II. ANALISIS MASALAH
A. Prinsip Analisis
1. Tujuan Tujuan analisis adalah :
a. Mengoptimalkan penggunaan armada bis yang telah ada. b. Memberikan alternatif penyelesaian masalah sehingga tercapai
penggunaan armada yang optimal dan tercapai keuntungan operasional perjalanan yang maksimal.
2. Implementasi Praktis
Transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hubungan ini terlihat tiga hal
berikut Nasution, 1996: a. ada muatan yang diangkut;
b. tersedia kendaraan sebagai alat pengangkutannya; c. ada jalanan yang dapat dilalui;
Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan derived demand akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam
kerangka makro ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh
integrasi dan keterpaduan jaringan Susantono
a
, 2004. Pengangkutan memberikan jasanya kepada masyarakat, yang di
sebut jasa angkutan. Sebagaimana sifat jasa-jasa lainnya jasa angkutan akan habis dengan sendirinya, dipakai ataupun tidak dipakai. Jasa
angkutan merupakan hasil keluaran output perusahaan angkutan yang
bermacam-macam jenisnya sesuai banyaknya jenis alat angkutan seperti jasa pelayaran, jasa kereta api, jasa penerbangan, jasa angkutan bis dan
lain-lain. Sebaliknya jasa angkutan merupakan salah satu faktor masukan input dari kegiatan produksi, perdagangan, pertanian dan
kegiatan ekonomi lainnya Siregar, 1990. Untuk sektor transportasi, krisisi ekonomi mengakibatkan
penurunan pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan sektor transportasi sebelum krisis ekonomi berkisar 7, kemudian menurun
tajam menjadi sekitar 1,2 pada tahun 1997. Pada tahun 19992000 tingkat pertumbuhan sektor transportasi mencapai titik nadir yaitu sekitar
0.8. Secara umum, untuk sub sektor transportasi Kereta Api KA, menunjukkan tingkat pertumbuhan yang paling baik dibandingkan moda
lainnya. Transportasi Jalan merupakan moda yang paling terpengaruh oleh krisis ekonomi
www.hubdat.go.idrenprogrupdt.pdf .
Permintaan angkutan barang pada tahun 2009 tetap didominasi oleh angkutan jalan sekitar 92 dengan tingkat pertumbuhan 4,7 per
tahun, transportasi laut hanya sekitar 7. Sedangkan jumlah barang yang diangkut oleh moda lainnya relatif sangat kecil antara 0-0,4 dari total
permintaan angkutan barang www.hubdat.go.id renprogrupdt.pdf
. Tabel 3. Total Permintaan Angkutan Penumpang 1998 – 2009
Pertumbuhan Moda Transportasi
per tahun Trips.000
Trips.000 1998 - 2009
Angkutan Jalan 279.444
92,2 461.961
93,0 4,7
Angkutan Kereta Api 1.918
0,6 1.918
0,4 Angkutan ASDP
32 -
32 -
Angkutan Udara 21.650
7,1 32.320
6,5 3,7
Angkutan Laut 153
0,1 276
0,1 5,5
TOTAL 303.197
100,0 496.507
100,0 4,6
Penumpang Tahun 1998
Penumpang Tahun 2009
Sumber : Departemen Perhubungan, 2006.
Angkutan Umum public transport adalah jenis moda transportasi yang disediakan untuk kebutuhan mobilitas pergerakan barang danatau
orang, demi kepentingan masyarakatumum dalam memenuhi kebutuhan- nya, seperti bus, kereta api transportasi darat, pesawat udara transpor-
tasi udara dan kapal transportasi lautsungaidanau. Jenis angkutan umum berdasarkan peruntukannya terdiri dari angkutan barang dan ang-
kutan penumpang, masing-masing dengan jenis kendaraan yang berbe- da. Penyedia sarana angkutan umum harus mempertimbangkan kepen-
tingan masing-masing kelompok terkait penumpang, operatorpengelola dan regulator dalam sistem, baik dari segi kuantitas maupun koalitas
kerjanya www.idp.comadsjakartareturnedstudentsarticle78.asp
Dalam kegiatan operasionalnya, masing-masing kelompok terkait mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan ada yang bertolak bela-
kang www.idp.comadsjakartareturnedstudentsarticle78.asp
, seperti : a. kriteria ongkos penumpang menginginkan penentuan besaran tarif
yang minimal, sedangkan operatorpengelola menginginkan besaran tarif yang maksimal
b. kriteria okupasi load factor bus penumpang menginginkan load- factor yang minimal agar tidak padatberdesakan, sedangkan operator
menginginkan load-factor yang maksimal dalam hubungannya dengan besaran pendapatan,
c. kriteria intensitas bus di jalan penumpang menginginkan intensitas yang besar agar waktu tunggu tidak lama, sedangkan pihak
regulatorPemko harus membatasi intensitas kendaraan agar pengaruhnya terhadap traffic tidak besar.
Kinerja sistem angkutan perkotaan serta penumpang angkutan umum selama ini menjadi korban kebijakan perencanaan sistem
transportasi yang bias terhadap pergerakan kendaraan pribadi. Ketiadaan pilihan untuk menggunakan moda transportasi untuk melakukan
perjalanan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, menjadikan ketergantungan terhadap pelayanan angkutan umum
sangat tinggi captive. Diperberat dengan tidak terorganisirnya konsumen pengguna angkutan umum, kondisi ini menyebabkan penumpang
angkutan umum tidak berdaya menghadapi perlakuan penyedia jasa angkutan umum, seperti tarif yang selalu dinaikkan namun kualitas
pelayanan semakin memburuk www.pelangi.or.idnews
. Undang-undang yang mengatur angkutan orang dengan
kendaraan umum yaitu UU No. 14 Tahun 1992 pasal 36 sebagai berikut: Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri:
a. Angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain;
b. Angkutan kota yang merupakan pemindahan orang dalam wilayah kota;
a. Angkutan pedesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan atau antar wilayah pedesaan;
b. Angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas batas negara lain.
Selain Undang-undang terdapat Peraturan Pemerintah yang mengatur angkutan orang yaitu : PP No. 43 Tahun 1993 Bab II Pasal 4
dan 5 sebagai berikut: Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang.
Pengangkutan orang dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilayani dengan :
a. Trayek tetap dan teratur; atau
b. Tidak dalam trayek. Angkutan orang dengan kendaraan umum dalam Trayek sesuai
dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003, terdiri dari: a. Angkutan Lintas Batas Negara;
b. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi; c. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi;
d. Angkutan Kota;
e. Angkutan Pedesaan;
f. Angkutan Perbatasan;
g. Angkutan Khusus;
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan yang mengatur penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum yaitu
: angkutan antar kota antar propinsi adalah angkutan dari suatu kota ke kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten kota yang melalui lebih
dari suatu daerah Porpinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun
2003. Pelayanan angkutan antar kota antar propinsi diselenggarakan
dengan ciri-ciri sebagai berikut Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2003:
a. Mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan;
b. Pelayanan angkutan yang dilakukan bersifat pelayanan cepat, yaitu pelayanan angkutan dengan pembatasan jumlah terminal yang wajib
disinggahi selama perjalanan; c. Dilayani dengan mobil bus besar dan atau mobil bus sedang, baik
untuk pelayanan ekonomi maupun pelayanan non ekonomi;
d. Terminal yang merupakan terminal asal pemberangkatan,
persinggahan dan tujuan angkutan orang adalah terminal A; e. Prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota
antar propinsi sebagaimana tercantum dalam izin trayek yang telah di tetapkan;
Pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut Keputusan Menteri Perhubungan No. 35
Tahun 2003: a. Mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam
perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan; b. Pelayanan angkutan yang dilakukan bersifat pelayanan cepat atau
lambat; c. Dilayani dengan mobil bus besar dan atau mobil bus sedang, baik
untuk pelayanan ekonomi maupun pelayanan non ekonomi; d. Tersedia terminal penumpang sekurang-kurangnya tipe B, pada awal
pemberangkatan, persinggahan, dan terminal tujuan; e. Prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota
antar propinsi sebagaimana tercantum dalam izin trayek yang telah di tetapkan;
Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang berperan penting dalam pendukung pembangunan nasional serta
mempunyai kontribusi terbesar dalam pangsa angkutan dibandingkan moda lain. Oleh karena itu, visi transportasi jalan adalah sebagai
penunjang, penggerak dan pendorong pembangunan nasional serta berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan
pertahanan keamanan. Misi transportasi jalan adalah untuk mewujudkan sistem transportasi jalan yang andal, berkemampuan tinggi dalam
pembangunan serta meningkatkan mobilitas manusia dan barang, guna mendukung pengembangan wilayah untuk mewujudkan wawasan
nusantara. Dalam melaksanakan visi dan misi tersebut, maka sasaran pembangunan transportasi jalan terutama adalah untuk menciptakan
penyelenggaraan transportasi yang efisien dan efektif. Efektivitas pelayanan jasa transportasi jalan dapat diukur melalui
www.hubdat.go.idrenprogrpjmdarat .pdf;26-07-2006.
a. Tersedianya kapasitas dan prasarana transportasi jalan yang sesuai dengan perkembangan permintaan kebutuhan;
b. Tercapainya keterpaduan antar dan intramoda transportasi jalan dalam prasarana dan pelayanan;
c. Tercapainya ketertiban yaitu penyelenggaraan sistem transportasi yang sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku di
masyarakat; d. Tercapainya ketepatan dan keteraturan yaitu sesuai dengan jadwal
dan adanya kepastian pelayanan; e. Aman atau terhindar dari gangguan alam maupun manusia;
f. Tercapainya tingkat kecepatan pelayanan yang diinginkan atau waktu perjalanan yang singkat tetapi dengan tingkat keselamatan tinggi;
g. Tercapainya tingkat keselamatan atau terhindar dari berbagai kecelakaan;
h. Terwujudnya kenyamanan atau ketenangan dan kenikmatan pengguna jasa; dan
i. Tercapainya penyediaan jasa sesuai dengan kemampuan daya beli pengguna jasa dan tarifbiaya yang wajar.
Susantono 2004 menyatakan bahwa, dalam bahasa keseharian, ada empat hal yang bisa jadikan tolok ukur dalam melakukan evaluasi
sederhana kondisi transportasi kita, yaitu: keselamatan, keamanan, keterjangkauan dan kenyamanan keempat hal ini selanjutnya disebut
dengan 4K yaitu : a. Aspek pertama dan utama adalah masalah keselamatan. Berbagai
data kecelakaan Jasa Raharja, kepolisian, Departemen Perhubungan yang selalu berbeda menunjukkan bahwa angka
korban kecelakaan meninggal dunia dan luka cukup mencengangkan, yaitu mencapai sekitar 80 orang perhari.
b. Aspek kedua adalah keamanan. Berbagai survei transportasi, baik di perkotaan maupun antar kota dan desa memperlihatkan bahwa para
penumpang umumnya masih menempatkan aspek ini ke dalam dua hal utama dalam melakukan perjalanan. Kenyataan ini konsisten
dengan berbagai kajian bahwa faktor keamanan sangat mempengaruhi keputusan seseorang dalam menentukan jenis
kendaraan yang dipilih, misalnya bis versus kereta api versus kendaraan carteran, dan lain-lain.
c. Yang ketiga adalah masalah keterjangkauan. Seseorang memilih alat angkut tentunya berdasarkan anggaran di kantong masing-masing.
Pemerintah terlihat telah berupaya maksimal untuk mengatur tarif sehingga aspek keterjangkauan ini tidak menyusahkan rakyat banyak.
Pelayanan angkutan kelas ekonomi, yang sering kali dianggap sebagai kewajiban pelayanan umum, telah dicoba untuk di atur
sehingga masyarakat berpenghasilan rendah dapat memiliki berbagai aksesibilitas dalam aktivitas kesehariannya.
d. Aspek terakhir dari 4K adalah kenyamanan. Dalam suasana di mana pasokan supply jauh lebih kecil daripada permintaan demand,
maka aspek ini tampaknya harus ditoleransi oleh para penumpang angkutan umum, terutama yang berkantong pas-pasan.
Banyak usaha telah dirumuskan para pakar manajemen kualitas untuk mendefinisikan kualitas jasa atau pelayanan, agar dapat didesain,
dikendalikan, dan dikelola sebagaimana halnya dengan kualitas barang. Secara konseptual manajemen kualitas dapat diterapkan baik pada
barang maupun jasa, karena yang ditekankan dalam manajemen kualitas adalah perbaikan sistem kualitas, bukan sekedar perbaikan kualitas
barang dan atau jasa Vincent, 1997. Beberapa dimensi atau atribut yang harus yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas jasa adalah :
a. Ketepatan waktu pelayanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses.
b. Akurasi pelayanan, yang berkaitan dengan reabilitas pelayanan dan
bebas kesalahan-kesalahan. c.
Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan, terutama bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal,
seperti: operator telepon, petugas keamanan SATPAM, pengemudi, staff administrasi, kasir, petugas penerima tamu, perawat, dll. Citra
pelayanan dari industri jasa sangat ditentukan oleh orang-orang dari perusahaan yang berbeda pada garis depan dalam melayani
langsung pelanggan eksternal. d.
Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan pesanan dan penanganan keluhan dan pelanggan eksternal
e. Kelengkapan, menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan
sarana pendukung, serta pelayanan komplementer lainnya. f.
Kemudahan mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani seperti kasir, staff
administrasi dll, banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer untuk memproses data dll.
g. Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan
pola-pola baru dalam pelayanan, features dari pelayanan, dll. h. Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan
permintaan khusus dll. i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi,
ruangan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan informasi, petunjuk-petunjuk dan bentuk-
bentuk lain.
j.
Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti: lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dll.
Apabila perhatian lebih jauh ditujukan kepada sektor kedua, yaitu usaha kecil, menengah dan koperasi yang jumlahnya menurut BPS sekitar 36
juta usaha, pada kenyataannya bagian terbesar yaitu sebesar 34 juta jiwa adalah usaha mikro, baru diikuti oleh usaha kecil, koperasi dan usaha
menengah. Sektor ini pada tahun 2000 menyerap 99,6 tenaga kerja Indonesia. Dengan demikian kalau kita membicarakan ekonomi rakyat,
perlu dijadikan catatan bahwa sebagian terbesar dari pelaku ekonomi di dalamnya adalah usaha mikro yang menyerap tenaga kerja sangat
banyak dan secara hipotesis menjangkau lebih dari 136 juta jiwa. Menurut Ismawan 2002 kegiatan-kegiatan yang digeluti pelaku ekonomi rakyat
secara kasar dapat dikolompokkan menjadi : a. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder: pertanian, peternakan
semua dilakanakan dalam skala terbatas dan subsisten, pengrajin kecil, penjahit, produsen makanan kecil, dan
semacamnya.
b. Kegiatan-kegiatan tersier : transportasi dalam berbagai bentuk, kegiatan sewa menyewa baik perumahan, tanah, maupun alat
produksi. c. Kegiatan distribusi: pedagang pasar, pedagang kelontong,
pedagang kaki lima, penyalur dan agen serta usaha sejenisnya. d. Kegiatan-kegiatan jasa lainnya : pengamen, penyemir sepatu,
tukang cukur, montir, tukang sampah, juru potret jalanan dan sebagainya.
Dalam kegiatan yang dikelompokkan tersier, transportasi baik orang maupun barang banyak diusahkan sendiri oleh rakyat. Hal ini merupakan
gejala umum pada negara berkembang seperti telah disinyalir oleh Hernando de Soto. Negara memang telah mengusahakan berbagai
sarana transportasi namun pada kenyataannya transportasi yang diusahakan sendiri oleh rakyat tetap lebih dominan meskipun sering kali
illegal Ismawan, 2002. Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya kebijakan kenaikan harga
BBM pada tanggal 1 Maret 2005 lalu, pemerintah mengambil langkah- langkah lanjutan dengan memberikan insentif fiscal atas impor suku
cadang tertentu. Sasis bus angkutan umum, CKD Compeletely Knock Down untuk pembuatan kendaraan angkutan komersial dan bus dalam
keadaan CBU Compeletely Build Up melalui pembebasan dan keringanan bea masuk. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi
tekanan sebagai akibat kenaikan harga BBM sekaligus mengurangi beban biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana angkutan serta
mendorong peremajaan kendaraan umum www.otogenik.comprint-
news.asp?noidcon=860 .
B. Metode Analisis