Taba’s Inverted Model

E. Taba’s Inverted Model

Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduksi, dengan urutan: Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar, Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen- komitmen tertentu, Menyusun unit-unit kerikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh, Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.

Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional. Ada enam langkah pengembangan kurikulum model Taba, yaitu : Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi; dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan

F. Roger’s Interpersonal Relation Model (Model Model Pengembangan Kurikulum)

Meskipun roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau psikoterapi. Tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsep tentang perkembangan dan perubahan individu. Menurut when i ndust (1970:388) dalam Nana Syaodih Sukmadinata “pengembangan kurikulum teori dan praktek mengatakan bahwa “perubahan kurikulum adalah perubahan individu”.

Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan ( becoming, developing, changing ), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu:

1. Pemilihan target dari indust pendidikan; di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.

2. Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Keikutsertaan guru dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama kegiatan satu minggu atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima sejalan dengan para administrator seperti telah dikemukakan di atas,

3. Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.

4. Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan indust orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Kegiatan ini merupakan kulminasi dari kegiatan kelompok di atas. Metode pendidikan yang dikembangkan Rogers adalah sensitivity industry, encounter group, dan Trainning Group (T Group).

Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers ssebagai sebagai Eksistensial Humanis., ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah. petode pendidikan yang di utamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan Training Group (T Group).

III. Peranan Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat di bedakan antara sifat yang bersifat sentralisasi dan desentralisasi. Pembagian kategori ini tentu saja akan memberikan pengaruh signifikan terhadap pengembangan kurikulum. Tujuan utama pengembangan kurikulum adalah untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa serta memberikan standar penguasaan yang sama bagi seluruh wilayah.