menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang- barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor. Yunus dan Aziz,2009 Fungsi pembiayaan bukan hanya untuk mencari keuntungan dan
meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya:
a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan
sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur. b.
Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank
konvensional. c.
Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang
dilakukan. Yunus dan Aziz,2009
2.1.2 Sejarah Perbankan di Indonesia
Sejarah dikenalnya asal mula kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Oleh karena itu, bank dikenal sebagai tempat menukar uang atau
sebagai meja tempat menukarkan uang. Kegiatan penukaran uang ini sekarang dikenal dengan pedagang valuta asing money changer. Kasmir,2008:15
Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan menjadi tempat penitipan uang atau yang sekarang disebut sebagai kegiatan
simpanan. Kemudian berkembang dengan kegiatan peminjaman uang, yaitu
Universitas Sumatera Utara
dengan cara yang semula disimpan masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhkannya.
Sejarah perbankan yang dikenal oleh dunia berawal dari daratan benua Eropa mulai dari zaman Babylonia yang kemudian dilanjutkan ke zaman Yunani
kuno dan Romawi. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Vanesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank
of Barcelona tahun 1320. Kasmir,2008:16 Perkembangan perbankan di dataran Inggris dimulai pada abad ke-16.
Namun, karena Inggris yang begitu aktif mencari daerah penjajahan, perkembangan perbankan pun ikut dibawa ke negara jajahannya sepert Benua
Amerika, Afrika, Asia yang memang sudah dikenal pada saat itu memegang peran penting dalam bidang perdagangan.
Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, perkembangan perbankan pun semakin pesat karena perkembangan dunia perbankan tidak
terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan perdagangan yang semula hanya berkembang dan maju di daratan Eropa akhirnya menyebar ke
seluruh benua Asia, Amerika, dan Afrika. Dalam perjalanannya, perkembangan perbankan di Indonesia tidak
terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda-lah yang memperkenalkan dunia perbankan kepada masyarakat Indonesia. Pada
zaman pemerintahan Hindia Belanda terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting, seperti:
1. De Algemenevolks Crediet Bank
Universitas Sumatera Utara
2. De Escompto Bank NV
3. De Post Paar Bank
4. De javasche NV
5. Nationale Handles Bank NHB
6. Nederland Handles Maatscappij NHM
Di samping bank-bank yang dimiliki oleh Pemerintah Hindia Belanda terdapat pula bank-bank yang dimiliki oleh warga pribumi, China, Jepang, dan
Eropa lainnya. Bank-bank tersebut antara lain: a.
Bank Abuan Saudagar b.
Batavia Bank c.
Bank Nasional Indonesia d.
NV Bank Boemi e.
The Bank of Cina f.
The Chartered Bank of India g.
The Matsui Bank h.
The Yokohama Species Bank Di zaman kemerdekaan perkembangan perbankan di Indonesia bertambah
maju dan berkembang lagi. Beberapa bank milik Belanda dinasionalisir oleh Pemerintah Indonesia menjadi bank milik pemerintah Indonesia sehingga
menambah deretan bank yang memang sudah ada sebelumnya. Oleh Belanda, bank digunakan sebagai alat untuk memperlancar transaksi perdagangan, baik
untuk negerinya sendiri maupun untuk negara lain. Beberapa yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
a. Bank Surakarta MAI Maskapai Adil Makmur tahun 1945 di Solo.
b. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946.
c. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946
kemudian menjadi BNI 1946. d.
Bank Indonesia di Palembang tahun 1946. e.
Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan. f.
NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946. g.
Indonesian Bank Corporate tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
h. Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.
i. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank
Gemari, kemudian merger dengan Bank Central Asia BCA tahun 1949.
j. Kalimantan Corporation Trading di Samarinda tahun 1950
kemudian merger dengan Bank Pasifik. Saat itu terdapat juga beberapa bank pemerintah yang bukan berasal dari
bank milik Belanda baik untuk bank Penerintah maupun bank swasta nasional. Berikut ini akan diuraikan sejarah singkat perkembangan bank-bank milik
pemerintah di Indonesia, yaitu: a.
Bank Negara Indonesia 1946 BNI Bank ini menjalankan fungsi BNI unit III dengan UU Nomor 17 Tahun
1968 dan berubah menjadi Bank Negara Indonesia 1946.
Universitas Sumatera Utara
b. Bank Tabungan Negara BTN
BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia
unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No.20 tahun 1968.
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia BI berdasarkan UU No. 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dengan UU No. 13 Tahun
1999. Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang dinasionalisir tahun 1951.
c. Bank Sentral
BDN berasal dari Escompto Bank yang dinasionalisir dengan PP Nomor 13 tahun 1960, namun PP ini dicabut dan diganti dengan UU No. 18 tahun
1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN satu-satunya bank pemerintah yang berada di luar Bank Negara Indonesia Unit.
d. Bank Dagang Negara BDN
BAPINDO didirikan dengan UU No. 21 Tahun 1960 yang merupakan kelajutan dari Bank Industri Negara BIN tahun 1951.
e. Bank Pembangunan Indonesia BAPINDO
BAPINDO didirikan dengan UU No. 21 Tahun 1960 yang merupakan kelanjutan dari Bank Industri Negara BIN tahun 1951.
f. Bank Bumi Daya BBD
BBD semula beradal dari Nederlandsch Indische Bandles Bank kemudian menjadi Nationale Handles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank
Universitas Sumatera Utara
Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No.19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
g. Bank Rakyat Indonesia BRI
Bank ini berasal dari De Algemenevolk Crediet Bank, kemudian dilebur setelah menjadi Bank Tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia
BNI Unit II selanjutnya yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia BRI dengan UU No. 21 tahun 1968.
h. Bank Ekspor Impor Bank Eksim
Sama seperti halnya BRI, Bank Eksim berasal dari De Algemenevolk Crediet Bank, kemudian dilebur setelah menjadi Bank Tunggal dengan
nama Bank nasional Indonesia BNI Unit II dan yang bergerak di bidang eksim dipisahkan menjadi: Bank Ekspor Impor Indonesia dengan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1968. i.
Bank Pembangunan daerah BPD Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukum pendiriannya
adalah UU No. 13 Tahun 1962. j.
Bank Mandiri Bank ini merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya BBD, Bank
Dagang Negara BDN, Bank Pembangunan Indonesia BAPIN-DO dan Bank Ekspor Impor Bank Eksim. Hasil merger keempat bank ini
dilaksanakan pada tahun 1999 akibat bank tersebut terus-menerus dilanda kerugian.
Universitas Sumatera Utara
Sampai dengan Desember 2010 telah terdapat 122 bank umum dengan jumlah kantor sebanyak 13.837 kantor.
Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor Umum Bank Konvensional
Kelompok Bank 2005
2006 2007
2008 2009
2010
Bank Persero Jumlah Bank
Jumlah Kantor 5
2.171 5
2.548 5
2.765 5
3.134 4
3.854 4
4.189
BUSN Devisa Jumlah Bank
Jumlah Kantor
34 4.113
35 4.395
35 4.694
32 5.196
34 6.181
36 6.608
BUSN Non Devisa Jumlah Bank
Jumlah Kantor 37
709 36
759 36
778 36
875 31
976 31
1.131
BPD Jumlah Bank
Jumlah Kantor 26
1.107 26
1.217 26
1.205 26
1.310 26
1.358 26
1.413
Bank Campuran Jumlah Bank
Jumlah Kantor 18
64 17
77 17
96 15
168 16
238 15
263
Bank Asing Jumlah Bank
Jumlah Kantor 11
72 11
114 11
142 10
185 10
230 10
233
Total Jumlah Bank
Jumlah Kantor 131
8.236 130
9.110 130
9.680 124
10.868 121
12.837 122
13.837
Sumber: www.bi.go.id 2.1.3 Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia
Lahirnya perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern, yaitu neorevivalis dan modernis. Tujuan dari pendirian
lembaga keuangan yang berlandaskan etika ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Upaya penerapan sistem profit and loss sharing awalnya di Pakistan dan
Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu dengan adanya upaya mengelola dana zaman haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic
Universitas Sumatera Utara
Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. Setelah dua rintisan yang sederhana itu, bank Islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai
dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan
Islam yang beroperasi di seluruh dunia baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika.
Saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, Goldman Sach, dan
lain-lain telah membuka cabang dan subsidiories yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal
yang mendorong Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tidak heran jika Scharf, mantan direktur utama Bank Islam Denmark
yang Kristen menyatakan bahwa bank Islam adalah partner baru pembangunan. Pada tahun 1975 diadakan sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah. Pada
sidang itu disetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami Islamic Development Bank atau IBD dimana anggota IBD adalah semua anggota OKI.
Pada tahun-tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat dari 22
menjadi 57 negara berdasarkan Portal Proyek Pengembangan IAIN Sunan Kalijaga,http:www.uin-suka.infoprojectportal. IDB juga terbukti mampu
memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara-negara Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas
bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada negara anggota
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera diguakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan
menggunakan sistem murabahah dan ijarah. Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan
lembaga keuanga syariah. Untuk itu, komite ahli IDB menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Pada akhir periode
1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki.
Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, bank Islam komersial Islamic Comercial Bank
dan kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar
ekonomi Islam mulai dilakukan. Tokoh-tokoh yang terlibat adalah Karnaen A. Pertaatmadja, M. Dawam Raharjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis, dan lain-lain.
Diantaranya adalah Baitul Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk Koperasi
Ridho Gusti. Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru
dilakukan pada tahun 1990. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia MUI menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di
Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya
Universitas Sumatera Utara
Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
1. Bank Muamalat Indonesia BMI
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI yang bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.
Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul
komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 miliar. Antonio,2001:25 Pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi
dengan modal awal disetor sebanyak Rp 106.126.382.000,00. Hingga September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan Makasar. Antonio,2001:25
Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan
nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil” tidak terdapat
rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini tercermin dari UU No. 7 tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan
sistem bagi hasil diuraikan secara tidak detail dan hanya sisipan belaka Antonio,2001:26
Universitas Sumatera Utara
2. Era Reformasi dan Perbankan Syariah
Perkembangan Perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut
diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut
juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah
kepada para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana
mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi oleh bank Indonesia dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para
pejabat bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, kredit,
pengawasan, akuntansi, riset, dan moneter Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah,
maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sedangkan sampai
dengan Desember 2010, jumlah bank umum syariah telah mencapai 11 bank dengan jumlah kantor 1.215 kantor bank umum syariah dan 23 unit usaha syariah
dengan jumlah kantor sebanyak 162 kantor unit usaha syariah.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Perkembangan Jumlah Bank dan Unit Usaha Syariah
Indikator 2005
2006 2007
2008 2009
2010
Bank Umum Syariah BUS
Jumlah Bank Jumlah Kantor
3 301
3 346
3 398
5 576
6 711
11 1.215
Unit Usaha Syariah UUS
Jumlah Bank Jumlah Kantor
19 133
20 163
26 170
27 214
25 287
23 162
Sumber: www.bi.go.id 2.1.4 Perbedaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya
yang meliputi aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. Antonio,2001:29.
1. Akad dan Aspek Legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Seringkali
nasabah berani melanggar kesepakatanperjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila
perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku
transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal- hal berikut:
a. Rukun, seperti: penjual, pembeli, barang, harga, akadijab qabul
Universitas Sumatera Utara
b. Syarat, seperti 1 barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas
baran tempat penyerahan g dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah, 2 harga barang dan jasa harus jelas, 3 tempat
penyerahan delivery harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi, dan 4 barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam
kepemilikan. 2.
Lembaga Penyelesai Sengketa Berbeda dengan perbankan konvensional yang jika terdapat perbedaan
atau perselisihan antara bank dan nasabahnya maka akan diselesaikan di peradilan negeri, sedangkan pada perbankan syariah akan diselesaikan sesuai tata
cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip
syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik
Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. 3.
Stuktur Organisasi Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya
Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini menjamin efektivitas dari setiap opini
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham, setelah para anggota Dewan pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
a. Dewan Pengawas Syariah DPS
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibanding bank konvensional. Karena itu,
diperlukan garis panduan guidelines yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah nasional.
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala biasanya setiap tahun bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan
ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan annual report bank yang bersangkutan.
Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan
pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
b. Dewan Syariah Nasional DSN
Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan
hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain. Untuk
Universitas Sumatera Utara
keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum islam. Garis panduan ini
menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya.
Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah.
Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang
bersangkutan. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi
para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
Dewan Syariah Nasional dapat memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis
panduan yang telah ditetapkan. 4.
Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas
dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut.
i. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
ii. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
Universitas Sumatera Utara
iii. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila?
iv. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
v. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau
berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal? vi.
Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?
5. Lingkungan kerja dan Corporate Culture
Sebuah bank syariah selayaknya meiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus
melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di samping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan profesional
fathanah, dn mampu melakukan tugas secara team work di mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi tabligh. Demikian pula dalam reward
dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah. Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan
merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan
tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi saw mengatakan bahwa senyun adalah sedekah.
6. Perbandingan antara bank Syariah dan Bank Konvensional
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Perbandingan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Parameter Bank Konvensional
Bank Syariah Landasan Hukum
UU Perbankan UU Perbankan dan Landasan
Syariah Return
Bunga, Komisifee Bagi hasil, margin pendapatan
sewa, komisifee Hubungan dengan Nasabah
Debitur-Kreditur Kemitraan, manajer investasi,
investor, sosial, jasa keuangan Fungsi dan Kegiatan Bank
Mekanisme dan Objek Usaha Intermediasi, Jasa Keuangan
Intermediasi, manajer investasi, investor, sosial, jasa
keuangan Prinsip Dasar Operasi
Tidak Anti Riba dan Anti Maysir
Anti riba dan anti maysir Prioritas Pelayanan
Bebas Nilai prinsip Materialis
Uang sebagai komoditi Bunga
- Tidak bebas nilai
prisip syariah Islam -
Uang sebagai alat tukar dan bukan
komoditi -
Bagi hasil, jual beli, sewa
Orientasi Kepentingan pribadi
Kepentingan publik Bentuk Usaha
Keuntungan Tujuan sosial - ekonomi
Islam, keuntungan Evaluasi Nasabah
Bank komersial Bank komersial, bank
pembangunan, bank universal atau multi-purpose
Hubungan Nasabah Kepastian pengembalian
pokok dan bunga creditworthiness
dan collateral
Lebih hati-hati karena partisipasi dalam risiko
Sumber Likuiditas Jangka Pendek
Terbatas debitur-kreditor Erat sebagai mitra usaha
Pinjaman yang diberikan Pasar uang, Bank Sentral
Terbatas Prinsip Usaha
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba dan nirlaba
Pengelolaan Dana Aktiva ke pasiva
Pasiva ke aktiva Lembaga Penyelesaian
Sengketa Pengadilan, arbitrase
Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasional
Risiko Investasi -
Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur ,
risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank
- Kemungkinan terjadi
negative spread -
Dihadapi bersama antara bank dam nasabah dengan
prinsip keadilan dan kejujuran
- Tidak mungkin terjadi
negative spread Monitoring Pembiayaan
Terbatas pada adminitrasi Memungkinkan bank itu ikut
dalam manajemen nasabah Struktur Organisasi Pengawas
Dewan Komisaris Dewan Komisaris, Dewan
Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional
Kriteria Pembiayaan Bankable
Halal atau haram Bankable
Halal
Sumber: Rivai, Veithzal, Idroes2007:766
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Perbedaan Kredit dan Pembiayaan