11
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 KOMITMEN ORGANISASI
2.1.1 Definisi Komitmen Organisasi Komitmen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2007 didefinisikan sebagai perjanjian atau kontrak keterikatan untuk melakukan sesuatu. Cohen 2003 juga mengatakan
bahwa komitmen adalah kekuatan yang mengikat individu terhadap tindakan tertentu yang berhubungan dengan satu atau lebih tujuan. Komitmen organisasi
adalah sebuah ikatan psikologis seseorang terhadap organisasi, yang termasuk di dalamnya adalah rasa keterlibatan kerja, kesetiaan, dan keyakinan terhadap nilai-
nilai organisasi OReilly, 1989. Hal senada juga diungkapkan oleh Luthans 2005 yang berpendapat bahwa komitmen organisasi adalah keinginan yang kuat
untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan untuk mengerahkan usaha terbaiknya untuk organisasi, dan keyakinan yang mendalam, serta menerima,
nilai-nilai dan tujuan organisasi. Terdapat dua pendekatan terhadap pendefinisian dari komitmen organisasi,
yaitu pendekatan attitudinal commitment dan behavioral commitment Mowday, Porter, Steers, 1982. Pendekatan attitudinal commitment berfokus pada proses
di mana individu memikirkan bagaimana hubungan mereka dengan organisasi. Pendekatan ini juga dapat dipahami sebagai sebuah mind set, di mana individu
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan dengan seksama apakah nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang mereka miliki sesuai dengan apa yang dimiliki oleh organisasi. Sedangkan
pendekatan behavioral commitment lebih berfokus pada proses di mana setiap individu
menjadi terikat
dengan organisasi
dan bagaimana
mereka menghadapinya. Individu yang terikat dengan organisasi, cenderung memandang
organisasi secara positif. Mereka akan menghindari perselisihan dan mempersepsikan organisasi secara positif.
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kondisi psikologis seorang pekerja yang
dikarakteristikkan dengan hubungannya dengan organisasi serta nilai-nilai di dalamnya,
yang berakibat
pada keputusannya
untuk terus
menjaga keanggotaannya di dalam organisasi.
2.1.2 Komponen-Komponen Komitmen Organisasi Terdapat tiga bentuk komitmen organisasi, yaitu: komitmen afektif, komitmen
berkelanjutan, dan komitmen normatif Allen dan Meyer, 1991. Ketiga bentuk komitmen tersebut menurut Allen dan Meyer 1991 lebih sesuai disebut dengan
komponen-komponen komitmen organisasi dibandingkan dengan tipe-tipe komitmen organisasi. Ketiga kondisi psikologis dari masing-masing bentuk
komitmen organisasi akan tampak terpisah satu dengan yang lainnya apabila menyebutnya dengan tipe komitmen organisasi, atau dengan kata lain seseorang
hanya akan memiliki satu dari antara ketiga bentuk komitmen organisasi tersebut. Seseorang dapat saja memiliki ketiga bentuk komitmen tersebut, namun dengan
tingkat yang berbeda-beda pada setiap komponennya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1 Komitmen afektif Komponen komitmen ini merujuk pada identifikasi, kelekatan emosional, dan
keterlibatan pekerja di dalam organisasi. Pekerja dengan komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja di dalam organisasi karena memang ingin melakukannya
Allen dan Meyer, 1991. Pekerja akan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan berkeinginan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi.
2.1.2.2 Komitmen berkelanjutan Komitmen berkelanjutan merujuk pada kesadaran akan adanya kerugian tertentu
yang akan dialami jika meninggalkan organisasi Allen dan Meyer, 1991. Pekerja dengan bentuk komitmen organisasi ini tetap bertahan di dalam organisasi karena
membutuhkan sesuatu dari organisasi. 2.1.2.3 Komitmen normatif
Komitmen normatif merujuk pada adanya kewajiban tertentu yang membuat pekerja untuk terus bekerja di dalam organisasi Allen dan Meyer, 1991.
Komitmen ini berhubungan dengan berbagai sumber daya yang telah dikeluarkan organisasi untuk pekerja, sehingga pekerja merasa adanya suatu kewajiban moral
untuk membalasnya. Pekerja berkomitmen terhadap organisasi karena merasa memang harus tetap setia dengan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Komitmen Organisasi 2.1.3.1 Komitmen afektif
Secara umum faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen afektif dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: karakteristik personal, struktur organisasi, dan
pengalaman kerja Allen Meyer, 1991. 2.1.3.1.1 Karakteristik personal
Umur, jabatan, jenis kelamin, dan pendidikan memiliki hubungan yang positif, namun tidak kuat ataupun konsisten Allen Meyer, 1991; Herscovitch, dkk.,
2002; Mathieu Zajac, 1990. Hubungan antara karakteristik demografis dan komitmen bersifat tidak langsung dan akan hilang jika reward dan value kerja
dikendalikan Mottaz dalam Allen Meyer, 1991. Selain karakteristik demografis, karakteristik kepribadian seperti kebutuhan akan pencapaian, afiliasi,
dan autonomi; personal work ethic; locus of control; higher order need strength; dan kebutuhan hidup yang utama di dalam pekerjaan juga memiliki hubungan
dengan komitmen; pada tingkat yang moderat Mathieu Zajac, 1990; Herscovitch, dkk., 2002. Pendekatan lain yang digunakan dalam melihat
hubungan karakteristik personal dengan komitmen adalah melalui interaksi dengan faktor-faktor lingkungan. Individu yang pengalaman kerjanya sesuai
dengan karakteristik personalnya seperti mampu memberikan pemenuhan dalam memaksimalkan penggunaan kemampuan dan memberikan ruang untuk
mengekspresikan nilai-nilai yang dimiliki akan memiliki sikap kerja yang lebih positif dibandingkan dengan individu yang kurang sesuai Allen Meyer, 1991.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1.2 Struktur organisasi Komitmen afektif berhubungan dengan desentralisasi dalam pengambilan
keputusan dan formalisasi prosedur dan peraturan Allen Meyer, 1991; Mathieu Zajac, 1990. Struktur organisasi tidak berhubungan secara langsung terhadap
komitmen, namun dimediasi oleh pengalaman kerja. 2.1.3.1.3 Pengalaman kerja
Komitmen terbentuk sebagai hasil dari pengalaman kerja yang mampu memenuhi need dari pekerja itu sendiri dan pengalaman kerja tersebut sesuai
dengan nilai-nilai yang dimilikinya Allen Meyer, 1991. Pengalaman kerja dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1 yang berhubungan dengan kebutuhan
pekerja untuk merasa nyaman di dalam organisasi, baik secara fisik maupun psikologis; dan 2 yang berhubungan dengan perasaan kompetensi pekerja
terhadap peran kerjanya. Hal-hal yang berhubungan dengan kenyamanan pekerja seperti
pemenuhan atas apa yang diharapkan sebelum memasuki organisasi, keadilan dalam pembagian reward, tingkat keterpercayaan organisasi, dukungan
organisasi, bebas dari konflik di dalam organisasi, dan perhatian dari atasan. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan kompetensi pekerja terdiri dari
pencapaian, keadilan dalam pemberian reward berdasarkan performa kerja, tantangan kerja, kesempatan untuk berkembang dan mengekspresikan diri,
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan perasaan dihargai di dalam organisasi Allen Meyer, 1991.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2 Komitmen berkelanjutan Faktor-faktor yang paling umum berhubungan dengan komitmen berkelanjutan
adalah side bets atau investasi, dan ketersediaan alternatif Allen Meyer, 1991; Herscovitch, dkk., 2002. Komitmen terhadap suatu tindakan terbentuk disaat
seseorang membuat investasi, dan investasi tersebut akan hilang jika ia tidak melanjutkan tindakan itu lagi. Bentuk dari investasi ini bisa bermacam-macam
dan dapat pula berhubungan atau tidak berhubungan dengan pekerjaan. Sebagai contohnya, takut kehilangan keuntungan, hak istimewa atas senioritas, ataupun
kehilangan hubungan pribadi dan keluarga dapat dianggap sebagai kerugian yang harus dialami jika meninggalkan organisasi. Demikian pula dengan tersedia atau
tidaknya alternatif di luar organisasi, komitmen semakin meningkat seiring dengan berkurangnya ketersediaan alternatif dan bertambahnya investasi.
2.1.3.3 Komitmen normatif Perasaan wajib untuk tetap berada di dalam organisasi berasal dari internalisasi
dari tekanan nomatif yang diberikan kepada individu sebelum memasuki organisasi keluarga dan budaya ataupun saat individu memasuki organisasi
sosialisasi di dalam organisasi. Selain dari proses internalisasi, komitmen normatif juga dapat terbentuk ketika organisasi memberikan “reward di muka”
seperti memberikan beasiswa ataupun menciptakan adanya biaya yang signifikan dalam memberikan pekerjaan, seperti biaya pelatihan Allen Meyer,
1991. Kesadaran akan adanya investasi yang telah diberikan organisasi kepada pekerja, menciptakan ketidakseimbangan dalam hubungan pekerja-organisasi dan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan pekerja merasa perlu membalasnya dengan berkomitmen terhadap organisasi hingga utang tersebut terbalaskan.
2.1.4 Proses Terbentuknya Komitmen 2.1.4.1 Komitmen afektif
Walaupun faktor-faktor demografis dapat mempengaruhi komitmen, keinginan untuk tetap mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi lebih banyak
dipengaruhi oleh pengalaman kerja. Pekerja ingin tetap berada di dalam organisasi yang memberikan pengalaman kerja yang positif karena mereka menghargai
pengalaman tersebut dan ingin tetap mempertahankannya. Lebih lanjut lagi, mereka ingin memberikan usaha dan berkontribusi bagi efektivitas organisasi,
sekaligus mempertahankan hubungan dengan organisasi Allen Meyer, 1991. 2.1.4.2 Komitmen berkelanjutan
Segala sesuatu yang dapat meningkatkan kerugian ketika meninggalkan organisasi berpotensi menciptakan komitmen berkelanjutan. Pada beberapa kasus,
kerugian tersebut secara sadar diciptakan oleh pekerja itu sendiri yang membuat dirinya semakin sulit untuk meninggalkan organisasi Allen Meyer, 1991.
Sebagai contoh, seorang pekerja yang menerima tugas yang membutuhkan banyak pengeluaran sumber daya yang dimilikinya, akan merasa rugi jika harus
meninggalkan organisasi karena besarnya pengeluaran yang telah diberikannya bagi organisasi. Sedangkan pada kasus lain, pekerja secara tidak sadar
menciptakan kerugian itu sendiri. Contohnya, nilai jual keahlian seorang pekerja yang semakin menurun tanpa ia sadari seiring dengan bertambahnya umur.
Universitas Sumatera Utara
Kerugian jika meninggalkan organisasi baru akan memunculkan komitmen berkelanjutan jika disadari Allen Meyer, 1991. Seorang pekerja
yang kemampuannya kurang menjual tidak akan mengalami komitmen berkelanjutan jika ia tidak berusaha menjual kemampuannya. Pada pekerja dengan
komitmen berkelanjutan, hubungan antara komitmen dengan perilaku kerja cenderung bergantung pada perilaku untuk mempertahankan pekerjaan. Pekerja
akan mengerahkan upaya atas nama organisasi jika ia percaya bahwa usaha tersebut memang diperlukan untuk tetap mempertahankan pekerjaan.
2.1.4.3 Komitmen normatif Rasa wajib untuk tetap berada di dalam organisasi, menurut Weiner dalam Allen
Meyer, 1991 berasal dari internalisasi tekanan normatif. Proses ini diawali dari mengamati seorang role model dan diikuti dengan adanya penerimaan rewards
dan punishment saat melakukan apa yang dilakukan oleh role model. Contohnya, orang tua yang menekankan pentingnya kesetiaan kepada anaknya dapat
menumbuhkan bibit komitmen normatif yang kuat bagi diri anak tersebut. Pada ruang lingkup yang lebih besar, budaya yang lebih menekankan kolektivitas
daripada individualitas akan lebih mendorong seseorang untuk lebih mempedulikan orang lain terlebih dahulu sebelum dirinya. Demikian pula halnya
dengan organisasi, setiap anggota baru akan mengalami proses sosialisasi. Pada proses atau masa sosialisasi ini, setiap anggota baru akan diberitahukan mengenai
apa yang diharapkan organisasi dari mereka dan betapa pentingnya nilai kesetiaan terhadap organisasi.
Universitas Sumatera Utara
19
BAB III METODE PENELITIAN