sehingga teori ini dianggap tidak bermakna Soetjipto dan Mangunkusumo, 2004.
d. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif Soetjipto dan Mangunkusumo, 2004.
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus Soetjipto dan
Mangunkusumo, 2004.
f. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius Soetjipto dan Mangunkusumo, 2004.
2.1.3 Epidemiologi
Tumor ganas di daerah hidung dan sinus paranasal relatif jarang dijumpai dengan insiden dibawah satu persen dari seluruh keganasan, dan
Universitas Sumatera Utara
hanya sekitar tiga persen dari malignansi di daerah kepala dan leher Tufano et al, 1999; Michael et al, 2005. Diperkirakan 55 tumor ganas hidung dan
sinus paranasal berasal dari sinus maksila, 35 dari kavum nasi, sembilan persen dari sinus etmoid dan sisanya dari sinus frontal dan sinus sfenoid
Fasunla dan Lasisi, 2007. Insiden tertinggi tumor ganas hidung dan sinus paranasal ditemukan di
Jepang yaitu dua per 100.000 penduduk pertahun. Di bagian THT FK UI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan pada 10,1 dari seluruh
tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih banyak dengan rasio laki-laki banding wanita sebesar 2:1 Roezin, Mangunkusumo, Soetjipto, 2004. Rifqi
mengemukakan data yang dikumpulkannya dari rumah sakit umum di sepuluh kota besar di Indonesia bahwa frekuensi tumor hidung dan sinus
adalah 9,3 – 25,3 dari keganasan THT dan berada pada peringkat kedua sesudah tumor ganas nasofaring Tjahyadewi dan Wiratno, 1999. Di RSUP
H. Adam Malik Medan selama Januari 2002 sampai dengan Desember 2008 pasien yang dirawat dengan diagnosa tumor ganas hidung dan sinus
paranasal adalah sebanyak 52 kasus. Insidensi di India sekitar 0,44 dari seluruh keganasan di India
dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah 0,57 banding 0,44. Insiden pada tahun 2000 adalah 0,3 per 100.000 penduduk. Kebanyakan
melibatkan sinus maksila diikuti dengan sinus etmoid, frontal dan sfenoid. Penyakit ini sering pada usia 40-60 tahun Dhingra, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Etiologi
Etiologi tumor ganas hidung dan sinus paranasal masih belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga terpapar beberapa zat hasil industri.
Pekerja-pekerja pada industri logam berat yang terpapar dengan nikel, chromium dan radium menunjukkan peningkatan insiden tumor ganas hidung
dan sinus paranasal. Selain itu terdapat beberapa zat yang diduga sebagai penyebab yaitu gas mustard, larutan isopropil dan senyawa hidrokarbon.
Rokok, alkohol, makanan yang diasinkan atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran
mengurangi kemungkinan terjadi keganasan Bhattacharyya, 2002; Lund, 2003; Roezin, Mangunkusumo, Soetjipto, 2004; Zimmer dan Carau, 2006.
2.1.5 Patologi