Pemikiran Pengaturan Ke Depan

d. Pemikiran Pengaturan Ke Depan

Indonesia secara konstitusional telah ditetapkan sebagai suatu negara kesatuan yang berdesentralisasi. Sejalan dengan terjadinya amandemen konstitusi, maka pengaturan tersebut juga telah mengalami perubahan. Pada saat sebelum amandemen, Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa wilayah negara dibagi dalam daerah besar dan daerah kecil yang masing- masing dapat berupa daerah otonom atau wilayah administrasi. Sedangkan setelah amandemen, Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa wilayah NKRI dibagi dalam provinsi-provinsi, dan selanjutnya, wilayah provinsi dibagi dalam wilayah kabupaten/kota. Pada masing-masing wilayah tersebut dibentuk pemerintahan yang masing-masing dipimpin oleh Gubernur, Bupati, dan walikota. Pemimpin pemerintahan daerah ini dipilih secara demokratis.

Praktek tentang susunan pemerintahan di Indonesia memperlihatkan gambaran yang variatif, yakni mulai dari hanya satu susunan sampai dengan tiga susunan di bawah pemerintahan nasional. Namun secara umum, dari beberapa undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah, susunan pemerintahan daerah hanya dua, yakni: kabupaten/kota dan provinsi. Dalam perspektif teoritis, kabupaten/kota merupakan unit dasar, dan provinsi merupakan unit antara.

Penataan kembali posisi daerah otonom perlu untuk selalu dimulai dari pemahaman hal-hal sebagai berikut:

1. Daerah otonom adalah bagian integral pemerintahan negara.

2. Dalam negara kesatuan, daerah otonom adalah ciptaan atau dibentuk oleh pemerintahan nasional. Implikasinya, hubungan antara pemerintahan nasional dan daerah otonom adalah hubungan yang bersifat hirarkis.

3. Pembentukan daerah otonom dalam negara kesatuan mencerminkan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Implikasinya adalah terbentuknya institusi formal partisipasi masyarakat antara lain berupa lembaga perwakilan dan pemimpin daerah otonom yang direkrut melalui proses pemilihan umum.

4. Sebagai suatu sistem, negara kesatuan akan terdiri dari sub-sistem dan sub-sub-sistem. Di antara bagian-bagian sistem tersebut terdapat hubungan fungsional dan hirarkis. Implikasinya, sub-sistem memiliki peran sebagai intermediate unit dan sub-sub-sistem memiliki peran sebagai basic unit dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.

5. Isi otonomi daerah di intermediate unit dan basic unit ditentukan langsung oleh pemerintahan nasional. Cara penentuan isi otonomi daerah tersebut dapat berupa otonomi formil, otonomi materil, atau otonomi riil.

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka reposisi daerah otonom dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diharapkan dapat menjamin terwujudnya pemerintahan yang efektif dan demokratis dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi ke dalam provinsi, dan provinsi dibagi ke dalam kabupaten/kota. Pemerintahan nasional, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota adalah satu sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

2. Hubungan antara pemerintahan nasional dengan pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota bersifat hirarkis dan subordinasi. Semua regulasi nasional berlaku di wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Regulasi yang dibentuk oleh daerah otonom merupakan derivasi dan elaborasi regulasi nasional sesuai dengan konteks lokalitas.

3. Pembentukan dan pelaksanaan regulasi nasional bersifat partisipatif. Daerah otonom memiliki ruang untuk berperan signifikan melalui ketersediaan akses dalam pembentukan regulasi dan ketersediaan diskresi dalam pelaksanaan regulasi.

4. Isi otonomi daerah otonom provinsi dan daerah otonom kabupaten/kota ditentukan langsung oleh Pemerintah Pusat. Cara penentuan isi otonomi daerah menurut nilai otonomi riil, dengan penjelasan: 4. Isi otonomi daerah otonom provinsi dan daerah otonom kabupaten/kota ditentukan langsung oleh Pemerintah Pusat. Cara penentuan isi otonomi daerah menurut nilai otonomi riil, dengan penjelasan:

b. Bagi daerah otonom yang telah terbentuk dilakukan evaluasi kemampuan penyelenggaraan urusan oleh Pemerintah Pusat. Hasil evaluasi digunakan untuk penataan kembali urusan yang diberikan kepada daerah otonom yang bersangkutan.

c. Urusan wajib yang tidak dapat diselenggarakan oleh kabupaten/ kota menjadi tugas provinsi untuk menyelenggarakannya. Kemampuan daerah provinsi menyelenggarakan urusan wajib dievaluasi oleh Pemerintah Pusat. Sama seperti daerah kabupaten kota, daerah provinsi baru dapat menyelenggarakan urusan pilihan, apabila paling tidak, sebagian besar urusan wajib telah dapat dilaksanakan dengan efektif oleh daerah otonom yang bersangkutan.

5. Pembangunan kapasitas daerah otonom oleh Pemerintah Pusat dilakukan dengan memperhatikan realitas geografis dan demografis daerah otonom, terutama untuk daerah kabupaten/kota. Untuk itu, daerah kabupaten/kota dikelompokkan menurut kriteria geografis dan demografis tersebut, misalnya:

a. Dari aspek geografis, daerah kabupaten/kota dikelompokkan ke dalam kabupaten/kota daratan dan kabupaten/kota kepulauan.

b. Dari aspek demografis, kabupaten/kota dikelompokkan ke dalam kabupaten/kota utama, kabupaten/kota madya, dan kabupaten/ kota pratama.

6. Wilayah kecamatan adalah bagian dari wilayah kabupaten/kota. Dalam keduduka terse ut, ke a ata

erpera se agai ad i istrasi lapa ga dari pe eri tah daerah ka upate /kota de ga orga isasi er orak unintegrated prefectoral system. De ga pera ke a ata terse ut,

chief field administrator dala penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota di wilayah kecamatan. Orga isasi ke a ata er e tuk one roof services.

a at

e jadi

7. Desa merupakan institusi masyarakat yang diakui dan dihormati dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, khususnya penyelenggaraan pemerintahan kabupaten. Desa tidak lagi dilimpahi kewenangan pemerintahan negara. Pemerintah kabupaten dapat melakukan kerjasama dengan desa, dan dalam hal ini, desa berperan sama seperti badan hukum biasa. Pengaturan desa oleh daerah otonom kabupaten lebih berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, dengan aspek-aspek protecting, enabling, dan facilitating.

8. Rekrutmen kepala daerah dilakukan dengan dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilihan kepala daerah adalah salah satu cermin dari pelaksanaan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah di suatu negara. Dengan prinsip tersebut, pelaksanaan pemilihan kepala daerah merupakan hak suatu daerah otonom. Melalui pemilihan kepala daerah, masyarakat lokal paling tidak memiliki dua kesempatan besar untuk mengatur dan mengurus kepentingan mereka. Pertama, melalui pemilihan kepala daerah yang sesuai dengan aspirasi mereka. Kedua, pada giliran selanjutnya, kepala daerah atau pemimpin daerah yang mereka pilih akan memainkan peran signifikan dalam pembuatan kebijakan dan peraturan daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam konteks itu, melalui pemilihan kepala daerah, masyarakat lokal juga memiliki kesempatan untuk mengarahkan pembuatan kebijakan dan peraturan daerah yang sesuai dengan keadaan, kenyataan, kemampuan, dan kebutuhan mereka.

Kelembagaan hubungan kewenangan mencakup dua aspek, yakni:

1. status lembaga yang memiliki kewenangan: pusat (sumber kekuasaan dan menciptakan) dan daerah (tujuan pemberian dan diciptakan).

2. posisi lembaga yang memiliki kewenangan: pusat – daerah: hirarkis, dan provinsi – kabupaten/kota: hirarkis atau setara.