Pengaruh Pendidikan Dan Pengalaman Petani Terhadap Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi Dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI

TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI

DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

T E S I S

Oleh

ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK

077003037/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(2)

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI

TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI

DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN

WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK

077003037/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN

PETANI TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS

TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

Nama Mahasiswa : Erwin Hasudungan Hutauruk

Nomor Pokok : 077003037

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B,M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 21 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D

Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

2. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA

3. Prof. Dr. Badaruddin


(5)

ABSTRAK

ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “Pengaruh

Pendidikan dan Pengalaman Petani te rhadap Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap Penge mbangan Wilayah di Kabupaten

Tapanuli Utara”, di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Dr. Ir.

Tavi Supriana, MS dan Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA.

Pengetahuan petani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman yang dihasilkan. Namun masalahnya adalah apakah pendidikan atau pengalaman petani kopi menentukan produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontrib usinya terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Atas dasar itu maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi dan mengetahui kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Populasi penelitian ini adalah petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik Proporsional Random Sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Siborongborong, Sipahutar dan Pangaribuan dengan total sampel berjumlah 95 orang. Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan (formal dan non formal) dan pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi. Sedangkan faktor pendidikan formal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara. Kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat dari pendapatan, penyerapan tenaga kerja, semakin berkembangnya toko - toko pertanian dan pedagang pengumpul serta berdirinya pabrik pengolahan biji kopi di Kecamatan Siborongborong.

Kata Kunci : Produktivitas, pendidikan, pengalaman petani dan pengembangan wilayah.


(6)

ABSTRACT

ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “The Effect of

Education and Experience of F armers on Productivity of Coffee Plants and The Contribution on Regional Development of North Tapanuli District”, under supervision of Mr. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Mrs. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Mr. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA.

The knowledge of farmer is highly affected by the education and experience they hold. The higher educational level and experience of the farmers, the greater productivity will be. However the problem is, whether education and experience can improve the productivity of coffee plants and what is the contr ibution to regional development of North Tapanuli district. To take it as background, thus the objective of this research would be to know the effect of education and experience on

productivity of coffee plants, and it‘s contribution on regional development of North Tapanuli District through the coffee farming. The population of the research was coffee growers found in district of North Tapanuli. The determination of sample was made by technical of proportional random sampling taking three sub districts: sub district of Siborongborong, Sipahutar and Pangaribuan, total sample 95 peoples. The technical of data collection was accomplished by distributing the questionnaires and interview.

The result of research indicated, that factors of education (formal and non formal) and experience have positive and significant effect on productivity of coffee plants. However the factor of formal education has positive, but insignificantly, effect on productivity of coffee plants in North Tapanuli District. The contribution of coffee farming on regional development of North Tapanuli District could be seen by income, accommodation of labors (workers), the improved agricultura l shops and the collecting traders and the operation of coffee grain mill in sub district of Siborongborong.

Key words : Productivity, education, the experience of farmers and regional


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

izin-Nyalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap pengembangan

wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara”, dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.


(8)

6. Bapak Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.

7. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirozujilam, SE, Prof. Dr. Badaruddin, dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si, yang bersedia menjadi dosen penguji serta telah memberikan masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini.

8. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan PWD USU Medan.

9. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian tesis ini berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2009.

10.Khusus kepada istriku ’Meri’ dan putraku ’Kiel’ yang telah memberikan perhatian khusus, sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan tesis ini.

Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi koreksi konstruktif apabila terdapat kesalahan.

Medan, Juni 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Erwin Hasudungan Hutauruk dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Oktober 1978. Anak kedua dari Eliakim Hutauruk dan Luse Situmeang. Menyelesaikan pendidikan : SD Negeri 064012 Medan tahun 1991, SMP Negeri 6 Medan tahun 1994, SMA Negeri 9 Medan tahun 1997. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2002.

Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bagian Pengendalian Program Sekretariat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengembangan Wilayah ... 9

2.2. Pendidikan ... 16

2.2.1. Pendidikan Formal ... 20

2.2.2. Pendidikan Non Formal ... 21

2.3. Pengalaman ... 22

2.4. Komoditi Kopi ... 24

2.5. Penelitian Sebelumnya ... 26

2.6. Kerangka Berpikir ... 31

2.7. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 33

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 34


(11)

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5. Teknik Analisis Data ... 36

3.6. Defenisi Operasional ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1. Letak Geografis ... 39

4.1.2. Topografi ... 39

4.1.3. Iklim ... 40

4.1.4. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan ... 40

4.1.5. Penduduk ... 42

4.2. Gambaran Umum Responden ... 42

4.3. Gambaran Umum Usahatani Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara 48

4.3.1. Luas Lahan Petani Kopi ... 48

4.3.2. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi ... 50

4.3.3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Usahatani Kopi .. 52

4.4. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi ... 54

4.5. Kontribusi Usahatani Tanaman Kopi terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara ... 60

4.5.1. Pendapatan Petani Kopi ... 61

4.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja ... 62

4.5.3. Berkembangnya Toko-toko Pertanian ... 65

4.5.4. Berkembangnya Pedagang Pengumpul dan Berdirinya Pabrik Pengolahan Biji Kopi di Siborongborong ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Berlaku Tahun 2000 - 2006 (Persen) ... 2

2. Distribusi Persentase Sektor Pertanian Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2004 (Persen) ... 3

3. Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ha) ... 3

4. Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ton) ... 4

5. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kopi Per Kecamatan Tahun 2002 - 2004 ... 5

6. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada Tahun 2006 ... 6

7. Lokasi Penelitian ... 33

8. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

9. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Kecamatan 2004 ... 41

10. Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2006 ... 42

11. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur ... 43

12. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 44


(13)

14. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 46 15. Distribusi Responden Menurut Lama Berkebun Kopi ... 47 16. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Kebun Kopi ... 48 17. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam,

Sumberdaya Manusia dan Teknologi... 12 2. Kerangka Pemikiran ... 32


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 75

2. Identitas Responden ... 80

3. Rekapitulasi Produktivitas Tanaman Kopi Responden (Ton/Ha/Tahun) ... 83

4. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Produktivitas Tanaman Kopi ... 86

5. Data Input Penelitian ... 89

6. Surat Izin Penelitian dari Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara ... 92


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian dan perdesaan merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan. Pertanian merupakan komponen utama yang menopang kehidupan perdesaan di Indonesia. Pertanian tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam artian luas yaitu penghasil produk primer yang terbarukan, termasuk di dalamnya pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.

Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian. Peranan pertanian antara lain adalah (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan, (2) menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan pembe ntukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, (5) sumber perolehan devisa, (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan dan (7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup.

Kabupaten Tapanuli Utara yang terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah pertanian di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto sampai dengan tahun 2006 masih tetap dominan,


(17)

yakni mencapai lebih dari 55 persen dari total PDRB yang dihasilkan Kabupaten Tapanuli Utara. Struktur ekonomi menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2000 - 2006 (Persen) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Str uktur Ekonomi Me nurut Lapang an Us aha Atas Dasar Harg a Berlaku Tahun 2000 - 2006 (Persen)

No. Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Pertanian 57.50 57.11 56.94 56.46 56.19 56.08 55.16

2 Pertambangan

dan Penggalian 0.08 0.08 0.08 0.09 0.11 0.11 0.12 3 Industri 2.27 2.24 2.08 1.90 1.87 1.95 1.86 4 Listrik, Gas & Air

Bersih 0.75 0.78 0.85 0.86 0.86 0.88 0.86 5 Bangunan 5.85 5.93 5.79 5.86 5.70 5.66 6.00 6 Perdagangan, Hotel &

Restoran 13.22 13.12 13.13 13.72 13.83 13.80 13.76 7 Pengangkutan dan

Komunikasi 3.64 3.81 4.12 4.09 4.21 4.36 4.27 8 Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan 4.24 4.20 4.45 4.49 4.73 4.63 4.47 9 Jasa-jasa 12.45 12.73 12.56 12.53 12.50 12.52 13.52

PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004 dan Tapanuli Utara Dalam Angka 2007

Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara, baik ditinjau dari aspek penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan ata u penyedia lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduknya.

Bila dilihat dari distribusi persentase sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku maka sub sektor perkebunan adalah penyumbang terbesar kedua terhadap sektor pertanian setelah sub sektor tanaman bahan makanan, yakni sebesar 19,10 persen pada tahun 2004. Distribusi persentase sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2000 - 2004 (Persen) dapat dilihat pada Tabel 2.


(18)

Tabel 2. Distribusi Persentase Sektor Pertanian Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2004 (Persen)

No. Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 I.

II.

Pertanian

1. Tanaman Bahan M akanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan

4. Kehutanan 5. Perikanan

Bukan Pertanian 57,50 32,82 18,91 4,23 0,80 0,74 42,50 57,11 32,93 18,51 4,08 0,81 0,77 42,89 56,94 32,08 19,12 4,10 0,91 0,73 43,06 56,46 32,11 18,71 3,95 1,02 0,66 43,54 56,19 31,59 19,10 3,75 1,09 0,65 43,81

PDRB 100 100 100 100 100

Sumber. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004

Kabupaten Tapanuli Utara memiliki beberapa komoditi perkebunan rakyat seperti tanaman kopi, kemenyan, karet, kulit manis, cengkeh, kelapa, coklat, jahe, kemiri, aren, pinang, vanili, nilam, andaliman dan lain - lain. Namun komoditi yang banyak dibudidayakan masyarakat adalah tanaman kopi. Hal ini dapat dilihat dari luas tanaman kopi lebih besar dari luas tanam komoditi perkebunan lainnya, yakni sebesar 14.806,75 Ha pada tahun 2006, kecuali tanaman kemenyan, tumbuh liar dalam jumlah yang besar di hutan. Luas tanaman perkebunan rakyat menurut jenis tanaman tahun 2005 - 2006 (Ha) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Tanaman Perke bunan Rakyat Me nur ut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ha)

No. Jenis Tanaman 2005 2006

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Karet Kemenyan Kopi Cengkeh Kelapa Tebu Kulit M anis Kemiri Tembakau Kelapa Sawit Coklat Jahe Aren Pinang Vanili Nilam Andaliman 8.031,25 16.282,50 14.693,25 242,00 349,00 172,00 680,50 451,50 10,35 69,00 2.458,30 90,25 371,60 184,75 2,50 53,00 21,00 8.082,50 16.282,50 14.806,75 189,00 349,85 171,50 484,81 454,50 10,35 69,00 2.599,00 30,08 371,60 184,75 1,50 53,00 21,00 Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007


(19)

Begitu juga halnya dengan produksi tanaman kopi lebih besar dari produksi komoditi perkebunan lainnya, yakni masing- masing sebesar 8.249,68 ton pada tahun 2005 dan sebesar 8.935,74 ton pada tahun 2006. Produksi tanaman perkebunan rakyat menurut jenis tanaman tahun 2005 - 2006 (Ton) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Tanaman Perkebunan Rak yat Menur ut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ton)

No. Jenis Tanaman 2005 2006

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Karet Ke menyan Kopi Cengkeh Kelapa Tebu Kulit Manis Ke miri Temba kau Kelapa Sawit Coklat Jahe Aren Pinang Vanili Nila m Andaliman 4.565,99 3.508,53 8.249,68 15,86 244,57 109,50 1.189,51 181,49 4,25 0,00 530,71 1.725,87 81,73 39,25 0,22 7,31 5,64 4.629,58 3.642,40 8.935,74 13,45 287,73 151,34 1.337,26 182,80 4,25 0,00 722,42 186,88 122,10 48,81 0,22 10,28 7,53 Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007

Tingginya produksi kopi seiring dengan meningkatnya luas areal tanaman kopi. Pertumbuhan luas areal tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara selama 3 tahun (2002 - 2004) mencapai 2,76 persen per tahunnya, yakni dari seluas 13.834 Ha pada tahun 2002 meningkat menjadi 14.560 Ha pada tahun 2003 dan 14.600 Ha pada tahun 2004. Bila dilihat per kecamatan, maka kecamatan yang memiliki areal tanaman kopi yang terluas adalah Kecamatan Pangaribuan sebesar 2.747 Ha dengan produksi tertinggi sebesar 1.587,90 ton pada tahun 2004. Kemudian diikuti Kecamatan Siborongborong dan Sipahutar dengan luas tanam masing - masing


(20)

sebesar 1.632 Ha dan 1.495 Ha dengan produksi masing - masing sebesar 1.124,48 ton dan 1.005,43 ton. Luas tanam dan produksi tanaman kopi per kecamatan tahun 2002 - 2004 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Tanam dan Pr oduks i Tanaman Kopi Per Kecamatan Tahun 2002 - 2004

No. Kec amatan

2002 2003 2004

Luas Tanam (Ha) Produksi (Ton) Luas Tanam (Ha) Produksi (Ton) Luas Tanam (Ha) Produksi (Ton) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Parmonangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purbatua Simangu mban

Pang ari buan

Garoga

Sipahutar Sibor ong bor ong

Pagaran Muara 1.480 311 582 522 422 352 233 187 197 2.642 936 1.389 2.545 1.602 434 723,06 128,11 242,07 229,50 205,00 198,51 75,00 70,00 70,84 838,70 360,59 646,00 830,00 580,00 160,00 1.520 335 608 552 432 372 260 226 242 2.742 1.012 1.490 2.625 1.656 488 990,10 220,05 320,15 240,08 210,00 200,00 128,00 110,00 125,00 1.206,00 560,00 990,00 1.108,00 680,00 270,00 1.520 335 612 559 432 372 260 226 242 2.747 1.012 1.495 1.632 1.661 495 999,87 221,24 412,20 260,78 249,94 256,70 172,00 136,01 168,28 1.587,90 624,63 1.005,43 1.124,48 792,22 274,54

Juml ah 13.834 5.357,38 14.560 7.357,38 14.600 8.223,22

Sumber. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara

Tabel 5 menunjukkan bahwa areal pertanaman kopi terdapat di semua kecamatan Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun jenis kopi yang banyak diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kopi Lintong yang merupakan jenis spesies arabika. Kopi tersebut merupakan Natural Endowment Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki keunggulan dibandingkan jenis kopi lainnya karena memiliki keunggulan mutu dan cita rasa (aroma, taste dan flavour).


(21)

Besarnya minat masyarakat untuk bertanam kopi selain dikarenakan kondisi lahan dan iklim di semua kecamatan yang sangat sesuai dengan syarat tumbuh dan berkembangnya tanaman kopi, faktor lainnya yang mendukung adalah pemasaran produksi tanaman kopi yang relatif lancar karena tersedianya industri pengolahan kopi di Kecamatan Siborongborong.

Ukuran keberhasilan petani di dalam bertani tercermin dari produktivitas yang dihasilkan. Salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki produktivitas tanaman kopi yang tertinggi adalah Kecamatan Siborongborong, dimana pada tahun 2006 produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan dari daerah ini sebesar 1.097,15 Kg/Ha, lebih tinggi dari kecamatan lainnya. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Sipahutar dan Pangaribuan masing - masing sebesar 1.087,10 Kg/Ha dan 1.004,90 Kg/Ha. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada Tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada Tahun 2006

No. Ke camatan Luas Tanaman (Ha) Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Parmonangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purbatua Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Pagaran Muara 1.526,75 343,25 620,00 563,50 440,50 372,00 260,00 226,00 242,00 2.821,00 1.012,00 1.495,00 2.637,75 1.663,25 583,75 1.071,25 265,50 454,75 355,75 293,50 311,25 255,75 189,75 240,75 1.627,50 766,00 965,75 1.069,25 860,25 348,25 1.040,02 260,43 454,73 294,38 293,45 295,92 226,57 172,00 200,55 1.635,47 678,06 1.049,87 1.173,13 818,05 343,11 970,85 980,90 999,96 827,49 999,83 950,75 885,90 906,46 833,02 1.004,90 885,20 1.087,10 1.097,15 950,94 985,24 Total 14.806,75 9.075,25 8.935,74 984,63 Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007


(22)

Produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan petani di dalam bertani. Pengetahuan petani tentunya juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin tinggi pendidikan petani maka diharapkan semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengadopsi teknologi pertanian dan hasil akhirnya tercermin dari produktivitas yang tinggi. Begitu juga halnya dengan tingkat pe ngalaman petani, bila semakin lama pengalaman petani maka diharapkan petani tersebut akan lebih mampu mengatasi berbagai permasalahan di dalam bertani. Namun yang menjadi permasalahannya adalah apakah pendidikan atau pengalaman yang menentukan meningkatnya produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontribusinya terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara.

Atas dasar itu, maka peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktivitas tanaman kopi yang ada saat ini di Kabupaten Tapanuli Utara dan bagaimana kontribusinya terhadap pengembangan wilayah di daerah tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di bagian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi ?


(23)

2. Bagaimana kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat

produktivitas tanaman kopi

2. Untuk mengetahui kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara

1.4. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak yang terkait dengan perencanaan

pendidikan pertanian

2. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah daerah dalam rangka pengambilan kebijakan pengembangan budidaya tanaman kopi sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Wilayah

Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Menurut MT Zen dalam buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrument yang digunakan (Susilo, 2003).

Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, Pemerintah, Pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Dengan lebih tegas MT Zen menyebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia dan


(25)

teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri (Susilo, 2003).

Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi (2004) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Clif f dan Frey, 1977 dalam Rustiadi, 2004) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik


(26)

yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.

Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki, guna meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga kualitas hidup orang lain. Jadi, pengembangan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk merealisasikannya. Disini, mulai kelihatan masalah dasarnya, yaitu motivasi. Ia lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan (Zen, 2001).

Jadi pengembangan wilayah itu tidak lain dari usaha mengkombinasikan sumberdaya alam, manusianya, dan teknologi secara harmonis dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri. Kesemuanya itu disebut memberdayakan masyarakat (lihat Gambar 1).


(27)

Ga mbar 1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Su mberdaya Ala m, Su mberdaya Manusia dan Teknologi (Zen, 2001)

Secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI. Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem

Pengembangan Wilayah

Sumberdaya Ala m Teknologi

Sumberdaya Manusia L in g k u n g a n H id u p L in g k u n g a n H id u p Lingkungan Hidup


(28)

kelembagaan yang melingkupinya (Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif dimana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya pengembangan wilayah dapat dikelompokkan menjadi usaha- usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-kepentingan di dalam kerangka azas : a. Sosial

Usaha-usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, dan selur uh masyarakat di dalam wilayah itu diantaranya dengan mengurangi pengangguran dan menyediakan lapangan kerja serta menyediakan prasarana-prasarana kehidupan yang baik seperti pemukiman, papan, fasilitas transportasi, kesehatan, sanitasi, air minum dan lainnya.

b. Ekonomi

Usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan kearah yang lebih baik.


(29)

c. Wawasan Lingkungan

Pencegahan kerusakan dan pelestarian lingkungan terhadap kesetimbangan lingkungan. Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil sesuatu dari, atau memanfaatkan potensi alam, sedikit banyak akan mempengaruhi kesetimbangannya, yang apabila tidak diwaspadai dan dilakukan penyesuaian terhadap dampak-dampak yang terjadi akan menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia, khususnya akibat dampak yang dapat bersifat tak berubah lagi (irreversible changes). Untuk mencegah hal- hal ini maka di dalam melakukan pengembangan wilayah, program-programnya harus berwawasan

lingkungan dengan tujuan mencegah kerusakan, menjaga kesetimbangan dan

mempertahankan kelestarian alam (Mulyanto, 2008).

Pembangunan ekonomi wilayah memberikan perhatian yang luas terhadap keunikan karakteristik wilayah (ruang). Pemahaman terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur dan kondisi kegiatan usaha dari masing- masing daerah di Indonesia serta interaksi antar daerah (termasuk diantara faktor- faktor produksi yang dimiliki) merupakan acuan dasar bagi perumusan upaya pembangunan ekonomi nasional ke depan (Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Menurut Jhon Glasson (1977), pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat dari penentu endogen atau eksogen, yaitu faktor- faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar wilayah, atau kombinasi dari


(30)

keduanya. Dalam model- model ekonomi makro disebutkan bahwa ekonomi penentu intern pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumberdaya alam), dan sistem sosio-politik, sedangkan menurut model ekspor pertumbuhan, industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah penentu pokok pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern (Sirojuzilam, 2005).

Sejarah mencatat bahwa negara yang menerapkan paradigma pembangunan berdimensi manusia telah mampu berkembang meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Penekanan pada investasi manusia diyakini merupakan basis dalam meningkatkan produktivitas faktor produksi secara total. Tanah, tenaga kerja, modal fisik bisa saja mengalami diminishing returns, namun tidak dengan pengetahuan (Kuncoro, 2004).

Dalam membangun suatu wilayah, minimal ada tiga pilar yang perlu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi. Pilar sumberdaya manusia (SDM) memegang peranan sentral karena mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai obyek pembangunan, SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, SDM berperan sebagai subyek (pelaku) pembangunan. Dengan demikian, pembangunan suatu wilayah sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia

(people center development), dimana SDM dipandang sebagai sasaran sekaligus


(31)

Salah satu pilar yang cukup penting adalah sumberdaya manusia (SDM), karena dengan kemampuan yang cukup akan mampu menggerakkan seluruh sumberdaya wilayah yang ada. Berbeda dengan sumberdaya alam yang mempunyai keterbatasan, semakin lama semakin berkurang dan habis. Disamping itu sumberdaya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan, dapat sebagai obyek maupun subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan, dan sebagai subyek pembangunan SDM berperan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri. Dengan demikian konsep pembangunan itu sesungguhnya adalah pembangunan manusia (human development), dimana manusia dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan (Nachrowi dan

Suhandojo, 2001).

2.2. Pendidikan

Pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang keduanya merupakan input bagi total produksi (Todaro, 2003). Pendidikan juga berfungsi meningkatkan produktivitas. Selain dari itu kemampuan untuk menyerap teknologi memerlukan peningkatan kualitas sumber manusia (Sirojuzilam, 2008).

Chaudhri 1979 (dalam Soekartawi, 1988), menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang


(32)

lebih modern. Dengan demikian hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi pertanian adalah berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut. Hal ini sesuai dengan Reksohadiprojo (1982) mengemukan bahwa dengan pendidikan akan menambah pengetahuan, mengembangkan sikap dan menumbuhkan kepentingan petani terutama dalam menghadapi perubahan.

Di lain pihak Soetarjo, dkk 1973 (dalam Azwardi, 2001), menyatakan bahwa pendidikan seseorang pada umumnya mempengaruhi cara berpikirnya. Makin tinggi tingkat pendidikannya makin dinamis sikapnya terhadap hal-hal baru. Selanjutnya Efferson (da lam Soedjadmiko, 1990), bahwa tingkat pendidikan baik formal maupun non formal besar sekali pengaruhnya terhadap penyerapan ide- ide baru, sebab pengaruh pendidikan terhadap seseorang akan memberika n suatu wawasan yang luas, sehingga petani tidak mempunyai sifat yang tidak terlalu tradisional. Jadi tingkat pendidikan masyarakat merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola pikir seseorang dalam menentukan keputusan menerima inovasi baru, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir lebih baik dan mudah menyerap inovasi pertanian yang berkaitan dengan pengembangan usahataninya. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit dan memakan waktu yang relatif lama untuk mengadakan perubahan.


(33)

Mosher, 1965 (dalam Hasan, 2000), mengatakan bahwa pendidikan membuat seseorang berpikir secara rasional terhadap apa yang dilakukan, membuat seseorang lebih mampu mengambil keputusan atas berbagai alternatif dalam mengelola usahataninya.

Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternatif dalam mengelola usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak mungkin untuk memperoleh pendapatan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah- masalah yang terjadi. Dalam hal ini adalah masalah-masalah yang terjadi dalam bidang pertanian seperti pengendalian hama penyakit, pengambilan keputusan dalam faktor produksi dan pemeliharaan (Mamboai, 2003).

Menurut Mosher (1991), pendidikan membuat cara berpikir lebih baik (rasional) terhadap apa yang dilakukan dan mampu mengambil keputusan atas berbagai alternatif yang dihadapi. Petani yang berpendidikan tinggi mempunyai pola berpikir yang lebih luas, sehingga mudah menerapkan hal- hal yang sifatnya


(34)

menguntungkan seperti halnya mereka dapat menggunakan pupuk dan obat-obatan dalam mengelola usahataninya.

Banyak kalangan berpendapat bahwa salah satu penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian adalah rendahnya tingkat pe ndidikan para petaninya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah maka adopsi teknologi tidak berjalan secara optimal, sehingga upaya peningkatan produksi per satuan luas (produktivitas) sulit dilakukan. Pernyataan tersebut benar adanya, namun perlu juga dipertimbangkan adanya keterbatasan sumberdaya, khususnya lahan dan biaya, yang dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usahataninya dengan resiko yang paling rendah. Sikap seperti inilah yang oleh Scott (1994) disebut sebagai moral ekonomi petani, khususnya petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas yang didasarkan kepada kemampuan sumberdaya yang dimilikinya. Jadi yang hendak dikatakan disini adalah pendidikan memang dibutuhkan untuk mendukung kemampuan seseorang dalam bekerja, namun hal tersebut tidaklah mutlak karena masih ada faktor lain yang menentukan seorang individu harus bersikap dalam pekerjaan yang digelutinya (Mamboai, 2003).

Dalam pelaksanaan usahatani banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha tani. Faktor-faktor tersebut baik yang berasal dari luar maupun dari dalam usahatani itu sendiri. Faktor- faktor dari dalam usahatani itu sendiri menurut Gitosudarmo (1990) adalah :


(35)

2. Pendidikan Non Formal 3. Umur Petani

4. Jumlah Tanggungan Keluarga Sedangkan faktor dari luar adalah :

1. Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi

2. Aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain- lain)

3. Fasilitas kredit

4. Sarana penyuluhan bagi petani 5. Iklim dan drainase

2.2.1. Pendidikan Formal

Pendidikan dapat berasal dari dua sumber yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal sebagai suatu usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh masyarakat lewat bangku sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Wiratmadja, 1978 da lam Hole, 1988). Selain itu (Millikan dan Hapgood, 1972 da lam Kambuaya O, 1982) menerapkan bahwa dengan adanya pendidikan formal yang cukup matang bagi petani, maka kegiatan-kegiatan seperti penelitian lainnya, yang berhubungan dengan pembangunan pertanian akan lebih mudah, jika dibandingkan dengan masyarakat yang lebih rendah tingkat pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk berpikir dan


(36)

mengambil keputusan. Keputusan untuk memilih, mengatur dan menilai faktor-faktor produksi yang akan dipakai dalam usahataninya serta mengetahui kapan ia harus menjual usahataninya sebanyak-banyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola usahataninya, selain itu juga petani dapat mengambil keputusan-keputusan dan mengatasi masalah- masalah yang terjadi (Mamboai, 2003).

Secara teoritis semakin tinggi tingkat pendidikan formal dan semakin banyak frekuensi mengikuti pendidikan non formal dari seseorang maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari orang tersebut untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah- masalah yang diperoleh. Dalam hal ini masalah- masalah yang dimaksud adalah dalam bidang pertanian seperti pengendalian hama, mengambil keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi dan pemeliharaan. Pendidikan formal merupakan salah satu usaha untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu dan pengalaman yang diperoleh di bangku sekolah (Hasan, 2000).

Karafir dalam Aditan (1994), menyatakan bahwa kemampuan petani sebagai pengelola erat hubungannya dengan pendidikan formal petani, frekuensi mengikuti penyuluhan dan pengalaman petani dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani semakin luas wawasan usaha. Menurut Roger dan Scoemaker da lam Fodjoe (1996), bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki berpengaruh terhadap adopsi teknologi. Ditambahkan pula bahwa petani yang berpendidikan tinggi lebih cepat dalam


(37)

mengadopsi teknologi jika dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah (Hasan, 2000).

2.2.2. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal bagi petani biasanya diperoleh melalui pendidikan luar sekolah misalnya penyuluhan - penyuluhan, kursus - kursus dan pelatihan - pelatihan. Dinamika pendidikan yang didapat dari pengetahuan - pengetahuan praktis terutama yang mempengaruhi kemampuan petani dalam mengelola usahataninya, sehingga penguasaan dan penerapannya dapat dilaksanakan dengan baik (Anon, 1987 da lam

Daryanto, 1987). Wiriatmadja (1987, dalam Wahono, 1995) mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan non formal adalah untuk menambah kesanggupan petani dalam mengelola usahataninya, dengan ini diharapkan ada perubahan perilaku petani sehingga dapat memperbaiki cara-cara dalam mengelola usahataninya. Dengan demikian semakin tinggi/ banyak petani mengikuti kegiatan - kegiatan seperti penyuluhan - penyuluhan, kursus - kursus serta pelatihan - pelatihan maka makin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sehingga produksi yang dihasilkan semakin tinggi, dimana pengalaman - pengalaman yang telah diperolehnya selama mengikuti kegiatan - kegiatan kursus dan penyuluhan dapat diterapkan dalam usahataninya terutama dalam mengambil keputusan untuk memilih, mengatur dan menilai faktor - faktor produksi yang akan dipakai dalam usahataninya serta mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak - banyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. (Mamboai, 2003).


(38)

2.3. Pengalaman

Pengalaman petani merupakan suatu pengetahuan petani yang diperoleh melalui rutinitas kegiatannya sehari- hari atau peristiwa yang pernah dialaminya. Pengalaman yang dimiliki merupakan salah satu faktor yang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam usahataninya. Hal ini sesuai dengan pendapat Liliweri (1997), menyatakan bahwa pengalaman merupakan faktor personal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang.

Pengalaman seseorang seringkali disebut sebagai guru yang baik, dimana dalam mempersepsi terhadap sesuatu obyek biasanya didasarkan atas pengalamannya. Pengalaman berusahatani tidak terlepas dari pengalaman yang pernah dia alami. Jika petani mempunyai pengalaman yang relatif berhasil dalam mengusahakan usahataninya, biasanya mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang lebih baik, dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman. Namun jika petani selalu mengalami kegagalan dalam mengusahakan usahatani tertentu, maka dapat menimbulkan rasa enggan untuk mengusahakan usahatani tersebut. Dan bila ia harus melaksanakan usahatani tersebut karena ada sesuatu tekanan, maka dalam mengusahakannya cenderung seadanya. Dengan demikian pengalaman petani dalam berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi pertanian (Syafruddin, 2003).

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh


(39)

waktu yang telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya, lain halnya dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan- hambatan tersebut. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani maka diharapkan produktivitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakannya usahatani akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan, 2000).

2.4. Komoditi Kopi

Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi dikenal dan masuk ke peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman ini mulai dikenal di benua Afrika, tepatnya di Etiopia. Pada mulanya, tanaman kopi belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk, melainkan masih tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi (Najiyati dan Danarti, 2006).

Mula- mula penyebaran kopi ke berbagai wilayah cukup. Hal ini dikarenakan pada waktu itu minuman kopi hanya dikenal sebagai minuman berkhasiat menyegarkan badan, terbuat dari cairan daun dan buah segar yang diseduh air panas. Namun, sejak ditemukan cara pengolahan buah kopi yang lebih baik, selain berkhasiat, minuman kopi juga beraroma harum khas dan rasanya nikmat. Dengan demikian, kopi pun menjadi terkenal hingga tersebar ke berbagai negara di Eropa, Asia dan Amerika (Najiyati dan Danarti, 2006).


(40)

Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC antara tahun 1696 – 1699. Awalnya, penanaman kopi hanya bersifat coba-coba (penelitian). Namun, karena hasilnya memuaskan dan dipandang cukup menguntungkan sebagai komoditas perdagangan maka VOC menyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah agar penduduk dapat menanamnya. Kemudian, perkebunan besar pun didirikan dan akhirnya tanaman kopi tersebar ke daerah Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan daerah lain di Indonesia (Najiyati dan Danarti, 2006).

Walaupun jenis kopi itu banyak sekali jumlahnya, namun dalam garis besarnya ada tiga jenis besar, yakni :

a. Kopi Arabika

Yang berdaun kecil, halus mengkilat, panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm, panjang buah 1,5 cm.

b. Kopi Canephora

Daun besar dan panjang daun lebih dari 20 cm x 10 cm bergelombang, sedangkan panjang buah ± 1,2 cm.

c. Kopi Liberika

Daun lebat, besar, mengkilat, buah besar sampai 2/3 cm, tetapi biji kecil. (AAK, 1991).

Kopi Arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia. Kopi ini merupakan jenis pertama yang dikenal dan dibudidayakan, bahkan termasuk kopi yang paling banyak diusahakan hingga akhir abad ke-19. Setelah abad ke-19, dominasi kopi arabika


(41)

menurun karena kopi ini sangat peka terhadap penyakit HIV, terutama di dataran rendah. Beberapa sifat penting kopi arabika sebagai berikut :

1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700 - 1.700 m dpl dengan suhu sekitar 16 - 20 0 C.

2. Menghendaki daerah beriklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun di musim kemarau).

3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl.

4. Rata-rata produksi sedang (4,5 - 5 ku kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai kualitas, cita rasa dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan kopi lainnya. Bila dikelola secara intensif, produksinya bisa mencapai 15 - 20 ku/ha/tahun dengan rendemen sekitar 18 %. Kopi beras yang dimaksud adalah kopi kering siap digiling.

5. Umumnya berbuah sekali dalam satu tahun (Najiyati dan Danarti, 2006).

Najiyati dan Danarti (1991), menyatakan bahwa dalam luasan 1 hektar tanaman kopi yang dikelola secara baik artinya petani kopi melakukan kegiatan pemeliharaan secara baik dan benar dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, pemangkasan dan panen seta iklim yang mendukung maka kopi yang mampu dihasilkan sebanyak 1,5 - 2 ton/ha/tahun.


(42)

2.5. Penelitian Sebelumnya

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsyad, dkk, (2002) yang berjudul

“Analisis Berbagai Upaya Dalam Perbaikan Produktivitas dan Mutu Hasil Kakao di

Sulawesi Selatan“ menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pendidikan

formal dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square ( 2) = 9,25 lebih besar dari nilai tabel untuk 2(0,05 ; 1) = 3,84 dan 2(0,01 ; 1) = 6,64. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang semakin besar pula keterbukaannya untuk menerima inovasi baru yang dirasanya menguntungkan atau baik bagi dirinya. Selain itu petani yang berpendidikan formal tinggi biasanya memiliki wawasan pemikiran yang relatif lebih luas dalam mempertimbangkan segala sesuatunya dibandingkan dengan petani yang berpendidikan lebih rendah.

Selanjutnya, hasil penelitian Arsyad, dkk, (2002) juga menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pengalaman berusahatani kakao dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square 2 = 42,57 lebih besar dari nilai tabel untuk 2(0,05 ; 1) = 3,84 dan 2(0,01 ; 1) = 6,64. Semakin lama petani memiliki pengalaman mengusahakan tanaman kakao maka semakin tinggi juga produktivitas kakao yang dihasilkan. Hal ini mudah difahami, karena dengan pengalaman yang mereka miliki petani dapat mengembangkan usaha-usaha yang mengarah kepada peningkatan produksi persatuan luas.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyono, dkk, (2003) yang berjudul


(43)

(PHT) dan Hubungannya terhadap Produktivitas Usahatani Padi “ menunjukkan

hubungannya yang tidak nyata antara Pendidikan Formal dengan tingkat adopsi teknologi PHT dimana hal ini terlihat dari nilai t- hitung untuk Pendidikan Formal yakni - 0,25583 lebih kecil dari t (α/2 ;2) = ± 2,05953 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).

Namun sebaliknya, penelitian itu menunjukkan hubungan yang nyata antara Pengalaman Berusahatani Padi dengan tingkat adopsi teknologi PHT dimana hal ini terlihat dari nilai t-hitung untuk Pengalaman Berusahatani Padi yakni 3,00362 lebih besar dari t (α/2 ;2) = ± 2,05953 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).

Hasil penelitian Priyono, dkk, (2003) juga menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat adopsi teknologi PHT dengan produktivitas usahatani padi dimana melalui uji korelasi Rank Spearman didapat nilai korelasinya sebesar 0,96643 dengan t hitung = 18,03952 lebih besar dari t tabelnya = 2,05953 pada taraf kepercayaan 95 % (α = 0,05). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat adopsi teknologi PHT maka semakin tinggi produktivitas usahatani padi, sebaliknya semakin rendah tingkat adopsi teknologi PHT maka semakin rendah pula produktivitas usahatani yang didapat oleh petani.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahaputra, (2006) yang berjudul

“Kajian Iriga si Embung Terhadap Usahatani Jagung di Lahan Kering Kabupaten

Buleleng“ menunjukkan tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap produktivitas


(44)

pendidikan pada musim tanam pertama (I) dan kedua (II) masing- masing sebesar 3,347 dan 4,982 lebih besar dari t-tabel sebesar 2,66 pada pada tingkat kesalahan 1%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahaputra, (2006), juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang meningkat 1% pada kedua musim tanam, maka menaikkan produktivitas jagung masing- masing sebesar 0,0061 % dan 0,0094 %. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada kualitas dan kemampuan kerja seseorang. tingkat pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk lebih mengembangkan diri serta memanfaatkan semua sarana yang ada disekitar lingkungan untuk kelancaran aktivitas usaha tani. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi pula produktivitas yang dihasilkan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hafizah, dkk, (2003) yang berjudul

“Aktivitas Penyuluhan Sebagai Bentuk Komunikasi Untuk Meningkatkan

Pengetahuan P etani“ (Studi Kasus di Desa Sambirejo Kecamatan Selupu Rejang

Kabupaten Rejang Lebong) menunjukkan pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan dimana dari hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai t-hitung sebesar 0,1916 lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 0,24395 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwoko dan Sumantri, (2007) yang

berjudul “Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pemeliharaan Sapi di


(45)

pendidikan formal nilainya sebesar -5.31E-02 dan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Artinya tinggi rendahnya tingkat pendidikan formal pemanen tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan teknak sapi. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan menyebabkan petani lebih responsif terhadap teknologi pertanian, dan sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi kendala dalam proses adopsi teknologi pertanian (Rogers dan Shoemaker, 1987; Mardikanto1993; Prasmatiwi, 1997; 2000). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil- hasil penelitian tersebut, karena pendidikan formal bukan merupakan salah satu kriteria dalam perekrutan tenaga pemanen dan pendistribusian ternak sapi kredit kepada pemanen oleh PT. Agricinal.

Pada umumnya, semakin lama petani berusahatani maka petani akan mempunyai sikap yang lebih berani dalam menanggung resiko penerapan teknologi pertanian. Artinya semakin lama berusaha tani, petani lebih respon dan cepat tanggap terhadap gejala yang mungkin akan terjadi dengan penerapan teknologi pertanian dan apabila terjadi kegagalan dalam penerapannya maka yang bersangkutan lebih siap untuk menanggulanginya. Penelitian Gultom et al. (1997) dan Zulfikri (2003), menyimpulkan bahwa pengalaman berusahatani berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi pertanian. Hasil estimasi variabel pengalaman beternak sapi menghasilkan koefisien regresi sebesar 9.882E-02, artinya jika pemanen makin berpengalaman dalam beternak maka akan semakin tinggi tingkat adopsi teknologi pemeliharaan


(46)

ternak sapinya. Uji statistik juga menunjukkan bahwa pengalaman beternak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa selain berasal dari petugas peternakan, maka pengetahuan dan ketrampilan pemanen yang belum berpengalaman dalam pemeliharaan sapi juga diperoleh dari pemanen yang sudah berpengalaman. Hal ini menyebabkan terjadinya transfer teknologi pemeliharaan sapi dari pemanen yang berpengalaman kepada pemanen yang belum berpengalaman.

2.6. Kerangka Berpikir

Pengetahuan bertani adalah salah satu faktor produksi yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya petani di dalam bertani. Dengan pengetahuan bertani yang dimilikinya maka seorang petani dapat mempergunakan metode, teknik, dan cara bertani yang tepat untuk kondisi lahan dan iklim di daerahnya, agar diperoleh produktiftas yang tinggi. Pengetahuan bertani dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pendidikan (pendidikan formal dan pendidikan non formal) dan pengalaman. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan.

Produktivitas tanaman kopi akan mempengaruhi pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan Industri hulu/hilir, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi pendukung produksi kopi (toko-toko pertanian) dan pemasarannya (pedagang pengumpul dan industri pengolahan biji kopi). Sehingga diharapkan nantinya, dengan


(47)

meningkatnya pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan Industri hulu/hilir, akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.

5.1. Hipotesis Penelitian

Pendidikan formal dan pendidikan non formal serta pengalaman secara bersama-sama dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara.

Pengetahuan Ber tani

Pendi dikan

Produkti vitas Tanaman Kopi

Pendapatan Petani

Pengembangan Wilayah Pendi dikan For mal Pendi dikan Non For mal

Pengalaman

Gambar 2. Kerangka Pemikiran


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2009 sampai Mei 2009. Lokasi penelitian bertempat di 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Pangaribuan, Siborongborong dan Sipahutar. Ketiga kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena kecamatan tersebut adalah penghasil kopi terbesar di Kabupaten Tapanuli Utara. Selanjutnya, untuk setiap kecamatan dipilih 2 (dua) desa yang memiliki produksi kopi tertinggi, yaitu untuk Kecamatan Pangaribuan dipilih Desa Silantom Tonga dan Batu Manumpak, Kecamatan Siborongborong dipilih Desa Pohan Julu dan Pohan Jae dan Kecamatan Sipahutar dipilih Desa Siabal-abal I dan Siabal-abal II. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel. 7. Lokasi Penelitian

No. Kecamatan Produksi Kopi

(ton) Desa

Produksi Kopi (ton)

1. Pangaribuan 1.635,47 Silantom Tonga Batu Manumpak

157,69 119,43 2. Siborongborong 1.173,13 Pohan Julu

Pohan Jae

88,42 84,11 3. Sipahutar 1.049,87 Siabal-abal I

Siabal-abal II

131,32 87,78 Sumber. Kecamatan Pangaribuan, Siborongborong dan Sipahutar dalam Angka 2007.


(49)

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur tanaman kopi milik petani relatif sama sehingga pengaruh umur terhadap produktivitas tidak dianalisis.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh rumah tangga usahatani kopi yang ada di 6 (enam) desa. Sedangkan Sampel penelitian adalah sebagian dari rumah tangga usahatani kopi yang ada di 6 (enam) desa yang dianggap dapat mewakili populasi penelitian. Populasi dan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Pemilihan responden (sampel) dilakukan secara proporsional random sampling. Sedangkan penentuan total sampel digunakan melalui persamaan Taro Yamane sebagai berikut :

∑n = ∑N

∑N (d2) + 1

dimana :

∑n = total sampel

∑N = total populasi d = presisi (10%) maka :

∑n = 2111

2111 (10%)2 + 1 = 95.47715966 = 95 (dibulatkan)


(50)

Tabel 8. Populasi dan Sampel Penelitian

No. Desa Populasi (N) Sampel (n)

1 Siabal-abal I 363 363 / 2111 x 95 =16

2 Siabal-abal II 392 392 / 2111 x 95 =18

3 Silantom Tonga 174 174 / 2111 x 95 = 8

4 Batu Manumpak 500 500 / 2111 x 95 = 22

5 Pohan Jae 311 311 / 2111 x 95 = 14

6 Pohan Julu 371 371 / 2111 x 95 = 17

∑N = 2111 ∑n = 95

Sumber. Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan dan Siborongborong dalam Angka Tahun 2007.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan instrumen (alat) antara lain : observasi, interview dan kuisioner.

2. Teknik pengumpulan data sekunder dari sumber - sumber yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian yakni :

a. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara

b. Badan Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tapanuli Utara

c. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara d. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tapanuli Utara

e. Kantor Camat Siborongborong, Sipahutar, Pangaribuan dan Kepala Desa Tempat Penelitian.


(51)

3.5. Teknik Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan pertama yang dituangkan dalam hipotesis penelitian ini maka digunakan analisis statistik regresi linier berganda melalui bantuan perangkat lunak (software) Statistical Product and Service Solutions(SPSS)

versi 15 dengan formulasi sebagai berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2D2 + b3X3 + e dimana :

Y = Produktivitas Tanaman Kopi

b0 = Intercept

b1,b2,b3 = Koefisien regresi

X1 = Variabel Pendidikan Formal

D2 = Variabel Dummy Pendidikan Non Formal X3 = Variabel Pengalaman

e = Erorr term

Untuk menguji signifikansi pengaruh pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman terhadap produktifitas tanaman kopi baik secara simultan dan parsial maka dilakukan uji F dan uji t sebagai berikut :

Signifikansi Simultan (Uji F )

a. Model hipotesis yang digunakan untuk menguji F adalah :

Ho : b1 = b2 = b3 = 0, artinya pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.


(52)

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman secara bersama - sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.

b. Kriteria Pengambilan Keputusan :

1. Jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima, Ha ditolak 2. Jika F-hitung > F-tabel maka Ha diterima, Ho ditolak

Signifikansi Parsial (Uji t)

a. Model hipotesis yang digunakan untuk menguji t adalah :

Ho : b1 = 0, artinya pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi

Ha : b1 ≠ 0, artinya pendidikan formal berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi

Ho : b2 = 0, artinya pendidikan non formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi

Ha : b2 ≠ 0, artinya pendidikan non formal berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi

Ho : b3 = 0, artinya pengalaman tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi

Ha : b3 ≠ 0, artinya pengalaman berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi


(53)

b. Kriteria Pengambilan Keputusan :

1. Jika t- hitung < t-tabel maka Ho diterima, Ha ditolak 2. Jika t- hitung > t-tabel maka Ha diterima, Ho ditolak

Sedangkan untuk menjawab permasalahan kedua pada penelitian ini, yaitu kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah digunakan analisis deskriptif.

3.6. Defenisi Ope rasional

Defenisi operasional dari variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pendidikan Formal adalah pendidikan yang diperoleh dari bangku sekolah

(Tahun)

b. Pendidikan Non Formal adalah pendidikan yang diperoleh di luar bangku sekolah seperti petugas penyuluh pertanian, Sekolah Lapang dan lain sebagainya

c. Pengalaman adalah lamanya petani berkebun kopi (tahun)

d. Produktivitas Tanaman Kopi adalah produksi kopi yang dihasilkan oleh petani kopi responden per luas lahan dalam satuan ton/ha

e. Petani yang diambil sebagai responden adalah petani yang berkebun tanaman kopi.


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Geografis

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari dua puluh lima daerah tingkat dua di Propinsi Sumatera Utara yang secara geografis terletak di bagian tengah Sumatera Utara tepatnya pada wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara dengan posisi astronomis pada 1020’- 2041’ Lintang Utara dan 980

05’ - 99016’ Bujur Timur.

Wilayah geografis Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan dengan 5 (lima) kabupaten lainnya, yaitu :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah.

4.1.2. Topografi

Kabupaten Tapanuli Utara berada di jajaran pegunungan Bukit Barisan dengan topografi dan kemiringan tanah yang beraneka ragam, berada pada ketinggian antara 300 - 1500 meter di atas permukaan laut dengan keadaan kontur tanah


(55)

dominan berbukit dan bergelombang, selingan dataran di tenggara dan selatan Danau Toba, dengan rincian sebagai berikut : terja l (44,35 persen), miring (25,63 persen), landai (26,86 persen) dan datar (3,16 persen).

4.1.3. Iklim

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, kondisi tersebut berpeluang memperoleh curah hujan relatif besar. Pada tahun 2004, rata - rata curah hujan tahunan tercatat sebesar 2.134 mm dan lama hari hujan 149 hari atau rata - rata curah hujan bulanan sebesar 178 mm dan rata - rata lama hari hujan bulanan sebanyak 12 hari. Curah hujan terbesar terjadi pada Bulan April yaitu sebesar 284 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 16 hari, sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada Bulan Juli sebesar 35 mm dengan hari hujan sebanyak 5 hari. Rata - rata kelembaban udara (relatif humadity) sebesar 85 persen.

4.1.4. Luas Wilayah dan Penggunan Lahan

Luas wilayah daratan Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 3.793,71 Km2 atau 5,29 persen dari luas wilayah daratan Sumatera Utara seluas 71.680,68 Km2. Selain itu Kabupaten Tapanuli Utara juga memiliki wilayah perairan (Danau Toba) seluas 6,60 Km2. Luas lahan kehutanan merupakan pola penggunaan terluas (41,26 persen), pola penggunaan lahan pertanian 21,42 persen dan terdapat sekitar 17,59 persen lahan yang termasuk lahan kritis.


(56)

Dari 15 kecamatan yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Garoga merupakan kecamatan yang terluas yaitu dengan luas 567,58 Km2 atau 14,96 persen dari luas Kabupaten Tapanuli Utara, sedangkan kecamatan tersempit adalah Kecamatan Muara dengan luas 79,75 Km2 atau hanya 2,10 persen dari luas Kabupaten Tapanuli Utara. Selengkapnya luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara menurut kecamatan tahun 2004 tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Kecamatan Tahun 2004

No. Kecamatan Luas Wilayah

(Km2)

Rasio Terhadap Total (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Parmonangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purba Tua Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Pagaran Muara 257,35 502,90 189,20 107,68 92,92 165,90 203,20 191,80 150,00 459,25 567,58 408,22 279,91 138,05 79,75 6,78 13,26 4,99 2,84 2,45 4,37 5,36 5,06 3,95 12,11 14,96 10,76 7,38 3,64 2,10

Tapanuli Utara 3.793,71 100,00


(57)

4.1.5. Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 adalah 262.642 jiwa yang terdiri dari 130.429 jiwa laki- laki dan 132.213 jiwa perempuan. Banyaknya rumah tangga tahun 2006 sebesar 56.345 dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 4,66 orang. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk relatif rendah, yaitu 69,23 penduduk per kilometer persegi. Rumah tangga, penduduk dan kepadatan penduduk menurut kecamatan tahun 2006 tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10. Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2006

No. Kecamatan

Rumah Tangga (KK)

Penduduk

(Jiwa) Kepadatan

(Jiwa/Km2) Laki-Laki Perempuan Total

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Parmonangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purba Tua Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Pagaran M uara 2.707 2.872 4.383 7.861 2.559 2.821 2.404 1.485 1.534 5.342 3.245 4.836 7.987 3.377 2.932 6.283 6.519 10.304 18.580 5.814 5.906 5.051 3.083 3.503 11.973 7.974 11.152 19.758 8.118 6.411 6.231 6.488 10.105 19.824 6.136 6.226 5.493 3.145 3.644 12.119 7.874 10.969 19.428 7.966 6.565 12.514 13.007 20.409 38.404 11.950 12.132 10.544 6.228 7.147 24.092 15.848 22.121 39.186 16.084 12.976 48,63 25,86 107,87 356,65 128,61 73,13 51,89 32,47 47,65 52,46 27,92 54,19 139,99 116,51 162,71 Tapanuli Utara 56.345 130.429 132.213 262.642 69,23 Sumber. Tapanuli Utara Dala m Angka 2008

4.2. Gambaran Umum Responden

Gambaran umum responden mencakup karakteristik individu sebagai indikator dalam penelitian ini menurut kelompok umur, jenis kelamin, status


(58)

perkawinan, tingkat pendidikan, lama berkebun kopi dan luas lahan kebun kopi yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Karakteristik umur responden di masing- masing desa adalah berbeda. Karakteristik umur responden yang paling banyak adalah pada kelompok umur 40 -50 tahun yaitu 66,32 %, selanjutnya rentang umur > -50 tahun sebanyak 17,89 % dan < 40 tahun sebanyak 15,79 %. Ini memberi makna bahwa responden yang terpilih berada pada kategori dewasa dan merupakan penduduk yang produktif yang representatif untuk memberi informasi tentang kondisi petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara.

Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, maka jumlah responden dengan kelompok umur 40 - 50 tahun terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar 14,74 %. Sedangkan jumlah responden dengan kelompok umur 40 - 50 tahun yang terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 5,26 %. Distribusi responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur

Sumber. Data Olahan

Umur

Desa < 40 tahun 40 - 50 tahun > 50 tahun Jumlah

n % n % n % N %

Pohan Jae 2 2.11 10 10.53 2 2.11 14 14.74 Pohan Julu 4 4.21 11 11.58 2 2.11 17 17.89 Siabal-abal I 2 2.11 11 11.58 3 3.16 16 16.84 Siabal-abal II 3 3.16 12 12.63 3 3.16 18 18.95 Batu Manumpak 3 3.16 14 14.74 5 5.26 22 23.16 Silantom Tonga 1 1.05 5 5.26 2 2.11 8 8.42 Total 15 15.79 63 66.32 17 17.89 95 100.00


(59)

Karakteristik jenis kelamin responden di masing- masing desa adalah berbeda. Jenis kelamin responden yang paling banyak adalah laki- laki yaitu 88,42%, sedangkan perempuan sebanyak 11,58 %. Ini memberi makna bahwa responden yang berperan dalam budidaya tanaman kopi lebih didominasi oleh laki- laki.

Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden dengan jenis kelamin laki- laki terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar 21,05 %. Sedangkan jumlah responden dengan jenis kelamin laki- laki terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

Sumber. Data Olahan

Karakteristik status perkawinan responden di masing- masing desa adalah berbeda. Status perkawinan responden yang paling banyak adalah status kawin yaitu sebanyak 97,89 %, sedangkan status belum kawin sebanyak 2,11 %. Ini memberi makna bahwa responden yang berperan dalam budidaya tanaman kopi lebih didominasi olek penduduk yang telah mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi

Jenis Kelamin

Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

n % n % N %

Pohan Jae 14 14.74 0 0 14 14.74

Pohan Julu 13 13.68 4 4.21 17 17.89

Siabal-abal I 14 14.74 2 2.11 16 16.84

Siabal-abal II 15 15.79 3 3.16 18 18.95

Batu Manumpak 20 21.05 2 2.11 22 23.16

Silantom Tonga 8 8.42 0 0 8 8.42


(1)

86

Lampiran 4. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Terhadap Tingkat

Produktifitas Tanaman Kopi

Variables Entered/Removed(b)

M odel Variables Entered Variables Removed M ethod

1

Pengalaman , Pendidikan Formal ,

Pendidikan Non Formal(a) . Enter

a All requested variables entered.

b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi

Model S ummary(b)

M odel R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .911(a) .830 .824 .149998

a Predictors: (Constant), Pengalaman , Pendidikan Formal , Pendidikan Non Formal b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi

ANOVA(b)

M odel Sum of Squares df M ean Square F Sig.

1 Regression 9.988 3 3.329 147.979 .000(a)

Residual 2.047 91 .022

Total 12.036 94

a Predictors: (Constant), Pengalaman , Pendidikan Formal , Pendidikan Non Formal b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi

Coefficients(a)

M odel

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) .278 .163 1.707 .091

Pendidikan Formal .011 .017 .054 .627 .533

Pendidikan Non Formal .186 .069 .245 2.675 .009

Pengalaman .151 .015 .668 9.929 .000


(2)

Residuals S tatistics(a)

M inimum M aximum M ean Std. Deviation

N

Predicted Value 1.09755 2.44734 1.53335 .325973 95

Residual -.367490 .387410 .000000 .147585 95

Std. Predicted Value -1.337 2.804 .000 1.000 95

Std. Residual -2.450 2.583 .000 .984 95

a Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi

Charts

Pendidikan Formal

4 2

0 -2

Produkti

fitas

Tanaman

Kopi

0.400

0.200

0.000

-0.200

-0.400

Partial Regression Plot


(3)

Pendidikan Non Formal

0.5 0.25

0 -0.25

-0.5 -0.75

Pr

oduk

tifi

ta

s

Tan

am

an

K

opi

0.600

0.400

0.200

0.000

-0.200

-0.400

Partial Regression Plot

Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi

Pengalaman

4 3

2 1

0 -1

-2

Produktifitas Tanaman Kopi

0.750

0.500

0.250

0.000

-0.250

-0.500

Partial Regression Plot


(4)

Lampiran 5. Data Input Penelitian

Nama Formal Nonformal Pengalaman Produktivitas

1 Mariden Simanjuntak 12 0 6 1.480

2 Usdiman Sianipar 12 1 8 1.840

3 Wasinton Simanjuntak 9 0 6 1.440

4 Parasian Pardede 9 0 6 1.320

5 Maidin Simanjuntak 12 1 7 1.840

6 Jonner Aruan 7 0 6 1.350

7 Edi Siahaan 16 1 8 1.960

8 Sukardi Hutabarat 9 0 7 1.320

9 Sahat Tambunan 12 1 12 2.700

10 Nopen Simanjuntak 12 1 9 1.992

11 Robet Siagian 9 0 6 1.480

12 Paian Simanjuntak 9 0 6 1.320

13 Pariaman Tambunan 12 1 9 1.960

14 Parlin Hutagalung 9 0 6 1.440

15 Mula Simanjuntak 12 1 8 1.840

16 Betani Pardede 9 0 6 1.320

17 Junus Simanjuntak 12 1 8 1.968

18 Risma Panjaitan 9 0 6 1.360

19 Bistok Simangunsong 12 1 10 2.490

20 Benri Pasaribu 9 0 5 1.260

21 Sabar Simanjuntak 9 0 5 1.200

22 Efendi Simanjuntak 9 0 5 1.080

23 Nelson Simanjuntak 12 1 9 2.200

24 Dapot Simanjuntak 12 1 11 2.640

25 Manguntor Sihombing 9 0 6 1.410

26 Robinson Purba 6 0 5 1.110

27 Hormat Marpaung 9 0 6 1.360

28 Asima Tampubolon 9 0 6 1.344

29 Ramses Simanjuntak 9 0 6 1.480

30 Damaris Simanjuntak 12 1 7 1.560

31 Kalpin Marpaung 9 0 6 1.360

32 Retni Panjaitan 9 0 7 1.440

33 Rizal Simanjuntak 12 1 10 1.872

34 Sampe Tua Simanjuntak 9 0 6 1.280

35 Chandra Silitonga 9 0 6 1.260

36 Potlen Silitonga 9 0 5 1.200

37 Denni Simanjuntak 9 0 6 1.260

38 Sabar Panjaitan 16 1 12 2.400

39 Timbul Simanjuntak 12 1 9 1.584


(5)

41 Glomber Simanjuntak 10 0 6 1.280

42 Marudut Gultom 9 0 8 1.464

43 Monang Marbun 9 0 7 1.360

44 Lamhot Panjaitan 9 0 8 1.392

45 Tiurma Pardede 9 0 7 1.392

46 Madden Simanjuntak 9 0 7 1.320

47 Marganda Simanjuntak 12 0 7 1.360

48 Rospita Silitonga 9 0 7 1.400

49 Kasih Panjaitan 9 0 7 1.360

50 Sintong Simanjuntak 12 1 8 1.520

51 Fernando Panjaitan 12 1 8 1.500

52 Halomoan Simanjuntak 9 0 6 1.230

53 Sanyo Simanjuntak 9 0 7 1.320

54 Herbet Simanjuntak 12 1 11 2.300

55 Hiras Simatupang 9 0 6 1.320

56 Riko Simanjuntak 9 0 8 1.440

57 Jimmy Simanjuntak 9 0 5 1.200

58 Tonggor Sihombing 9 0 7 1.392

59 Sanggam Simanjuntak 6 0 6 1.320

60 Charles Nainggolan 9 0 7 1.320

61 Suparto Simanjuntak 9 0 8 1.400

62 Edi Simanjuntak 9 0 8 1.480

63 Modi Simatupang 9 0 7 1.320

64 Jiman Simanjuntak 9 0 6 1.200

65 Saur Simanjuntak 12 1 8 1.520

66 Marganti Sitinjak 6 0 5 1.110

67 Manuntun Nainggolan 12 1 8 1.992

68 Wakner Pakpahan 12 1 7 1.800

69 Asel Nainggolan 12 1 8 1.650

70 Norman Nainggolan 9 0 6 1.320

71 Josen Nainggolan 9 0 6 1.380

72 Aman Nainggolan 9 0 6 1.230

73 Hotman Sibarani 9 0 7 1.344

74 Pukka Nainggolan 9 0 7 1.440

75 Elman Nainggolan 10 0 6 1.280

76 Radot Nainggolan 9 0 6 1.400

77 Mangantar Nainggolan 9 0 7 1.480

78 Sihol Nainggolan 12 1 10 2.400

79 Bempi Nainggolan 12 1 11 2.600


(6)

81 Butler Nainggolan 9 0 7 1.320

82 Lamrata Pakpahan 8 0 6 1.248

83 Balongsu Pakpahan 9 0 6 1.320

84 Guliper Purba 9 0 6 1.360

85 Jusen Pakpahan 9 0 8 1.440

86 Kepler Nainggolan 9 0 7 1.344

87 Badia Nainggolan 12 1 8 1.560

88 Bilpon Aritonang 9 0 7 1.440

89 Jintar Nainggolan 12 1 10 1.944

90 Marlis Nainggolan 12 1 8 1.656

91 Jonson Nainggolan 9 0 5 1.140

92 Wosmen Nainggolan 12 1 8 1.632

93 Rindu Pakpahan 12 1 9 1.848

94 Sahala Nainggolan 12 1 8 1.620