seorang birokrat seperti halnya Camat dan Lurah. Kedua pejabat yang disebut terakhir ini menduduki jabatan karier, sementara Kepala Desa menduduki jabatan politik. Oleh karena itu Kepala Desa bukanlah bawahan Camat. Hal ini akan jelas terlihat dalam definisi Desa menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang berbeda dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979. Pemerintah Desa dapat dan kebanyakan menuntut ketika dihadapakan dengan tugas perbantuan dari Kabupaten, Pemerintah desa melalui Kepala Desa berhubungan langsung dengan pemerintah Kabupaten yang dalam hal ini adalah bupatiwalikota. Urusan yang dapat diselesaikan di tingkat Kecamatan akhirnya harus tertimbun dan menguras energi pemerintahan di tingkat Kabupaten 35 35 Abdul Gaffar Karim Editor. 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM. hal 252 . Keinginan untuk berhubungan langsung tersebut dapat dilihat dengan adanya organisasi-organisasi yang dibentuk oleh para KepalaLurah Desa maupun para Ketua Badan Perwakilan Desa BPD. Bila organisasi tersebut ingin menyampaikan aspirasinya akan secara langsung berhubungan dengan pemerintah Kabupaten tanpa melalui pemerintah Kecamatan. Universitas Sumatera Utara Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga mengatur Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa BPD merupakan perubahan dari UU sebelumnya. Perubahan tersebut memiliki tujuan untuk menutupi kelemahan-kelemahan yang ada pada UU Nomor 22 Tahun 1999. Status desa adalah satuan pemerintahan di bawah kabupatenkota. Desa tidak sama dengan kelurahan yang statusnya di bawah camat. Kelurahan hanyalah wilayah kerja lurah di bawah camat yang tidak mempunyai hak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Sedangkan desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesi UU No.322004 Dengan demikian, kepala desa langsung dibawah pembinaan Bupatiwalikota. Perlu diketahui bahwa sesuai dengan UU No. 322004 kecamatan bukan lagi sebagai wilayah administrasi yang membawahi desa-desa, melainkan hanyalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten. Camat sendiri bukan kepala wilayah dan penguasa tunggal di wilayahnya sesuai UU No 51974, melainkan hanya sebagai pejabat pemerintah kabupaten yang mengepalai kecamatan. Atau dengan kata lain, camat adalah tangan panjang bupati di wilayah kerja tertentu yaitu kecamatan yang salah satu tugasnya adalah Universitas Sumatera Utara melakukan koordinasi, sinkronisasi, pengawasan dan pembinaan terhadap desa- desa. Hal tersebut berbeda dengan status camat pada zaman Orde Baru yaitu tangan panjang pemerintah pusat di bawah pembinaan menteri dalam negeri, gubernur dan bupatiwalikota. Setelah berlakunya UU No. 32 Tahun 2004, posisi Camat relatif menjadi lebih jelas, namun jangan sampai posisi yang lebih jelas tadi akan memperkuat posisi Camat sebagai atasan pemerintah desa yang akan selalu mengatur apa saja dalam pelaksanaan pemerintahan desa. Dengan demikian peran dan fungsi Kecamatan sebagai simpul pembangunan wilayah semakin kuat tanpa mengintervensi desa sebagai subsistem yang otonom juga 36 Dengan adanya pendelegasian kewenangan Bupati kepada pemerintah Kecamatan secara jelas diharapkan akan terjadi pengembangan sinergi pemerintahan Desa dengan pemerintahan di Kabupaten dan sejalan dengan hal itu perlu dilakukan penataan ulang peran dan fungsi pemerintah Kecamatan. Bupati perlu mendelegasikan sejumlah kewenangan untuk ditangani oleh Camat dengan . Selain itu hal mendasar yang diamanatkan dalam UU No 32 Tahun 2004 masalah nomenklatur diserahkan kepada masing-masing daerah. Artinya, setiap daerah bisa menyebut satuan pemerintahan terendah dengan istilah yang sudah hidup sejak zaman dulu seperti nagari, huta, gampong, kampung, marga dan lain-lain. Dengan demikian, di daerah luar Jawa sebutan untuk desa menjadi beragam. 36 Zudan Arif Fakrulloh, 2004, Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan, Jakarta: CV. Cipruy, hal 99 Universitas Sumatera Utara keharusan mempertanggungjawabkannya kepada Bupati. Dengan demikian prinsip subsidiaritas bisa berjalan dan di sisi lain pemerintahan level kabupaten dapat memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang lebih strategis di tingkat Kabupaten. Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 menempatkan Kepala Daerah dengan Kepala Desa dengan kedudukan sebagai pimpinan dalam suatu daerah otonom. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah diatur lima bentuk hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom, yakni: Hubungan dalam bidang kewenangan, meliputi: 1. penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui asas desentralisasi dan dilaksanakan secara otonom; dan 2. penugasan dari pemerintah kepada daerah, atau dari pemerintah provinsi kepada kabupatenkota untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan asas tugas pembantuan. Hubungan dalam bidang keuangan, meliputi: Universitas Sumatera Utara 1. pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelengarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; 2. pengalokasian dana perimbagan kepada pemerintah daerah; dan 3. pemberian pinjaman danatau hibah kepada pemerintahan daerah. Hubungan dalam bidang pelayanan umum, meliputi: 1. kewenangan, tanggungjawab dan penentuan standar pelayanan minimal; 2. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan 3. fasilitasi pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum. Hubungan dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, meliputi: 1. kewenangan, tanggungjawab dan pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; 2. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya sumber daya alam dan sumber daya lainnya; 3. penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. Hubungan dalam bidang pembinaan dan pengawasan, meliputi: Universitas Sumatera Utara Pembinaan penyelengaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, yang meliputi: 1. koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan; 2. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan; 3. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanan urusan pemerintahan; 4. pendidikan dan pelatihan; dan 5. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. ` Pengawasan penyelengaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh pemerintah, yang meliputi: 1. pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan; 2. pengawasan atas peraturan daerah dan peraturan kepala daerah; 3. pemberian penghargaan dan sanksi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 4. pendidikan dan pelatihan; dan 5. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Sejalan dengan bentuk-bentuk hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom, maka sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Universitas Sumatera Utara tahun 205 tentang Desa, terdapat tiga bentuk hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa, yakni: Hubungan dalam bidang kewenangan, meliputi: 1. Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupatenkota kepada desa untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan tersebut; dan 2. Penugasan dari pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan asas tugas pembantuan. Hubungan dalam bidang keuangan, meliputi: 1. Bagi hasil pajak daerah minimal 10 untuk desa; 2. Bagi hasil retribusi daerah; 3. Pemberian ”Alokasi Dana Desa”, yakni bagian dari dana perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang diterima kabupatenkota minimal sebesar 10 untuk desa; dan 4. Pemberian bantuan keuangan oleh Pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa dan program-program pemberdayaan masyarakat desa. Hubungan dalam bidang pembinaan dan pengawasan, meliputi: 1. Pemerintah KabupatenKota berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa. Universitas Sumatera Utara 2. Aparatur Kecamatan berkewajiban untuk melakukan fasilitasi dan koordinasi atas penyelenggaraan pemerintahan desa.

B. Penyelenggaran Pemerintahan Nagori Dolok Huluan

Dokumen yang terkait

Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun Terhadap Masyarakat Dikecamatan Sidamanik Dalam Rangka Pendaftaran Tanah Serta Pelaksanaannya Berdasarkan Uu Pa Dan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997

2 111 115

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN A. Kabupaten Simalungun - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

1 3 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

0 0 28

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

0 0 11

RELASI ANTARA KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Analisis relasi kekuasaan dalam pemerintahan desa :Suatu Studi Terhadap Relasi Kekuasaan Kepala Desa dengan Maujana Nagori di Nagori Simattin, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Content, 104 p

0 0 28

Analisis relasi kekuasaan dalam pemerintahan desa :Suatu Studi Terhadap Relasi Kekuasaan Kepala Desa dengan Maujana Nagori di Nagori Simattin, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Content, 104 pages, 5 tables, 2 graphichs, 1 map, 23 books,

0 0 11