4. Hakikat Tes Esai
a. Tes Esai
Tes esai yang juga sering dikenal dengan tes subyektif, adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan
berikut ini; Pertama
, tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya
cukup panjang. Kedua
, bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk
memberikan penjelasan,
komentar, penafsiran,
membandingkan, membedakan dan sebagainya.
Ketiga , jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima
sampai dengan sepuluh butir. Menurut Suharsimi Arikunto 1984: 35 yang dimaksud dengan tes
subyektif adalah adalah sejenis tes kemajuan hasil belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat kata-kata. Kartika Budi menyatakan bahwa tes subyektif
adalah tes dimana siswa harus mengungkapkan menyusun jawabannya sendiri dalam bentuk pernyataan, penjelasan, atau perhitungan bergantung pada jenis
soalnya. Nana Sudjana 1989: 25 menjelaskan tes subyektif sebagai salah satu jenis tes dimana siswa diminta menjawab pertanyaan dengan uraian atau
menjelaskan dengan menggunakan kata atau kalimat sendiri.
b. Prosedur pembuatan soal
Prosedur pembuatan soal bentuk esai menurut Nana Sudjana 1990: 39 hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:
1 Dari segi yang diukur
Segi yang diukur hendaknya di tentukan secara jelas abilitasnya, misalnya pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu
permasalahan, dan aspek kognitif lainnya. 2
Dari segi bahasa Gunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah diketahui
makna yang terkandung dalam rumusan pertanyaan. Bahasanya sederhana, singkat, tetapi jelas apa yang ditanyakan. Hindari bahasa yang
berbelit-belit, membingungkan, atau mengecoh siswa. 3
Dari segi teknis penyajian soal Hendaknya jangan mengulang pertanyaan terhadap materi yang
sama sekalipun untuk abilitas yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih komprehensif daripada segi lingkup materinya.
Beberapa petunjuk operasional berikut ini dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif.
Pertama , dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh
mungkin harus dapat diusahakan agar butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan, atau
telah diperintahkan kepada testee untuk mempelajarinya.
Kedua , untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee,
hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang
diminta untuk mempelajarinya. Ketiga
, sesaat setelah butir-butir soal dibuat hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas bagaimana atau seperti apakah
seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester sebagai jawaban yang betul.
Keempat , dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya
diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.
Kelima , kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan
jelas, sehingga cepat dipahami oleh testee dan tidak menimbulkan keraguan atau kebingungan bagi testee dalam memberikan jawabannya.
Keenam , suatu penting yang tidak boleh dilupakan oleh tester
ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal tes subyektif, sebelum sampai pada butir-butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee,
hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.
5. Penelitian yang Relevan