Sanitasi Rumah TINJAUAN PUSTAKA

pemasangan jebakan, penggunaan bahan Rodentisida dan penggunaan predator rodent. Untuk mengatasi agar tikus tidak masuk ke dalam rumah, sebaiknya dibuat kedap tikus dan bahan-bahan makanan yang mudah busuk dibuang. 2.1.10.6 Usaha promotif Untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara edukasi, dimana antara daerah satu dengan daerah lain mempunyai serovar dan epidemi leptospirosis yang berbeda. Seperti diketahui bahwa leptospirosis merupakan zoonosis klasik pada binatang yang merupakan sumber infeksi utama, oleh karena itu setiap program edukasi haruslah melibatkan profesi kesehatan kedokteran, dokter hewan dan kelompok lembaga sosial masyarakat yang terlibat. Pokok- pokok cara pengendalian leptospirosis juga memperhatikan hasil studi faktor risiko terjadinya leptospirosis, antara lain higiene perorangan seperti kebiasaan mandi, riwayat adanya luka, keadaan lingkungan yang tidak bersih, disamping pekerjaan, sosial ekonomi, populasi tikus dan lain-lain.

2.2 Sanitasi Rumah

2.2.1 Definisi Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat Mukono, 2000:155. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829MENKESSKVII1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, yang dimaksud dengan rumah yaitu bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan sarana pembinaan keluarga yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan Mukono, 2000:155. 2.2.2 Kriteria Rumah Sehat Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan, dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu 2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah 3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindunginya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup 4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain, persyaratan garis sempadan jalan konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2005: 24. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829MENKESSKVII1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan bahwa persyaratan kesehatan rumah tinggal yaitu: 2.2.2.1 Bahan Bangunan A. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut: 1 Debu total tidak lebih dari 150 µg m 3 2 Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiberm 3 4 jam 3 Timah hitam tidak lebih dari 300 mgkg B. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pathogen. 2.2.2.2 Komponen dan Penataan Ruang Rumah Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut: a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan b. Dinding: Ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara. Kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan. c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan. d. Bumbungan rumah yang memiliki ketinggian 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir. e. Ruang didalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, ruang bermain anak. f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. 2.2.2.3 Pencahayaan Pencahayaan alami yaitu berasal dari sinar matahari yang masuk ke dalam rumah dan atau pencahayaan buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. 2.2.2.4 Kualitas Udara Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut: a. Suhu udara nyaman berkisar antara 16°C sampai 30°C b. Kelembaban udara berkisar antara 40 sampai 70 c. Konsentrasi gas SO 2 tidak melebihi 0,10 ppm24 jam d. Pertukaran udara = 5 kaki kubik per menit per penghuni e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm8 jam f. Konsentrasi gas formaklehid tidak melebihi 120 mgm 3 2.2.2.5 Ventilasi Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10 dari luas lantai. 2.2.2.6 Binatang Penular Penyakit Tidak ada tikus bersarang di dalam rumah. 2.2.2.7 Air a. Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 literoranghari. b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih danatau air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.2.2.8 Tersedianya Sarana Penyimpanan Makanan yang Aman 2.2.2.9 Limbah a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah. b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah. 2.2.2.10 Kepadatan Hunian Luas rumah minimal 8 m 2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang. 2.2.3 Faktor Kondisi Sanitasi Rumah yang Mempengaruhi Kejadian Leptospirosis Kondisi sanitasi rumah berpengaruh terhadap terjadinya leptospirosis. Sanitasi rumah merupakan segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar rumah. Beberapa aspek kondisi sanitasi rumah yang berkaitan dengan kejadian leptospirosis meliputi : kondisi selokan, karakteristik genangan air, sarana pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah, kejadian banjir, keberadaan tikus di dalam rumah, kepadatan hunian, tempat penyediaan makanan di dalam rumah, serta intensitas cahaya di dalam rumah. 2.2.3.1 Kondisi Selokan Kondisi selokan yang digunakan untuk mengalirkan limbah rumah tangga harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut : tidak ada genangan air di sekitar rumah akibat luapan dari selokan, saluran tertutup atau diresapkan dan kondisi selokan lancar tidak tersumbat Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:24. 2.2.3.2 Karakteristik genangan air Biasanya yang mudah terjangkit penyakit leptospirosis adalah usia produktif dengan karakteristik tempat tinggal : merupakan daerah yang padat penduduknya, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air maupun lingkungan kumum. Tikus biasanya kencing di genangan air. Lewat genangan air inilah bakteri leptospira akan masuk ke tubuh manusia Depkes RI, 2003. 2.2.3.3 Sarana pembuangan air limbah Air limbah rumah tangga disalurkan pada tempat pembuangan limbah yang telah tersedia di setiap rumah masing – masing tanpa menimbulkan bau tidak sedap dan pencemaran lingkungan Dinkes propinsi Jawa Tengah 2009. 2.2.3.4 Sarana pembuangan sampah Adanya kumpulan sampah di rumah dan sekitarnya akan menjadi tempat yang disenangi tikus. Kondisi sanitasi yang jelek seperti adanya kumpulan sampah dan kehadiran tikus merupakan variabel determinan kasus leptospirosis. Adanya kumpulan sampah dijadikan indikator dari kehadiran tikus. Jarak rumah yang dekat dengan tempat pengumpulan sampah mengakibatkan tikus dapat masuk ke rumah dan kencing di sembarang tempat. Jarak rumah yang kurang dari 500 m dari tempat pengumpulan sampah menunjukkan kasus leptospirosis lebih besar dibanding yang lebih dari 500 m Dinkes propinsi Jawa Tengah 2005:26. 2.2.3.5 Kejadian banjir Leptospirosis menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan dan kelembapan tinggi Depkes RI, 2003. Leptospirosis berhubungan dengan musim hujan, dan musim hujan inilah yang sering menyebabkan banjir di beberapa wilayah. 2.2.3.6 Keberadaan tikus di dalam rumah Bakteri leptospira khususnya spesies L. ichterrohaemorrhagiae banyak menyerang tikus besar seperti tikus wirok Rattus norvegicus dan tikus rumah Rattus diardii. Sedangkan L.ballum menyerang tikus kecil mus musculus. Ada tidaknya tikus di dalam dan sekitar rumah yang ditandai dengan ada tidaknya lubang tikus atau kotoran tikus. 2.2.3.7 Keberadaan hewan peliharaan Selain pada tikus, Leptospira juga dapat menginfeksi hewan lain seperti sapi, anjing, kuda, kambing, domba dan babi. Meskipun pada hewan- hewan tersebut hanya kemungkinan kecil terjadi. Seperti Canicola pada anjing dan Pomona pada babi dan sapi. 2.2.3.8 Kepadatan hunian Menetapkan luas rumah, jumlah dan ukuran ruangan harus disesuaikan dengan jumlah orang yang akan menempati rumah tersebut agar tidak terjadi kelebihan jumlah penghuni rumah. Rumah yang dihuni oleh banyak orang dan ukuran luas rumah tidak sebanding dengan jumlah orang maka akan mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan dan berpotensi terhadap penularan penyakit dan infeksi Dinkes Prov Jateng, 2005. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828MenkesSKVII1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas bangunan yang optimum adalah 2,5-3 m 2 untuk tiap orang tiap anggota keluarga. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di rumah. Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut. Kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar 2 orang per 8 m 2 dengan ketentuan anak 1 tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung setengah Mukono, 2000:156. 2.2.3.9 Intensitas cahaya di dalam rumah Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari, disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusak mata. Cahaya alami, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogianya jalan masuk cahaya jendela luasnya sekurang-kurangnya 15 sampai 20 dari luas lantai yang terdapat dalam ruangan rumah. Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai bukan menyinari dinding Soekidjo Notoatmodjo, 2007:170-171. Selain sebagai penerangan, cahaya berperan pula sebagai germic pembunuh kuman atau bakteri disamping untuk penyembuhan beberapa jenis penyakit. Cahaya berperan sebagai germicid karena cahaya merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik dan karena itu cahaya mempunyai energi Soekidjo Notoatmodjo, 2007:170-171. Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah menggunakan luxmeter, yang diukur pada pukul 09.00-15.00 WIB dan membagi beberapa titik pengukuran dengan jarak antara titik sekitar 1 meter, dilakukan dengan tinggi luxmeter kurang lebih 85 cm diatas lantai dan posisi photo cell menghadap sumber cahaya, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila 60 lux. Menurut WHO, kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan khusus untuk pencahayaan dalam rumah adalah 60-120 lux Dinkes Prov Jateng, 2005.

2.3 Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Leptospirosis