2. c. Paru-paru pulmonum Kajian Morfologi Saluran Pernafasan Trenggiling (Manis javanica) dengan Tinjauan Khusus pada Trakea dan Paru-paru

membersihkan udara dengan mengikat partikel-partikel asing yang kemudian didorong menuju faring dengan aktivitas silia Hare, 1975; Spence dan Mason, 1987. Selanjutnya mukus bersama partikel-partikel asing dikeluarkan melalui suatu gerak refleks yang disebut refleks batuk Guyton, 1994. Lapisan musculo-cartilogenous tersusun atas tulang rawan dan muskulus trakhealis Hare, 1975; Carola et al., 1976; Ploper dan Adams, 1993; Ross et al., 1995; Bergman et al., 1996; Junqueira et al., 1997. Tulang rawan hialin merupakan komponen utama trakhea. Pada sebagian besar mamalia, tulang rawan berbentuk cincin utuh atau tersusun dalam spiral Montagna, 1963. Bentuk cincin tulang rawan yang utuh ditemukan juga pada unggas Plopper dan Adams, 1993. Susunan tulang rawan ini adalah untuk menunjang fungsi trakhea agar tidak kolaps pada saat paru-paru mengembang dan menjamin hubungan langsung udara ke paru-paru Breazile, 1971; Spence dan Mason, 1987; Guyton, 1994; Junqueira et al., 1997. Sedang untuk mengakomodasi peningkatan jumlah udara ke paru-paru pada saat diperlukan, maka selain memiliki struktur tulang rawan berbentuk cincin terbuka, juga memiliki selaput mukosa yang membentuk lipatan- lipatan longitudinal dan jaringan ikat elastik pada submukosa Hare, 1975. Muskulus trakhealis merupakan sekelompok otot polos dengan arah serabut memanjang secara transversal diantara ujung bebas tulang rawan bagian dorsal. Pada sebagian besar mamalia, otot polos ini menempel pada jaringan ikat perikhondrium di bagian dalam cincin Hare, 1975; Plopper dan Adams, 1993. Lapis adventisia merupakan jaringan ikat yang menyatu dengan lapis musculo- cartilogenous dan jaringan ikat yang mengelilingi bagian luar trakhea Hare, 1975.

II. 2. c. Paru-paru pulmonum

Paru-paru merupakan organ yang ringan, lunak, berongga, dan elastik. Paru-paru yang sehat selalu me ngandung udara, terapung dalam air dan mengalami krepitasi bila diremas Hare, 1975; ORahilly dan Gardner, 1995. Pada umumnya mamalia kecuali kuda, paru-paru terbagi secara sempurna menjadi lobus-lobus oleh fissura interlobaris Hare, 1975; Hildebrand, 1998; Frandson, 1992. Pada sapi, domba dan babi paru-paru sebelah kanan terbagi menjadi empat lobus, yaitu lobus apicalis cranialis, lobus medialis cardiaca, lobus acessorius intermedius dan lobus diphragmatica caudalis Hare, 1975; Frandson, 1992. Sementara paru-paru kiri terbagi menjadi tiga lobus, dengan tidak adanya lobus acessorius intermedius Frandson, 1992. Sedang me nurut Hare 1995, lobulasi paru-paru kiri pada semua hewan domestik hanya memiliki dua lobus yaitu lobus apicalis cranialis dan lobus diaphragmatica caudalis. Hal ini disebabkan karena pembagian lobus apicalis pada paru-paru kiri hanya secara eksternal terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kranial dan kaudal, akan tetapi cabang bronkhus yang memasuki kedua lobus ini hanya satu yang berasal dari bronkhus primer. Pada karnivora dan ruminansia, pembagian lobus oleh fissura interlobaris sangat jelas Hare, 1975. Lobulasi yang jelas ini diduga memungkinkan bagi paru-paru untuk mengembang secara efektif selama inspirasi, mengikuti pembesaran rongga dada akibat gerakan kostae ke latero-kranial dan kontraksi otot diafragma. Variasi lobulasi paru-paru dan kedalaman fissura interlobaris diduga dipengaruhi oleh perkembangan paru-paru pada saat embrional dan oleh faktor-faktor lain seperti bentuk rongga dada Bressou, 1946; Rouviere dan Cordier, 1946; Serova, 1950 dalam Hare, 1975, laju pertumbuhan hewan Bressou, 1946 dalam Hare, 1975, ukuran dan bentuk organ serta unsur lain yang terdapat pada rongga dada Hare, 1975. Seluruh permukaan organ paru-paru, jantung dan dinding dalam rongga dada dilapisi oleh selaput pleura yang merupakan selaput serosa yang licin, terang tembus dan basah oleh cairan serous yang dihasilkannya. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas untuk mengurang gesekan antara paru-paru dengan dinding rongga dada dan organ-organ lain didalamnya terutama jantung Frandson, 1992. Secara mikroskopis paru-paru dapat dibagi menjadi saluran udara intrapulmonum, parenkhim dan pleura. Saluran udara intrapulmonum bronkhi dan bronkhioli menyusun ±6 bagian dari paru-paru. Parenkhim atau daerah pertukaran gas menyusun ±85 paru-paru. Sedang sisanya ±9-10 disusun oleh pleura, jaringan syaraf dan pembuluh darah intrapulmonum Plopper dan Adams, 1993.

1. Saluran udara intrapulmonum bronk hi dan bronkhioli

Secara umum gambaran histologis bronkhi mirip dengan trakhea. Akan tetapi pada bronkhi gambaran susunan dan bentuk sel-sel epitel, kelenjar, tulang rawan dan otot polos mengalami perubahan mulai dari bagian proksimal sampai ke bagian distal. Epitel silindris banyak baris bersilia yang terdiri dari sel sekretori, sel bersilia dan sel basal semakin rendah pada bagian distal. Kelenjar- kelenjar submukosa di daerah proksimal bronkhi lebih sedikit dan berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan trakhea. Pada bronkhi, tulang rawan tidak lagi utuh tetapi berbentuk lempengan-lempengan dengan otot polos tersebar diantaranya. Pada cabang bronkhi bagian distal, otot-otot bronkial berbentuk cincin yang melingkari lumen Carola et al., 1976; Plopper dan Adams, 1993; Ross et al., 1995; Bergman et al., 1996; Junqueira et al., 1997. Bronkhus primer sebagian besar bersifat ekstrapulmonar. Gambaran histologinya mirip trakhea, hanya ukurannya yang lebih kecil dan bentuk tulang rawannya seperti tapal kuda. Muskulus trakhealis nantinya secara bertahap akan meluas dan menjadi laminae muskularis mukosa Dellmann, 1971. Pada awal bronkhus sekunder, mukosa mulai menunjukan lipatan memanjang dan epitelium masih bersifat silindris banyak baris bersilia, hanya saja semakin mendekati akhir bronkhus sekunder epitelium berubah menjadi silindris sebaris bersilia dan lipatan mukosa semakin tinggi. Jumlah sel goblet ikut berkurang secara bertahap. Otot polos semakin lengkap membentuk cincin melingkari lumen bronkhus. Tulang rawan penunjang pada awal bronkhus sekunder mulai pecah-pecah, dan pada akhirnya tinggal pulau-pulau tulang rawan kecil-kecil. Sedangkan pada bronkhus tersier, tulang rawan penunjang tinggal sisa-sisa pulau kecil yang terserak dalam pulau jaringan ikat mengitari lumen Dellmann, 1971. Dinding bronkhioli terdiri atas lapis mukosa, lapis muskularis dan sedikit jaringan ikat tanpa adanya kelenjar dan tulang rawan. Sel epitel berbentuk silindris yang tersusun atas sel bersilia dan sel Clara Plopper dan Adams, 1993; Bergman et al., 1996. Saluran udara yang paling distal dan langsung berhubungan dengan alveoli disebut sebagai bronkhioli terminalis Plopper dan Adams, 1993. Baik pada manusia maupun hewan, lapisan epitel bronkhioli b c a b tersusun atas sel Clara atau sel epitel bronkhiolar yang tidak bersilia dan berfungsi sebagai sel sekretori Plopper dan Adams, 1993; Bergman et al., 1996. Bronkhioli terminalis kemudian bercabang membentuk bronkhioli respiratorius, dan mulai di percabangan inilah pertukaran gas terjadi Plopper dan Adams, 1993.

2. Parenkhim

Parenkhim paru-paru merupakan daerah tempat terjadinya pertukaran gas, yang terdiri atas bronkhioli respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli Plopper dan Adams, 1993. Dinding bronkhioli respiratorius mempunyai lubang-lubang yang langsung berhubungan dengan duktus alveolaris dan berakhir di alveoli. Dua atau lebih alveoli bergabung membentuk sakus alveolaris Plopper dan Adams, 1993; Bergman et al., 1996. Alveoli pada beberapa mamalia kecil bentuknya lebih kecil dan rapat, sehingga memperbesar luas permukaan respirasi Walker, 1987. Gambar 1. Bentuk dan struktur alveoli kucing. a. alveolus; b. pembuluh darah; c. bronkhiolus; kerapatan dan bentuk alveolus tanda panah. sumber: Wagner dan Hossler, 2006 Unit dasar untuk pertukaran di dalam parenkhim paru-paru adalah alveolus. Dinding alveoli terdiri dari sel tipe I, sel tipe II dan makrofag Carola et al., 1976; Wheater, 1982; Plopper dan Adams, 1993; Ross et al., 1995; Bergman et al., 1996. Sel tipe I merupakan sel pipih dengan inti terletak ditengah dan memiliki bentuk seperti telur mata sapi. Sel tipe I merupakan blood air barrier yang berfungsi untuk mencegah cairan jaringan masuk ke dalam alveolus Junqueira et al., 1997. Sel tipe II merupakan sel yang berbentuk kubus dengan inti di tengah Plopper dan Adams, 1993; Ross et al., 1995. Sel ini merupakan sel sekretori yang diduga menghasilkan fosfolipid bersifat seperti detergen yang disebut surfaktan. Sekresi ini membantu alveoli agar tidak kolaps selama ekspirasi dengan cara mengurangi tegangan permukaannya Carola et al., 1976; Wheater et al., 1995; Bergman et al., 1996. Menurut Plopper dan Adams 1993, pada sebagian besar dinding alveoli hewan yang pernah diteliti, sel tipe I menutupi hampir 97 dari permukaan septum dan sisanya oleh sel tipe II. Sedang pada manusia sekitar 95 permukaan septum di tutupi oleh sel tipe I dan sisanya oleh sel tipe II Ross et al., 1995. Sel lainnya yang ditemukan pada septum interalveolar adalah sel makrofag. Sel ini kadang-kadang ditemukan bebas di dalam alveoli. Fungsi dari sel ini adalah memfa gosit mikroorganisme dan partikel-partikel asing yang telah menembus alveolus Carola et al., 1976; Plopper dan Adams, 1993; Ross et al., 1995; Bergman et al., 1996. Menurut Plopper dan Adams 1993, sel ini melapisi parenkhim paru-paru sekitar 2-9.

II. 3. Mekanisme dan Otot-otot yang Terlibat dalam Proses Pernapasan Mamalia