31 2000 yang mendapatkan kadar air bagian pangkal dan ujung berturut-turut 13,93
dan 12,02. Sementara Dransfield dan Widjaja 1995 menyatakan kadar air kering udara bambu tali 15,19 .
3. Penyusutan
Bambu sebagai hasil alam merupakan bahan anisotropis, oleh karena itu penelitian penyusutan bambu dilihat dari tiga arah, yaitu arah tebal, arah diameter dan
arah longitudinal. Seperti halnya kayu, penyusutan bambu arah longitudinal sangat kecil tidak mencapai 1 , baik untuk bagian pangkal, maupun bagian tengah,
sementara penyusutan diameter baik untuk bagian pangkal, maupun bagian tengah nilainya sekitar 3 . Berdasarkan hasil pengamatan, penyusutan tebal pada bambu
bagian pangkal merupakan penyusutan terbesar yaitu sebesar 3,6 , seperti terlihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Penyusutan bambu tali pada berbagai arah.
Sampel Arah
rataan Max
Min SD
CV n
Pangkal tebal 3,65
4,62 2,79
0,87 23,88 5 diameter
3,60 4,37
2,97 0,58 16,17
5 longitudinal
0,14 0,22
0,11 0,05 35,60
5 Tengah tebal
2,25 3,23
1,37 0,71 31,54 5
diameter 3,46
3,89 2,95
0,40 11,66 5
longitudinal 0,12
0,20 0,10
0,05 37,44 5
Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa susut sampel bagian pangkal lebih besar daripada susut pada bagian tengah, sedangkan susut tebal dinding bambu tali dari
kering udara ke kering tanur untuk bagian pangkal dan bagian tengah berturut-turut 3,65 dan 2,25 . Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Nuryatin
2000 yang mendapatkan susut tebal bagian pangkal dan ujung berturut-turut 19,85 dan 12,48, tetapi tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Syafi’i 1984 yang
meneliti penyusutan bambu tali tanpa membedakan bagian pangkal ataupun ujung mendapatkan susut tebal kering udara ke kering tanur sebesar 5,32 .
Seperti halnya pada kayu, penyusutan longitudinal baik pada sampel bagian pangkal maupun pada sampel bagian tengah sangat kecil.
32
3.5.2. Sifat Mekanik 1. Kuat Tarik
Berdasarkan hasil pengujian didapat nilai kuat tarik maksimum sebesar 421 MPa yaitu pada sampel pangkal sebelah luar tanpa buku. Sementara nilai kuat tarik
terkecil terdapat pada sampel tengah bagian dalam dengan buku yaitu sebesar 34 MPa. Nilai kuat tarik masing-masing kelompok sampel dan variabilitasnya dapat dilihat pada
Tabel 3.5. Secara umum, variasi nilai kuat tarik pada berbagai kelompok sampel dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Tabel 3.5. Kuat Tarik sampel pada berbagai posisi
Sampel
σ
rataan
MPa
σ
max
MPa
σ
Min
MPa SD MPa
CV n
σ
renc
MPa
PL0 404,41 540,16
356,39 77,28
19,11 5
95,10 PL1
163,25 186,46 150,20 13,43 8,23 7 57,85
PD0 144,30 178,66
116,93 30,87
21,39 5
30,33 PD1 41,99 62,63
33,11 11,81
28,14 5
5,72 TL0 359,32
380,75 327,15
22,89 6,37
5 134,63
TL1 148,61
154,67 140,60 6,75 4,54 5 58,66 TD0 176,91
213,01 149,76
24,38 13,78
5 51,92
TD1 32,99 39,60 27,92 5,89
17,86 5
8,21 Catatan : SD =standar deviasi, CV=koefisien variasi, n= jumlah sampel
P= pangkal, T= tengah, L= luar, D= dalam, 0= tanpa buku, 1= dengan buku
Hasil penelitian yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Nuryatin 2000 yang memperoleh kuat tarik pangkal dan ujung berturut-turut 1.312
kgcm
2
dan 1.480 kgcm
2
yang setara dengan 129 MPa dan 145 MPa.
Luar PANGKAL
Dalam Luar
TENGAH Dalam
404
144 359
177
163 42
148 33
50 100
150 200
250 300
350 400
450
K u
a t ta
ri k
M Pa
sampel dg buku sampel tanpa Buku
Gambar 3.3. Kuat tarik maksimum rataan pada berbagai kelompok sampel
33 Berdasarkan data yang diperoleh, maka selanjutnya untuk perhitungan struktur
dihitung nilai kuat rencana dengan menggunakan Persamaan 3.7. Nilai kuat tarik maksimum bambu didapatkan pada sampel bagian pangkal luar
tanpa buku. tegangan maksimum yang didapat 540 MPa lebih besar dari tegangan leleh baja. Nilai terendah tegangan tarik maksimum didapat pada bagian tengah dalam
dengan buku, yaitu 28,92 MPa. Nilai ini 10 nilai tegangan tarik maksimum. Mengingat bahwa dalam pemakaian, sebagian bambu bagian dalam dibuang, maka
untuk perhitungan digunakan nilai tegangan tarik rencana bagian luar yang terkecil. Berdasarkan hasil perhitungan nilai ini terdapat pada sampel bagian pangkal tanpa
dengan buku yaitu 57,85 MPa. Selanjutnya untuk perhitungan analisa struktur
digunakan nilai tegangan tarik rencana sebesar 57,8 MPa.
Pada semua kelompok sampel nampak dengan jelas bahwa nilai tegangan tarik bambu akan berkurang lebih dari 50 jika terdapat buku, seperti dapat dilihat pada
Gambar 3.3. Hal ini mungkin disebabkan arah serat pada daerah buku tidak semua lurus, karena sebagian serat berbelok ke dalam, dan sebagian kecil berbelok ke luar.
Dalam pembuatan sampel uji tarik dibuat daerah kritis yang luas penampangnya kecil Gambar 3.2.a.. Diharapkan, kerusakan akibat beban tarik terjadi pada daerah
kritis, yaitu sampel putus pada daerah tersebut. Pada pengujian yang dilakukan, putusnya sampel pada daerah kritis seperti pada Gambar 3.4. tidak terjadi pada semua
sampel.
Gambar 3.4. Sampel putus pada daerah kritis.
Kuat tarik bambu bagian dalam yang lebih kecil akan mengakibatkan rusaknya sampel tidak seragam; seperti terlihat pada Gambar 3.5, dimana pada daerah kritis
sebelah dalam sudah putus, sementara bagian luar belum.
Gambar 3.5. kerusakan pada daerah kritis
34 Besarnya variasi mengakibatkan permasalahan dalam pengujian tarik.
Kerusakan yang terjadi tidak selalu pada daerah kritis, seperti yang diharapkan. Kerusakan dapat terjadi pada berbagai tempat seperti pada Gambar 3.6, dimana
kerusakan terjadi pada daerah buku atau mengarah pada buku, seperti pada Gambar 3.7. Pada keadaan ini, kerusakan pada daerah kritis terjadi, bukan karena tarik, tetapi
karena geser.
Gambar 3.6. Kerusakan sampel pada daerah buku
Gambar 3.7. Kerusakan sampel bukan pada daerah kritis.
Karena tegangan geser bambu sangat kecil bila dibandingkan dengan kuat tariknya, maka dalam pembuatan sampel, harus diusahakan agar sampel dibuat
sepanjang mungkin hingga bidang gesernya sebesar mungkin. Selanjutnya untuk perhitungan struktur, nilai tegangan tarik rencana yang akan
digunakan : σ
tarik
= 57,8 MPa ≅ 589,8 kgcm
2
.
2. Kuat Tekan