18
Tujuan-tujuan yang demikian itu, tentu saja merupakan tujuan antara guna untuk mencapai tujuan akhir. Untuk bangsa dan negara Indonesia, tujuan
kebijaksanaan itu adalah : a.
Memajukan kesejahteraan umum b.
Mencerdaskan kehidupan bangsa c.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia Sedangkan untuk tujuan akhirnya goal adalah : masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2.2.6. Evaluasi Kebijakan
Menurut Winarno 2004 : 165, evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan.
Menurut Jones dalam Tangkilisan 2003:25, mengatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah peninjauan ulang untuk mendapatkan perbaikan dari dampak
yang tidak diinginkan. Menurut Moshoed 2004:91, mengatakan bahwa evaluasi kebijakan
adalah suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat membuahkan hasil.
Dengan disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai apakah suatu kebijakan
berhasil mencapai tujuannya dan seberapa besar dampak yang ditimbulkan akibat implementasi kebijakan tersebut.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
Didalam evaluasi kebijakan terdapat beberapa tipe evaluasi, salah satunya seperti yang dikemukakan Heath dalam Tangkilisan 2003:27, membedakan tipe
evaluasi kebijakan publik atas 3 tiga tipe yaitu : 1.
Tipe Evaluasi Proses Dimana evaluasi ini dilakukan, dan perhatiannya pada pernyataan bagaimana
program dilaksanakan. 2.
Tipe Evaluasi Dampak Dimana evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai apa
yang telah dicapai program. 3.
Tipe Evaluasi Strategi Dimana evaluasi ini bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan
bagaimana program dapat dilaksanakan secara efektif, untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dibanding dengan program-program lain yang
ditunjukkan pada masalah yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.
2.2.7. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi menurut Hartono dalam Alisjahbana 2004:45, adalah proses yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan
Negara diwujudkan sebagai “outcome” hasil akhir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.
Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab 2002:65, menyatakan bahwa implementasi yaitu memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian pada suatu kebijakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah proses yang sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat.
Adapun implementasi kebijakan menurut Islamy 2004:28, dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memahami “apa yang senyatanya ada dan
terjadi” sesudah suatu program yang dirumuskan, yaitu peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik, baik
itu menyangkut peristiwa-peristiwa. Menurut Subakti dalam Alisjahbana 2004:28, berdasarkan pada suatu
kebijakan terlaksana, terdapat 5 lima tahap implementasi kebijakan, yaitu : 1.
Menyediakan sumber daya bagi pelaksanaan kebijakan 2.
Melaksanakan interpretasi dan penjabaran kebijakan dalam bentuk peraturan melaksanakan dan petunjuk pelaksanaan.
3. Menyusun perencanaan sejumlah langkah kegiatan pelaksanaan menurut
waktu, tempat, situasi dan anggaran. 4.
Pengorganisasian secara rutin atas personil, anggaran dan sasaran materiil lainnya
5. Memberikan manfaat kepada individu dan masyarakat
Sedangkan menurut Wibawa dan Koryati, Hidayat dalam Tangkilisan 2004:10, mengatakan bahwa implementasi kebijakan yaitu pengejawantahan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu undang-undang, namun juga dapat berbentuk instruksi-instruksi eksekutif yang
penting atau keputusan perundangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah proses
yang sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program yang langsung atau tidak
langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat.
2.2.7.1. Model-Model Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan ada beberapa bentuk model implementasi yang dikenal, model ini berguna untuk menyederhanakan sesuatu bentuk dan
memudahkan dalam pelaksanaan kebijakan. Hogwood dan Gunn dalam Wahab 2004 : 71 mengemukakan model
“Top Down Approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna perfect implementation ada
10 sepuluh persyaratan, yaitu : 1.
Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan kendala yang serius.
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
memadai. 3.
Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia 4.
Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kualitas yang andal.
5. Hubungan kualitas bersifat langsung dan hanya sedikit rantai penghubungnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
10. Pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan
kepatuhan yang sempurna. Variable-variable kebijaksanaan bersangkut paut dengan tujuan-tujuan
yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi organisasi formal maupun informal sedangkan
komunikasi antar organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksananya mencakup antar hubungan didalam lingkungan sistem politik dan dengan
kelompok-kelompok sasaran. Akhirnya pusat perhatian pada sikap para pelaksana mengantarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari mereka yang
mengoperasionalkan program di lapangan.
2.2.7.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
Menurut Islamy 2004:107, menjelaskan bahwa kebijaksanaan akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota-
anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat itu bersesuaian dengan apa yang diinginkan oleh
pemerintah dan Negara. Dengan demikian kalau mereka tidak bertindak berbuat sesuai dengan keinginan pemerintah negara itu, maka kebijaksanaan negara
menjadi efektif.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
Kebijaksanaan apapun sebenarnya mengandung resiko untuk gagal, Hogwood dan Gunn dalam Wahab 2004:61 telah membagi pengertian kegagalan
kebijaksanaan policy failure dalam 2 dua kategori yaitu : non implementation tidak terimplementasi dan unsuccessful implementation implementasi tidak
berhasil. Tidak terimplementasi mengandung arti bahwa suatu kebijaksanaan tidak
dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, atau mereka telah sepenuhnya
menguasai permasalahan, sehingga implementasi yang efektif sulit tercapai. Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala suatu
kebijaksanaan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan semisal tiba-tiba
terjadi peristiwa pergantian kekuasaan, bencana alam dan sebagainya. Kebijaksanaan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir
yang dikehendaki. Menurut Hood dalam Wahab 2004 : 77, bahwa guna mencapai
implementasi yang sempurna barangkali diperlakukan suatu sistem satuan administrasi tunggal unitary administrative sistem seperti halnya satuan tentara
yang besar yang hanya memiliki satuan tanpa kompartementalisasi atau konflik didalamnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
2.2.7.3. Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Menurut Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan 2003:21, menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan tinjau dari 3 tiga faktor,
yaitu : 1.
Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan aparatur pelaksana;
2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya
persoalan; 3.
Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.
2.2.8. Penataan PKL Pedagang Kaki Lima
1. Kebijakan dan Penataan
Kebijakan berarti serangkaian keputusan yang sifatnya mendasar untuk dipergunakan sebagai landasan bertindak dalam usaha mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan menurut Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003
mengatur tentang kawasan, lokasi pedagang, waktu berjualan, jenis barang dagangan dan alat peraga yang digunakan untuk berdagang. Lokasi
pedagang kaki lima menurut Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan PKL adalah tempat untuk
menjalankan usaha PKL yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang berada di lahan fasilitas umum yang dikuasai oleh Pemda.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
Sesuai dengan Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan PKL, bahwa kegiatan pedagang kaki lima
merupakan usaha perdagangan sektor informal yang perlu diberdayakan guna menunjang pertumbuhan perekonomian masyarakat. Sehingga perlu
dilakukan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima sesuai yang diatur pada pasal 3 yang meliputi waktu kegiatan usaha PKL, mengatur
jumlah PKL, menetapkan jenis barang yang diperdagangkan dan mengatur alat peraga PKL.
Penataan dalam kamu besar Bahasa Indonesia 2001:1147, adalah sebagai pola tata perencanaan yang terorganisir untuk sebuah kota dalam
membangun misalnya jalan, taman, tempat usaha, dan tempat tinggal agar kota tampak apik, nyaman, indah, lingkungan sehat dan terarah pada masa
depan. Dengan demikian penataan juga mengandung makna sebagai
pembaharuan yaitu melakukan usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan, menjadi lebih baik dan menjadi
lebih bermanfaat.
2. Penataan Pedagang Kaki Lima
Dalam Perda kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 kebijakan penataan telah diatur pada pasal 2 ayat 3 dimana penetapan, pemindahan dan
penghapusan lokasi PKL diatur dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi, ketertiban dan kebersihan lingkungan sekitarnya, dalam
Perda tersebut juga disebutkan penataan PKL yang ddilakukan oleh
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
26
Pemerintah Kota Surabaya mengarah kepada terciptanya suasana kota yang lebih tertib, rapi, indah dan nyaman. Agar keberadaannya tidak
mengganggu kenyamanan kota maka dalam menangani PKL perlu dicari solusi yang baik dan bijaksana, karena penertiban tanpa memberi jalan
keluar dengan memberi tempat yang memenuhi syarat, sama saja akan mematikan tumbuhnya ekonomi kerakyatan.
Penataan menurut Supriyanto 1996:121, merupakan serangkaian kegiatan dalam rangka melaksanakan koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi pembangunan fisik kota, kawasan atau desa berdasarkan rencana tata ruang yang ada sehingga tercapai efisiensi dalam pemanfaatan
sumber dana, tenaga dan lahan atau ruang, dan atau juga dapat meningkatkan produktifitas, pemerataan dan perluasan kesempatan kerja,
peningkatan kondisi sosial ekonomi, pelestarian budaya dan sejarah serta perbaikan lingkungan hidup.
3. Langkah Kebijakan Penataan
Menurut Simanjuntak Prisma No. 3, 1985:51, aktivitas program kebijakan penataan PKL dapat dikelompokkan ke dalam 2 pendekatan,
yaitu : 1.
Mendorong sektor yang ada menjadi formal, PKL diorientasikan nantinya dapat mendirikan toko yang permanen tentunya didirikan
pada tempat yang memang khusus untuk menampung pedagang formal. Misalnya pasar pusat perbelanjaan modern dan dalam jangka
waktu tertentu diharapkan usaha PKL menjadi lebih maju dan bersedia
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
27
serta mampu untuk pindah ke pasar atau toko sesuai dengan jenis barang dagangannya.
2. Dilakukan relokasi, yaitu penempatan PKL di lokasi baru yang
dianggap penting karena PKL sering dianggap menimbulkan kerugian sosial dan kemacetan jalan. Namun penempatan ini perlu
dipertimbangkan faktor konsumen dan kemampuan penyesuaian lokasi baru tersebut. Di satu pihak perlu diperlakukan yang manusiawi oleh
para petugas, akan tetapi di pihak lain yang tidak kalah penting adalah konsistensi pengaturan yang perlu diterapkan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas-aktivitas program kebijakan penataan PKL dapat dilakukan dengan mendorong
sektor informal menjadi formal, meningkatkan kemampuan dalam usaha sektor informal, serta menyediakan lokasi baru bagi para PKL.
2.2.9. Sektor Informal