Analisis Bivariat 1. Hubungan Faktor Intrinsik dengan Penyakit DM Tipe 2
pada Majelis Dzikir SBY Nurussalam di Jakarta menunjukkan prevalensi DM sebesar 10,1.
54
6.2. Analisis Bivariat 6.2.1. Hubungan Faktor Intrinsik dengan Penyakit DM Tipe 2
A. Hubungan Umur dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.2. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan Umur di
Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Dari gambar 6.2 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada kelompok umur 50-59 tahun yaitu 20,8 dan terendah pada umur 40-49 tahun, yaitu
6,3. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square pada variabel umur dengan variabel penyakit DM, didapat nilai p 0,05 p=0,019, artinya terdapat
hubungan yang bermakna antara umur dengan penyakit DM tipe 2 di Desa Sekip
Universitas Sumatera Utara
tahun 2010. Semakin tua umur penduduk, maka akan semakin tinggi peluang untuk menderita penyakit DM tipe 2.
Hal ini sejalan dengan penelitian Handayani 2004 dengan desain penelitian cross sectional di Indonesia yang memanfaatkan data Survei Kesehatan Nasional
tahun 2004 yang menunjukkan proporsi DM berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan tertinggi pada kelompok umur 45-64 tahun sebesar 4,6 dan terendah pada kelompok
umur 25-34 tahun sebesar 0,5.
53
Umur merupakan faktor resiko penting untuk terjadinya penyakit DM. Pada usia lanjut, terjadi perubahan berupa kemunduran fisiologis organ tubuh manusia
sehingga menyebabkan terjadinya kemunduran kesehatan. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya DM pada usia lanjut adalah gangguan fungsi pankreas,
penurunan sekresi insulin resistensi insulin dan kurangnya aktifitas fisik.
55
B. Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.3. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis
Kelamin di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar 6.3 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada jenis kelamin perempuan yaitu 14,1 dan terendah pada jenis kelamin laki-laki yaitu
7,1. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel jenis kelamin dengan variabel penyakit DM, didapat nilai p 0,05 p=0,087, artinya tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan penyakit DM Tipe 2 di Desa Sekip tahun 2010.
Hal ini sejalan dengan penelitian Lely 2002 dengan desain kohort di RS Persahabatan Jakarta yang menunjukkan proporsi DM tertinggi pada jenis kelamin
perempuan sebesar 34,1 dan terendah pada jenis kelamin laki-laki sebesar 20,7.
56
C. Hubungan Riwayat Keluarga dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.4. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan Riwayat
Keluarga di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Dari gambar 6.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada ada riwayat DM pada keluarga yaitu 25,0 dan terendah pada tidak ada riwayat DM pada
Universitas Sumatera Utara
keluarga yaitu 9,5. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel riwayat keluarga dengan variabel penyakit DM, didapat nilai P 0,05
P=0,015, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan penyakit DM tipe 2 di Desa Sekip tahun 2010. Orang yang memilik riwayat DM pada
keluarganya akan memiliki peluang yang lebih besar untuk terkena penyakit DM disbanding yang tidak memiliki riwayat DM pada keluarganya.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Kaban 2005 dengan desain case control di Kota Sibolga yang menunjukkan proporsi DM tertinggi pada kelompok
kasus yang tidak memiliki riwayat keluarga sebesar 58 dan terendah pada kelompok kasus yang memiliki riwayat keluarga sebesar 42.
57
Timbulnya penyakit DM diketahui berhubungan dengan faktor keturunangenetik. Apabila orang tua menderita DM, maka kemungkinan anak-
anaknya juga menderita DM. Hal ini dikarenakan kelainan gen yang diturunkan dari orang tua ke anaknya yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin
dengan baik. namun, hal ini hanya terjadi pada DM tipe 1.
21
Pada perbandingan individu yang mempunyai riwayat keluarga DM dengan keluarga sehat, ternyata
individu yang mempunyai keluarga DM mempunyai resiko relatif 4 kali lebih besar jika dibandingkan dengan individu dari keluarga yang sehat.
4
Universitas Sumatera Utara
6.2.2. Hubungan Faktor Ekstrinsik dengan Penyakit DM Tipe 2 A. Hubungan Agama dengan Penyakit DM Tipe 2
Gambar 6.5. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan Agama di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
tahun 2010
Dari gambar 6.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada agama Islam yaitu sebesar 12,3 dan terendah pada agama Kristen Protestan yaitu
4,5. Hal ini bukan berarti orang yang beragama Islam lebih beresiko untuk menderita DM, namun karena mayoritas penduduk Desa Sekip beragama Islam.
Analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel agama tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 2 sel 33,3 yang expected
count-nya kurang dari 5. Hal ini sejalan dengan penelitian Istiantho 2009 dengan desain cross
sectional di kota Ternate yang menunjukkan proporsi DM tertinggi pada agama Islam sebesar 48,3 dan terendah pada agama lainnya sebesar 1,2.
55
Universitas Sumatera Utara
B. Hubungan Suku dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.6. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan Suku di
Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Dari gambar 6.6 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada suku Jawa yaitu sebesar 12,6 dan terendah pada suku Melayu yaitu 4,4. Hasil analisa
statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel suku dengan variabel penyakit DM didapat nilai p 0,05 p=0,273, artinya tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara suku dengan penyakit DM tipe 2 di Desa Sekip tahun 2010. Hal ini sejalan dengan penelitian Fitrania 2008 dengan desain cross
sectional pada Majelis Dzikir SBY Nurussalam di Jakarta yang menunjukkan proporsi DM tertinggi pada suku Jawa 53,2.
54
Universitas Sumatera Utara
C. Hubungan Pendidikan dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.7. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan
Pendidikan di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Dari gambar 6.7 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada pendidikan SLTP yaitu 14,6 dan terendah pada pendidikan akademiPT yaitu 6,7.
Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel pendidikan dengan variabel penyakit DM didapat nilai p 0,05 p=0,673, artinya tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan penyakit DM tipe 2 di Desa Sekip tahun 2010.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Lely 2002 dengan desain kohort di RS Persahabatan Jakarta yang menunjukkan proporsi DM tertinggi pada pendidikan
SMA sebesar 16,5 dan terendah pada tidak sekolah sebesar 0,7.
56
Universitas Sumatera Utara
D. Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.8. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan
Pekerjann di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Dari gambar 6.8 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada pensiunantidak bekerja yaitu 16,7 dan terendah pada wiraswastapedagang yaitu
3,1. Analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel pekerjaan tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 4 sel 33,3 yang expected
count-nya kurang dari 5. Hal ini sejalan dengan penelitian Fitrania 2008 dengan desain cross
sectional pada Majelis Dzikir SBY Nurussalam di Jakarta yang menunjukkan proporsi DM tertinggi pada tidak bekerja atau pensiunan sebesar 35,4. Hal ini
dikaitkan dengan umur orang yang sudah tidak bekerjapensiunan yang umumnya berusia lanjut.
54
Universitas Sumatera Utara
E. Hubungan Status Gizi dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.9. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan Status
Gizi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Dari gambar 6.9 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada status gizi obesitas yaitu sebesar 21 dan terendah pada status gizi normal yaitu 8,5.
Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel status gizi dengan variabel penyakit DM didapat nilai p 0,05 p=0,001, artinya terdapat
hubungan yang bermakna antara status gizi dengan penyakit DM tipe 2 di Desa Sekip tahun 2010. Semakin tinggi indeks massa tubuh penduduk, maka akan semakin
mengarah ke status gizi obesitas, dan akan semakin tinggi peluang untuk menderita penyakit DM tipe 2.
Hal ini sejalan dengan penelitian Kaban 2005 dengan desain case control di Kota Sibolga yang menunjukkan proporsi DM tertinggi pada kelompok kasus yang
memiliki status gizi obesitas sebesar 66 dan terendah pada kelompok kasus yang memiliki status gizi tidak obesitas sebesar 34.
57
Universitas Sumatera Utara
Obesitas menyebabkan tubuh menjadi kurang sensitif terhadap efek insulin dalam jumlah yang lebih banyak. Kemampuan pankreas untuk memproduksi cukup
insulin terbebani oleh tingkat resistensi insulin dan tinggi kadar glukosa darah menandai timbulnya DM.
58
F. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Penyakit DM Tipe 2 Gambar 6.10. Diagram Bar Proporsi Penyakit DM Tipe 2 Berdasarkan Aktifitas
Fisik di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2010
Dari gambar 6.10 di atas dapat dilihat bahwa proporsi DM tertinggi pada aktifitas fisik kurang yaitu sebesar 15,8 dan terendah pada aktifitas fisik cukup
yaitu 6,1. Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji chi square pada variabel aktifitas fisik dengan variabel penyakit DM didapat nilai p 0,05 p=0,016, artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan penyakit DM di Desa
Universitas Sumatera Utara
Sekip tahun 2010. Semakin jarang penduduk melakukan aktifitas fisik, maka akan semakin tinggi peluang untuk menderita penyakit DM tipe 2.
Hal ini sejalan dengan penelitian Fitrania 2008 dengan desain cross sectional pada Majelis Dzikir SBY Nurussalam di Jakarta yang menunjukkan
proporsi DM tertinggi pada aktifitas fisik kurang sebesar 65,7, dan terendah pada aktifitas fisik cukup sebesar 34,3.
54
Pada saat tubuh melakukan aktivitasgerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh akan
berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar, tetapi
hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika hormon
insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
33,34