Formulasi Sediaan Losio Tangan dan Badan Menggunakan Sari Kentang (Solanum tuberosum L.) Sebagai Bahan Pelembab

(1)

FORMULASI SEDIAAN LOSIO TANGAN DAN

BADAN MENGGUNAKAN SARI KENTANG

(

Solanum tuberosum

L.) SEBAGAI BAHAN

PELEMBAB

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk

memperoleh

gelar Sasi pada Fakultas FarmasiUniversitas Sumtera Utar

OLEH:

KARINA GEUMALA PUTRI

NIM 091501091

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FORMULASI SEDIAAN LOSIO TANGAN DAN

BADAN MENGGUNAKAN SARI KENTANG

(

Solanum tuberosum

L.) SEBAGAI BAHAN

PELEMBAB

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkai salah satu syarat untuk memperoleh

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk

memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

rsitas Sumatera Utara

OLEH:

KARINA GEUMALA PUTRI

NIM 091501091

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 194901131976032001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN LOSIO TANGAN DAN

BADAN MENGGUNAKAN SARI KENTANG

(

Solanum tuberosum

L.) SEBAGAI BAHAN

PELEMBAB

OLEH:

KARINA GEUMALA PUTRI

NIM 091501091

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 21 Juni 2013

Pembimbing I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001 Panitia Penguji,

Pembimbing II,

Medan, 2013

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Formulasi Sediaan Losio Tangan dan Badan Menggunakan Sari Kentang (Solanum tuberosum L.) Sebagai Bahan Pelembab”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk, perhatian, saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., yang telah memberikan saran dan bimbingan sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik. Kepala Laboratorium Farmasetika Dasar Fakultas Farmasi USU dan Bapak Prof. Dr. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku Kepala Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Drs. H. Rifai Halir dan Ibunda Lilis Andiani atas


(5)

doa dan pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, dan teman-teman STF 2009 yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan,

Penulis,

Karina Geumala Putri NIM 091501091


(6)

FORMULASI SEDIAAN LOSIO TANGAN DAN BADAN

MENGGUNAKAN SARI KENTANG (

Solanum tuberosum

L.)

SEBAGAI BAHAN PELEMBAB

ABSTRAK

Kentang merupakan sumber karbohidrat dengan kandungan air yang banyak dan juga mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi. Selain itu, kentang mempunyai beberapa manfaat untuk perawatan kulit sehingga kulit lebih sehat dan cantik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah sari kentang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan losio tangan dan badan (hand and body lotion). Sari kentang sebanyak 69,86 g diperoleh melalui proses penyarian dengan juicer dan pengeringan beku. Kemudian sari kentang diformulasikan kedalam sediaan losio tangan dan badan melalui proses peleburan dan emulsifikasi dimana bagian lemak dilebur dan bagian larut air dipanaskan hingga suhu 70-75ºC lalu dicampurkan hingga terbentuk dasar losio. Konsentrasi sari kentang yang digunakan adalah 2, 4, 6, dan 8% kemudian dibandingkan dengan sediaan blanko (tanpa sari kentang) dan sediaan dengan gliserin 2%. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan meliputi homogenitas, tipe emulsi dengan menggunakan metilen biru, pH, iritasi terhadap kulit, stabilitas selama 12 minggu, pengurangan uap air dari kulit menggunakan metode patch tertutup dengan rangkaian tutup pot plastik untuk pengurangan uap air dari kulit pada 6 orang sukarelawan dan viskositas sediaan. Hasil menunjukkan bahwa sediaan yang dihasilkan homogen. Tipe emulsi dari sediaan adalah m/a (minyak/air). pH sediaan berkisar antara 6,3-7,0. Sediaan tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sediaan yang mengandung sari kentang tetap stabil hingga minggu ke-12 kecuali pada sediaan dengan sari kentang 6% dan 8%. Semakin tinggi konsentrasi sari kentang yang digunakan, maka semakin meningkatkan kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air yang mana kemampuannya lebih baik daripada sediaan blanko dan gliserin 2%. Penambahan sari kentang ke dalam sediaan meningkatkan viskositas sediaan. Dengan demikian, sediaan yang dapat untuk diformulasi menjadi sediaan losio tangan dan badan adalah sediaan yang mengandung sari kentang 2 dan 4%.


(7)

THE FORMULATION OF HAND AND BODY LOTION USING POTATO EXTRACT (Solanum tuberosum L.) AS A MOISTURIZING

AGENT ABSTRACT

Potato is a source of carbohydrate with a lot of water content and also contains quite high vitamin and mineral. Beside that, potato has some advantages for skin care in order to create more healthy and beautiful skin. The purpose of this research is to determine whether the potato extract can be formulated into hand and body lotion. Potato extract obtained was 69.86 g through the extraction with juicer and freeze drying process. Then, potato extract was formulated into hand and body lotion through melting and emulsification process in which fatty part was melted and water-soluble part was heated to 70-75ºC and mixed to form a lotion base. The concentrations of potato extract used were 2, 4, 6, and 8% and were compared to blank product (without potato extract) and a product which contains 2% glycerin. Some tests were performed on the product including homogeneity, type of emulsion using methylene blue, pH, skin irritation, product’s stability for 12 weeks, water vapor reduction from skin using closed-patch methods with series of plastic pot lid on 6 volunteers and product’s viscosity. Results showed that products were homogenous. The type of emulsion is o/w (oil/water) which is known by methylene blue’s solubility. The pH of products is 6.3-7.0. The products didn’t cause any irritations to the skin. Products which contained potato extract remained stable until week 12 except products with 6 and 8% potato extract. The higher concentrations of potato extract were used, the higher the ability of products in reducing water evaporation from skin in which has greater ability than blank product and product with 2% of glycerin. The addition of potato extract increased product’s viscosity. Thus, product that can be formulated into hand and body lotion are products that contain 2 and 4% concentration of potato extract.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL i

HALAMAN JUDUL ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Hipotesis 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1Uraian Kentang 5

2.1.1 Sistematika tanaman kentang 5

2.1.2 Manfaat dan kandungan kentang 6

2.2Kulit 7


(9)

2.2.2 Fungsi kulit 10

2.2.3 Pentingnya melembabkan kulit 12

2.3Emulsi 13

2.3.1 Stabilitas emulsi 14

2.4Kosmetik untuk Kulit 15

2.4.1 Kosmetik pelembab 15

2.5Losio Tangan dan Badan 18

2.5.1 Bahan-bahan dalam sediaan losio tangan dan badan 19

BAB III METODE PENELITIAN 22

3.1 Alat-alat 22

3.2 Bahan-bahan 22

3.3 Sukarelawan 22

3.4 Prosedur Kerja 23

3.4.1 Pengumpulan sampel 23

3.4.2 Identifikasi tumbuhan 23

3.4.3 Pembuatan sari kentang 23

3.4.4 Formulasi sediaan losio tangan dan badan 23

3.5 Pemeriksaan terhadap Sediaan 26

3.5.1 Pemeriksaan homogenitas 26

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan 26

3.5.3 Pengukuran pH sediaan 26

3.5.4 Penentuan stabilitas sediaan 27


(10)

3.5.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi

penguapan air dari kulit 27

3.5.7 Pengukuran Viskositas Sediaan 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29

4.1 Hasil Pembuatan Sari Kentang 29

4.2 Pemeriksaan terhadap sediaan 29

4.2.1 Pemeriksaan homogenitas 29

4.2.2 Penentuan tipe emulsi sediaan 29

4.2.3 Pengukuran pH sediaan 30

4.2.4 Penentuan stabilitas sediaan 32

4.2.5 Uji Iritasi terhadap sukarelawan 34

4.2.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit 35

4.2.7 Pengukuran viskositas sediaan 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 38

5.1 Kesimpulan 38

5.2 Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi gizi umbi kentang dan tepung kentang

(per 100 g) 7

Tabel 3.1 Formula dasar losio 25

Tabel 4.1 Data penentuan tipe emulsi sediaan 30 Tabel 4.2 Data pengukuran pH sediaan losio pada saat selesai

dibuat 31

Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan losio setelah penyimpanan

selama 12 minggu 31

Tabel 4.5 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8, dan

12 minggu 33

Tabel 4.6 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan 34 Tabel 4.7 Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air

dari kulit 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Gambar sediaan losio tangan dan badan 41

Lampiran 2 Gambar kentang 42

Lampiran 3 Gambar alat juicer 43

Lampiran 4 Gambar alat freeze dryer 44 Lampiran 5 Gambar alat pH meter dan larutan dapar asam (pH : 4,01)

dan netral (pH : 7,01) 45

Lampiran 6 Gambar alat viskometer Brookfield dan spindle 46 Lampiran 7 Gambar sediaan losio tangan badan setelah penyimpanan

12 minggu 47

Lampiran 8 Gambar hasil uji kelarutan dari metilen biru 48 Lampiran 9 Gambar rangkaian alat yang digunakan pada pengujian

penguapan air pada kulit 49

Lampiran 10 Perhitungan dan data kemampuan sediaan untuk

mengurangi penguapan air dari kulit 50


(13)

FORMULASI SEDIAAN LOSIO TANGAN DAN BADAN

MENGGUNAKAN SARI KENTANG (

Solanum tuberosum

L.)

SEBAGAI BAHAN PELEMBAB

ABSTRAK

Kentang merupakan sumber karbohidrat dengan kandungan air yang banyak dan juga mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi. Selain itu, kentang mempunyai beberapa manfaat untuk perawatan kulit sehingga kulit lebih sehat dan cantik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah sari kentang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan losio tangan dan badan (hand and body lotion). Sari kentang sebanyak 69,86 g diperoleh melalui proses penyarian dengan juicer dan pengeringan beku. Kemudian sari kentang diformulasikan kedalam sediaan losio tangan dan badan melalui proses peleburan dan emulsifikasi dimana bagian lemak dilebur dan bagian larut air dipanaskan hingga suhu 70-75ºC lalu dicampurkan hingga terbentuk dasar losio. Konsentrasi sari kentang yang digunakan adalah 2, 4, 6, dan 8% kemudian dibandingkan dengan sediaan blanko (tanpa sari kentang) dan sediaan dengan gliserin 2%. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan meliputi homogenitas, tipe emulsi dengan menggunakan metilen biru, pH, iritasi terhadap kulit, stabilitas selama 12 minggu, pengurangan uap air dari kulit menggunakan metode patch tertutup dengan rangkaian tutup pot plastik untuk pengurangan uap air dari kulit pada 6 orang sukarelawan dan viskositas sediaan. Hasil menunjukkan bahwa sediaan yang dihasilkan homogen. Tipe emulsi dari sediaan adalah m/a (minyak/air). pH sediaan berkisar antara 6,3-7,0. Sediaan tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sediaan yang mengandung sari kentang tetap stabil hingga minggu ke-12 kecuali pada sediaan dengan sari kentang 6% dan 8%. Semakin tinggi konsentrasi sari kentang yang digunakan, maka semakin meningkatkan kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air yang mana kemampuannya lebih baik daripada sediaan blanko dan gliserin 2%. Penambahan sari kentang ke dalam sediaan meningkatkan viskositas sediaan. Dengan demikian, sediaan yang dapat untuk diformulasi menjadi sediaan losio tangan dan badan adalah sediaan yang mengandung sari kentang 2 dan 4%.


(14)

THE FORMULATION OF HAND AND BODY LOTION USING POTATO EXTRACT (Solanum tuberosum L.) AS A MOISTURIZING

AGENT ABSTRACT

Potato is a source of carbohydrate with a lot of water content and also contains quite high vitamin and mineral. Beside that, potato has some advantages for skin care in order to create more healthy and beautiful skin. The purpose of this research is to determine whether the potato extract can be formulated into hand and body lotion. Potato extract obtained was 69.86 g through the extraction with juicer and freeze drying process. Then, potato extract was formulated into hand and body lotion through melting and emulsification process in which fatty part was melted and water-soluble part was heated to 70-75ºC and mixed to form a lotion base. The concentrations of potato extract used were 2, 4, 6, and 8% and were compared to blank product (without potato extract) and a product which contains 2% glycerin. Some tests were performed on the product including homogeneity, type of emulsion using methylene blue, pH, skin irritation, product’s stability for 12 weeks, water vapor reduction from skin using closed-patch methods with series of plastic pot lid on 6 volunteers and product’s viscosity. Results showed that products were homogenous. The type of emulsion is o/w (oil/water) which is known by methylene blue’s solubility. The pH of products is 6.3-7.0. The products didn’t cause any irritations to the skin. Products which contained potato extract remained stable until week 12 except products with 6 and 8% potato extract. The higher concentrations of potato extract were used, the higher the ability of products in reducing water evaporation from skin in which has greater ability than blank product and product with 2% of glycerin. The addition of potato extract increased product’s viscosity. Thus, product that can be formulated into hand and body lotion are products that contain 2 and 4% concentration of potato extract.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut dengan kosmetik medik (cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik serta merubah rupa. Karena terjadi kontak antara kosmetika dengan kulit, maka kosmetika akan diserap oleh kulit dan masuk ke bagian yang lebih dalam dari tubuh. Jumlah kosmetika yang terserap kulit bergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi kulit pemakai dan keadaan kosmetik yang dipakai. Kontak kosmetik dengan kulit menimbulkan akibat positif berupa manfaat dari kosmetik dan akibat negatif atau merugikan berupa efek samping kosmetik (Wasitaatmadja, 1997).

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, dimana pada orang dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam-macam


(16)

fungsi dan kegunaan. Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia, termostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme, sinar ultraviolet, dan berperan dalam mengatur tekanan darah (Lachman, dkk., 1994).

Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan yaitu dengan cara memberikan kosmetik pelembab kulit (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik pelembab (moisturizers) merupakan kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, angin keras, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).

Body lotion merupakan salah satu pelembab tubuh yang paling banyak beredar dan paling encer dibandingkan pelembab lainnya. Banyak lotion, terutama krim tangan dan krim wajah dimaksudkan untuk melembutkan kulit. Kebanyakan lotion emulsi minyak dalam air menggunakan zat seperti alkohol cetearyl untuk menjaga emulsi namun terdapat berbagai macam bahan lain di dalamnya seperti pengawet, pewarna dan antioksidan (Fauzi dan Nurmalina, 2012).


(17)

Kentang merupakan salah satu sumber karbohidrat yang mengandung vitamin A, vitamin B1, B2, B6, vitamin C, kalsium, potassium, karotin, belerang, chlorine, niacin, fosfor dan zat besi. Kentang selain kaya akan nutrisi, juga bermanfaat untuk perawatan kulit. Kentang bermanfaat untuk membuat kulit lebih sehat dan cantik seperti memutihkan, membersihkan dan menghilangkan noda serta melembabkan kulit (Surtiningsih, 2005).

Dengan banyaknya vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya, peneliti melakukan penelitian dengan kentang sebagai pelembab dalam sediaan losio tangan dan badan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian adalah:

a. Apakah sari kentang (Solanum tuberosum L.) dapat diformulasikan dalam sediaan losio tangan dan badan tipe emulsi m/a.

b. Apakah sari kentang (Solanum tuberosum L.) dalam bentuk sediaan losio tangan dan badan tipe emulsi m/a mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit.

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Sari kentang (Solanum tuberosum L.) dapat diformulasikan dalam sediaan losio tangan dan badan tipe emulsi m/a.


(18)

b. Sari kentang (Solanum tuberosum L.) dalam bentuk sediaan losio tangan dan badan mampu mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah sari kentang (Solanum tuberosum L.) dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan losio tangan dan badan.

b. Untuk mengetahui kemampuan sari kentang (Solanum tuberosum L.) dalam bentuk sediaan losio tangan dan badan dalam mengurangi penguapan air dari kulit atau melembabkan kulit.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari kentang (Solanum tuberosum L.) yaitu tidak hanya sebagai bahan pangan, tetapi juga dapat digunakan sebagai humektan dalam pembuatan kosmetik yaitu sebagai bahan pelembab dalam sediaan losio tangan dan badan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kentang

Tanaman kentang telah banyak dibudidayakan di berbagai benua, negara, provinsi, dan daerah. Menurut beberapa literatur dan catatan, tanaman kentang diduga berasal dari Amerika Selatan. Pada waktu bangsa Spanyol menduduki Amerika Tengah, mereka membawa spesies-spesies kentang liar tersebut. Selanjutnya, tanaman kentang menyebar tanpa dibudidayakan (Pitojo, 2004).

Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Umurnya relatif pendek, hanya 90-180 hari (Samadi, 2007).

2.1.1 Sistematika tanaman kentang

Taksonomi kentang adalah sebagai beriku (Samadi, 2007): Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Solanum


(20)

2.1.2 Manfaat dan kandungan kentang

Hasil utama tanaman kentang adalah umbi, bahan pangan yang kaya akan vitamin dan mineral. Komposisi utama umbi kentang terdiri atas 78% air, 19% karbohidrat, 2% protein, vitamin C, dan vitamin B1. Komposisi gizi umbi kentang dan tepung kentang dalam 100 g bahan ditunjukkan pada Tabel 2.1. Selain kalsium, fosfor, dan zat besi, umbi kentang juga mengandung beberapa mineral lain, yaitu magnesium, kalium, natrium, klorin, sulfur, tembaga, mangan, dan kobalt (Pitojo, 2004).

Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Sebagai sumber utama karbohidrat, kentang sangat bermanfaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh. Karbohidrat juga sangat penting untuk meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh, seperti proses pencernaan, pernapasan dan lain-lain. Protein bermanfaat sebagai pembangun jaringan tubuh, seperti otot-otot, kulit, daging, dan lain-lain. Kandungan vitamin C dan vitamin B1 yang cukup tinggi berperan aktif sebagai antioksidan (Samadi, 2007).

Asam askorbat (Levo-Ascorbic Acid) yang terkandung dalam vitamin C dapat melindungi kulit dari pengaruh buruk sinar UV yang dapat menyebabkan penuaan dini bahkan kanker kulit. Selain itu, asam askorbat juga mampu memblokir terjadinya oksidasi DOPA sehingga mencegah pembentukan melanin. Kemampuan lainnya adalah merangsang pembentukan kolagen dan memperbaiki kulit yang luka (Tranggono dan Latifah, 2007).


(21)

Vitamin B1 selain berperan sebagai antioksidan juga berperan dalam merangsang pembentukan jaringan kolagen, menjaga keseimbangan minyak dalam kulit, dan mencegah kulit kering (Putriyanti, 2009).

Umbi kentang dapat digunakan dalam perawatan kecantikan dan pengobatan, antara lain sebagai berikut (Pitojo, 2004):

a. Menghaluskan kulit b. Menghilangkan jerawat c. Melembabkan kulit d. Mengobati bisul kepala

e. Menghilangkan bengkak di bagian mata f. Mencerahkan kulit.

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Umbi Kentang dan Tepung Kentang (per 100 g) :

Jenis Zat Gizi Umbi Pati

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (SI)

Vitamin C (SI) Air (g) 83 2,0 0,1 19,1 11 56 0,7 0,11 17 77,8 347 0,3 0,1 85,6 20 30 0,5 0,04 0 13,0 2.2 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Wasitaatmadja, 1997).


(22)

2.2.1 Struktur kulit

Kulit terdiri atas tiga bagian besar dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu lapisan kulit ari (epidermis), lapisan kulit jangat (dermis), dan lapisan hipodermis (subkutan) (Guyton dan Hall, 1996).

a. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan epitel yang berasal dari ektoderm. Epidermis terutama terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, tetapi juga mengandung tiga jenis sel yang jumlahnya tidak sebanyak jumlah sel epitel yaitu melanosit, sel langerhans, dan sel merkel. Sel epidermis yang mempunyai lapisan tanduk disebut keratinosit (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Epidermis terdiri atas lima lapisan sel penghasil keratin (keratinosit), antara lain sebagai berikut (Junquiera dan Carneiro, 2007):

− Stratum basale / germinativum (lapisan basal)

Adalah lapisan terbawah epidermis. Di lapisan ini juga terdapat sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.

− Stratum spinosum (lapisan malphigi)

Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

− Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.


(23)

− Stratum lusidum (lapisan jernih)

Berada tepat di bawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis, jernih, mengandung eleidin. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

− Stratum korneum (lapisan tanduk)

Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin, yaitu jenis protein yang tidak larut dalam air, dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk memproteksi tubuh dari pengaruh luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

b. Dermis

Dermis merupakan suatu lapisan jaringan ikat yang berasal dari mesoderm. Dermis terdiri atas jaringan ikat yang menunjang epidermis dan mengikatnya pada jaringan subkutan (hipodermis). Ketebalan dermis bervariasi, bergantung pada daerah tubuh, dan mencapai tebal maksimum 4 mm di daerah punggung. Permukaan dermis sangat tidak teratur dan memiliki banyak tonjolan. Dermis mengandung jalinan serat elastin dan serat yang lebih tebal. Jalinan elastis ini berfungsi bagi kelenturan kulit. Selain itu, dermis kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfe, kelenjar keringat, kelenjar sabasea dan serabut saraf. (Janquiera dan Carneiro, 2007).


(24)

c. Hypodermis (Subkutan)

Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser di atasnya. Hipodermis sering mengandung sel-sel lemak yang jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan status gizi yang bersangkutan (Janquiera dan Carneiro, 2007).

Lapisan hipodermis berfungsi sebagai cadangan makanan dan bantalan untuk melindungi tubuh dari benturan-benturan fisik serta berperan pula dalam pengaturan suhu tubuh (Guyton dan Hall, 1996).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit sebagai organ tubuh yang paling utama mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai berikut:

a. Pelindung Tubuh / Proteksi

Kulit mempunyai kemampuan untuk mencegah masuknya bahan-bahan yang membahayakan tubuh, seperti bakteri dan bahan asing lainnya. Selain itu kulit juga dapat melindungi tubuh dari benturan fisik, panas matahari, api, dan angin (Wirakusumah, 1994).

Fungsi proteksi terjadi karena beberapa hal (Dwikarya, 2003):

1. Kehadiran selaput tanduk yang bersifat waterproof atau kedap air, sehingga manusia tidak menggelembung ketika berenang.

2. Keasaman (pH) kulit akibat keringat dan lemak kulit (sebum) menahan dan menekan bakteri dan jamur yang berkeliaran di sekitar kulit.


(25)

3. Jaringan kolagen dan jaringan lemak menahan atau melindungi organ tubuh dari benturan.

b. Pengatur Suhu Tubuh / Termoregulasi

Kulit mengatur suhu tubuh dengan mengubah jumlah aliran darah melalui kulit dengan dilatasi dan kontriksi kapiler darah kulit dan dengan penguapan uap air (Mitsui, 1997).

Kulit dapat menjaga suhu tubuh agar tetap normal dengan cara melepaskan keringat apabila suhu tubuh panas. Yang mana keringat tersebut akan menguap dan tubuh merasa dingin. Demikian pula sebaliknya bila mengalami kedinginan maka pembuluh darah dalam kulit akan menyempit sehingga panas yang ada di dalam tubuh tidak keluar (tetap tertahan) (Wirakusumah, 1994).

c. Sistem Pancaindera

Kulit terdiri dari sistem saraf yang peka terhadap ancaman dari luar seperti panas, dingin, sentuhan dan tekanan. Oleh karena itu kulit akan selalu memberikan reaksi setelah ada peringatan awal dari sistem saraf tersebut (Wirakusumah,1994).

d. Menjaga Kelembaban Tubuh

Kulit menjaga kelembaban dengan mencegah keluarnya cairan dalam jaringan tubuh, lapisan kulit bersifat padat dan kencang terutama dari dalam tubuh. Kulit mempunyai ikatan yang kuat terhadap air. Apabila kulit mengalami luka atau retak maka daya ikat terhadap air akan berkurang (Wirakusumah, 1994).


(26)

e. Fungsi Lain

Kulit menunjukkan keadaan emosional, seperti memerah dan ketakutan (pucat dan bulu kuduk berdiri tegak), dan digambarkan sebagai organ yang menunjukkan emosi. Kulit juga mensintesis vitamin D dengan bantuan sinar UV terhadap prekursor vitamin D dalam kulit (Mitsui, 1997).

2.2.3 Pentingnya melembabkan kulit

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya, yang antara lain terdiri atas produksi kelenjar minyak kulit. Pembentukan lapisan lemak tersebut terutama untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kandungan air di dalam stratum korneum, meskipun sedikit (hanya 10%), sangat penting. Air yang terkandung dalam stratum korneum sangat berpengaruh pada kelembutan dan elastisitas stratum korneum (Tranggono dan Latifah, 2007).

Jika kandungan air dari stratum korneum semakin sedikit, semakin rendah elastisitas jaringan stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah-pecah, membentuk retak-retak mendalam mirip huruf V. Jika bahan-bahan asing seperti sisa sabun, kotoran dan mikroorganisme masuk dan menumpuk dalam celah V ini, maka kulit yang menjadi kering dan retak-retak akan menimbulkan iritasi dan peradangan yang juga akan melemahkan kulit. Disinilah perlunya kosmetika pelembab kulit untuk mencegah dehidrasi kulit


(27)

yang menyebabkan kekeringan dan retak-retak pada kulit serta akibat-akibat buruknya (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.3 Emulsi

Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi “a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying agent) (Ansel, 2005).

Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi dalam farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat). Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair bisa dipakai secara oral, topikal atau parenteral; emulsi semisolid digunakan secara topikal. Banyak preparat farmasi yang mungkin sebenarnya emulsi tidak digolongkan sebagai emulsi karena cocok untuk masuk dalam kategori sediaan farmasi lainnya yang lebih tepat. Misalnya, lotio-lotio tertentu, liniment, krim, dan salep (Ansel,2005).


(28)

2.3.1 Stabilitas emulsi

Emulsi dikatakan pecah jika partikel halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase. Secara umum, ada 3 pola kerusakan emulsi, yaitu:

Kriming adalah proses mengembangnya partikel dispersi karena pengaruh gravitasi, sehingga masing-masing partikel memisah menjadi bentuk emulsi krim dan emulsi yang lebih encer, masing-masing mengandung lemak berkisar 30 – 35% dan 8 – 10% (Ditjen POM, 1985).

Inversi fase adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi karena perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya. Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fase antara lain adalah konsentrasi volume kedua fase, sifat, dan jumlah zat pengemulsi (Ditjen POM, 1985).

De-emulsifikasi adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu :

a) Mula-mula terjadi flokulasi, partikel dispersi saling berikatan membentuk kelompok yang lebih besar, tetapi jika dikocok perlahan-lahan akan terdispersi sempurna (Ditjen POM, 1985).

b) Selanjutnya terjadi koalesensi, kelompok partikel dispersi membentuk kelompok yang lebih besar, yang sifatnya ireversibel (Ditjen POM, 1985).


(29)

Sumber ketidakstabilan lainnya adalah pertumbuhan mikroorganisme. Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan alam seperti gom, karbohidrat, dan protein sangat cepat ditumbuhi bakteri pembusuk, jamur, dan bakteri lain (Rawlins, 1977).

2.4 Kosmetik untuk Kulit

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Namun, sekarang kosmetika tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan sintetik untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Produk kosmetik sangat diperlukan oleh manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan diseluruh tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4.1 Kosmetik pelembab

Umumnya losio pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan, maupun sintetis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan minyak kulit semula. Kosmetika pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan dalam bentuk cairan minyak tersebut (moisturizing oil), atau campuran minyak dalam air (moisturizing cream) dan dapat ditambah atau di kurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja, 1997).


(30)

Cara mencegah penguapan air dari sel kulit adalah:

1. Menutup permukaan kulit dengan minyak (oklusif), seperti minyak hidrokarbon, waxes, minyak tumbuhan dan hewan, asam lemak, lanolin, asam stearat, lemak alkohol, setil alkohol, lauril alcohol, propilen glikol, beeswax, steril stearat, carnauba, candelilla, lesitin, kolesterol.

2. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit. Misalnya: gliserin, propilenglikol, sorbitol, gelatin, dan beberapa vitamin.

3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat hidrofilik yang menyerap air.

4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruh buruk sinar matahari yang mengeringkan kulit (Wasitaatmadja, 1997).

A. Syarat kosmetik pelembab

Syarat-syarat bagi preparat kosmetika pelembab, yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Nyaman dan mudah dipakai

b. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan c. Bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur

d. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit.


(31)

B. Jenis kosmetik pelembab

Kosmetik pelembab dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : kosmetik pelembab berdasarkan lemak dan kosmetik pelembab berdasarkan gliserol atau humektan sejenis (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik pelembab berdasarkan lemak

Kosmetik pelembab tipe ini sering disebut moisturizer atau moisturizing cream. Krim ini membentuk lapisan lemak tipis di permukaan kulit, sedikit banyak mencegah penguapan air kulit, serta menyebabkan kulit menjadi lembab dan lembut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Viskositas lemak tidak boleh terlalu rendah sehingga menyebar ke mana-mana di permukaan kulit, atau terlalu kental sehingga membuat kulit lengket dan terlalu berminyak. Pelembab ini harus dapat menutup daerah tertentu permukaan kulit, menutup tepi-tepi tajam sisik stratum corneum, mencegah masuknya bahan-bahan asing ke dalam kulit, dan mencegah penguapan air kulit, tetapi tidak sampai mencegah sepenuhnya agar kongesti perspirasi dan pengeluaran panas badan tetap terjadi (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik pelembab yang didasarkan pada gliserol dan sejenisnya

Humektan adalah preparat yang bersifat higroskopis yang memiliki kemampuan untuk menyerap uap air dari lingkungan. Humektan ditambahkan pada krim kosmetik dengan tipe minyak dalam air untuk mengurangi laju penguapan air dari kulit. Dikarenakan sifat higroskopis lapisan humektan yang


(32)

tetap melekat pada kulit setelah pemakaian, struktur dan kondisi dari kulit akan terpengaruhi sebagai contoh perannya sebagai emolien.

Humektan berperan sebagai pelembab kulit dengan menstabilkan bagian air dari krim atau losio selama absorbsi atau mengeringnya kulit. Humektan yang umum digunakan adalah gliserol, sorbitol, propilen glikol, polietilenglikol (PEG), dan sorbeth-30 (Polo, 1998).

2.5 Losio Tangan dan Badan

Krim tangan dan badan adalah suatu sediaan kosmetika yang digunakan dengan maksud melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, tidak bersisik dan tidak mudah pecah. Biasanya dibuat dalam bentuk krim dan losio atau emulsi (Ditjen POM, 1985).

Formula krim tangan konvensional adalah modifikasi vanishing cream

dengan tipe m/a, komposisi dasar menggunakan sabun stearat sebagai pengemulsi, humektan seperti gliserol, dan jumlah air yang tinggi. Formula losio bisa sangat mirip, yang membedakan hanya jumlah bahan padatnya (Balsam, 1972).

Suatu sediaan losio tangan dan badan (hand and body lotion) dikatakan baik apabila fungsinya dapat melembutkan kulit, menjaga keseimbangan kulit, dapat dipakai dengan mudah dan dapat disapukan dengan cepat pada permukaan kulit, tidak meninggalkan selaput yang retak-retak pada pemakaiannya, tidak mempengaruhi pengeluaran keringat, mempunyai bau, warna, dan kestabilan fisik yang baik (Balsam, 1972).


(33)

2.5.1 Bahan-bahan dalam sediaan losio tangan dan badan

Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat sawar (barrier), zat penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan (pelembab), zat pengental dan pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum dan zat warna (Ditjen POM, 1985).

a. Emolien

Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak, lemak alkohol (Ditjen POM, 1985).

Asam stearat memiliki struktur yang keras, berwarna putih atau kuning pucat, agak mengkilap, kristal padat atau serbuk putih atau putih kekuningan, bau lemah dan berasa lemak. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam benzena, kloroform, dan eter; larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air. Memiliki titik lebur 69°C-70°C. Penggunaannya dalam sediaan topikal sebesar 1%-20%, digunakan sebagai bahan pengemulsi ketika direaksikan dengan basa (Rowe, dkk., 2009).

Setil alkohol berbentuk lilin, lempengan putih, granul, atau dadu. Memiliki bau yang lemah dan tidak berasa. Kelarutannya yaitu larut dalam etanol (95%) dan eter, tidak larut dalam air, larut saat dilebur dengan minyak, parafin cair dan padat dengan titik lebur 45°C -52°C. Dalam losion, krim, dan salep, digunakan karena sifat emoliennya dan sebagai bahan pengemulsi. Setil alkohol meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi. Sebagai emolien dan emulgator digunakan dalam konsentrasi


(34)

2%-5%. Sebagai pengental dalam krim dan losion biasanya digunakan dengan konsentrasi di bawah 1% (Rowe, dkk., 2009).

c. Humektan

Humektan adalah suatu zat yang dapat mengontrol perubahan kelembaban diantara produk dan udara, baik di dalam kulit maupun di luar kulit. Biasanya bahan yang digunakan adalah gliserin yang mampu menarik air dari udara dan menahan air agar tidak menguap (Ditjen POM, 1985).

d. Zat pengemulsi

Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan secara merata (homogen), misalnya gliseril monostearat, trietanolamin (Wasitaatmadja, 1997).

Sabun trietanolamin-stearat termasuk pengemulsi anionik. Kelebihan dari pengemulsi ini adalah lebih lembut dan lebih mudah larut daripada natrium atau kalium stearat. Sabun trietanolamin-stearat menghasilkan emulsi yang stabil, tetapi pada penyimpanan cenderung mengental dan akhirnya membentuk gel. (Balsam, 1972).

Trietanolamin merupakan cairan kental yang bening, tidak berwarna sampai kuning pucat dan memiliki bau ammoniak yang lemah, bersifat sangat higroskopis, memiliki titik lebur 20°C-25°C dan pH 10,5. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air, metanol, dan aseton. Digunakan sebagai bahan pengemulsi dengan konsentrasi 0,5%-3%, menambah kebasaan, dan sebagai humektan (Rowe, dkk., 2009).


(35)

e. Pengawet dan antioksidan

Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat anti kuman yang menangkal aktivitas mikroba sehingga kosmetika menjadi stabil dan antioksidan yang dapat menangkal terjadinya oksidasi yang juga dapat menstabilkan kosmetika (Wasitaatmadja, 1997).

Metil paraben berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air 70°C. Penggunaan dalam sediaan topikal sebanyak 0,02%-0,3% sebagai antimikroba, efektif pada pH 4-8 (Rowe, dkk., 2009).

Natrium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan dalam sediaan oral, parenteral dan topikal, pada konsentrasi 0,01-1,0% b/v dan pada konsentrasi sekitar 27% b/v pada sediaan injeksi intramuskular. Natrium metabisulfit juga memiliki aktivitas antibakteri, yang berperan lebih baik pada pH asam, dan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada preparat oral seperti sirup (Rowe, dkk., 2009).

f. Parfum

Pemilihan parfum yang digunakan pada sediaan krim biasanya didasarkan atas nilai keindahan, tetapi sudah pasti jika wangi yang ditimbulkan dari parfum menambah daya tarik dari konsumen untuk memilih produk yang ditawarkan produsen (Lachman, dkk., 1994).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi proses penyiapan sampel, pembuatan sari, formulasi sediaan, pemeriksaan mutu fisik sediaan, uji iritasi terhadap sukarelawan, dan uji kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit.

3.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: viskometer Brookfield, pH meter (Hanna Instruments), juicer (Kris), neraca listrik (Boeco Germany), freeze dryer (VirTis “benchtop K”), mikroskop (Boeco Germany), lumpang porselen, stamfer, objek dan dek gelas, alat-alat gelas, kain kasa, penangas air, spindle no.63, batang pengaduk, spatel, sudip, pisau, pengupas kentang, pot plastik, selotip transparan.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Asam stearat, setil alkohol, gliserin, trietanolamin, akuades, nipagin, natrium metabisulfit, oleum citri, silika gel, kentang, metil biru, larutan dapar pH asam (4,01) dan larutan dapar pH netral (7,01).

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi berjumlah 12 orang dan penentuan kemampuan sediaan dalam mengurangi penguapan air dari kulit


(37)

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kentang yang dibeli di Pajak Sore, Padang Bulan, Medan.

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi (Research Center for Biology), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Institute of Sciences), Bogor.

3.4.3 Pembuatan sari kentang

Kentang kuning seberat 1,5 kg dicuci hingga bersih kemudian dikupas dengan menggunakan pengupas kentang, lalu dipotong-potong, dan dimasukkan ke dalam juicer hingga diperoleh sari kentang sebanyak 1,3 l. Sari kentang lalu dikeringkan dengan freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kentang hampir kering sebanyak 69,86 gram.

3.4.4 Formulasi sediaan losio tangan dan badan A. Formula standar

Formula standar yang dipilih pada pembuatan losio tangan dan badan dalam penelitian ini dengan komposisi sebagai berikut (Young, 1972):


(38)

R/ Asam stearat 12 g Setil alkohol 0,5 g Sorbitol sirup 5 g Propilen glikol 3 g

Nipagin 0,1 g

Trietanolamin 1 g Air suling ad 100 ml

Parfum 3 tetes

B. Formula modifikasi

Formula dasar losio yang dimodifikasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.1. Modifikasi dilakukan dengan menghilangkan sorbitol sirup dan propilen glikol yang merupakan humektan dan menambahkan natrium metabisulfit sebagai antioksidan. Sehingga formula dasar losio yang digunakan adalah: R/ Asam stearat 12 g

Setil alkohol 0,5 g

Nipagin 0,1 g

Natrium metabisulfit 0,2 g Trietanolamin 1 g Air suling ad 100 ml Parfum (oleum citri) 3 tetes


(39)

Tabel 3.1 Formula sediaan losio tangan dan badan

Komposisi Formula

A B C D E F

Sari Kentang (g) - 2 4 6 8 -

Gliserin (g) - - - 2

Dasar krim (g) 100 98 96 94 92 98

Oleum citri (tetes) 3 3 3 3 3 3

Keterangan:

A : Formula losio blanko (sediaan krim tanpa sampel) B : Formula losio dengan konsentrasi sari kentang 2% C : Formula losio dengan konsentrasi sari kentang 4% D : Formula losio dengan konsentrasi sari kentang 6% E : Formula losio dengan konsentrasi sari kentang 8% F : Formula losio dengan konsentrasi gliserin 2% C. Pembuatan sediaan losio tangan dan badan

Lumpang porselin diisi dengan air panas ± 90°C dan didiamkan sampai dinding luar lumpang terasa panas, kemudian air panas dibuang dan lumpang dikeringkan. Ditimbang bahan-bahan yang akan diperlukan untuk membuat dasar losio. Asam stearat dan setil alkohol dilebur di atas penangas air pada suhu ± 70°C (massa I). Kemudian nipagin, natrium metabisulfit dan trietanolamin dilarutkan dalam akuades yang telah dipanaskan hingga suhu ± 70°C (massa II). Kemudian massa I dimasukkan ke dalam lumpang porselin panas, ditambahkan massa II dan di aduk secara konstan hingga diperoleh massa losio.

Ekstrak kentang hampir kering digerus halus dan ditimbang. Lalu ditambahkan dasar losio yang telah ditimbang dan digerus hingga homogen.


(40)

Ditambahkan oleum citri sebanyak 3 tetes, diaduk, kemudian dimasukkan ke dalam wadah pot plastik.

3.5 Pemeriksaan terhadap Sediaan 3.5.1 Pemeriksaan homogenitas

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.5.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan di atas objek gelas, ditambahkan 1 tetes metil biru ke dalam sediaan lalu diaduk. Kemudian tutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Ditjen POM, 1985).

3.5.3 Pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudiaan elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 0,5 gram sediaan dan dilarutkan dengan akuades hingga 50 ml. Kemudiaan elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter


(41)

3.5.4 Penentuan stabilitas sediaan

Sebanyak 50 ml dari masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik 100 ml. Selanjutnya dilakukan pengamatan berupa pecah atau tidaknya emulsi, perubahan warna, dan perubahan bau pada saat sediaan selesai dibuat serta dalam penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu (Ansel, 2005).

3.5.5 Uji iritasi terhadap sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan sebanyak 100 mg dioleskan dibelakang telinga dengan diameter 3 cm, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan tanda-tanda untuk mencatat reaksi uji iritasi adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):

1. Tidak ada reaksi 0

2. Eritema +

3. Eritema dan papula ++

4. Eritema, papula dan gelembung (vesikula) +++

5. Edema dan gelembung. ++++

3.5.6 Penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit ditentukan dengan menggunakan dua buah tutup pot plastik berdiameter 4,5 cm yang dirangkai.

Sediaan ditimbang sekitar 500 mg. Pada bagian lengan bawah sukarelawan diberikan tanda berupa lingkaran yang sama diameternya dengan diameter tutup pot plastik yang digunakan. Dioleskan sediaan pada bagian tersebut. Sebelum


(42)

dipakai, silika gel diaktifkan terlebih dahulu agar dicapai berat konstan, kemudiaan disimpan pada desikator. Pada kain kasa ditimbang seksama 10 g silika gel dan dibungkus, lalu dimasukkan dalam wadah plastik yang belum dilubangi. Wadah plastik yang lain dilubangi, kemudian wadah plastik disatukan dengan menggunakan silotip transparan, wadah yang berlubang berada pada bagian bawah, dan posisi kedua wadah menelungkup. Selanjutnya wadah plastik diletakkan pada lengan bawah sukarelawan yang telah diolesi sediaan. Agar wadah plastik tersebut dapat melekat dengan baik dan untuk mencegah pengaruh udara dari lingkungan maka digunakan silotip transparan yang ditempelkan sedemikian

rupa pada lengan bagian bawah tersebut. Alat ini dibiarkan menempel selama 3 jam kemudiaan segera dilepas, silika gel yang digunakan ditimbang kembali.

Cara ini dilakukan untuk setiap sediaan dan pembanding (DeNavarre, 1975). 3.5.7 Pengukuran viskositas sediaan

Viskositas sediaan dapat ditentukan dengan menggunakan viskometer Brookfield (Ansel, 2005).

Sebanyak 200 g sediaan dimasukkan dalam wadah, lalu dimasukkan

spindle sampai batas pencelupan dan dijalankan rotor. Viskositas diukur menggunakan Viskometer Brookfield model DV-E seri LV dengan spindle dan kecepatan yang disesuaikan. Pengukuran ini dilakukan pada temperatur 25°C, maka akan diperoleh viskositas absolut dari sediaan.


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Sari Kentang

Filtrat sari kentang yang diperoleh sebanyak 1,3 L, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer dan diperoleh sari kentang yang berupa ekstrak kering seberat 69,86 g.

4.2 Pemeriksaan terhadap Sediaan 4.2.1 Homogenitas sediaan

Dari percobaan yang dilakukan, pada sediaan tidak diperoleh butiran-butiran kasar, maka sediaan tersebut dikatakan homogen. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada sediaan pembanding yakni blanko dan gliserin 2%, hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada objek gelas. 4.2.2 Tipe emulsi sediaan

Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan dengan mengamati kelarutan metilen biru dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Menurut Ditjen POM (1985), penentuan tipe emulsi suatu sediaan dapat dilakukan dengan menggunakan biru metil, jika biru metil terlarut bila diaduk maka emulsi tersebut adalah tipe m/a.

Dari hasil uji tipe emulsi yang dilakukan, metilen biru dapat larut dalam formula losio dengan konsentrasi sari kentang 2, 4, 6, dan 8%, gliserin dan blanko. Dengan demikian diketahui bahwa sediaan losio yang dibuat mempunyai tipe emulsi m/a.


(44)

Tabel 4.1 Data penentuan tipe emulsi sediaan

No Formula Kelarutan Metilen Biru

Ya Tidak

1 Blanko  -

2 SK 2%  -

3 SK 4%  -

4 SK 6%  -

5 SK 8%  -

6 SG 2%  -

Keterangan :

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding) 4.2.3 pH sediaan

pH sediaan ditentukan dengan menggunakan alat pH meter dan dilakukan 3 kali pengulangan. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3.

Dari hasil pengukuran pH sediaan losio pada saat selesai dibuat, diperoleh pH pada sediaan blanko yakni 6,1. Sedangkan pH sediaan losio yang mengandung sari kentang adalah 6,3-7,0 dan pH sediaan losio yang mengandung gliserin 2% adalah 7,0. Hasil pengukuran pH sediaan losio setelah penyimpanan selama 12 minggu untuk sediaan blanko pH sediaan blanko yakni 6,3, untuk sediaan losio yang mengandung sari kentang terdapat perubahan pH menjadi 6,2-6,3 dan untuk sediaan mengandung gliserin 2% pH yang diperoleh adalah 6,3. Menurut Balsam dan Sagarin (1972), pH dari krim tangan dan losio tangan adalah 5-8, sehingga sediaan losio tangan dan badan memenuhi syarat pH.


(45)

Tabel 4.2 Data pengukuran pH sediaan losio pada saat selesai dibuat

No. Formula pH pH rata-rata

pH 1 pH 2 pH 3

1 Blanko 6,2 6,1 6,1 6,1

2 SK 2% 6,3 6,3 6,2 6,3

3 SK 4% 6,6 6,5 6,4 6,5

4 SK 6% 7,0 6,9 6,9 6,9

5 SK 8% 7,0 7,0 6,9 7,0

6 SG 2% 6,9 7,0 7,0 7,0

Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan losio setelah penyimpanan selama 12 minggu

No. Formula pH pH rata-rata

pH 1 pH 2 pH 3

1 Blanko 6,4 6,3 6,3 6,3

2 SK 2% 6,2 6,3 6,3 6,3

3 SK 4% 6,2 6,3 6,3 6,3

4 SK 6% 6,2 6,2 6,2 6,2

5 SK 8% 6,2 6,3 6,3 6,3

6 SG 2% 6,4 6,3 6,3 6,3

Keterangan:

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Perubahan pH sediaan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti terjadinya oksidasi pada sediaan, cemaran mikroorganisme, dan interaksi sediaan dengan wadah. Menurut Ansel (2005), pH merupakan suatu penentu utama dalam kestabilan obat yang cenderung mengalami peruraian seperti oksidasi. Oksidasi dalam sediaan dapat terjadi jika sediaan terpapar sinar matahari dan terdapat logam-logam yang dapat mengoksidasi bahan dalam sediaan. Penggunaan wadah yang tepat juga penting untuk kestabilan sediaan sehingga dapat mencegah peruraian sediaan. Disamping itu, preparat cairan


(46)

atau setengah padat (semisolid) juga harus diawetkan dari kontaminasi mikroba sehingga faktor penting seperti pH sediaan tetap stabil dalam penyimpanan dan penggunaan.

4.2.4 Stabilitas sediaan

Hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai

dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.4. Menurut Ditjen POM (1985), Emulsi dikatakan pecah jika partikel

halus yang terdispersi secara spontan bersatu membentuk partikel yang lebih besar atau berkoalesensi, dan akhirnya terpisah menjadi 2 fase. Umumnya proses kerusakan emulsi terjadi menurut 3 pola, yaitu kriming, inversi fase, dan de-emulsifikasi.

Rusak atau tidaknya suatu sediaan yang mengandung bahan yang mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan warna dan perubahan bau (Ansel, 2005).

Menurut Rawlins (1977), sumber tidak stabilnya suatu emulsi adalah mikroorganisme. Emulsi m/a yang dibuat dengan bahan-bahan alami seperti gom, karbohidrat, dan protein mudah sekali ditumbuhi fungi, ragi, dan bakteri pembusuk. Dan tingginya kandungan air juga menyebabkan mikroba cepat berkembang, sehingga kebutuhan konsentrasi pengawet pada fase air harus cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba, dan sebagian pengawet juga dimasukkan dalam fase minyak.

Dari hasil uji stabilitas diperoleh data bahwa selama 12 minggu penyimpanan sediaan blanko, sediaan losio mengandung sari kentang 2% dan


(47)

4% serta gliserin 2% tidak terjadi perubahan sama sekali baik itu perubahan bau, warna ataupun pecahnya emulsi. Sedangkan untuk sediaan losio yang mengandung sari kentang 6% dan 8% terjadi perubahan bau pada minggu ke 12. Hal ini dikarenakan kentang mengandung air dan karbohidrat dalam jumlah yang besar. Menurut Samadi (2007), setiap 100 gram kentang mengandung kalori 83 kal., protein 2 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 19,1 g, kalsium 11 mg, fosfor 56 mg, zat besi 0,7 mg, dan vitamin B 0,11 mg dan air 77,8 g.

Tabel 4.4 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat, penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu.

No. Formula

Pengamatan setelah Selesai dibuat 1 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu x y z x y z x y z x y z x y z 1 Blanko - - - - 2 SK 2% - - - - 3 SK 4% - - - - 4 SK 6% - - - √ - 5 SK 8% - - - √ - 6 SG 2% - - - - Keterangan :

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% x : Perubahan warna

y : Perubahan bau z : Pecahnya emulsi - : Tidak terjadi perubahan √ : Terjadi perubahan

Dengan demikian, losio tangan dan badan yang mengandung sari kentang 2% dan 4% dapat diformulasi. Sedangkan untuk sediaan mengandung


(48)

sari kentang dengan konsentrasi di atas 4% yakni 6% dan 8% tidak baik untuk diformulasi karena tidak memenuhi persyaratan kestabilan.

4.2.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Hasil pengamatan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Data uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Pernyataan Sukarelawan

I II III IV V VI VII VII IX X XI XII

Eritema 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Eritema dan

Papula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Eritema, Papula, dan

Vesikula

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Edema dan

Vesikula 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan :

0 : Tidak menimbulkan iritasi + : Terjadi reaksi iritasi

Menurut Wasitaatmadja (1997), uji kulit yang dilakukan untuk mencegah terjadinya efek samping pada kulit dengan mengoleskan sediaan pada bagian depan bawah lengan atau dibelakang daun telinga, dan sediaan dapat digunakan jika setelah 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang tidak diinginkan. Dari data uji iritasi di atas, diketahui bahwa sediaan tidak menimbulkan reaksi iritasi pada kulit sukarelawan seperti eritema, papula, vesikula dan edema.


(49)

4.2.6 Kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit Hasil pengujian kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit terhadap 6 orang sukarelawan berusia 20-25 tahun yang berjenis kelamin perempuan dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

No. Sukarelawan

Pengurangan Penguapan Air pada Setiap Formula (%)

Blanko SK 2% SK 4% SK 6% SK 8% SG 2%

1 I 17,40 21,68 25,21 40,07 42,63 44,09

2 II 5,99 14,12 19,48 21,87 28,96 25,01

3 III 9,26 33,31 37,97 43,31 50,80 47,27

4 IV 8,76 12,45 23,12 30,75 38,69 33,75

5 V 21,77 27,56 28,86 37,77 46,23 42,60

6 VI 22,87 21,19 30,33 32,68 39,20 45,65 Nilai rata-rata 14,34 21,72 27,49 34,41 41,09 39,73 Keterangan :

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sari kentang yang ditambahkan pada formulasi sediaan losio, maka akan semakin tinggi kemampuan sediaan losio tersebut dalam menahan penguapan air dari kulit. Kekuatan dalam mengurangi penguapan air dari kulit masing-masing sukarelawan berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga nilai persentasenya pun berbeda. Faktor yang mempengaruhi besarnya penguapan air dari kulit yakni perbedaan cuaca pada saat pengujian dan pengaruh banyaknya keringat yang dihasilkan oleh setiap sukarelawan dikarenakan aktivitas yang berbeda-beda.


(50)

Dari data yang diperoleh juga dapat dilihat perbandingan dari persentase kemampuan sediaan pembanding yakni sediaan gliserin 2% dengan sediaan losio yang mengandung sari kentang dimana sediaan losio yang mengandung kentang memiliki kemampuan mengurangi penguapan air yang mendekati kemampuan gliserin bahkan untuk konsentrasi sari kentang 8% kemampuannya cenderung lebih baik.

4.2.7 Viskositas sediaan

Hasil pengujian viskositas yang dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield dengan spindle no. 63 dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7 Data pengukuran viskositas absolut sediaan

No. Formula Spindle Speed Rpm

Viskositas cP

1 Blanko 63 5 19750

2 SK 2% 63 5 21620

3 SK 4% 63 4 29330

4 SK 6% 63 3 33830

5 SK 8% 63 2 34250

6 SG 2% 63 4 29810

Keterangan :

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)

Viskositas menunjukkan kekentalan suatu produk. Dari data di atas dapat dilihat bahwa sari kentang yang terkandung dalam sediaan losio tangan dan badan mempengaruhi viskositas sediaan. Meningkatnya konsentrasi sari kentang dalam sediaan akan memperbesar viskositas dari sediaan. Dalam SNI 16-4399-1996, syarat viskositas dari sebuah pelembab kulit adalah 2000-50000


(51)

cP. Sediaan losio yang mengandung sari kentang konsentrasi 2, 4, 6, dan 8% memiliki viskositas 21620-34250 cP sehingga memenuhi persyaratan viskositas. Sedangkan untuk sediaan gliserin 2% viskositas yang diperoleh yakni 29810, mendekati viskositas sediaan yang mengandung sari kentang 4%.

Menurut Sugihartini (2010), viskositas berpengaruh pada kemampuan sediaan menyebar dan melekat pada permukaan kulit. Semakin tinggi viskositas (semakin kental) sediaan, maka kemampuannya untuk menyebar pada permukaan kulit akan menurun sedangkan kemampuan melekat pada kulit akan meningkat, begitu pula sebaliknya.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. Sari kentang (Solanum tuberosum L.) dengan konsentrasi 2, 4, 6, dan 8%

dapat diformulasikan menjadi sediaan losio tangan dan badan tipe emulsi m/a. Namun, sediaan dengan konsentrasi sari kentang 6 dan 8% tidak memenuhi persyaratan stabilitas karena mengalami perubahan bau.

b. Penambahan sari kentang (Solanum tuberosum L.) dalam sediaan losio tangan dan badan tipe emulsi m/a mampu mengurangi penguapan air dari kulit, dimana semakin tinggi konsentrasi sari kentang yang ditambahkan ke dalam sediaan, maka kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit akan meningkat. Dibandingkan dengan sediaan dengan gliserin 2%, sediaan yang mengandung sari kentang 6 dan 8% memiliki kemampuan mengurangi uap air yang hampir sama, bahkan sediaan dengan sari kentang 8% cenderung lebih tinggi, sedangkan sediaan dengan konsentrasi sari kentang 2 dan 4% memiliki kemampuan mengurangi uap air yang lebih rendah daripada sediaan dengan gliserin 2%

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan formulasi dari sari kentang ke dalam bentuk sediaan lain seperti sediaan pencerah kulit dan anti-aging.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 158-164, 357-389.

Badan Standardisasi Nasional. (1996). Sediaan Tabir Surya. SNI 16-4399-1996. Jakarta. Hal.1.

Balsam, M.S., and Sagarin, E. (1972). Cosmetics: Science and Technology. Volume II. Edisi Kedua. New York: John Willey and Sons Inc. Hal. 179-219.

DeNavarre, M.G. (1975). The Chemistry and Manufacture of Cosmetics. Edisi Kedua. Florida: Continental Press. Hal. 119.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI. Hal. 8.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Penerbit Departemen Kesehatan RI. Hal. 29-32, 86-87, 103, 356-357.

Ditjen POM. (2004). Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Kosmetik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 2.

Dwikarya, M. (2003). Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta: Penerbit Kawan Pustaka. Hal. 2.

Fauzi, A.R., dan Nurmalina, R. (2012). Merawat Kulit Wajah : Wujudkan Impian Anda Memiliki Kulit Mulus, Sehat, dan Cantik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal. 72.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (1996). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Kesembilan. Penerjemah: Ken Ariata Tengadi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 682-684.

Junqueira, L.C., dan Carneiro, J. (2007). Histologi Dasar: Teks dan Atlas.

Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGD. Hal. 355-357, 361-362.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Edisi Kesatu. Amseterdam: Elsevier Science B.V. Hal. 13, 19-21.


(54)

Lachman, L., Liberman, A.H., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Penerjemah: Siti Suyatmi, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 1117-1118.

Pitojo, S. (2004). Seri Penangkaran: Benih Kentang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 11-14.

Polo, K.F.D. (1998). A Short Textbook of Cosmetology. Edisi Kesatu. Augsburg: Verlag fur chemische Industrie. Hal. 137.

Putriyanti, D. (2009). 100% Cantik : Rahasia Dibalik Buah dan Sayur. Yogyakarta: Best Publisher. Hal. 63.

Rawlins, E.A. (1977). Bentley's Textbook of Pharmaceutics. Edisi Kedelapan. Eastbourne: Bailliere Tindall. Hal. 20-22, 262-264.

Rowe, R.C, Sheskey, P.J., and Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi Keenam. London: Pharmaceutical Press. Hal. 155, 441-442, 669-670, 697, 754.

Samadi, B. (2007). Kentang dan Analisis Usaha Tani. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hal. 9 dan 13.

Sugihartini, N. (2010). Optimasi Komposisi Emulgator Krim Ekstrak Teh Hijau (Camellia sinensis L.) sebagai Sediaan Kemopreventif Kanker Kulit dengan Metode Factorial Design. Hibah Disertasi Doktor. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Surtiningsih. (2005). Cantik dengan Bahan Alami. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal. 79.

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 3-4, 11-12, 76-78, 83, 119.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 3, 26, 47-48, 111-112.

Wirakusumah, E.S. (1994). Cantik dan Bugar dengan Ramuan Nabati. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal. 6-7, 8-10.

Wirakusumah, E.S. (2007). Cantik dan Awet Muda dengan Buah, Sayur, dan Herbal. Jakarta: PT. Niaga Swadaya. Hal. 57.

Young, A. (1972). Practical Cosmetic Science. London: Mills and Boon Limited Hal. 40.


(55)

LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar sediaan losio tangan dan badan

Keterangan:

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)


(56)

(57)

(58)

(59)

Lampiran 5 Gambar alat pH meter dan larutan dapar asam (pH : 4,01) dan netral (pH : 7,01)

(A)

(B) Keterangan:

A : Alat pH Meter


(60)

Lampiran 6 Gambar alat viskometer Brookfield dan spindle

(A)

(B) Keterangan:

A : Alat viskometer Brookfield


(61)

Lampiran 7 Gambar sediaan losio tangan badan setelah penyimpanan 12 minggu

Keterangan:

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)


(62)

Lampiran 8 Gambar hasil uji kelarutan dari metilen biru

Keterangan:

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)


(63)

Lampiran 9 Gambar rangkaian alat yang digunakan pada pengujian penguapan air pada kulit

Keterangan :

A : Gambar tutup pot plastik berlubang B : Gambar rangkaian kedua tutup pot plastik

Tutup pot yang tidak berlubang

Tutup pot yang berlubang

Lengan bawah Selotip transparan


(64)

Lampiran 10 Perhitungan dan data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

Contoh perhitungan persentase pengurangan penguapan air pada sukarelawan. i. Pertambahan berat

Petambahan berat = berat akhir – berat awal Berat awal = 10,2301 g

Berat akhir = 10,7052 g Pertambahan berat = 475,1 mg ii. Presentase pengurangan penguapan

Pertambahan berat tanpa sedíaan – Pertambahan berat sediaan Pertambahan berat tanpa sediaan

Pertambahan berat tanpa sediaan = 575,2 mg Pertambahan berat sediaan = 475,1 mg

Persentase pengurangan penguapan = 17,40 %

Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dapat dilihat sebagai berikut:

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,2641 10,8393 575,2 0,00

2 Blanko 10,2301 10,7052 475,1 17,40

3 SK 2% 10,0276 10,4781 450,5 21,68

4 SK 4% 10,0728 10,5030 430,2 25,21

5 SK 6% 10,4472 10,7819 344,7 40,07

6 SK 8% 10,0941 10,4241 330,0 42,63

7 SG 2% 10,2307 10,5523 321,6 44,09

(A)


(65)

Lampiran 10 (lanjutan)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,2578 10,7658 510,7 0,00

2 Blanko 10,1950 10,6751 480,1 5,99

3 SK 2% 10,0114 10,4500 438,6 14,12

4 SK 4% 10,6701 11,0813 411,2 19,48

5 SK 6% 10,4330 10,8320 399,0 21,87

6 SK 8% 10,1984 10,5612 362,8 28,96

7 SG 2% 10,1520 10,5350 383,0 25,01

(B)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,3600 10,6710 311,0 0,00

2 Blanko 10,1404 10,4232 282,2 9,26

3 SK 2% 10,1520 10,3594 207,4 33,31

4 SK 4% 10,0311 10,2240 192,9 37,97

5 SK 6% 10,3661 10,5424 176,3 43,31

6 SK 8% 10,3840 10,5370 153,0 50,80

7 SG 2% 10,3680 10,5350 164,0 47,27

(C)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,6134 10,9171 303,7 0,00

2 Blanko 10,1980 10,4751 277,1 8,76

3 SK 2% 10,2781 10,5440 265,9 12,45

4 SK 4% 10,4880 10,7215 233,5 23,12

5 SK 6% 10,3607 10,5710 210,3 30,75

6 SK 8% 10,2513 10,2513 186,2 38,69

7 SG 2% 10,1520 10,3532 201,2 33,75


(66)

Lampiran 10 (lanjutan)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,1116 10,7828 671,2 0,00

2 Blanko 10,3574 10,8825 525,1 21,77

3 SK 2% 10,1182 10,6044 486,2 27,56

4 SK 4% 10,3295 10,7770 477,5 28,86

5 SK 6% 10,6105 11,0282 417,7 37,77

6 SK 8% 10,5971 10,9580 360,9 46,23

7 SG 2% 10,0794 10,4647 385,3 42,60

(E)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,4530 11,3200 867,0 0,00

2 Blanko 10,3431 11,0118 668,7 22,87

3 SK 2% 10,0114 10,6687 657,3 24,19

4 SK 4% 10,4379 11,0419 604,0 30,33

5 SK 6% 10,2110 10,7947 583,7 32,68

6 SK 8% 10,0051 10,5322 527,1 39,20

7 SG 2% 10,5104 10,9816 471,2 45,65

(F) Keterangan :

A : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan I

B : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan II

C : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan III

D : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan IV

E : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan V

F : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan VI

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang


(67)

(1)

Lampiran 8 Gambar hasil uji kelarutan dari metilen biru

Keterangan:

SK : Sediaan yang mengandung sari kentang

SG 2% : Sediaan yang mengandung gliserin 2% (pembanding)


(2)

Lampiran 9 Gambar rangkaian alat yang digunakan pada pengujian penguapan air pada kulit

Keterangan :

A : Gambar tutup pot plastik berlubang B : Gambar rangkaian kedua tutup pot plastik

Tutup pot yang tidak berlubang

Tutup pot yang berlubang

Lengan bawah Selotip transparan


(3)

Lampiran 10 Perhitungan dan data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dari kulit

Contoh perhitungan persentase pengurangan penguapan air pada sukarelawan. i. Pertambahan berat

Petambahan berat = berat akhir – berat awal Berat awal = 10,2301 g

Berat akhir = 10,7052 g Pertambahan berat = 475,1 mg ii. Presentase pengurangan penguapan

Pertambahan berat tanpa sedíaan – Pertambahan berat sediaan Pertambahan berat tanpa sediaan

Pertambahan berat tanpa sediaan = 575,2 mg Pertambahan berat sediaan = 475,1 mg

Persentase pengurangan penguapan = 17,40 %

Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air dapat dilihat sebagai berikut:

No. Formula Berat awal (g)

Berat akhir (g)

Pertambahan berat (mg)

Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,2641 10,8393 575,2 0,00

2 Blanko 10,2301 10,7052 475,1 17,40

3 SK 2% 10,0276 10,4781 450,5 21,68

4 SK 4% 10,0728 10,5030 430,2 25,21

5 SK 6% 10,4472 10,7819 344,7 40,07

6 SK 8% 10,0941 10,4241 330,0 42,63


(4)

Lampiran 10 (lanjutan)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,2578 10,7658 510,7 0,00

2 Blanko 10,1950 10,6751 480,1 5,99

3 SK 2% 10,0114 10,4500 438,6 14,12

4 SK 4% 10,6701 11,0813 411,2 19,48

5 SK 6% 10,4330 10,8320 399,0 21,87

6 SK 8% 10,1984 10,5612 362,8 28,96

7 SG 2% 10,1520 10,5350 383,0 25,01

(B)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,3600 10,6710 311,0 0,00

2 Blanko 10,1404 10,4232 282,2 9,26

3 SK 2% 10,1520 10,3594 207,4 33,31

4 SK 4% 10,0311 10,2240 192,9 37,97

5 SK 6% 10,3661 10,5424 176,3 43,31

6 SK 8% 10,3840 10,5370 153,0 50,80

7 SG 2% 10,3680 10,5350 164,0 47,27

(C)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,6134 10,9171 303,7 0,00

2 Blanko 10,1980 10,4751 277,1 8,76

3 SK 2% 10,2781 10,5440 265,9 12,45

4 SK 4% 10,4880 10,7215 233,5 23,12

5 SK 6% 10,3607 10,5710 210,3 30,75

6 SK 8% 10,2513 10,2513 186,2 38,69

7 SG 2% 10,1520 10,3532 201,2 33,75


(5)

Lampiran 10 (lanjutan)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,1116 10,7828 671,2 0,00

2 Blanko 10,3574 10,8825 525,1 21,77

3 SK 2% 10,1182 10,6044 486,2 27,56

4 SK 4% 10,3295 10,7770 477,5 28,86

5 SK 6% 10,6105 11,0282 417,7 37,77

6 SK 8% 10,5971 10,9580 360,9 46,23

7 SG 2% 10,0794 10,4647 385,3 42,60

(E)

No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Pertambahan berat (mg) Pengurangan penguapan (%) 1 Tanpa sediaan 10,4530 11,3200 867,0 0,00

2 Blanko 10,3431 11,0118 668,7 22,87

3 SK 2% 10,0114 10,6687 657,3 24,19

4 SK 4% 10,4379 11,0419 604,0 30,33

5 SK 6% 10,2110 10,7947 583,7 32,68

6 SK 8% 10,0051 10,5322 527,1 39,20

7 SG 2% 10,5104 10,9816 471,2 45,65

(F) Keterangan :

A : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan I

B : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan II

C : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan III

D : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan IV

E : Data kemampuan sediaan untuk mengurangi penguapan air pada sukarelawan V


(6)