31
kosmos Jawa, maka jelaslah apabila perempuan cenderung ditempatkan sebagai kekuatan moral yang inferior.
53
Melihat fenomena budaya dalam kontek Jawa yang begitu hirarkis dan feudal, sepertinya sulit terjadi sebuah perubahan, apalagi perubahan budaya dan pemaknaan akan
budaya itu. Masyarakat yang patriakhal mungkin cenderung menempatkan lawan jenis sebagai manusia kelas dua.
54
Jika berbicara mengenai hirarki dan kelas maka akan bermuara pada struktur sosial menyangkut 2 konsep, yaitu status dan peran. Status merupakan
sekumpulan hak dan kewajiban sedangkan peran adalah aspek dinamis dari sebuah status. Seseorang yang menjalankan perannya ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang
merupakan statusnya. Selain itu juga ada konsep ini menunjukkan bahwa dalam suatu struktur sosial terdapat ketidaksamaan posisi sosial antar individu.
55
Status dan peran berbeda dengan apa yang disebut sebagai kedudukan. Kedudukan adalah tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial. Hal ini menyangkut kedudukan seseorang dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya,
prestisenya dan hak serta kewajiban-kewajibannya.
56
Individu – individu, termasuk individu-
individu Jawa adalah agen kultural yang aktif dan kreatif dengan menggunakan berbagai sarana prasarana yang tersedia.
57
2.4.3. Perempuan Jawa
Perempuan Jawa adalah seorang perempuan yang dilahirkan oleh orang tua, bapak ibu, orang yang tinggal di tanah Jawa dan menjunjung budaya Jawa yang menonjolkan
kesopanan. Perempuan Jawa tentunya juga mengemban kodratnya sebagai seorang
53
Perempuan Indonesia, 143.
54
G, Moetjanto, Konsep kekuasaan Jawa , Penerapannya oleh raja raja mataram, Yogyakarta: Kanisius, 1987, 121.
55
Meriam Budiharjo, Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa ,Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,1991, 16.
56
Soerjono Soekamto, Suatu Pengantar Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006, 7.
57
Moh. Roqid, Harmoni dalam Budaya Jawa Dimensi Edukasi dan Keadilan Gender, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, 41.
32
perempuan Jawa yang nota bene dilahirkan untuk berbudi pekerti dalam setiap „
solah bawa
‟nya bertingkah laku, sehingga mampu menempatkan dirinya sebagai „
konco wingking
‟.
58
Peran perempuan Jawa sebagai “
konco wingking
” mengandung nilai filosofi sebagai sebuah “ketulusan dan kebesaran jiwa”. Secara kosa kata Jawa “
wingking
” memiliki arti tempatruangarea yang posisinya di bagian paling belakang.
Kalau peran perempuan menduduki area belakang, maka laki-laki diposisikan di depan, sebagai khalifah yang harus
menindak lanjuti apa yang sudah direncanakan di belakang.
59
Ruang bagian belakang
wingking
merupakan tempatruang untuk mempersiapkan segala solusi dari sebuah persoalan, di sanalah seluruh kerepotan-kerepotan teknis yang
sebenarnya terjadi. Padahal untuk pekerjaan tersebut sangat membutuhkan waktu dan beragam ketrampilan. Pekerjaan di
wingking
ini akan sangat melelahkan. Perempuan Jawa dapat diibaratkan sebagai pondasi sebuah bangunan yang mampu menopang tegar tinggi
bangunan di atasnya. Perempuan Jawa sebagai pondasi tidak lagi butuh berpongah diri. Sebagai pondasi perempuan Jawa rela “dipendam” dalam tanah tidak nampak agar
bangunan diatasnya dapat berdiri elok dan mentereng.
60
Perempuan Jawa dalam posisi tawarnya seakan berada di pihak yang pasif, ia sering dibilang “
swarga nunut, neraka katut
”. Perempuan Jawa rela menerima dikatakan “
nunut
” ketika menapaki pintu surga, sikap ini dilakukan tanpa protes apalagi memberontak.
Kemudian dipertegas dengan statemen “
neraka katut
”, yang dapat diartikan sampai di belanga neraka-pun perempuan tetap bertanggung jawab dan tetap setia menemani laki-laki
suami. Pertanggung jawaban secara spiritual semacam ini telah diambil perempuan Jawa
58
Hasil wawancara dengan Ibu Ne, Ibu Wh, Ibu Hw, Senin, 2 Desember 2013,pkl 17.00Wib. Lokasi di GKJ Semarang Barat
59
AWIDD, Perempuan Jawa Perempuan Pekerja,Malang: 18 September 2012, jam 6:28, 2.
60
AWIDD ,Perempuan Jawa , 2.
33
dihadapan Tuhannya. Perempuan Jawa sejatinya telah berani mengambil sikap, sebagai perempuan pekerja, perempuan yang tulus dan iklas dalam memberikan bhaktinya kepada
sang kalifah. Sosok perempuan istri ideal diibaratkan seperti lima jari tangan manusia. Ibarat
jempol, perempuan harus mengabdi kepada laki-laki suami. Ibarat telunjuk, perempuan harus menuruti perintah laki-laki suami. Ibarat penunjul jari tengah, perempuan harus
mengunggulkan laki-laki suami bagaimanapun keadaaannya. Ibarat jari manis, perempuan harus selalu bersikap manis. Ibarat jari jejenthik, perempuan harus berhati-hati, teliti, rajin,
dan terampil melayani laki-laki suami.
61
Fenomena ini memang seolah telah menjadi trend setter bagi kebanyakan anggota masyarakat. Perempuan Jawa dalam kenyataaannya harus
mutlak berada dalam koridor domestik.
62
Sikap hidup Perempuan Jawa dituntut untuk memiliki budi pekerti luhur, menjaga etika, tata krama, kehalusan budi, menerima kodratnya sebagai perempuan, penurut, bersedia
mengalah, lemah lembut, dituntut untuk menjadi anak “manis” tidak macam-macam dan menempatkan peran sentral sebagai istri dan ibu yang baik.
63
Sebagai penyeimbang Perempuan Jawa lebih dikehendaki untuk berperan dari aspek feminim. Sebagai ibu dengan peran mengasuh dan mendidik anak, menyediakan kebutuhan
rumah tangga sehari-hari, melayani suami dan anak, lebih halus dalam berkomunikasi, tidak agresif, tidak dituntut untuk tampil memimpin baik di rumah, di masyarakat maupun di
organisasi, sehingga interaksi Perempuan lebih banyak di rumah. Perempuan Jawa umumnya mendedikasikan hidupnya untuk melayani suami, anak-anak dan keluarga. Sebagai seorang
istri tidak boleh mempermalukan suami, Istri harus selalu menghormat suami, dan menghargai suami, menempatkan suami begitu tinggi, dan memenuhi segala kebutuhan
61
Elizabeth D. Inandiak, Chentini Kekasih yang tersembunyi terjemahan, Yogyakarta: Babad Alas, 2006
62
Hildred Geertz, Keluarga Jawa, Jakarta: Grafiti Pers, 1983, 129-134.
63
Hasil wawancara dengan Ibu Hl, Senin, 2 Desember 2013,pkl 17.00Wib. Lokasi di GKJ Semarang Barat
34
suami. Oleh karena itu pengabdian total perempuan Jawa merupakan strategi diplomasi untuk mempunyai otoritas dan mendapatkan apa yang menjadi harapannya.
64
Dalam rangka memelihara kesimbangan, keselarasan dan keserasian hidup orang Jawa tersebut, maka ada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan di Jawa. Laki-laki pada
umumnya diberi peran yang lebih maskulin yaitu bekerja keras untuk menafkahi keluarga, bertanggungjawab pada keluarga, menjadi pemimpin dalam keluarga, pemimpin dalam
masyarakatoraganisasi, lebih ekspresif menyampaikan pendapatide dsb, sehingga lebih berkesempatan untuk berinteraksi di luar rumah.
65
Namun sejalan dengan berjalannya waktu pembagian peran perempuan dan laki-laki di Jawa tidak lagi sepenuhnya berpatokan pada laki-laki maskulin dan perempuan feminim.
Tuntutan kerasnya hidup khususnya kebutuhan ekonomi telah mendorong perempuan untuk menjalankan dua peran. Peran pencari nafkah dan peran ibu dalam rumah tangga.
Masyarakatpun memahami dua peran dan memberikan ruang yang cukup bagi perempuan untuk melaksanakan dua peran tersebut. Sejarah mencatat bahwa masyarakat Jawa sebagai
pencetus tumbuhnya emansipasi perempuan di Indonesia melalui peran ibu R.A Kartini. Maka peran perempuan dalam memimpin keluarga, masyarakat maupun organisasi saat ini
sudah lumrah akibat perubahan, namun hal itu mereka lakukan dengan tetap berusaha menjaga terjadinya kesimbangan, keselarasan dan keserasian hidup sehari-hari.
66
Berbeda dengan peranan perempuan sebagai ibu secara wajar menciptakan peranan pendidikan anak-anak serta segala pengaturan rumah tangga. Tidak mengherankan apabila
peranan perempuan lebih pada lingkungan keluarga dan rumah tangga, sehingga ada istilah “
kanca wingking
” bagi para laki-laki suami. Perempuan tidak banyak bertindak ke luar, lebih statis dan pasif, tunduk dan taat kepada kepala keluarga. Fungsi sosial dan ekonomi
64
Hasil wawancara dengan Ibu Hl Senin, 2 Desember 2013,pkl 17.00Wib. Lokasi di GKJ Semarang Barat
65
Hasil wawancara dengan Ibu Hl, Senin, 2 Desember 2013,pkl 17.00Wib. Lokasi di GKJ Semarang Barat
66
Hasil wawancara dengan Ibu Hl, Senin, 2 Desember 2013,pkl 17.00Wib. Lokasi di GKJ Semarang Barat
35
perempuan berbeda dari laki-laki, dan secara keseluruhan status perempuan dianggap rendah.
67
Pandangan mengenai anggapan rendahnya kedudukan perempuan disebabkan karena sejak awal menurut adat tradisi selalu ditekankan perbedaan perlakuan antara laki-laki dan
perempuan, salah satunya dalam hal pendidikan. Pendidikan bagi kaum perempuan belum bisa dirasakan secara merata oleh masyarakat umum. Batu-batu yang berdiri di pekuburan
menunjukkan nenek moyang laki-laki dan yang rebah menjadi alamat atau simbol nenek moyang perempuan yang terkubur didalamnya.
68
Pemerintah Indonesia yang begitu ngotot dalam memilah, menciptakan, mendoktrinasi dan memaksakan konsep gender adalah Orde Baru. Gender dipandang sebagai
hal yang biner lelaki dan perempuan dengan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan. Kepasrahan perempuan juga sering kali diartikan sebagai pengabadian
budaya bangsa.
69
Perempuan dalam hal ini, dituntut untuk tidak saja menjaga diri mereka sendiri, namun juga keluarga dan manusia-manusia disekitarnya. Karena itu pula, fungsi perempuan
Indonesia adalah penanda dan penjaga batas dari kebudayaan Indonesia.
70
2.4.4.Kedudukan Perempuan Jawa
Kedudukan dan peran perempuan dalam masyarakat tidak terlepas dari sistem sosial budaya. Dengan demikian, perubahan sosial budaya akan mempengaruhi kedudukan dan
peran perempuan.
71
Seberapa banyak uang yang didapat, tidak akan pernah dianggap sebagai
67
Herusatoto,Simbolisme, 119.
68
Herusatoto,Simbolisme, 119.
69
Soe Tjen Marching, Kisah Di balik, 13.
70
Marching, Kisah Dibalik Pintu, 15.
71
Budi Munawar-Rahman, Rekontruksi Figh Perempuan Dalam Peradaban Mayarakat Modern, Yogyakarta: ababil,1996, 47-48.
36
pencari nafkah.
72
Pemaparan tentang ideal menurut berbagai karya sastra Jawa mencerminkan sebagaimana kedudukan dan peran perempuan keluarga dan masyarakat.
Dalam kehidupan keluarga, perempuan berkedudukan sebagai istri
garwa
, pendamping laki-laki dan sebagai ibu rumah tangga yang melahirkan, menjaga, dan memelihara anak.
Secara lebih luas sesuai dengan perannya dalam keluarga, perempuan dalam surat Candrarini dilukiskan bisa macak, manak, dan masak.
73
Sedangkan untuk mengetahui kedudukan perempuan dalam keluarga Jawa maka perlu diperhatikan dan diketahui dari ciri terpenting
dalam hukum adat Jawa tentang ikatan keluarga.
74
Masyarakat Jawa memandang perempuan sebagai mahkluk indah yang dengan kecantikkannya menunjukkan sisi keserasian dan keindahan. Menurut falsafah Jawa
perempuan adalah bunga yang indah, bumi yang subur, yang siap menumbuhkan tanaman. Perempuan adalah bunga yang indah, menebarkan bau harum mewangi dan membuat senang
siapa saja yang melihatnya.
75
Perempuan ideal dalam budaya Jawa digambarkan penyandra. Penyandra merupakan lukisan keindahan, kecantikan dan kehalusan melalui ibarat.
76
Peran Perempuan Jawa pada masa lalu, konon diyakini hanya sebatas lingkup dapur memasak, sumur mencuci, dan kasur melayani suami. Meminjam istilah Emile
Durkheim yang dikutip oleh Julia Cleves Mosse, kaum perempuan Jawa modern sedang berada dalam kondisi anomie, masih menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap budaya Jawa,
tetapi gaya hidupnya sudah universal dan modern.
77
Hal ini menunjukkan betapa sempitnya ruang gerak dan pemikiran perempuan sehingga tidak memiliki cakrawala diluar tugas-tugas
domestiknya. Dengan demikian perempuan bekerja dirumah digambarkan sebagai perempuan
72
Munawar Budi-Rahman, Rekontruksi, 67-68
73
Seri Dian IV, Kisah Dari Kampung Halaman, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1996, 276.
74
Hildred Geertz, Keluarga Jawa, 5.
75
Harwijaya, Seks Jawa Klasik, Yogyakarta : Niagara Pustaka Sufi, 2004, 66-69.
76
Harwijaya, Seks Jawa, 66-69.
77
Julia Cleves Mosse, Gender dan Pambangunan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994 , 8.
37
yang tidak dapat mengupayakan atau menciptakan kebahagiaan bagi diri maupun keluarganya.
78
Hubungan antara laki-laki dan perempuan amat penting dalam menentukan posisi keduanya yang meliputi peranan, kedudukan, hubungan dan tanggungjawab perempuan dan
laki-laki dalam keluaraga dan masyarakat.
79
Perempuan telah menjadi bagian dari sejarah tetapi perempuan hampir tidak dihadirkan dalam sejarah sosial. Sebelum tahun 1990an,
perempuan tidak dianggap penting dalam sejarah perempuan.
80
Lebih tragis lagi, pengkotakan laki-laki pada sektor publik dan perempuan disektor domestik juga berdampak
pada perolehan hak-hak perempuan. Dengan konsep
sepikul-saghenddhongan
sebagai hukum pembagian harta warisan, seorang perempuan hanya memperoleh setengah dari yang diterima
laki-laki. Laki-laki memperoleh bagian dua kali lipat dibanding yang diterima perempuan. Laki-laki mendapat sepikul dan perempuan mendapat se-gendhongan.
81
2.4.5.Perempuan Jawa Dalam Bidang agama
Agama sebagai sebuah sistem kebudayaan bukan berarti agama itu budaya, akan tetapi agama mempunyai peran dalam membentuk dan mewarnai tingkah laku manusia dan
masyarakat. Menurut Clifford Geertz, agama adalah sebuah sistem simbol-simbol yang berlaku untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi dan
yang tahan lama dalam diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep ini dengan semacam faktualitas, sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak lebih realistis.
82
Departemen Kehakiman menemukan bahwa dalam ketentuan tentang keagamanan masih ada perlakuan yang diskriminatif terhadap perempuan. Indikasi adanya diskriminasi
78
Sri Suhandjati Sukri dan Ridin Sofwan, Perempuan Dan Seksualitas Dalam Tradisi Jawa , Yogyakarta: Gama Media, 2001, 36.
79
Mosse, Gender dan Pambangunan, 8.
80
Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan,Mempersoalan pokok mengenai feminism dan relevansinya , Jakarta: Gramedia,1993, 35.
81
Seri Dian IV, Kisah Dari, 291.
82
Wanita Dalam Masyarakat Indonesia , 171-172.
38
tersebut dapat dilihat dalam UU No. 1 1974 tentang perkawinan, yaitu: Pasal 7 ayat 1 perkawinan hanya diijinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
perempuan sudah mencapai umur 16 tahun. Peraturan ini tidak memberikan perlakuan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
83
Pasal 31 ayat 3, Suami adalah Kepala Keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. Peraturan ini membedakan peran yang rigid antara laki- laki
dan perempuan.
84
Ajaran keagamaan yang meremehkan kaum perempuan berkembang disebabkan oleh satu kenyataan bahwa ajaran agama itu dirumuskan dan disebarluaskan dalam struktur
masyarakat patriarkal.
85
Masalah kedudukan perempuan istri menurut ajaran Kristen Prostestan selalu mengacu kepada hubungan suami istri seperti: Efesus 5:22,23,25 22.
Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan
, 23.
karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh
. 25
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya
baginya
. 1 Petrus 3:1 mengungkapkan
Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka
juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya
.
86
Selama berabad, pada umumnya diberikan tekanan pada “kepala” dengan mengartikannya sebagai pemimpin yang berkedudukannya lebih tinggi dari perempuan. Hal
ini berdampak kepada diskriminasif terhadap perempuan dalam hubungannya dengan kekeluargaan maupun kepemimpinan dalam gereja. Apalagi kalau ditambah dengan ayat-ayat
yang mengatakan bahwa laki-laki diciptakan pertama kali oleh Allah baru kemudian
83
Wanita Dalam, 152.
84
Riant Nugroho, Dr. Gender dan Administrasi Publik,studi tentang Kua litas kesetaraan Gender dalam Administrasi Publik Indonesia Pasca Reformasi 1998-2002
, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. 1.2008, 222- 223.
85
Wanita Dalam, 283.
86
Alkitab, 1922-1923.
39
perempuan, sehingga ada kesan “
superior
dan
inferior
.
87
Di bawah laki-laki, perempuan tidak mempunyai otoritas dalam sistem politik dan hukum yang menentukan ukuran-ukuran sanksi
bagi terdakwa dan juga korban.
88
Kedatangan misionaris tidak hanya membawa Injil Yesus Kristus tetapi juga dengan kebudayaan patriarkalnya. Tidak dapat disangkal bahwa Injil dan kebudayaan telah diramu
dalam satu paket” firman Tuhan” dan di sampaikan kepada umat.
89
Dalam Alquran menekankan logika yang berasal dari Tuhan, laki-laki dan perempuan diciptakan dari jiwa
nafz
yang sama. Namun demikian, masih banyak para ahli hukum yang membatasi persamaan antara kedudukan laki-laki dan perempuan hanya sampai pada
batas spiritual saja, dan membiarkan masyarakat membuat herarki-herarki dan pembatasan tentang gender.
90
Lebih lanjut dalam Alquran menyatakan dalam bagian pertamanya Alquran 4:34 disebut P bahwa kaum laki-laki adalah
qawwamun
bagi perempuan. Apabila diterjemahkan
secara terpisah… P kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karenanya Allah telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain
perempuan, dan arena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
91
Sehingga jelas bahwa perempuan tidak mempunyai kedudukan dalam Islam. Posisi perempuan pada
masa pra Islam tidak memiliki tempat terhormat dihadapan laki-laki karena tidak adanya pengakuan atau sikap laki-laki terhadap peran perempuan dalam masyarakat. Perempuan
tidak memiliki hak dalam persoalan waris dan pemilikan harta.
92
Kendala terhadap perkembangan jati diri perempuan di kalangan islam banyak terjadi hambatan terhadap munculnya dalam berbagai kegiatan keagamaan, sosial, ekonomi, budaya
87
Wanita Dalam, 71-72.
88
Jane C. Ollenburger dan Helen A. moore, Sosiologi Wanita, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002, 234.
89
Perempuan Indonesia, 68.
90
Wanita Dalam, 19.
91
Wanita Dalam, 23.
92
Wanita Dalam, 39.
40
dan politik. Adapaun hambatan tersebut diantaranya kuranngya dipahaminya ajaran agama dengan baik dan tepat, Pengaruh adat kebiasaan dan budaya setempat.
93
2.4.6. Gereja Kristen Jawa dan Perempuan