15
BAB II PERSPEKTIF PEREMPUAN JAWA TENTANG IDENTITAS PEREMPUAN
2.1. Pengertian Poskolonial
Studi Poskolonial sering disebut dengan istilah Pascakolonial merupakan sebuah studi yang relatife baru dalam perkembangan ilmu sosial di dunia. Studi ini menawarkan sebuah
perspektif “baru” dalam menganalisa dimensi Negara Barat atas kelompok Negara-negara Timur. Negara Barat diposisikan sebagai kelompok
superior
sedangkan Negara Timur diposisikan sebagai kelompok
inferior
yang tertindas. Studi poskolonial mencoba menganalisa posisi Negara Timur sebagai akibat dominasi budaya Barat.
1
Studi Poskolonial yang relatife masih baru menimbulkan kegairahan, kebingunan serta skeptisme dari berbagai pihak yang mendalaminya. Untuk menjelaskan definisi poskolonial
tidak bisa dipisahkan dengan istilah kolonialisme penjajahan. Pada awalnya istilah
colonial
bermakna “pertanian” atau “pemukiman” dari Bahasa Latin “
colonia
”, yang kemudian maknanya diperluas menjadi penaklukan dan penguasaan atas tanah dan harta penduduk asli
oleh penduduk pendatang. Proses penaklukan untuk membangun daerah pemukiman baru muncullah hubungan yang cukup kompleks dan traumatik dalam sejarah manusia, antara
penduduk lama dengan pendatang baru. Pembentukan komunitas baru ini ditandai oleh upaya membubarkan dan membentuk kembali komunitas-komunitas yang sudah ada dengan
melibatkan praktik-praktik perdagangan, penjarahan, pembunuhnan massal, perbudakan, serta berbagai pemberontakan.
2
1
Nanang Martono,Sosiologi Perubahan Sosial, Perspektif Klasik, Modern,Posmodern dan Poskolonial,Ed.1 Jakarta: Rajawali Pers, Cet.1.2012, 139.
2
Martono,Sosiologi Perubahan, 139-140.
16
Studi Poskolonial diharapkan mampu untuk mengadakan perubahan itu. Studi Poskolonial mendapat perhatian dengan cepat sebagai bagian dari kategori studi kritis yang
menyangkut suara dari orang-orang minoritas dan tenggelam, diabaikan dan ditekan dalam sejarah dan narasi-narasi. Untuk mengangkat dan menghadirkan suara-suara kaum minoritas
dan terabaikan serta yang telah hilang dalam sejarah. Poskolonial adalah teori yang memberikan kebebasan penafsir untuk mendekati teks-teks dari perspektif penafsir dalam
konteks pengalaman sebagai orang yang mengalami kolonisasi bangsa-bangsa Barat dan dampak yang masih dirasakan sampai saat ini.
3
Keterlibatan konteks melibatkan pengalaman pribadi, sosial, budaya dan politik. Dengan demikian diharapkan akan muncul asumsi-asumsi
yang mendobrak “penjajahan” dan menata hidup dalam kemerdekaan yang sesungguhnya.
4
Moore dan Gilbert menjelaskan bahwa teori Poskolonial yang lahir pada paruh kedua abad ke-20 sering disebut sebagai metode dekontruksi terhadap model berpikir dualis biner,
yang membedakan antara “Timur” dan “Barat”, meskipun mereka yang mengaku sebagai ahli dengan perspektif poskolonial tidak benar-benar mampu lepas dari jerat ini.
5
Teori poskolonial juga menganalisis praktik-
praktik “penjajahan” kolonialisme yang masih berlanjut sampai sekarang, di era modern. Penjajahan yang dilakukan kelompok mayoritas
Barat terhadap kelompok minoritas Timur dalam struktur masyarakat subaltern-dalam bahasa Gayatri Chakravort Spivak, termasuk di dalamnya penjajahan laki-laki atas
perempuan. Edward William Said dan Bhabha lebih tertarik pada masalah percampuran unsur-unsur budaya sebagai dampak kolonialisme, yang ternyata
”bekas daerah jajahan” akan banyak mengadopsi unsur budaya bangsa penjajah. Pada akhirnya proses penjajahan ini akan
melahirkan
hibriditas.
6
3
Setyawan, “Tuhan Yesus Kristus” sebagai Diskursus Politik, Salatiga: Fakultas Teologi UKSW,2012, 3.
4
Setyawan, “Poskolonial Hermeneutic”, 7.
5
Martono, Sosiologi Perubahan, 140.
6
Martono, Sosiologi Perubahan, 141.
17
2.1.1.Edward William Said
Said menggunakan pemikiran Foucault untuk membongkar narsisme dan kekerasan epistemology Barat terhadap Timur dengan menunjukkan bias, kepentingan, kuasa yang
terkandung dalam berbagai teori yang dikemukakan kaum kolonialisme dan orientalisme. Orientalisme mengadopsi gagasan Foucault dalam dua hal yaitu
pertama
, konsepsi menguraikan tentang apa itu kekuasaan dan bagaimana kekuasaan dijalankan.
Kedua,
bahwa “wacana” sebuah media yang memunculkan kekuasaan melalui wacana “membentuk” objek
pengetahuan. Bagi Said, rezim kekuasaan ini tertulis dalam tranformasi orientalisme Timur secara nyata ke dalam diskursif “Orient” atau pengganti yang lebih baik daripada yang
lainnya.
7
Menurut Said, sejak jaman dulu, dunia Timur
Orient
memang sudah menjadi tempat yang indah, banyak mengandung kekayaan alam yang subur dan memiliki tradisi yang unik.
Hal inilah yang mengundang keinginan orang-orang Barat Eropa untuk mempelajari dunia Timur. Kajian mengenai budaya Timur ini dalam perkembangannya berubah menjadi tempat
kolonial dan hegemonisasi.
8
Orientalisme
adalah konstruksi historis terhadap masyarakat dan budaya Timur sebagai “sesuatu yang asing”. Sering kali bahkan dilihat sebagai sejenis
alien atau objek yang indah dan eksotis. Menurut Said, penjajahan Barat atas timur melalui teks bahasa, budaya, serta citra negatif mengenai dunia Timur oleh dunia Barat. Menurut
Said, dunia Timur masih menempatkan bahasa teks sebagai pusat kehidupan.
9
2.1.2.Gayatri Chakravort Spivak
Spivak melakukan kajian kritis atas pengaruh kolonialisme dalam bidang budaya dan sastra. Ia menggunakan perspektif Marxisme, feminisme dan dekontruksi; ia banyak
7
Martono, Sosiologi Perubahan, 142-143.
8
Martono, Sosiologi Perubahan, 145.
9
Martono, Sosiologi Perubahan, 146.
18
mengkaji masalah yang dialami kaum perempuan dan pihak-pihak yang menjadi minoritas dan tertindas. Kelompok penjajah telah meninggalkan
– mewarisi – nilai-nilai budaya kepada bangsa yang dijajahnya. Spivak melakukan dekontruksi terhadap struktur-struktur yang
menindas sehingga pihak yang tadinya tertindas dapat bersuara.
10
Spivak menggunakan istilah
subaltern
menunjuk kelompok yang mengalami penindasan dari kelompok yang berkuasa. Petani, buruh, perempuan, kelas miskin dan kelompok-kelompok lain yang tidak
memiliki akses kepada kekuasaan “hegemonik” dapat disebut sebagai kelas
subaltern
.
11
Spivak merupakan tokoh poskolonial yang mencoba memasukkan variable jenis kelamin sebagai objek kajiannya untuk melihat adanya hubungan yang tidak setara antara
laki-laki dan perempuan yang kemudian dianalogikan dalam hubungan oposisi biner. Studi mengenai gender dan feminism menjadi sebuah isu yang cukup krusial dalam studi
poskolonial.
12
Pemikiran Poskolonial dalam perkembangan sejarah mencoba menempatkan masalah perempuan dalam sebuah bentuk kolonisasi. Perempuan dipandang mengalami kolonisasi
ganda karena keberadaannya sebagai subjek yang dikuasai
colonial subject
dan diskriminasi umum yang dialami sebagai perempuan dalam budaya patriakhal. Dalam kolonisasi ganda
tersebut, peran dan identitas perempuan cenderung direduksi pada tubuh dan fungsi reproduksi masyarakat. Sebenaranya perbedaan antara perempuan dan laki-laki berkaitan
dengan konstruksi sosial yang merupakan hasil pertarungan ideologi antara kelas-kelas sosial dalam masyarakat.
13
10
Martono, Sosiologi Perubahan, 148.
11
Martono, Sosiologi Perubahan, 149.
12
Martono, Sosiologi Perubahan, 150.
13
Martono, Sosiologi Perubahan, 151.
19
2.1.3.Hopmi K. Bhabha
Konsep utama dalam teori poskolonial Bhaba adalah
mimikri
sebuah proses peniruan unsur budaya dari kelompok penjajah dan
hibriditas
. Bhaba dalam teori-teorinya berupaya meluruskan pertentangan yang keliru antara teori dengan praktik politik dalam wacana
kolonialisme. Bhaba kemudian mengajukan model liminalitas untuk menghidupkan ruang persinggungan antara teori dan praktik kolonialisasi dalam upaya menjembatani hubungan
timbal balik antara keduanya. Teori dan praktik tidak dapat dipisahkan untuk dikritik, karena keduanya saling bersebelahan. Dengan menyejajarkan keduanya Bhaba berusaha menemukan
pertalian dan ketegangan antara keduanya y ang melahirkan hibriditas. Konsep “
hybrid
” digunakan untuk menggambarkan bergabungnya dua bentuk yang memunculkan sifat-sifat
tertentu dari masing-masing bentuk dan sekaligus meniadakan sifat-sifat tertentu yang dimiliki keduanya. Poskolonialitas selain melahirkan
hibriditas
, juga menciptakan bentuk- bentuk resistensi dan negosiasi baru antar pelaku.
14
Hibriditas
adalah bentuk lain dari mimikri yaitu sebuah teks hibrid yang berbeda dari teks “resmi” wacana kolonial yang merupakan produk tindakan meniru
mimikri
.
Hibriditas
merupakan produk konstruksi kultural kolonial yang ingin tetap membagi strata identitas murni asli penjajah dengan ketinggian budaya yang didiskriminasikan dengan kaum
campuran.
Mimikri
dan
hibriditas
melahirkan keragaman budaya
cultural diversity
dan perbedaan budaya
cultural differences
.
15
Bhaba mengatakan bahwa pencarian identitas idealnya tidak pernah berhenti, identitas terus mengalir sebagai sesuatu yang senantiasa mengalami perubahan. Bhaba juga
menawarkan teori yang menjelaskan bahwa ruang ketiga teks ini mampu berperan sebagai ruang interaksi simbolik.
16
14
Martono,Sosiologi Perubahan, 158.
15
Martono,Sosiologi Perubahan, 160.
16
Martono,Sosiologi Perubahan, 161.
20
Singkatnya, Bhaba menyoroti masalah identitas kelompok terjajah dengan kelompok penjajah. Akibat kolonisasi, bangsa terjajah seolah mengalami proses
mimikri
, mereka meniru budaya-budaya yang telah dibawa dan ditularkan bangsa penjajah, akibatnya budaya
mereka mengalami hibridasi, budaya asli akan hilang secara perlahan akibat percampuran budaya mereka dengan budaya penjajah.
17
2.2. Pengertian Gender Perempuan