38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Gamasugen 2
Pertambahan tinggi tanaman Kedelai Varietas Gamasugen 2 sampai usia tanam 36 hari ditunjukkan pada grafik di bawah ini :
Gambar 4.1 Rerata Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Gamasugen 2 Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa tanaman kedelai yang tidak
diberikan pupuk organik cair air kelapa memiliki tinggi tanaman terendah dibandingkan dengan semua tanaman perlakuan. Hal ini disebabkan oleh
tanaman kedelai kontrol tidak mendapatkan unsur hara tambahan serta hormon-hormon yang terkandung di dalam POC air kelapa sehingga
pertumbuhan tinggi tanaman kedelai lebih lambat. Sedangkan tanaman kedelai yang diberikan konsentrasi pupuk sebesar 50 mengalami penurunan
pertumbuhan tanaman pada hari ke 27. Penurunan pertumbuhan yang
2 4
6 8
10 12
14 16
15 18
21 24
27 30
33 36
T in
g g
i T
a n
a m
a n
cm
Hari ke -
25 50
75 Kontrol
dimaksudkan disini adalah laju pertambahan tinggi yang lebih lambat dibandingkan dengan pengamatan sebelumnya. Menurut Pamungkas 2007 hal
ini bisa terjadi karena homon auksin akan meningkatkan pertumbuhan sampai pada konsentrasi yang optimal. Apabila konsentrasi yang diberikan melebihi
konsentrasi optimal, maka akan menganggu metabolisme dan perkembangan tumbuhan sehingga dapat menurunkan pertumbuhan. Hal ini juga semakin
diperkuat dengan rata-rata tinggi antara tanaman A 25 dan B 50 yang tidak jauh berbeda serta rendahnya pertumbuhan tinggi tanaman kedelai yang
diberi POC dengan konsentrasi 75 .
Tabel 4.1 Rerata Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Gamasugen 2
Perlakuan Ulangan
R 1
2 3
4 5
6 7
8 A 25
7 10,5
7,5 10
8 10
10 9
9 B 50
10,5 7,5
7 7
9,5 9
8,5 10
8,63 C 75
6,5 7
6,5 12
7 7,5
9,5 10
8,25 K 0
8 6,5
7,5 9,5
8,5 8,5
8 7
7,94
Pernyataan di atas diperkuat dengan tabel 4.1 mengenai pertambahan
tinggi tanaman kedelai. Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tanaman yang diberikan konsentrasi pupuk 25 memiliki rerata pertambahan tinggi
tertinggi, sedangkan tanaman kontrol memiliki rerata pertambahan tinggi terendah. Apabila dilihat dari rerata tinggi dan pertambahan tinggi antara
tanaman perlakuan dan tanaman kontrol, secara umum dapat dilihat bahwa rerata tinggi tanaman dan pertambahan tinggi antara masing-masing perlakuan
tidak jauh berbeda. Hal ini dibuktikan dengan uji statistik menggunakan uji ANOVA yang hasilnya tidak signifikan.
Data yang diperoleh selama penelitian diproses, kemudian data tinggi tanaman dan jumlah daun diolah menggunakan uji statistik dengan bantuan
program SPSS. Data terlebih dahulu diuji menggunakan uji Kolmogrov- Smirnov normalitas dan uji Levenne homogenitas. Uji normalitas dilakukan
untuk melihat apakah data terdistribusi normal, sedangkan uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kelompok data sampel memiliki variasi yang
sama. Setelah itu data diuji dengan uji One way ANOVA untuk melihat apakah ada pengaruh nyata terhadap pemberian pupuk organik cair air kelapa muda
terhadap pertumbuhan tanaman kedelai Varietas Gamasugen 2. Hasil uji statistik lengkap ada ada lampiran 11.
Berdasarkan uji Kolmogrof-Smirnov data tinggi tanaman terdistribusi normal dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,461.
Sedangkan berdasarkan uji Levenne menyatakan data tinggi tanaman memiliki
variasi yang sama dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05, yaitu 0,059. Setelah
data terbukti terdistribusi normal dan homogen, langkah selanjutnya adalah uji ANOVA. Berdasarkan uji ANOVA pada tabel 4.2 terlihat bahwa nilai
signifikansi lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,510. Hal ini menunjukkan bahwa data tinggi tanaman yang diperoleh tidak signifikan atau dengan kata lain
Tabel 4.2 Hasil Uji One way ANOVA Tinggi Tanaman Kedelai
ANOVA
Sum of Squares df
Mean Square F
Sig. TinggiTanaman
Between Groups 5.086
3 1.695
.790 .510
Within Groups 60.094
28 2.146
Total 65.180
31
pemberian pupuk organik cair air kelapa muda tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai Varietas Gamasugen 2. Berdasarkan uji
ini dapat disimpulkan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman kedelai sehingga POC yang diberikan tidak berpengaruh secara
nyata.
2. Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Kedelai
Pertambahan jumlah daun tanaman kedelai varietas Gamasugen 2 sampai usia 36 hari ditunjukkan pada grafik di bawah ini :
Gambar 4.2 Rerata Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Kedelai
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa tanaman yang diberikan konsentrasi pupuk sebesar 75 memiliki rerata jumlah daun paling banyak
dibandingkan dengan tanaman perlakuan lain. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan hormon sitokinin yang ada dalam air kelapa muda. Pernyataan ini
sejalan dengan hasil penelitian Nana dan Salamah 2014 bahwa dalam air kelapa mengandung hormon sitokinin yang berperan dalam pembentukan daun.
Hal ini juga semakin diperkuat dengan rerata pertambahan jumlah daun pada
2 4
6 8
10 12
14
15 18
21 24
27 30
33 36
H e
la i
Hari Ke-
25 50
75 Kontrol
tabel 4.3 yang mana tanaman yang diberi perlakuan konsentrasi POC 75 memiliki rerata pertambahan jumlah daun paling tinggi dibandingkan dengan
tanaman perlakuan lain. Tanaman kontrol yang tidak diberikan pupuk organik cair air kelapa muda memiliki jumlah daun yang paling sedikit dibandingkan
dengan tanaman perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh tanaman kontrol tidak mendapatkan unsur hara tambahan terutama hormon sitokinin yang
didapat dari POC air kelapa muda sehingga pertumbuhan daunnya jauh lebih sedikit.
Tabel 4.3 Rerata Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Kedelai Varietas Gamasugen 2
Perlakuan Ulangan
R 1
2 3
4 5
6 7
8 A 25
11 9
9 2
12 8
10 9
8,75 B 50
6 10
13 10
8 9
9 12
9,62 C 75
11 9
11 9
11 10
12 11
10,5 K 0
6 12
10 8
12 7
12 7
9,25 Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tanaman kedelai yang diberikan
konsentrasi pupuk sebesar 75 memiliki rerata pertambahan jumlah daun paling tinggi yaitu 11 helai. Tanaman kedelai yang diberikan konsentrasi POC
sebesar 25 memiliki rerata pertambahan jumlah daun terendah dibandingkan dengan tanaman kedelai yang diberikan POC. Hal ini dapat disebabkan oleh
konsentrasi hormon sitokinin yang lebih rendah di dalam POC konsentrasi 25 dibandingkan dengan perlakuan B dan C sehingga jumlah daun yang
terbentuk lebih sedikit.
Berdasarkan uji Kolmogrof-Smirnov data tinggi tanaman terdistribusi normal dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,396.
Sedangkan berdasarkan uji Levenne menyatakan data tinggi tanaman memiliki
variasi yang sama dengan nilai signifikansi lebih dari 0,05, yaitu 0,271. Setelah
data terbukti terdistribusi normal dan homogen, langkah selanjutnya adalah uji ANOVA. Berdasarkan uji ANOVA pada tabel 4.4 terlihat bahwa nilai
signifikansi lebih dari 0,05, yaitu sebesar 0,499. Hal ini menunjukkan bahwa data jumlah daun yang diperoleh tidak signifikan atau dengan kata lain
pemberian pupuk organik cair air kelapa muda tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai Varietas Gamasugen 2. Berdasarkan uji
ini dapat disimpulkan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan jumlah daun tanaman kedelai sehingga POC yang diberikan tidak berpengaruh
secara nyata. 3.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Kedelai Varietas Gamasugen 2
Proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibagi menjadi 2, yaitu fase vegetatif dan generatif. Fase vegetatif ditandai dengan pertambahan
volume, jumlah, bentuk, dan ukuran organ vegetatif seperti akar, batang, dan
Tabel 4.4 Hasil Uji One Way ANOVA Jumlah Daun Tanaman Kedelai
ANOVA
Sum of Squares
df Mean Squ
are F
Sig. Jumlah Daun Between Groups
13.094 3
4.365 .810
.499
Within Groups 150.875
28 5.388
Total 163.969
31
daun. Fase vegetatif dimulai pada saat pembentukan daun pada proses perkecambahan hingga awal terbentuknya organ generatif, sedangkan fase
generatif dimulai pada saat terbentuknya primordia bakal bunga hingga buah masak Solikin, 2013. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Adisarwanto
2007 bahwa fase vegetatif tanaman kedelai dimulai pada saat tanaman menembus permukaan tanah hingga berbunga. Fase vegetatif dan generatif
juga dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman baik tinggi maupun jumlah daunnya. Pada fase vegetatif pertumbuhan cenderung cepat karena pada fase
ini pembelahan sel berlangsung cepat sehingga mempengaruhi laju pembentukan daun dan tinggi tanaman. Pada fase generatif laju pertumbuhan
daun dan tinggi tanaman akan lebih lambat karena pertumbuhan berfokus pada pembentukan organ generatif, seperti pembentukan bunga, biji, buah, atau
pengisian polong. Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil data yang didapat selama penelitian. 3 minggu pertama yang terhitung pada saat kedelai
menembus permukaan tanah sampai awal terbentuknya promordia hari ke 10 sampai 30 pertumbuhan tinggi dan jumlah daun relatif cepat. Sedangkan dari
hari ke 30 sampai 36 pertumbuhan tinggi lebih stabil, dan daun mengalami kerontokan. Maksudnya pertumbuhan yang stabil disini adalah pertambahan
tinggi tanaman kedelai tidak sepesat di fase vegetatif dan hanya beberapa tanaman ulangan saja yang pertambahan tingginya lebih dari 1 cm.
Berkurangnya jumlah daun selama penelitian disebabkan oleh 3 hal, yaitu puncak pertumbuhan fase vegetatif, serangan hama, dan stress. Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya saat tanaman memasuki fase generatif
pertumbuhan tanaman lebih berfokus pada pembentukan organ generatif. Unsur hara makro seperti N,P, dan K yang diserap tanaman dari tanah maupun
yang diambil melalui pupuk daun konsentrasinya lebih banyak digunakan untuk perkembangan organ generatif. Hal ini menyebabkan adanya persaingan
untuk mendapatkan unsur hara antara organ generatif dan vegetatif khusunya daun. Saat daun kekurangan unsur hara, pembentukan dan pertambahan daun
melambat. Untuk mengantisipasi hal ini daun muda yang membutuhkan unsur hara lebih banyak untuk fotosintesis akan mengambil unsur hara yang
digunakan oleh daun yang lebih tua, hal ini yang menyebabkan daun tua menjadi rontok karena defisiensi unsur hara serta kemampuannya untuk
fotosintesis terganggu. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan terhadap tinggi tanaman dan
jumlah daun tanaman kedelai dinyatakan bahwa pemberian pupuk organik cair air kelapa muda tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan
jumlah daun tanaman kedelai Varietas Gamasugen 2. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai,
khususnya tinggi tanaman dan jumlah daun. Faktor-faktor ini terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah tanaman kedelai itu sendiri.
Sedangkan faktor eksternal meliputi : serangan hama, waktu penyemprotan, curah hujan, intensitas cahaya matahari, media tanam, fisiologi cekaman, dan
human error. Tanaman kedelai yang dijadikan sebagai subjek penelitian ini berasal dari
biji kedelai yang didapatkan dari pasar Stan Paingan. Varietas Gamasugen 2
merupakan tanaman kedelai hasil pemuliaan tanaman dari galur Q-298 yang dikeluarkan pada 17 Juni 2013. Kedelai ini tergolong baru di pasaran sehingga
informasi mengenai karakteristik optimal untuk pertumbuhan varietas kedelai ini sangat sedikit bahkan tidak ada. Alasan peneliti menggunakan varietas
kedelai ini adalah kurangnya informasi yang peneliti dapatkan dalam mencari biji atau bibit kedelai yang resmi. Maksudnya resmi disini adalah memiliki
label nama varietas yang jelas sehingga dapat diketahui ciri khusus serta cara menanamnya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Peneliti mencoba
mencari benih kedelai di beberapa toko pertanian yang biasanya menjual benih tanaman tetapi peneliti disarankan untuk mencari di pasar. Beberapa pasar
yang sudah peneliti kunjungi tidak mengetahui kedelai varietas apa yang dijual, tetapi salah satu penjual di Pasar Stan mengetahui bahwa salah satu kedelai
yang dijual merupakan Varietas Gamasugen 2 sehingga peneliti membeli kedelai di tempat tersebut. Hal ini menjadi salah satu kendala selama penelitian
dan kemungkingan menjadi faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai. Setiap tanaman berasal dari biji yang
akan berkecambah dan menjadi tanaman baru hingga akhirnya menghasilkan biji lagi untuk melestarikan spesiesnya. Tanaman kedelai merupakan tanaman
musiman yang idealnya ditanam saat musim kemarau atau di puncak musim penghujan oleh petani di Indonesia, tetapi prinsip ini menjadi terganggu karena
global warming yang menyebabkan perubahan musim yang tidak pasti. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas biji kedelai yang dipanen. Varietas Gamasugen 2
sudah dapat dipanen pada usia 66 – 68 hari Balitbang, 2016. Menurut Badan
Penyuluhan dan Pengambangan SDM Pertanian 2015 kematangan kedelai hingga siap panen dapat bergantung pada varietas, ketinggian tempat, dan
tujuan penggunaan. Ketinggian tempat mempengaruhi kematangan fisiologis. Pada daerah yang semakin tinggi dari permukaan laut kematangan fisiologis
tertunda, sedangkan semakin rendah daerahnya akan semakin cepat mencapai kematangan fisiologis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wawan 2006
bahwa umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di dataran tinggi 1000 mdpl mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan dengan kedelai yang
ditanamn di dataran rendah 20 mdpl. Kematangan fisiologis ini mempengaruhi pembentukan bunga yang akhirnya pembentukan dan pengisian
polong jadi ikut terpengaruh sehingga tanaman kedelai yang secara umur tanaman sudah siap panen tetapi secara fisiologis belum dapat dipanen.
Pemanenan kedelai yang terlalu awal menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi menurun. Hal inilah yang kemudian menjadi kendala karena peneliti
tidak mengetahui apakah biji kedelai yang dijual di pasar dipanen pada waktu yang tepat baik secara fisiologi atau umur panen. Selain itu ada kemungkinan
bahwa biji kedelai dicampur antara biji dengan mutu yang baik dan buruk. Faktor eksternal yang pertama adalah serangan hama. Serangan hama
terjadi selama penelitian tetapi puncaknya ada pada 2 minggu pertama penelitian hari ke 15 sampai 24. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa pada masa tersebut tanaman kedelai sedang berada pada fase vegetatif. Biasanya pada fase vegetatif sel-sel tanaman sedang aktif membelah baik untuk
perpanjangan akar atau batang, atau perbanyak daun. Pada dasanya fase
vegetatif ini bertujuan untuk mengoptimalisasikan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi siap pada saat memasuki fase generatif. Misalnya
dalam pertumbuhan akar, semakin banyak dan panjang akar yang terbentuk penyerapan unsur hara menjadi optimal. Pertumbuhan batang yang tinggi serta
kuat berpotensi untuk menopang tanaman kedelai dan menyediakan ruang bagi daun untuk tumbuh, karena semakin tinggi batang tanaman maka daun pun
lebih lebat. Serangan hama oleh ulat daun menyebabkan daun menjadi berlubang, beberapa daun juga ada yang yang robek karena dimakan belalang.
Daun yang berlubang dan robek ini menyebabkan pemberian pupuk melalui daun menjadi tidak optimal. Pada daun terdapat stomata yang memberikan
peranan penting dalam penelitian ini karena kaitannya terhadap pemberian pupuk daun. Daun yang berlubang dan robek mengakibatkan jumlah stomata
yang tersebar pada sebidang daun juga berkurang, sehingga jumlah pupuk yang masuk melalui stomata juga menjadi lebih sedikit. Dengan demikian hal ini
yang menyebabkan pupuk organik cair air kelapa muda tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.
Faktor kedua adalah waktu pemberian pupuk. Idealnya pemberian pupuk daun dilakukan pada pagi atau sore saat sinar matahari tidak terlalu terik, hal
ini bertujuan untuk meminimalisir penguapan pupuk yang berlebihan. Berdasarkan fakta di lapangan selama peneliti melakukan pengambilan data,
Paingan memasuki awal musim penghujan yang menyulitkan peneliti dalam menentukan waktu pemberian POC. POC tidak pernah diberikan pada sore hari
karena biasanya hujan deras sering terjadi pada sore hari. Melihat kondisi
demikian peneliti menyemprotkan POC pada jam 6 pagi. Namun, pada minggu ke- 3 dan 4 peneliti menyemprotkan pupuk menjelang siang hari saat cuaca
mendung. Tidak konsistennya peneliti dalam memberikan pupuk bisa saja menjadi faktor yang mempengaruhi pemberian POC air kelapa muda tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Hal ini juga dipengaruhi oleh waktu membuka dan menutup stomata yang kemungkinan
pada saat peneliti menyemprotkan POC, stomata sedang menutup sehingga POC yang diberikan tidak diserap oleh tanaman.
Faktor ketiga adalah curah hujan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa selama penelitian Paingan memasuki awal musim penghujan yang
mengakibatkan pemberian pupuk menjadi tidak optimal. Hal ini dikarenakan pupuk yang disemprotkan pada daun larut bersama air hujan sehingga
pemberian pupuk menjadi sia-sia. Faktor keempat adalah intensitas cahaya matahari. Karena awal musim
penghujan cuaca menjadi tidak stabil, pada pagi hingga siang hari matahari bersinar terik sedangkan pada sore hari hujan deras atau bahkan hujan seharian.
Hal ini menyebabkan cahaya matahari yang diterima oleh tanaman kedelai menjadi tidak menentu, padahal menurut Sastra 2015 tanaman kedelai
membutuhkan cahaya matahari dengan batas kritis 15 jam per hari dan minimal 10 jam. Berkurangnya intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman
kedelai karena perubahan cuaca menyebabkan aktifnya hormon auksin yang ada dalam tanaman kedelai. Peran hormon auksin dalam pemanjangan sel
menyebabkan tanaman kedelai lebih tinggi, sehingga POC air kelapa muda
yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.
Faktor kelima adalah media tanam. Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa tanaman kedelai Gamasugen 2 merupakan varietas yang tergolong baru
di pasaran yang jarang dijadikan sebagai subjek penelitian. Hal ini menyebabkan kurangnya informasi yang peneliti dapatkan mengenai varietas
kedelai ini. Dalam menyikapi hal ini, peneliti menggunakan referensi kedelai secara umum khususnya untuk lingkungan pertumbuhannya salah satunya
media tanam. Tanaman kedelai idealnya ditanam pada tanah lempung berpasir, tetapi pada saat penelitian peneliti menggunakan tanah vulkanik. Pada dasarnya
kedelai dapat tumbuh di berbagai jenis tanah tetapi pertumbuhannya dapat lebih optimal pada tanah lempung berpasir. Alasan peneliti tidak menggunakan
tanah lempung berpasir karena peneliti menyesuaikan jenis tanah yang ada di kebun pendidikan Biologi.
Faktor keenam adalah fisiologi cekaman. Menurut Campbell 2003, fluktuasi lingkungan menantang kehidupan setiap mahluk hidup. Salah satunya
seperti perubahan lingkungan yang drastis dapat membuat tanaman tertekan stress. Hal demikian yang juga terjadi selama penelitian. Intensitas curah
hujan yang tinggi serta panas matahari yang tidak pasti menyebabkan tanaman kedelai tertekan sehingga mempengaruhi pertumbuhannya. Selain faktor
lingkungan, perawatan tanaman yang salah juga dapat menyebabkan tanaman menjadi stress. Hal ini dibuktikan pada saat peneliti melakukan kesalahan
dalam menggemburkan tanah yang mana tanaman kedelai dicabut sampai akar
kemudian diletakkan lagi. Respon tanaman pada saat itu adalah layu dan akhirnya kembali normal setelah beberapa menit. Stress yang dialami oleh
tanaman memicu produksi hormon Asam Absisat ABA yang dapat menyebabkan kerontokan daun, bunga, dan buah. Hal ini dibuktikan selama
penelitian bahwa di minggu-minggu terakhir penelitian daun menjadi rontok. Faktor ketujuh adalah human error yang meliputi penggemburan tanah,
dan fermentasi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya perawatan tanaman yang salah seperti penggemburan tanah yang tidak tepat dapat menyebabkan
tanaman menjadi stress. Tanaman yang stress dapat memicu produksi hormon ABA yang dapat menyebabkan gugurnya daun. Semakin banyak daun yang
gugur, semakin sedikit jumlah daun yang menerima POC. Pada saat melakukan fermentasi pupuk, peneliti tidak menggunakan botol kaca yang gelap
melainkan botol kaca bening yang diletakkan pada ruangan yang temaram. Penggunaan botol kaca yang berwarna gelap membantu dalam meminimalisir
cahaya yang masuk karena intensitas cahaya dapat mempengaruhi suhu selama pembuatan pupuk. Selama proses pembuatan pupuk, suhu lingkungan perlu
diperhatikan karena akan mempengaruhi kerja mikroorganisme yang membantu selama fermentasi pupuk. Hal inilah yang dapat menjadi faktor POC
yang diberikan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai karena kematangan pupuk yang kurang maksimal.
4. Keterbatasan Penelitian
a. Penelitian dilakukan pada saat musim penghujan, sehingga peneliti kesulitan
menentukan waktu yang tepat untuk penyemprotan POC. b.
Biji kedelai yang digunakan tidak tersertifikasi karena dibeli dari pasar Stan. c.
Kelapa muda yang digunakan tidak dibedakan berdasarkan jenis dan umur. d.
Jenis tanah yang digunakan dikhawatirkan tidak sesuai dengan karakteristik tanaman kedelai Varietas Gamasugen 2.
e. Human error, meliputi fermentasi pupuk yang belum maksimal dan cara
penggemburan tanah yang kurang tepat sehingga mengakibatkan tanaman menjadi stress. Fermentasi pupuk tidak optimal karena kesalahan peneliti
tidak menggunakan botol gelap selama proses fermentasi. Sedangkan penggemburan tanah yang kurang tepat diakibatkan dari cara peneliti yang
salah saat menggemburkan tanah hingga akar tanaman tercabut.
53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN