7. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Dalam hal ini, asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Akan tetapi dalam
prakteknya, asas kepatutan ini selalu dibandingkan dengan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Mariam Darus mengatakan bahwa: “Asas kepatutan ini
harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat”.
42
8. Asas Moral
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ukuran kepatutan dalam masyarakat, pedoman utamanya adalah rasa keadilan dalam masyarakat.
Asas ini terlihat dalam perikatan biasa, artinya bahwa suatu perbuatan suka rela dari seseorang tidak menimbukan hak baginya untuk menggugat kontra
prestasi dari debitur. Hal ini terlihat juga di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan sukarela moral maka yang
bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini terdapat di dalam Pasal 1339 KUH Perdata.
Faktor-faktor yang memberi motivasi pada orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan moral sebagai
panggilan hati nuraninya.
9. Asas Kebiasaan
Asas ini diatur dalam Pasal 1339 juncto Pasal 1347 KUH Perdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat
42
Ibid, hal.44
Universitas Sumatera Utara
untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga pada hal-hal yang dalam kebiasaan diikuti. Pasal 1347 KUH Perdata menyatakan
pula bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan di dalam perjanjian meskipun dengan tegas
dinyatakan.
Kebiasaan yang dimaksud oleh Pasal 1339 KUH Perdata menurut Mariam Darus Badrulzaman ialah kebiasaan pada umumnya gewonte dan kebiasaan yang
diatur oleh Pasal 1347 KUH Perdata iala kebiasaan setempat khusus atau kebiasaan yang lazim berlaku di dalam golongan tertentu bestending gebruikelijk
beding.
43
10. Asas Sistem Terbuka
Asas ini penting diperhatikan dalam suatu perjanjian. Sitem perjanjian yang bersifat terbuka berarti dapat dipertanggungjawabkan dan dipertahankan
terhadap pihak ketiga. Pihak ketiga dapat menuntut bila perjanjian tersebut dianggap merugikan kepentingannya.
11. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung unsur kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu
sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. 4. Berakhirnya Perjanjian
Apabila si berutang debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. Ia alpa atau “lalai” atau ingkar janji.
43
Ibid, hal 117.
Universitas Sumatera Utara
Atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda,
yang berarti prestasi buruk.
44
Wanprestasi default atau non fulfilment, ataupun yang disebutkan juga dengan istilah breach of contrac yang dimaksudkan adalah
tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang dimaksudkan
dalam kontrak yang bersangkutan.
45
Menurut Subekti, wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu :
46
1 Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya ; 2 Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan; 3 Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat ;
4 Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hukuman atau akibat–akibat yang tidak enak bagi debitur yang lalai ada empat macam yaitu :
1 Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau ganti rugi. 2 Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
3 Peralihan resiko.
44
Subekti, Op. Cit, hlm. 45
45
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 87-88
46
Subekti, Op. Cit, hlm. 45
Universitas Sumatera Utara
4 Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Dalam suatu perjanjian harus diketahui kapan perjanjian itu berakhir.
Perjanjian dapat berakhir karena:
47
1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, misalnya persetujuan
yang berlaku untuk waktu tertentu.
2. Ditentukan oleh undang-undang mengenai batas berlakunya suatu perjanjian, misalnya menurut Pasal 1066 ayat 3 Kitab Undang-
Undang Hukum perdata disebutkan bahwa para ahli waris dapat mengadakan perjanjian untuk selama waktu tertentu untuk tidak
melakukan pemecahan harta warisan, tetapi waktu persetujuan tersebut oleh ayat 4 dibatasi hanya dalam waktu lima tahun.
3. Ditentukan oleh para pihak atau Undang-undang bahwa perjanjian akan hapus dengan terjadinya peristiwa tertentu. Misalnya jika salah
satu pihak meninggal dunia, maka perjanjian tersebut akan berakhir. 4. Pernyataan menghentikan persetujuan opzegging. Opzegging dapat
dilakukan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak. Opzegging hanya ada pada perjanjian-perjanjian yang bersifat sementara,
misalnya: a. Perjanjian kerja;
b. Perjanjian sewa-menyewa. c. Perjanjian hapus karena putusan hakim.
47
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009 hal. 95.
Universitas Sumatera Utara
d. Tujuan perjanjian telah dicapai. e. Berdasarkan kesepakatan para pihak herroeping.
C. Kredit Pada Umumnya
1. Pengertian Kredit