Arsitektur dan Tata Ruang Kraton Yogyakarta

9 Perang Diponegoro pecah, semula di tempat ini diselenggarakan persidangan rutin tiap pekan oleh para pejabat dan bangsawan Kraton yang dipimpin oleh Sultan. Bangsal ini dipergunakan untuk menyambut tamu agung, menyelenggarakan upacara pernikahan dan khitanan, pementasan wayang orang dan tari serta untuk menghadap para abdi, pejabat dan kerabat Kraton saat Ngabekten Sawal, menghaturkan sembah dan memohon maaf seusai perayaan Idul Fitri. Di Bangsal Kencana Sultan bertahta menghadap ke timur atau ke arah matahari terbit yang melambangkan kekuasaan Sultan yang perkasa dan mecerahkan laksana matahari. Bangsal ini diapit oleh dua bangunan limasan memanjang yakni Tratag Bangsal Kencana di sisi timur yang semula dipergunakan untuk pentas wayang orang kolosal khususnya pada masa Hamengku Buwana VIII 1921-1939 dan Tratag Prabayeksa di sisi barat yang biasa dipergunakan oleh para penari bedhaya sebelum berpentas di Bangsal Kencana. Pada masa Hamengku Buwana VII 1877-1921 semua tratag ini dibangun ulang dengan tiangtiang besi tuang impor yang serupa kolom klasik Eropa dengan hiasan sulur berbunga yang melilit dan atap metal bergelombang Dinas Kebudayaan D.I.Yogyakarta : 2009. Menurut Tnunay 1991: 47 Kencana mengandung arti makna simbolik Manungaling Kawula Lan Gusti. Bersatunya rakyat dengan raja dalam artian kualitatif. Mempunyai kehendak dan keinginan yang sama dalam upaya pencapaian suatu tujuan dengan masing-masing komponen tetap berada pada 10 posisi dan hakekatnya. Berperan aktif secara proporsional sebagai strategi pencapaian tujuan-tujuan yang telah digariskan melalui aturan dan santun. Menurut Daliman, 2001: 17-18 secara etimologis kata Kencana pada nama bangunan bangsal Kencana mengandung makna sifat-sifat atau unsur-unsur yang bercahaya. Bangunan Bangsal Kencana menjadi lambang menyatunya antara kawula hamba dan Gusti Tuhan, sang Cahaya Sejati. 2. Bangsal Tamanan Bangsal Tamanan bangunan kecil berbentuk joglo lawakan lambangsari dengan atap bersusun dua dan atap bawah menempel pada atap di atasnya, terletak di utara Gedong Kuning dan di sebelah barat halaman Sri Manganti. Bangsal ini didominasi oleh warna biru tua, merah, putih dan keemasan yang berbeda dengan kebanyakan bangunan di Kraton. Ornamen yang unik dijumpai pada kerbil atau bidang pengaku hubungan antara gelagar dan saka guru yang di antaranya memiliki figur naga, burung hong dan kijang yang akrab dengan tradisi Tiongkok. Perbedaan ini menimbulkan gambaran bahwa Bangsal Tamanan berasal dari masa sebelum Kraton Yogyakarta dibangun. Beberapa cerita lisan menyebutkan bahwa Bangsal ini berasal dari Masa Kerajaan Majapahit. Jadi arsitektur Kraton secara keseluruhan dipandang sebagai Imago mundi citra dunia. Sebagai pusat dunia berada pada bagian pelataran Kedaton yang salah satunya terdiri dari bangunan Bangsal Kencana. Pada skala kecil seperti bangunan bangsal Kencana juga dipandang sebagai pola kosmos alam semesta dengan pusat kosmos berada pada saka guru yang kedudukannya tepat di tengah penyangga atap utama. Atap berbentuk segitiga bentuk joglo sebagai simbol 11 gunung Mahameru tempat tinggal dewa. Saka atau tiang dipandang sebagai axis mundi perantara dunia atas dan dunia bawah, di sinilah posisi ornamen Praba dan tlacapan berada. Maka untuk mengetahui makna simbolis dari ornamen Praba dan tlacapan harus dilakukakan pembahasan mengenai posisi ornamen tersebut terletak.

C. Ornamen atau Ragam Hias

Kata oranamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang artinya hiasan atau perhiasan Soepratno, 1983: 11 berdasar arti kata tersebut berarti menghiasi. Menurut Gustami dalam Sunaryo 2009: 3 menjelaskan bahwa ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi, berdasarkan pengertian di atas, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Bentuk-bentuk hiasan yang menjadi ornamen fungsi utamanya adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihias. Benda produk tersebut, tetapi setelah ditambahkan ornamen padanya diharapkan menjadikannya semakin indah. Ornamen yang ditambahkan pada suatu produk memiliki nilai simbolik sesuai dengan tujuan dan gagasan pembuatnya, sehingga dapat meningkatkan status sosialkepada yang memiliki. Maka sesungguhnya ornamen tidak dapat dipisahkan latar belakang sosial budaya masyarakat bersangkutan. Umunya setiap ornamen memiliki ciri-ciri yang jelas dan berbeda anatar satu dengan yang lain sesuai dengan masyarakat pendukungnya, sebagai manifestasi dari sistem gagasan yang menjadi acuannya. 12 Menurut Kusmiati 2004: 17, arsitektur adalah bagian dari kebudayaan, dan nilai-nilai budaya diungkapkan melalui relief yang terpasang sebagai ragam hias ornament tidak terpisahkan dari bangunan. Kehadiran sebuah ornamen tidak semata sebagai pengisi bagian kosong dan tanpa arti, lebih-lebih karya ornamen masa lalu. Ornamen memiliki beberapa fungsi, yakni: 1 fungsi murni estetis, 2 fungsi simbolis, 3 fungsi teknis konstruktif, Sunaryo, 2009: 4. Fungsi murni estetis merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni. Fungsi ornamen yang demikian itu tampak jelas pada produk-produk benda kerajinan atau seni kriya. Fungsi simbolis ornamen pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pusaka dan bersifat keagaman atau kepercayaan. Ornamen yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung, atau garuda misalnya, mmiliki fungsi simbolis. Sebagai contoh pada gerbang Kemagangan di komplek keraton Yogyakarta, terdapat motif hias berbentuk dua ekor naga yang saling berbelitan bagian ekornya. Ornamen itu sebagai tanda titimangsa berdirinya keraton, juga merupakan simbol bersatunya raja dengan rakyat yang selaras dengan konsep manunggaling kawula-gusti dalam kepercayaan Jawa. Secara struktural ornamen berfungsi teknis untuk menyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi, karena itu ornamen memiliki fungsi konstruktif. Tiang, talang air, dan bumbungan atap ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang memperindah penampilan karena fungsi hiasnya sekaligus juga berfungsi konstruktif. Adanya fungsi teknis konstruktif sebuah 13 ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasinya. Artinya, jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang bersangkutan. Dalam konteks seni rupa, klasifikasi seni ornamen tradisional Hindu- Jawa di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1 seni ornamen dari benua atas yang diwujudkan dalam bentuk binatang burung. Burung sebagai simbol roh atau lambang kematian dan kebangkitan kembali, atau dewa dunia atas, khusus burung garuda di Jawa maknanya sebagai kendaraan dewa Wisnu; 2 seni ornamen dari benua bawah yang ditampilkan dalam bentuk binatang ular. Ular merupakan binatang golongan rendah, simbol kemakmuran dan kesejahteraan, atau lambang perempuan; 3 seni ornamen tanaman, sulur-suluran, tumpal, manusia, dan binatang lainnya disebut dengan benua tengah. Biasanya divisualisasikan dalam pohon hayat atau gunungan kekayon. Kelompok ragam hias ini melambangkan kesatuan, keesaan tertinggi, dan sumber kehidupan manusia, Marizar, 2013: 124 Di dalam seni rupa Indonesia tiap-tiap bentuk ornamen mempunyai arti, misal pada seni kerajinan batik, seni ukir, sungging dan sebagainya, dimana ornamen-ornamen tersebut memeiliki arti sebagai berikut. Tabel 1. Ornamen dan perlambangannya Ornamen Melambangkan Swastika Alam semesta Garuda Dunia atas Burung Merak Kendaraan dewa Pohon Hayatkehidupan Lidah api kesaktian Ular Dunia bawah Sumber: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Depdikbud 14 Tabel 2. Ornamen pada seni sungging wayang Lukisan Melambangkan Burung Dunia atas pohon Dunia tengah madya pada Ular Dunia bawah Sumber: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Depdikbud Dalam penelitian ini ornamen yang akan dikaji adalah Ornamen Praba dan Tlacapan yang berada pada tiang Bangunan Kraton Yogyakarta khususnya Bangsal Kencana. Agar memahami bentuk dan makna simbolis yang akan dikaji dari ornamen Praba dan Tlacapan maka terlebih dahulu harus memperhatikan pembagian jenis-jenis yang terdapat pada ornamen. Gambar II: Ornamen Tlacapan dan Praba pada tiang Bangsal Kencana Sumber: Trusti, 2015

a. Ornamen motif Geometris

Motif Geometris merupakan motif tertua dalam ornamen karena sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Motif geometris menggunakan unsur-unsur rupa Ornamen Tlacapan Ornamen Praba 15 seperti garis dan bidang yang pada umumnya bersifat abstrak artinya bentuknya tidak dapat dikenali sebagai bentuk-bentuk objek alam. Motif geometris berkembang dari bentuk titik, garis, atau bidang yang berulang, dari yang sederhana sampai dengan pola yang rumit. Sejumlah ornamen geometris nusantara antara lain adalah meander, pilin lereng, banji, kawung, jlamprang, dan tumpal. Berikut adalah penjelasan mengenai ornamen geometris dengan pola dasar segitiga atau tumpal yang mirip dengan bentuk ornamen Praba dan Tlacapan pada tiang Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta. Tumpal memiliki bentuk dasar bidang segitiga. Bidang-bidang segitiga itu biasanya membentuk pola berderet, sering digunakan sebagai ornamen tepi. Menurut Sunaryo 2009: 30 menjelaskan bahwa motif tumpal banyak dijumpai pada batik, terutama batik pesisir yang banyak mendapat pengarauh dari Cina. Motif tumpal pada kain selain diterapkan sebagai hiasan pinggir, juga dipakai pada bagian kain yang disebut kepala. Gambar III: Tumpal pada kain batik dari Madura Sumber : http:batikunik.comproductdetail20450kain-sarung-batik-madura- motif-kepala-tumpal.html, 2015