Pengaruh Siklus Haid Terhadap Kadar Hemoglobin pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S. B. A., 2010. Hubungan Menstruasi Dengan Konsentrasi Hemoglobin Pada Mahasiswi FK USU-ACMS Angkatan 2007 dan FK UKM-ACMS Angkatan 2009 tahun 2010. KTI, Universitas Sumatera Utara. Available from:

[Accessed 28 April 2011].

Bakta, I. M., 2006. Hematologi Klinik Ringkas . Jakarta: EGC

Bakta, I.M., 2009. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. In: Sudoyo, A.W. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: InternalPublishing, pp. 1110.

Bakta, I.M., Suega, K., & Dharmayuda, T.G., 2009. Anemia Defisiensi Besi. In: Sudoyo, A.W. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: InternalPublishing, pp. 1127.

Britton, C., 1991. Portable Hemoglobinometer. European Patent Office.

Available from:

[Accessed 25 April

2011].

Clancy, K.B.H., Nenko, I., & Jasienska, G., 2006.Menstruation Does Not Cause Anemia: Endometrial Thickness Correlates Positively with Erythrocyte Count and Hemoglobin Concentration in Premenopausal Women. American Journal Of Human Biology [ internet ], April, pp. 6-17. Available from :

[Accessed 5 Mei 2011].


(2)

Djariyanto., 2008. HubunganAntara Lama Menstruasi Dan Kadar Hemoglobin Pada Remaja Putri SMA Negeri 2 Sukoharjo. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Available from:

[Accessed 5 Mei 2011].

Dyah, P. A. A., 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status

Anemia Gizi Besi Pada Siswi SMU Di Wilayah DKI Jakarta. Skripsi, Poltakes Jakarta II. Available from :

[Accessed 23 April 2011].

Elesevier Oncology., 2006. Guide to Oncology Drugs and Regimens. In: National Anemia Action Council, 2010. Available from:

<http://www.anemia.org/patients/faq/ > [Accessed 31 October 2010]. Gandasoebrata, R., 2009. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. Ganong, W.F., 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. Boston: McGraw-Hill. Hanafiah, M.J., 2009. Haid dan Siklusnya. In: Wiknjosastro, H. ed. Ilmu Kandungan

Edisi Kedua Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, pp. 103-104.

Handayani, L., Yuliasih, R., & Jamil, M.D., 2007. Hubungan Pengetahuan Tentang Anemia , Lama Menstruasi, Konsumsi Zat Besi Dengan Anemia Pada Remaja Putri SMK Negeri 1 Metro Lampung. Skripsi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Available from :


(3)

2011].

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., & Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Jones, D.L., 2002. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates. Kim, I., Yetley, E. A., & Calvo, M. S., 1993. Variation in iron-status measures

during the menstrual cycle. In: The American Journal of Clinical Nutrition. Available from : <www.ajcn.org/content/58/5/705.full.pdf>

[Accessed 23 April 2011].

Klein, J.D., Barratt, M.S., Blythe, M., Braverman, P.K., Diaz, A., & Rosen, D.S., 2006. Menstruation in Girls and Adolescents: Using the Menstrual Cycle as a Vital Sign. PEDIATRICS 118 (5): 2245-2250

MacKay, H.T., 2010. Gynecologic Disorders. In: McPhee, S.J., & Papadakis, M.A. ed. 2010 CURRENT Medical Diagnosis & Treatment Forty-Ninth Edition. USA: Mc Graw Hill LANGE, pp. 674.

Muliaty., 2010. Hubungan Pola Menstruasi dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Remaja Siswi SMP Negeri I Lasusua Kabupaten Kolaka Utara. Tesis, Poltekkes Mks. Available from :

&view=article &id=46=Hubungan-pola-menstruasi-dengan-kadar- hemoglobin-hb-remaja-siswi-smp-negeri-1-lasasua-kabupaten=kolaka-utara&catid=28=media-kesehatan-vol-iv-no-1&ltemid=31> [Accessed 5 Mei 2011].


(4)

Mulyawati, Y., 2003. Perbandingan Efek Suplementasi Tablet Tambah Darah

dengan dan Tanpa Vitamin C Terhadap Kadar Hemoglobin pada Pekerja Wanita di Perusahaan Plywood. Universitas Indonesia, Jakarta: pp. 1-9.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sacher, R. A., McPherson, R. A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi II. Jakarta: EGC.

Sastroasmoro, S., 2010. Pemilihan Subjek Penelitian. In: Sastroasmoro, S., & Ismael, S. ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto, pp. 88.

Sherwood, L., 2007. Human Physiology. 6th ed. USA: Thomson Brooks/Cole. Simanjuntak, P., 2009. Gangguan Haid dan Siklusnya. In: Wiknjosastro, H. ed. Ilmu

Kandungan Edisi Kedua Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, pp. 204-205.

Simon, H., 2009. Anemia-Risk Factors. Available from:

> [Accessed 4 April 2010].

Sutedjo, AY., 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Penerbit Amara Books.

Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS). Jakarta: Bamboedoea Communication.


(5)

Kelas 2 Smp Negeri 1 Raha Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Skripsi.

Available from : [Accessed


(6)

PENGARUH SIKLUS HAID TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN USU ANGKATAN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh : MAGHFIRANI

080100003

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Pengaruh Siklus Haid Terhadap Kadar Hemoglobin pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010

NAMA : MAGHFIRANI NIM : 080100003

Pembimbing Penguji I

(dr. Soegiarto Gani, Sp.PD) (Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH) NIP: 1971 03 22 2005 01 1004 NIP: 19540220 198011 1 001

Penguji II

(Prof. dr. Haris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)) NIP: 1956 04 05 1983 03 1

Medan, 4 Januari 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD, KGEH NIP: 19540220 198011 1 001


(8)

ABSTRAK

Wanita sangat rentan terkena anemia dibandingkan laki-laki, karena adanya haid. Haid mengakibatkan kehilangan sejumlah darah dari tubuh yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin. Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala anemia.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh siklus haid terhadap kadar hemoglobin pada mahasisiwi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010 yang memiliki siklus haid normal dan tidak normal.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan design penelitian cohort study. Sampel penelitian berjumlah 54 orang mahasiswi dengan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling.

Data yang diperoleh dianalisa dengan program komputer dimana hubungan antara siklus haid dan kadar hemoglobin diuji dengan Uji T Dependen.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara siklus haid terhadap kadar hemoglobin (p=0.332).


(9)

ABSTRACT

Woman is more susceptible to acquired anemia compared to men. Mainly due to menstruation. Menstruation causes an amount of blood loss from the body which is marked by decrease of hemoglobin level. This causes the symptoms of anemia to arise.

This research is done for the reason of knowing the influence of menstruation cycle to hemoglobin level in medical faculty USU 2010 female students whom experience normal and abnormal menstruation cycle.

This research is a descriptive analytic research with cohort study design. The sample taken was in total of 54 female students with consecutive sampling method.

The collected data is analysed by using computer program which is influence between menstruation cycle and hemoglobin level is being tested by Dependent T Test.

In this study shows that there is no significant influence between menstruation cycle and hemoglobin level (p=0.332).


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terhadap Allah SWT, yang tidak henti-hentinya memberikan rahmat dan kurnia-Nya kepada penulis sehingga Karta Tulis Ilmiah ini telah selesai disusun tepat pada waktunya. Adapun judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “ Pengaruh Siklus Haid Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010”. Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, khususnya dr. Soegiarto Gani,Sp.PD selaku dosen pembimbing, serta Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH dan Prof. dr. Haris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) selaku dosen penguji. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga terutamanya kedua orang tua saya, Ir.Muhammad Kamal, M.T dan Bonia, kakak saya Ramadhani, adik saya Nurul Huda dan Rauzana, dan dr. Abdurahman Asysyarif yang terus memberikan kasih sayang dan dukungan yang tiada henti-hentinya kepada saya serta rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan untuk terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, disebabkan berbagai keterbatasan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dijadikan perbaikan di masa yang akan datang dan penulis juga mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Medan,4 Januari 2012


(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ……..……… ii

ABSTRACT ..……… iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI …………..……… v

DAFTAR TABEL ……….. viii

DAFTAR GAMBAR ……….. ix

DAFTAR SINGKATAN ……….. x

DAFTAR LAMPIRAN ………. xi

BAB 1 PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang.……… 1 1.2. Rumusan Masalah ………... 3 1.3. Tujuan Penelitian ……… 3 1.4. Manfaat Penelitian……….. 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 5

2.1. Siklus Haid……….……… 5

2.1.1. Definisi……… 5

2.1.2. Siklus Endometrium ……….. 6

2.1.3. Siklus Serviks .……….. 10

2.1.4. Siklus Vagina……….. 10

2.1.5. Gangguan Menstruasi………. 10

2.2. Hemoglobin.……… 14


(12)

2.2.2. Sintesis Hem………. 14

2.2.3. Sintesis Globin………. 16

2.2.4. Fungsi Hemoglobin….……….. 17

2.2.5. Kadar Hemoglobin dan Anemia……….. 18

2.2.6. Anemia Defisiensi Besi ……….. 20

2.2.7. Cara Mengukur Hemoglobin………. 22

2.3. Siklus Haid dan Pengaruhnya Pada Kadar Hemoglobin ………….. 24

2.3.1. Volume Kehilangan Darah ………. 25

2.3.2. Lama Haid ……… 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL …………... 27

3.1. Kerangka Konsep dan Penelitian ……….. 27

3.2. Definisi Operasional ……… 27

BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 29

4.1. Jenis Penelitian ……...………29

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian……… 29

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… 29

4.4. Teknik Pengumpulan Data……….. 31

4.5. Pengolahan dan Analisis Data……….. 33

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN………. 34

5.1. Hasil Penelitian ……… 34

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 34

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ……… 34

5.1.3. Distribusi Kadar Hemoglobin Hari ke-2 Siklus Haid …… 35

5.1.4. Distribusi Kadar Hemoglobin Hari ke-16 Siklus Haid…. 35 5.1.5. Kelompok Kadar Hemoglobin Hari ke-2 Siklus haid …… 36

5.1.6. Kelompok Kadar hemoglobin Hari ke-16 Siklus Haid…. 36 5.1.7. Perbandingan Kadar Hemoglobin Hari ke-2 dan Hari ke-16 Siklus Haid ………... 37


(13)

5.1.8. Selisih Kadar Hemoglobin Hari ke-2 dan Hari ke-16 Siklus

Haid ……….... 38

5.1.9. Hasil Analisis Statistik ……… 38

5.2. Pembahasan 5.2.1. Haid ……… 38

5.2.2. Kadar Hemoglobin Saat haid ……… 39

5.2.3. Kadar Hemoglobin Saat Tidak Haid ……… 39

5.2.4. Perbedaan Kadar Hemoglobin Saat Haid dan Tidak Haid.. 39

5.2.5. Selisih Kadar Hemoglobin Saat Haid dan Saat Tidak Haid.. 40

5.2.6. Perbedaan Rata-Rata Kadar Hemoglobin ……….. 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………... 42

6.1. Kesimpulan ……… 42

6.2. Saran ……… 42

DAFTAR PUSTAKA ………. 44 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penyebab Amenore Sekunder (Persen)……… 12 2.2 Tahap Keparahan Anemia Menurut Konsentrasi

Hemoglobin………. 18 2.3 Kriteria Anemia Menurut WHO (Hoffbrand AV et al,

2001)……… 19 5.1 Kadar Hemoglobin Hari ke-2 Siklus Haid ……… 35 5.2 Kadar Hemoglobin Hari ke-16 Siklus Haid ……… 36


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Easy Touch GHb Blood Glucose/HemoglobinDual 29

Function Monitoring System

5.1 Perbandingan Kadar Hemoglobin Hari ke-2 dan ke-16


(16)

DAFTAR SINGKATAN

ACMS Alliance College Of Medical Science

ALA Asam Aminolulinat

DNA Deoksiribonucleat Acid

FK UKM Fakultas Kedokteran Universitas Kebangsaan Malaysia FK USU Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hb Hemoglobin

HbA Hemoglobin A

KB Keluarga Berencana

MCHC Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration MCV Mean Corpuscular Volume

NSAID Non Steroid Antiinflamation Drugs

RNA Ribonucleic Acid

SF Serum Ferritin

TIBC Total Iron Binding Capacity

TS Transferin Saturation

VO2 max Uptake oksigen maksimum WHO World Health Organization


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup (Curriculum Vitae) Lampiran 2 Ethical Clearance

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Lampiran 4 Lembar Informed Consent

Lampiran 5 Lembar Survey Awal Sebelum Menjalankan Penelitian

Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data Lampiran 7 Data Sampel Penelitian


(18)

ABSTRAK

Wanita sangat rentan terkena anemia dibandingkan laki-laki, karena adanya haid. Haid mengakibatkan kehilangan sejumlah darah dari tubuh yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin. Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala anemia.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh siklus haid terhadap kadar hemoglobin pada mahasisiwi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010 yang memiliki siklus haid normal dan tidak normal.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan design penelitian cohort study. Sampel penelitian berjumlah 54 orang mahasiswi dengan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling.

Data yang diperoleh dianalisa dengan program komputer dimana hubungan antara siklus haid dan kadar hemoglobin diuji dengan Uji T Dependen.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara siklus haid terhadap kadar hemoglobin (p=0.332).


(19)

ABSTRACT

Woman is more susceptible to acquired anemia compared to men. Mainly due to menstruation. Menstruation causes an amount of blood loss from the body which is marked by decrease of hemoglobin level. This causes the symptoms of anemia to arise.

This research is done for the reason of knowing the influence of menstruation cycle to hemoglobin level in medical faculty USU 2010 female students whom experience normal and abnormal menstruation cycle.

This research is a descriptive analytic research with cohort study design. The sample taken was in total of 54 female students with consecutive sampling method.

The collected data is analysed by using computer program which is influence between menstruation cycle and hemoglobin level is being tested by Dependent T Test.

In this study shows that there is no significant influence between menstruation cycle and hemoglobin level (p=0.332).


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia dan sebagian besar tinggal di daerah tropik. Prevalensi anemia di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 pada wanita tidak hamil/produktif adalah 33,1%. Sedangkan menurut Herman (2006) dalam Dyah (2011) prevalensi anemia di Indonesia sebesar 57,1 % diderita oleh remaja putri. Menurut penelitian batas kadar Hb remaja putri menurut World Health Organization (WHO,1997) untuk diagnosis anemia apabila kurang dari 12 gr/dl. Menurut Sutaryo (2005) dalam Djariyanto (2008) akibat dari anemia meliputi pertumbuhan anak akan terhambat, pembentukan sel otot kurang sehingga otot menjadi lemas, daya tahan tubuh akan menurun, prestasi berkurang dan terjadi perubahan perilaku.

Saat ini anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. Penyebabnya adalah jumlah zat besi yang dikonsumsi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu


(21)

berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya anemia defisiensi besi antara lain pola makan, pola haid, pengetahuan tentang anemia defisiensi besi, pengetahuan tentang zat-zat yang memicu dan menghambat absorpsi besi (vitamin C dan teh), konsumsi obat-obatan tertentu seperti antibiotik, aspirin, sulfonamide, obat malaria, kebiasaan merokok, kehilangan darah keluar tubuh (pendarahan), luka bakar, diare, dan gangguan fungsi ginjal (Bakta, 2006).

Anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan gangguan fungsi hemoglobin yaitu sebagai alat transport oksigen. Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang begitu berlimpah. Dilihat dari segi evolusi alat penyerapan besi di usus, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makan berubah dimana sebagian besar besi berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi. Dampak lain anemia defisiensi besi adalah produktivitas rendah, perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, menurunnya sistem imunitas tubuh, morbiditas, dll (Bakta, 2006).

Remaja beresiko tinggi menderita anemia, khususnya anemia defisiensi besi. Remaja putri beresiko lebih tinggi daripada remaja putra oleh karena remaja setiap bulannya mengalami siklus haid (menstruasi). Haid merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan (deskuamasi) dinding endometrium. Banyaknya darah yang dikeluarkan saat haid adalah rata-rata 15-60 ml dan berlangsung selama 3-5 hari. Siklus haid normal rata-rata 28 hari dan diatur oleh hipothalamus, hipofisis, dan ovarium. Selain itu remaja khususnya mahasiswa memiliki kesibukan yang tinggi baik dalam aktivitas perkuliahan maupun organisasi yang nanti akan mempengaruhi pola makan sehingga tidak teratur. Selain itu seringnya kebiasaan mahasiswa dalam mengonsumsi minuman yang dapat menghambat absorpsi zat besi sehingga nantinya akan mempengaruhi kadar hemoglobin seseorang (Hanafiah, 2009).


(22)

Penelitian yang dilakukan oleh Abidin pada mahasiswi FK USU-ACMS Angkatan 2007 dan FK UKM-ACMS Angkatan 2009 tahun 2010 menyatakan bahwa rata-rata kadar hemoglobin pada saat menstruasi yaitu hari ke-2 siklus adalah 11.36g/dl dan pada saat tidak menstruasi yaitu hari ke-16 siklus adalah 11.91g/dl. Ini menunjukkan bahwa menstruasi mempengaruhi kadar hemoglobin seseorang.

Dengan mempertimbangkan alasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada remaja berupa sampel mahasiswi dengan mengambil judul “ Pengaruh Siklus Haid Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 ” .

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan peneliti sebagai berikut:

Apakah ada pengaruh siklus haid terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mencari pengaruh siklus haid terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Diketahuinya rata-rata siklus haid mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010.

2. Diketahuinya rata-rata kadar hemoglobin mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010.


(23)

1. Bidang penelitian:

Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang pengaruh siklus haid terhadap hemoglobin. 2. Bidang pendidikan:

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan metode yang baik dan benar.

3. Bidang pelayanan masyarakat:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang pengaruh siklus haid terhadap kadar hemoglobin.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Haid

2.1.1. Definisi

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Hanafiah, 2009). Haid merupakan pengeluaran darah secara periodik, cairan jaringan dan debris sel-sel endometrium dari uterus dalam jumlah bervariasi (Jones, 2002).

Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikut. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan kurang lebih satu hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlau sama. Panjang siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus haid gadis usia kurang dari 12 tahun ialah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Jadi, sebenarnya panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai (Hanafiah, 2009).


(25)

Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama haid itu tetap (Hanafiah, 2009).

Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc atau 40 mL. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik dan dapat menimbulkan anemia. Darah haid tidak membeku; ini mungkin disebabkan fibrinolisin (Hanafiah, 2009).

Suatu cara yang mudah untuk menjelaskan siklus menstruasi endometrium adalah memulainya segera setelah menstruasi berhenti dan mengikuti siklus ini sampai menstruasi berikutnya karena siklus ini melewati fase proliferatif dan sekresi (luteal) (Jones, 2002).

2.1.2. Siklus Endometrium

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium (Hanafiah, 2009).

2.1.2.1. Fase Proliferasi

Setelah masing-masing daerah endometrium mengelupas sewaktu menstruasi, mulai terjadi proses perbaikan regeneratif, permukaan endometrium dibentuk kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan dengan pertumbuhan keluar sel-sel epitel kelenjar endometrium. Dalam tiga hari setelah menstruasi berhenti, perbaikan seluruh endometrium sudah selesai. Endometrium pada fase proliferatif dini tipis; kelenjarnya sedikit, sempit, lurus dan dilapisi sel kuboid, dan stromanya padat. Fase regeneratif dini berlangsung dari hari ke-3 siklus menstruasi hingga hari ke-7, ketika


(26)

proliferasi semakin cepat. Kelenjar-kelenjar epitelial bertambah besar dan tumbuh ke bawah tegak lurus terhadap permukaan. Sel-selnya menjadi kolumnar dengan nuklei di basal. Sel-sel stroma berproliferasi, tetap padat dan berbentuk kumparan. Pembelahan sel (mitosis) umum terjadi pada kelenjar dan stroma. Endometrium disuplai oleh arteri-arteri basal di miometrium yang memberikan percabangan pada sudut yang tepat untuk mendarahi endometrium. Pada mulanya ketika menembus endometrium basal, masing-masing arteri berjalan lurus, tetapi pada lapisan media dan superfisial arteri berubah menjadi spiral. Bergelungnya arteri ini memungkinkannya memberikan suplai darah pada endometrium yang terus tumbuh hingga menjadi tidak berkelok lagi. Setiap arteri spiral mensuplai suatu daerah endometrium tertentu (Jones, 2002). Fase proliferasi ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid dan terbagi 3 fase yaitu fase proliferasi dini (hari ke-4 sampai hari ke-7), fase proliferasi media (hari ke-8 sampai hari ke-10), dan fase proliferasi akhir (hari ke-11 sampai hari ke-14) (Hanafiah, 2009).

2.1.2.2. Fase Luteal (Sekresi)

Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28 (Hanafiah, 2009). Jika terjadi ovulasi, seperti biasanya, endometrium mengalami perubahan-perubahan yang nyata, kecuali pada awal dan akhir masa reproduksi. Perubahan ini mulai pada dua hari terakhir pada fase proliferatif, tetapi meningkat secara dramatis setelah ovulasi. Vakuol-vakuol sekretorik, yang kaya akan glikogen, tampak di dalam sel-sel yang melapisi kelenjar endometrium. Pada mulanya vakuol-vakuol tersebut terdapat di bagian basal dan menggeser inti sel ke arah superfisial. Jumlahnya cepat meningkat dan kelnjar menjadi berkelok-kelok. Pada hari keenam setelah ovulasi, fase sekresi mencapai puncak. Vakuol-vakuol telah melewati nukleus. Beberapa diantaranya sudah mengeluarkan mukus ke dalam rongga kelenjar;


(27)

yang lain penuh dengan mukus, sehingga tampak seperti gigi gergaji. Arteri spiral bertambah panjang dengan meluruskan gelungan (Jones, 2002).

Apabila tidak ada kehamilan, sekresi estrogen dan progesteron menurun karena corpus luteum menjadi tua. Penurunan ini menyebabkan peningkatan asam arakidonat dan endoperoksidase bebas di dalam endometrium. Enzim-enzim ini menginduksi lisosom sel stroma untuk mensintesis dan mensekresi prostaglandin (PGF dan PGE) dan prostasiklin. PGF merupakan suatu vasokonstriktor kuat dan menyebabkan kontraksi uterus; PGE menyebabkan kontraksi uterus dan vasodilatasi; prostasiklin adalah suatu vasodilator, yang menyebabkan relaksasi otot dan menghambat agregasi trombosit. Perbandingan PGF2α dengan kedua prostaglandin meningkat selama menstruasi. Perubahan ini mengurangi aliran darah melalui kapiler endometrium dan menyebabkan pergeseran cairan dari jaringan endometrium ke dalam kapiler, sehingga mengurangi ketebalan endometrium. Ini menyebabkan bertambahnya kelokan arteri spiral bersamaan dengan terus berkurangnya aliran darah. Daerah endometrium yang disuplai arteri spiral menjadi hipoksik, sehingga terjadi nekrosis iskemik. Vasokonstriksi terjadi pada setiap arteri spiral dengan waktu berbeda, bergantian dengan vasodilatasi. Daerah nekrotik dari endometrium mengelupas ke dalam rongga uterus disertai dengan darah dan cairan jaringan, maka menstruasi mulai terjadi (Jones, 2002).

Jika diambil panjang siklus haid 28 hari dengan perkiraan ovulasi terjadi pada hari ke-14, maka 36-48 jam setelah ovulasi belum terlihat perubahan yang menonjol pada endometrium. Karena itu, dating hari ke-14 dan ke-15 tidah berguna untuk dilakukan, dan sebaiknya baru dimulai pada hari ke-16. Pada hari ke-16 vakuola basal subnukleus terlihat pada banyak kelenjar. Hari ini ialah hari terakhir pseudostratifikasi barisan inti. Terlihat mitosis pada kelenjar-kelenjar dan stroma. Pada hari ke-19 sebagian kecil


(28)

vakuola terlihat. Sepintas lalu gambarannya menyerupai hari ke-16, tetapi pada hari ke-19 ini dapat dilihat sekresi intraluminal, dan tidak terdapat pseudostratifikasi dan mitosis (Hanafiah, 2009).

2.1.2.3. Fase Menstruasi

Selama menstruasi, lapisan superfisial dan media endometrium dilepaskan, namun lapisan basal profunda dipertahankan. Pengelupasan ini terjadi secara tidak teratur, serampangan, beberapa daerah tidak terganggu, bagian lain mengalami perbaikan, sedangkan tempat-tempat lain secara serentak dilepaskan. Endometrium yang lepas, bersama dengan cairan jaringan dan darah, membentuk koagulum di dalam rongga uterus. Koagulum ini segera dicairkan oleh fibrinolisin dan cairan, yang tidak berkoagulasi, ini dikeluarkan melalui serviks dengan kontraksi uterus. Jika jumlah darah yang dikeluarkan pada proses ini sangat banyak, mungkin fibrinolisis tidak mencukupi sehingga wanita ini mengeluarkan bekuan darah dari serviks (Jones, 2002).

Pembuluh darah yang menyuplai daerah di bawah endometrium yang dilepaskan disumbat dengan sumbat hemostatik yang terbentuk dari agregasi trombosit dan serabut-serabut fibrin yang menginfiltrasi agregat trombosit membentuk plak sumbatan yang stabil. Disamping itu juga terjadi vasokonstriksi. Lapisan basal endometrium mengalami regenerasi sehingga epitelium baru menutupi daerah yang terlepas. Apabila regenerasi lebih besar daripada nekrosisnya dan proses perbaikan sudah selesai atau mendekati selesai, menstruasi berhenti dan kemudian siklus menstruasi baru mulai kembali (Jones, 2002).

Fase ini berlangsung 3-4 hari. Darah haid ini mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam hemolisis atau aglutinasi, sel-sel


(29)

epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva (Hanafiah, 2009).

2.1.3. Siklus Serviks

Selama fase folikular, kelenjar-kelenjar yang melapisi celah-celah di kanalis servikalis berproliferasi dan mensekresi mucus yang lengket, sehingga membentuk anyaman kompleks di dalam kanalis servikalis. Tepat sebelum ovulasi, lonjakan medadak estrogen mengubah sifat-sifat mukus serviks sehingga membentuk helaian-helaian tipis dan panjang yang memperlihatkan saluran-saluran heliks. Setelah ovulasi, progesteron mengubah sifat mukus sehingga menjadi kental kental kembali dan tidak dapat ditembus (Jones, 2002).

2.1.4. Siklus Vagina

Perubahan-perubahan siklik terjadi di epitelium vagina, yang tergantung pada rasio estrogen dan progesteron. Sel-sel superfisial dan intermediet yang besar mendominasi pada fase folikular. Ketika menjelang ovulasi, proporsi sel superfisial meningkat dan dapat dilihat beberapa leukosit. Setelah ovulasi terjadi perubahan nyata ketika disekresi progesteron. Sel-sel superfisial digantikan sel-sel intermediet, dan jumlah leukosit meningkat sehingga membuat pulasan tampak kotor (Jones, 2002).

2.1.5. Gangguan Menstruasi

Menstruasi dianggap normal jika terjadi dengan interval 22-35 hari (dari hari pertama menstruasi sampai pada permulaan periode menstruasi berikutnya). Jika lamanya perdarahan kurang dari 7 hari ; dan jika jumlah darah yang hilang kurang dari 80 ml. Perlu dicatat bahwa discharge menstruasi terdiri dari cairan jaringan (20-40 persen dari total discharge), darah (50-80 persen), dan fragmen-fragmen endometrium. Namun, bagi


(30)

wanita discharge menstruasi tampak seperti darah dan inilah yang dilaporkan (Jones, 2002).

Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif, yaitu di bawah usia 19 tahun dan di atas usia 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan lamanya siklus menstruasi, atau jumlah dan lamanya menstruasi . Seorang wanita dapat mengalami kedua gangguan itu (Jones, 2002).

2.1.5.1. Gangguan pada lamanya siklus menstruasi: 2.1.5.1.1. Polimenore atau Epinore

Pada polimenore siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya yaitu terjadi dengan interval kurang dari 21 hari (Jones, 2002). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari biasa. Polimenore dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium karena peradangan, endometriosis, dan sebagainya (Simanjuntak, 2009).

2.1.5.1.2. Oligomenore

Siklus menstruasi lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35 hari (Jones, 2002). Perdarahan pada oligomenore biasanya berkurang. Pada kebanyakan kasus oligomenore kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus menstruasi biasanya ovulatoar dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasanya (Simanjuntak, 2009).

2.1.5.3. Amenore

Amenore adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga bulan berturut-turut. Amenore primer terjadi apabila seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi, sedangkan pada


(31)

amenore sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi tetapi kemudian tidak dapat lagi (Simanjuntak, 2009). Amenore primer (dialami oleh 5 persen wanita amenore) mungkin disebabkan oleh defek genetik seperti disgenensis gonad, yang biasanya ciri-ciri seksual sekunder tidak berkembang. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan duktus Muller, seperti tidak ada uterus, agenesis vagina, septum vagina transversal, atau himen imperforata. Pada tiga penyebab terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge menstruasi tidak dapat keluar dari traktus genitalis. Keadaan ini disebut kriptomenore, bukan amenore. Penyebab yang paling umum pada amenore sekunder adalah kehamilan (Jones, 2002).

Tabel 2.1. Penyebab amenore sekunder (persen).

(Jones, 2002).

Penyebab Amenore Sekunder (persen)

Berat badan menurun 20-40

Ovarium polikistik 15-30

Hipofisis tidak sensitive (pascapenggunaan pill) 10-20

Hiperprolaktinemia 10-20

Kegagalan ovarium primer 5-10

Sindroma Asherman 1-2


(32)

2.1.5.2. Gangguan jumlah darah menstruasi dan lamanya perdarahan dikelompokkan menjadi dua yaitu:

2.1.5.2.1. Hipomenore

Perdarahan haid yang lebih pendek dan atau kurang dari biasa dengan discharge menstruasi sedikit atau ringan (Jones, 2002). Hipomenore disebabkan oleh karena kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal. Adanya hipomenore tidak mengganggu fertilitas (Simanjuntak, 2009).

2.1.5.2.2. Hipermenore atau Menoragia

Perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada waktu haid, dan sebagainya . Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan pelepasannya pada waktu haid (Simanjuntak, 2009). Menoragia mungkin terjadi disertai dengan suatu kondisi organik uterus, atau mungkin terjadi tanpa ada kelainan yang nyata pada uterus. Hal ini disebut perdarahan uterus disfungsional, dengan kata lain disebabkan oleh perubahan endokrin atau pengaturan endometrium lokal pada menstruasi (Jones, 2002).

Ada pula gangguan menstruasi yang berhubungan dengan adanya gangguan pada siklus dan jumlah darah menstruasi yaitu metroragia. Pada keadaan ini, terdapat gangguan siklus menstruasi dan sering berlangsung lama, perdarahan terjadi dengan interval yang tidak teratur, dan jumlah darah menstruasi sangat bervariasi. Pola menstruasi seperti ini disebut metroragia.


(33)

Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kondisi patologik di dalam uterus atau organ genitalia interna. Perlu bagi dokter untuk mengadakan investigasi lebih lanjut. Investigasi meliputi histeroskopi dan biopsi endometrium atau kuretase diagnostik (Jones, 2002).

2.2. Hemoglobin 2.2.1. Definisi

Hemoglobin adalah molekul yang terdiri atas empat kandungan haem (berisi zat besi) dan empat rantai globin (alfa, beta, gamma, dan delta), berada didalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah darah ditentukan oleh kadar hemoglobin. Struktur hemoglobin dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asam amino pada rantai beta, gamma, dan delta (Sutedjo, 2009).

2.2.2. Sintesis Hem

Kedua bagian molekul hemoglobin (hem dan globin) memiliki jalur pembentukan yang sangat berbeda. Setiap molekul hemoglobin memiliki empat gugus hem identik yang melekat ke empat rantai globin. Dengan demikian, sepasang rantai alfa tersusun di atas sepasang rantai nonalfa (rantai beta pada hemoglobin dewasa). Gugus hem terdiri dari empat struktur 4 karbon berbentuk cincin simetris yang disebut cincin pirol, yang membentuk satu molekul porfirin. Cincin porfirin ini juga dijumpai pada protein lain selain hemoglobin, termasuk mioglobin dan enzim lain (katalase, sitokrom, dan peroksidase). Cincin-cincin ini terbenam dalam kantung-kantung hem didalam struktur protein. Biosintesis hem melibatkan dua pembentukan bertingkat sebuah rangka porfirin, diiikuti oleh insersi besi ke masing-masing dari empat gugus hem (Sacher et al., 2004).


(34)

Sintesis porfirin memerlukan pembentukan sebuah rantai lurus gugus karbon yang menutupi sebuah cincin pirol. Empat pirol kemudian menyatu, dan setelah beberapa kali perubahan dan pertukaran gugus substituen, terbentuk senyawa bebas-besi yang disebut protoporfirin (Sacher et al., 2004).

Konstituen gugus karbon yang membentuk cincin ini berasal dari asam amino glisin dan sebuah koenzim, suksinil koenzim A. Sintesis hem berawal dari senyawa-senyawa ini dan berjalan dalam pola yang cukup dapat diperkirakan, sebagai berikut:

• Pada awalnya, dua senyawa ini glisin dan suksinil koenzim A menyatu untuk membentuk senyawa asam aminolulinat (ALA). Senyawa lurus ini adalah prekursor pertama yang nyata berkaitan dengan sintesis hem. Enzim yang mengkatalisis reaksi ini, ALA-sintetase, tampaknya merupakan enzim penentu kecepatan (rate-limitting) jalur metabolik ini. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk reaksi ini. Reaksi ini dirangsang oleh adanya hormon eritropoietin dan dihambat oleh pembentukan hem (kontrol umpan balik negatif). Jalur ini dimulai di mitokondria dan sitoplasma sel yang sedang berkembang.

• Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porfobilinogen, sebuah molekul cincin.

• Kemudian, empat molekul senyawa ini menyatu untuk membentuk sebuah senyawa bercincin empat (tetrapirol), yang disebut uroporfirinogen.

• Senyawa ini diubah menjadi koproporfirinogen • Koproporfirinogen diubah menjadi protoporfirin.

• Akhirnya, protoporfirin berikatan dengan besi dengan bantuan enzim penentu kecepatan jalur metabolik yang lain, yaitu feroketalase (hem sintetase). Koproporfirin dan uroporfirin yang tidak digunakan


(35)

diekskresikan melalui urin dan feses. Apabila sintesis hem terganggu, mungkin terjadi ekskresi senyawa-senyawa ini serta metabolit lain dalam jumlah yang tidak normal (Sacher et al., 2004).

Dengan demikian, keadaan-keadaan klinis yang berkaitan dengan gangguan sintesis hem mungkin mencakup anemia dan gangguan enzim didapat atau genetik yang menyebabkan penimbunan porfirin (porfiria) (Sacher et al., 2004).

Insersi empat molekul hem ke dalam empat molekul globin merupakan tahap terakhir dari sintesi hemoglobin. Hem disintesis di mitokondria, dan penggabungan globin terjadi di sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang (Sacher et al., 2004).

2.2.3. Sintesis Globin

Hemoglobin dewasa normal (HbA) (95% dari hemoglobin dewasa) terdiri dari empat rantai polipeptida yang terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta (α2, β2), yang masing-masing memiliki gugus hem yang terikat padanya. Dalam keadaan normal, rantai alfa dan beta diproduksi dalam jumlahs setara. rantai-rantai minor lain juga disintesis pada orang dewasa dan

mencakup rantai delta (δ) dan rantai gamma (γ) janin, yang membentuk dua

hemoglobin dewasa minor (Sacher et al., 2004).

Sintesis globin diperkirakan juga berada dibawah kendali eritropoietin, walaupun tempat kerja molekularnya tidak diketahui. Sintesis hem juga dipicu oleh hem bebas. Sintesis globin terutama terjadi di eritoblas dini., atau basofilik dan berlanjut, dengan tingkat yang terbatas, bahkan sampai di retikulosit tidak berinti. Diperkirakan bahwa sampai 15-20 % hemoglobin disintesis selama stadium yang disebut terakhir. Gen-gen untuk sintesis globin terletak di kromosom 11 (rantai gamma, delta, beta) dan 16 (alfa). Sebagian


(36)

hemoglobin mudigah juga dikode oleh kedua kromosom ini. Pengatura ekspresi DNA serta pembentukan RNA dan sintesis protein selanjutnya sekarang sudah berhasil diungkapkan seluruhnya. Anemia dapat terjadi karena kelainan di tingkat DNA, defek dalam interpretasi cetakan RNA, atau karena selama sintesis protein kode perantara nonsense tidak ditranslasi. atau diekspresikan. Karena masing-masing kromosom individual berasal dari kedua orang tua, ekspresi genetik jelas bergantung pada gen mana yang diwariskan ke anak. Gangguan herediter produksi hemoglobin dapat menyebabkan anemia serius (Sacher et al., 2004).

2.2.4. Fungsi Hemoglobin

Menurut Giardina et al (1995) dalam Abidin (2010) selain berperan dalam transportasi oksigen, hemoglobin juga berperan sebagai molekular transduser panas melalui siklus oksigenasi-deoksigenasi. Hemoglobin juga adalah modulator metabolisme eritrosit dan oksidasi hemoglobin merupakan pertanda proses penuaan hemoglobin. Pada penderita malaria, hemoglobin mempunyai implikasi resistensi genetik. Aktivitas enzimatik hemoglobin mempunyai peranan dalam interaksi dengan obat, selain ia juga merupakan sumber katabolit fisiologi yang aktif. Penurunan jumlah hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gangguan pada fungsi-fungsi di atas.

Menurut Gledhill et al (1999) dalam Abidin (2010) uptake oksigen maksimum (VO2 max) kadar hemoglobin dan volume darah di dalam tubuh adalah saling berkait. Jika volume darah dalam keadaan tidak berubah, penurunan konsentrasi hemoglobin akan menyebabkan penurunan nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max), manakala, jika konsentrasi hemoglobin meningkat, uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut meningkat. Apabila kadar hemoglobin tidak berubah, tetapi volume darah bertambah, nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut bertambah dan jika volume darah berkurang, nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut berkurang. Di


(37)

sini dapat disimpulkan bahawa uptake oksigen maksimum (VO2 max) sangat dipengaruhi oleh kadar hemoglobin dan volume darah.

2.2.5. Kadar Hemoglobin dan Anemia

Menurut World Health Organization (WHO, 1997) batas kadar Hb remaja putri untuk diagnosis anemia apabila kadar hemoglobin kurang dari 12 gr/dl. Sedangkan di Indonesia kriteria anemia di klinik (dirumah sakit atau praktik klinik) adalah hemoglobin < 10 g/dL, hematokrit <30%, dan eritrosit <2,8 juta/mm3. Hal ini dipertimbangkan untuk mengurangi beban klinisi melakukan work up anemia jika kita memakai kriteria WHO. Secara tepat, anemia adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan terhadap massa sel darah merah. Metode pengukuran sel darah merah adalah agak rumit karena butuh waktu, biaya yang mahal dan biasanya memerlukan transfusi eritrosit radio label (Bakta, 2006).

Tabel 2.2. Tahap Keparahan Anemia Menurut Konsentrasi Hemoglobin Tahap

Keparahan Anemia

Nilai Hb (g/dL)

Simptom Tindakan Medis

Ringan 9,5-12,0 Pada kebiasaannya tidak ada tanda dan gejala

Tidak ada intervensi

Sedang 8,0-9,5 Bisa disertai gejala anemia

Pada manajemen untuk mencegah dari terjadinya

komplikasi Berat <8,5 Pada kebiasaannya Bisa menggugat


(38)

disertai gejala anemia nyawa dan diperlukan

manajemen segera (Elesevier Oncology, 2006).

Banyak faktor yang mempengaruhi nilai hemoglobin. Pengambilan alkohol dapat menyebabkan perdarahan internal yang bisa memicu ke arah anemia. Penyakit kronis atau penyakit kritikal yang berhubungan dengan proses inflamasi meningkatkan risiko anemia. Selain itu, antara faktor yang paling sering menyebabkan penurunan nilai hemoglobin adalah kekurangan zat besi yang terkait dengan faktor kemiskinan. Anak-anak mempunyai risiko tertinggi terkena anemia diikuti oleh wanita premenopause. Lebih dari 10% remaja putri dan wanita di bawah usia 49 tahun mengalami defisiensi zat besi. (Simon, 2009).

Menurut penelitian, sebelum pemberian tablet tambah darah, prevalensi anemia adalah 77,77% dan setelah diberikan tablet tambah darah satu kapsul perminggu dan satu kapsul selama 10 hari saat haid, dalam jangka waktu 16 minggu prevalensi anemia menurun menjadi 8,95% (Mulyawati, 2003).

Tabel 2.3. Kriteria anemia menurut WHO (Hoffbrand AV et al., 2001) Kelompok Kriteria anemia (Hb)

Laki-laki dewasa <13 g/dl Wanita dewasa tidak hamil <12 g/dl Wanita hamil <11 g/dl (Bakta, 2009)


(39)

2.2.6. Anemia Defisisensi Besi 2.2.6.1. Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Kelainan ini ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC ( total iron binding capacity) meningkat, saturasi transferin menurun, ferritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negative dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi (Bakta, 2006).

2.2.6.2. Etiologi

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat berasal dari :

• saluran cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulitis, hemoroid, da infeksi cacing tambang.

• saluran genitalia wanita : menorrhagia atau metrorhagia • saluran kemih : hematuria

• saluran napas : hemoptoe

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat : prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.


(40)

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi dan kolitis kronik (Bakta, 2006). 2.2.6.3. Patogenesis

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erytropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gaejala lainnya (Bakta, 2006).

2.2.6.4. Gejala Klinis

Gejala anemia dibagi menjadi gejala umum, gejala penyakit dasar, dan gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Gejala umum anemia dapat dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 gr/dL. Gejalanya yaitu badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Gejala khas akibat defisiensi besi tidak dijumpai pada anemia jenis lain, yaitu koilonychia, atrofi pupil lidah, stomatitis angularis, disfagia, dan atrofi mukosa gaster. Gejala penyakit dasar yaitu gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut (Bakta, 2006).

2.2.6.5. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboraturium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisisensi


(41)

besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisisensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut :

Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d.

1. dua dari tiga parameter di bawah ini : a. Besi serum <50 mg/dL b. TIBC >350 mg/dL c. Saturasi transferin 2. ferritin serum <20 µg/dL

3. pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif

4. dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 gr/dL (Bakta, 2006).

2.2.6.6. Penatalaksanaan

Terapi kausal tergantung penyebabnya, misalnya pengobatan terhadap menoragia, pemberian preparat besi, dan pengobatan lain, meliputi diet, vitamin C, dan transfusi darah (Bakta, 2006).

2.2.7. Cara Mengukur Hemoglobin

Terdapat beberapa cara untuk mengukur kandungan hemoglobin

dalam

direka khusus untuk membuat beberapa ujian terhadap darah.

Tempat pengambilan darah kapiler orang dewasa dipakai ujung jari atau daun telinga, sedang pada bayi dan anak kecil diambil dari tumit atau ibu


(42)

jari kaki. Tempat yang dipilih tidak boleh memperlihatkan gangguan peredaran darah seperti cyanosis.

Untuk darah vena orang dewasa dipakai salah satu vena dalam fossa cubiti, sedangkan pada bayi vena jugularis superficialis, dapat juga sinus sagitalis superior.

Kadar hemoglobin darah ditentukan dengan bermacam-macam cara antara lain: cyanmethemoglobin dan sahli (Gandasoebrata, 2009).

2.2.7.1. Cara Fotoelektrik: Cyanmethemoglobin

Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk penerapan kadar hemoglobin dengan teliti karena standard cyanmethemoglobin yang ditanggung kadarnya bersifat stabil dan dapat dibeli. Kesalahan cara ini dapat mencapai ± 2% (Gandasoebrata, 2009).

2.2.7.2. Cara Sahli

Pada cara ini hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standard dalam alat itu (Gandasoebrata, 2009).

Cara Sahli ini bukanlah cara teliti. Kelemahan metodik berdasarkan kenyataan bahwa kolorimeter visual tidak teliti, bahwa hematin asam itu bukan merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat distandardkan. Cara ini juga kurang baik karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam, umpamanya karboxyhemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin (Gandasoebrata, 2009).


(43)

2.2.7.3. Hemoglobinometer

Hemoglobinometer adalah suatu alat untuk mengukur konsentrasi hemoglobin dalam darah. Ini menggunakan pengukuran spektrofotometri dari konsentrasi hemoglobin. Portable hemoglobinometer menyediakan pengukuran yang mudah dan terpercaya terhadap konsentrasi hemoglobin yang dapat digunakan khususnya di daerah yang tidak memiliki laboratorium (Britton, 1991).

Portable hemoglobinometer adalah suatu alat noninvasif untuk menentukan konsentrasi oksigen di jaringan yang diambil dari permukaan kulit. Meskipun cara penetapan kadar hemoglobin dalam darah yang dianjurkan masa kini bukanlah yang memakai hemoglobinometer menurut sahli, tapi cara ini masih berguna dalam laboratorium kecil (Gandasoebrata, 2009).

Gambar 2.1 Easy Touch GHb Blood Glucose/HemoglobinDual Function Monitoring System

2.3. Siklus Haid dan Pengaruhnya Pada Kadar Hemoglobin

Penelitian yang dilakukan oleh Abidin terhadap mahasiswi FK-USU ACMS Angkatan 2007 dan FK UKM-ACMS Angkatan 2009 dengan siklus


(44)

hid normal menyatakan bahwa rata-rata konsentrasi hemoglobin pada saat menstruasi yaitu hari ke-2 siklus adalah 11,36 gr/dL dan pada saat tidak menstruasi yaitu hari ke-16 siklus adalah 11,91 gr/dL. Ini menunjukkan bahwa subjek penelitian yang mempunyai siklus menstruasi normal juga mempengaruhi kadar hemoglobin.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyati pada remaja siswi SMP Negeri Lasusua Kabupaten Kolaka Utara menunjukkan bahwa lama haid memiliki hubungan yang paling besar dengan kadar hemoglobin dengan tingkat signifikan (p=0,009).

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani et al pada remaja putri SMK Negeri 1 Metro Lampung juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama menstruasi dengan anemia.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim et al kepada wanita yang berusia 18-44 tahun di US dengan jumlah sampel 1.712 orang menyatakan bahwa nilai hemoglobin (Hb), Transferin Saturation (TS), dan Serum Ferritin (SF) paling rendah dijumpai pada fase menstruasi dan paling tinggi pada fase luteal (10-16 hari setelah menstruasi) atau sekresi lanjut dari siklus haid ( Hb = 130 vs 133 g/L; TS = 21,2% vs 24,8% dengan P < 0,01 untuk keduanya; dan SF = 17,2 vs 24,0 µg/L dengan P < 0,05).

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yerna kepada 49 orang siswi kelas 2 SMP Negeri 1 Raha Kabupaten Muna menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama menstruasi dengan kadar hemoglobin dengan nilai P >0,05.

Penelitian yang dilakukan oleh Clancy et al menyatakan bahwa mentruasi tidak menyebabkan anemia. Penebalan endometrium menyebabkan peningkatan penyimpanan zat besi lebih besar.


(45)

2.3.1. Volume Kehilangan Darah

Menurut Fraser et al (1985) dalam Abidin (2010) jumlah kehilangan darah yang murni adalah kira 36.1% daripada jumlah cairan yang keluar pada saat menstruasi. Sisanya adalah cairan hasil dari bahan bukan darah. Volume darah yang keluar adalah paling banyak pada hari ke-2 menstruasi. Dan ditemukan jumlah darah pada hari ke-1 dan pada hari ke-3 adalah relatif sama. Namun begitu, jumlah darah yang keluar adalah semakin sedikit mulai hari ke-4 dan seterusnya sampai menstruasi berhenti.

Normalnya volume kehilangan darah selama haid adalah 40 mL. Kehilangan darah lebih dari 80 mL per siklus adalah abnormal dan dapat menimbulkan anemia (MacKay, 2010).

2.3.2. Lama Haid

Pengaliran darah menstruasi biasanya berlaku dari tiga hingga lima hari, tetapi alirannya bisa berlaku dalam satu hari saja malah bisa juga sehingga delapan hari (Ganong, 2005). Pada kebiasaannya, menstruasi ini akan berakhir setelah lima hingga tujuh hari selepas degenerasi korpus luteum yang bersamaan dengan saat bermulanya fase folikuler (Sherwood, 2007). Jika lama siklus haid lebih dari normal (23-35 hari) dengan perdarahan yang berat dan tidak teratur adalah patologis dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut (MacKay, 2010).


(46)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Definisi Operasional

1.1. Siklus haid normal adalah jarak antara hari pertama haid sampai hari pertama haid berikutnya berkisar 22-35 hari.

a. Cara ukur

Apakah subjek penelitian memiliki siklus haid normal atau tidak b. Alat ukur

Melalui anamnese awal kepada subjek penelitikan dengan menanyakan siklus haid terakhir apakah normal atau tidak

c. Hasil ukur

Siklus haid normal, siklus haid tidak normal d. Skala pengukuran

Skala pengukuran nominal, data kategori

Siklus Haid Kadar


(47)

1.2. Kadar hemoglobin adalah bacaan yang tertera pada hasil pemeriksaan hemoglobinometer pada hari ke-2 dan ke-16 atau pertengahan siklus haid. a. Cara ukur

Mengambil sedikit darah dari ujung jari subjek penelitian dengan menggunakan lancet untuk mendapatkan nilai kadar hemoglobin yang dilakukan saat subjek penelitian haid dan tidak haid

b. Alat ukur

Hemoglobinometer Easy Touch GHb Dual Function Monitoring System

c. Hasil ukur

Kadar hemoglobin yang didapatkan dari hasil pemeriksaan hemoglobinometer dalam unit gram per desiliter

d. Skala pengukuran

Skala pengukuran interval, data numerik

Terdapat variabel independen dalam penelitian ini yaitu subjek penelitian yang mempunyai siklus haid baik normal ataupun abnormal. Variabel dependen adalah kadar hemoglobin yang tertera pada hemoglobinometer.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah siklus haid mempengaruhi kadar hemoglobin.


(48)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian analitik deskriptif dengan melihat pengaruh siklus haid terhadap kadar hemoglobin. Desain penelitian ini menggunakan pendekatan terhadap desain penelitian cohort study yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko (siklus haid) dengan efek (perubahan kadar hemoglobin) melalui pendekatan longitudinal ke depan atau prospektif (Notoatmodjo, 2010).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus tahun 2011, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data sampai bulan November 2011. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran USU yang terletak di jalan Dr. Mansur No.5 Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 yang memiliki siklus haid normal dan tidak normal serta memenuhi seluruh kriteria inklusi.

4.3.2. Sampel

Jumlah sampel didapat melalui survei awal terhadap jumlah mahasiswi Fakultas Kedokteran USU angkatan 2010. Kemudian Mahasiswi tersebut dilakukan survey awal sebelum menjalankan penelitian. Kemudian


(49)

jumlah sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus (Wahyuni, 2008):

n= N. Z21-α/2 p . (1-p) (N-1) d2 + Z21- /2 p. (1-p) Keterangan :

n : besar sampel minimum

Z1-α/2: Nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu P : Harga proporsi di populasi

d : Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir N : Jumlah populasi

n= 248 (1,645)2. 0,5 (1-0,5) 247 (0,1)2 + (1,645)2. 0,5 (1-0,5) n= 167,77355

3,1465 n= 53,32 n= 54 orang

Dari hasil survey awal didapatkan bahwa jumlah mahasiswa perempuan Fakultas Kedokteran USU untuk angkatan tahun 2010 adalah 248 orang. Dengan menggunakan rumus perhitungan sampel diatas, maka jumlah sampel minimum penelitian adalah 54 orang.


(50)

Penarikan sampel ditentukan melalui teknik consecutive sampling, dimana semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2010)

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Mahasiswi angkatan 2010 yang mempunyai siklus haid normal yaitu 22 sampai 35 hari dan siklus haid tidak normal yaitu kurang dari 22 hari atau lebih dari 35 hari.

2. Berusia antara 17-20 tahun

3. Sehat dan bebas dari penyakit medis lain, seperti tukak peptik, kolitis kronik, divertikulitis, hemoroid, infeksi cacing tambang, gastrektomi, penyakit keganasan, dan penyakit ginjal kronis

4. Telah menandatangani lembar persetujuan dan bersedia mengikuti penelitian.

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :

1. Mahasiswi yang tidak mengetahui siklus haidnya 2. Mengonsumsi suplemen zat besi

3. Pemakaian obat-obatan, seperti salisilat (aspirin) atau NSAID, pil KB, atau alat kontrasepsi.

4. Mahasiswiyang menderita anemia (kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl).


(51)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti (Wahyuni, 2008). Sebelum data diambil, subjek penelitian yang diperiksa harus memenuhi seluruh kriteria inklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Peneliti telah melakukan informed consent kepada seluruh sampel sebelum data diambil. Persetujuan komisi etik telah diajukan dan sudah mendapatkan persetujuan.

Kepada subjek penelitian dijelaskan maksud dan tujuan penelitian ini dilakukan. Setelah itu mereka ditanyakan lagi tentang siklus haid terakhir normal atau tidak, lalu ditanyakan tentang kesediaan untuk diambil darahnya untuk mengukur kadar hemoglobin. Pengambilan darah untuk subjek penelitian yang siklus haidnya normal dilakukan dua kali yaitu pada waktu subjek penelitian sedang haid yaitu hari ke-2 siklus dan saat tidak sedang haid yaitu hari ke-16 siklus, sedangkan bagi subjek penelitian yang siklus haid nya tidak normal pengambilan darah diambil dua kali juga yaitu saat subjek penelitian sedang haid darah diambil hari ke-2 siklus dan saat subjek penelitian tidak sedang haid darah diambil pada hari pertengahan siklus.

Cara pengambilan sampel darah :

1. Ujung jari dibersihkan dengan kapas alkohol 70%

2. Setelah itu, dengan menggunakan hemolet, lancet ditusukkan pada ujung jari subjek penelitian.

3. Darah yang pertama keluar diusap dengan kapas alkohol.

4. Darah yang keluar seterusnya diambil dan diletakkan di atas test card dan bersihkan tangan subjek penelitian dengan kapas alkohol.

5. Kadar hemoglobin ditentukan dengan menggunakan hemoglobinometer. Kadar hemoglobin masing-masing subjek penelitian dimasukkan pada lembar data dan ditentukan apakah normal (≥12 gr/dL) atau tidak normal (<12 gr/L ).


(52)

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisa dengan versi komputer dimana pengaruh siklus haid terhadap kadar hemoglobin akan diuji dengan Uji T Dependen (T Paired Test). Alasan pemilihan uji hipotesis dengan Uji T Dependen (T Paired Test) adalah bahwa data berdistribusi normal, kedua kelompok data dependen, dan jenis variabel kategori (nominal) dan numerik (Wahyuni, 2008). Pada kelompok berpasangan, subjek yang sama diperiksa pra dan pasca-intervensi atau pemilihan subjek kelompok yang satu dilakukan matching dengan subjek kelompok lainnya (Sastroasmoro, 2010).


(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang teletak di Jalan dr. Mansyur No.5, Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu universitas negeri yang terletak di bagian utara pulau Sumatera. Universitas ini berdiri pada tahun 1952.

Universitas ini menawarkan beberapa fakultas kesehatan seperti kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, dan farmasi serta menyediakan fasilitas yang lengkap bagi tujuan pembelajaran. Jumlah keseluruhan mahasiswa dan mahasiswi di fakultas kedokteran saat ini adalah kira-kira 1300 orang.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswi kedokteran USU Angkatan 2010. Rentang usia sampel yang terlibat adalah antara usia 17 hingga 20 tahun. Sampel yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 54 orang yang seluruhnya telah menandatangani persetujuan tindakan medis (informed consent) sampel penelitian. Mereka juga memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu mempunyai siklus haid normal yaitu 22 sampai 35 hari dan siklus haid tidak normal yaitu kurang dari 22 hari atau lebih dari 35 hari, berusia antara 17-20 tahun, sehat dan bebas dari penyakit medis lain, seperti tukak peptik, kolitis kronik, divertikulitis, hemoroid, infeksi cacing tambang, gastrektomi, penyakit keganasan, dan penyakit ginjal kronis. Selain itu sampel juga tidak mengonsumsi suplemen zat besi, tidak memakai obat-obatan, seperti salisilat (aspirin) atau NSAID, pil KB, atau alat kontrasepsi, serta tidak mengalami perdarahan dan menjalani operasi dalam 3 bulan ini. Sebanyak 96.3%


(54)

sampel penelitian ini adalah berkebangsaan Indonesia, dan selebihnya adalah bangsa Malaysia.

5.1.3. Distribusi Kadar Hemoglobin Hari ke-2 Siklus Haid

Sebanyak 54 sampel penelitian ini telah diperiksa kadar hemoglobinnya pada hari ke-2 dari siklus haid masing-masing sampel. Tabel dibawah ini menunjukkan distribusi kadar hemoglobin sampel penelitian.

Tabel 5.1 Kadar Hemoglobin Hari ke-2 Siklus Haid

Kadar Hemoglobin

(g/dl) Frekuensi(%) <8.0 g/dl 4 (7.4) 8.0-9.5 g/dl 4 (7.4) 9.5-12.0 g/dl 9 (16.7)

>12.0 g/dl 37 (68.5)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan. rata-rata kadar hemoglobin yang didapatkan pada kelompok sampel penelitian ini pada hari ke-2 haid adalah 13.81 g/dL. Kadar hemoglobin terendah pada hari ke-2 haid adalah 6.70 g/dL sedangkan kadar hemoglobin tertinggi adalah 19.40 g/dL.

5.1.4. Distribusi Kadar Hemoglobin Hari ke-16 Siklus Haid

Pemeriksaan kadar hemoglobin seluruh sampel penelitian pada hari ke-2 siklus haid masing-masing dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin mereka pada hari ke-16 siklus haid. Tabel di bawah menunjukkan distribusi kadar hemoglobin pada kelompok sampel penelitian.


(55)

Tabel 5.2 Kadar Hemoglobin Hari ke-16 Siklus Haid Kadar Hemoglobin

(g/dl) Frekuensi (%) <8.0 g/dl 1 (1.9) 8.0-9.5 g/dl 1 (1.9) 9.5-12.0 g/dl 12 (22.2)

>12.0 g/dl 40 (74.1)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan. rata-rata kadar hemoglobin yang didapatkan pada kelompok sampel penelitian ini pada hari ke-16 haid adalah 14.54 g/dL. Kadar hemoglobin terendah pada hari ke-16 haid adalah 7.6 g/dL sedangkan kadar hemoglobin tertinggi adalah 20 g/dL.

5.1.5. Kelompok Kadar Hemoglobin Hari ke-2 Siklus Haid

Kadar hemoglobin sampel penelitian yang didapatkan pada hari ke-2 siklus haid dari penelitian ini dikategorikan ke dalam kelompok normal, anemia ringan, anemia sedang, dan anemia berat.

Berdasarkan tabel 5.1 didapati bahwa sampel penelitian paling banyak berada dalam kelompok normal, yaitu 68.5%. Dan terbanyak kedua adalah kelompok anemia ringan yaitu 16.7%.

5.1.6. Kelompok Kadar Hemoglobin Hari ke-16 Siklus Haid

Berdasarkan tabel 5.2 kadar hemoglobin sampel penelitian yang diperoleh pada hari ke-16 siklus haid telah dikategorikan ke dalam kelompok normal, anemia ringan, anemia sedang, dan anemia berat. Hasil yang didapat menunjukkan sampel penelitian paling banyak tergolong dalam kategori normal yaitu 74.1% dan terbanyak kedua adalah anemia ringan yaitu 22.2%.


(56)

5.1.7. Perbandingan Kelompok Kadar Hemoglobin Hari ke-2 dan Hari ke-16 Siklus Haid

Dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lebih banyak sampel penelitian mempunyai kadar hemoglobin normal pada hari ke-16 siklus haid. yaitu sebanyak 40 orang yang berbanding dengan 37 orang pada hari ke-2 siklus haid. Begitu pula dengan anemia ringan lebih banyak terjadi pada hari ke-16 siklus haid yaitu sebanyak 12 orang dibandingkan hari ke-2 siklus haid yaitu sebanyak 9 orang.

Hal ini berbeda dengan kejadian anemia sedang dan anemia berat. Dari penelitian didapatkan bahwa lebih banyak sampel penelitian yang mengalami anemia sedang dan anemia berat pada hari ke-2 siklus haid, yaitu masing-masing sebanyak 4 orang, dibandingkan hari ke-16 siklus haid yaitu masing-masing hanya 1 orang.

Perbandingan Kadar Hemoglobin


(57)

5.1.8. Selisih Kadar Hemoglobin Hari ke-2 dan Hari ke-16 Siklus Haid

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebanyak 24 orang dari 54 orang sampel penelitian menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin dari hari ke-2 siklus haid hingga hari ke 16 siklus haid. Peningkatan tertinggi (banyak) yang didapat adalah 11.8 g/dL, sementara peningkatan terendah (sedikit) adalah 1.30 g/dL. Rata-rata peningkatan kadar hemoglobin yang dihitung pada 24 orang sampel penelitian ini adalah 6.2 g/dL.

Sebanyak 30 orang dari 54 sampel penelitian ini menunjukkan penurunan kadar hemoglobin dari hari ke-2 siklus haid hingga hari ke-16 siklus haid. Penurunan tertinggi yang didapat adalah 0.1 g/dL, sementara penurunan terendah yang didapat adalah 7.5 g/dL. Rata-rata penurunan kadar hemoglobin yang dihitung pada 30 orang sampel penelitian ini adalah 3.6 g/dL.

5.1.9. Hasil Analisis Statistik

Berdasarkan hasil uji T dependen (paired test) yang telah dilakukan, tidak ditemukan adanya hubungan antara siklus haid terhadap kadar hemoglobin, dimana nilai p > 0.05 (p= 0.332). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan bermakna dari rata-rata kadar hemoglobin pada saat haid dan tidak haid. Artinya tidak ada pengaruh sigfikan antara siklus haid terhadap kadar hemoglobin saat haid dan tidak haid.

5.2. Pembahasan 5.2.1. Haid

Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan sebelum melakukan penelitian. rata-rata didapatkan bahwa sampel penelitian mengalami menarche pada usia 12 tahun. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2010) terhadap mahasiswi FK-USU ACMS Angkatan 2007 dan FK UKM-ACMS Angkatan 2009.


(58)

Selain itu didapatkan juga bahwa rata-rata sampel penelitian ini mengalami haid selama 3-7 hari. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Yerna (2007) terhadap siswi SMP di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara.

Siklus haid sampel penelitian ini rata-rata berada dalam kelompok normal yaitu diantara 22 hingga 35 hari.

5.2.2. Kadar Hemoglobin Saat Haid

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, rata-rata kadar hemoglobin saat haid yang didapat dari sampel penelitian adalah 13.81± 3.62 g/dL (tabel 5.1). Nilai yang didapat ini termasuk kategori normal menurut WHO (World Health Organization). Angka yang didapat ini adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abidin terhadap mahasiswi FK-USU ACMS Angkatan 2007 dan FK UKM-ACMS Angkatan 2009 yaitu 11.36 ±1.15 dan penelitian yang dilakukan oleh Clancy et al (2006) pada populasi di Polandia yaitu13.19 ± 0.99 g/dL.

5.2.3. Kadar Hemoglobin Saat Tidak Haid

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, rata-rata kadar hemoglobin yang didapat dari sampel penelitian saat tidak haid yaitu pada hari ke-16 siklus haid adalah 14.54 ± 3.3 g/dL (tabel 5.2). Menurut WHO kadar hemoglobin ini termasuk kategori normal.

5.2.4. Perbedaan Kadar Hemoglobin Saat Haid dan Tidak Haid

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa rata-rata kadar hemoglobin saat haid (hari ke-2 siklus haid) yaitu 13.81± 3.62 g/dL, sedangkan rata-rata kadar hemoglobin saat tidak haid (hari ke-16 siklus haid) adalah 14.54 ± 3.3 g/dL. Hal ini menunjukkan bahwa kadar hemoglobin pada saat haid adalah lebih rendah dibandingkan dengan saat tidak haid.


(59)

Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2006) yaitu kadar hemoglobin saat haid (11.36 g/dl) adalah lebih rendah dibandingkan kadar hemoglobin saat tidak haid (11.91 g/dl) dan juga penelitian yang dilakukan oleh Kim et al (1993) yaitu kadar hemoglobin saat haid (13.00 g/dL) juga lebih rendah dibandingkan kadar hemoglobin saat tidak haid (13.30 g/dL). Penurunan kadar hemoglobin ini wajar terjadi karena saat haid terjadi kehilangan darah. Penurunan jumlah ferum didalam tubuh melalui proses menstruasi yang fisiologis ini sedikit banyaknya akan mempengaruhi kadar hemoglobin dalam tubuh seseorang (Klein et al, 2006).

5.2.5. Selisih Kadar Hemoglobin Saat Haid dan Saat Tidak Haid

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebanyak 55.6% dari keseluruhan sampel penelitian menunjukkan penurunan kadar hemoglobin dari hari ke-2 siklus haid hingga hari ke-16 siklus haid. Penurunan kadar hemoglobin ini mungkin disebabkan oleh pola diet yang kurang mengkonsumsi asupan makanan yang mengandung zat besi dan tingginya konsumsi zat makanan yang menghambat penyerapan zat besi.

Sedangkan 44.4% sampel penelitian menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin pada hari ke-16 siklus haid. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Clancy et al (2006) peningkatan kadar hemoglobin ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan eritrosit dan hemoglobin secara signifikan pada fase luteal akibat peluruhan dinding endometrium yang terjadi pada fase menstruasi. Pada fase luteal terjadi penebalan dinding endometrium yang secara positif berhubungan dengan peningkatan simpanan cadangan zat besi sehingga meningkatkan kadar hemoglobin dan eritrosit. Penebalan dinding endometrium ini dipengaruhi oleh meningkatnya ketersediaan energi yang berasal dari status nutrisi, workload, distribusi energi, keseimbangan dan gerakan yang berubah (flux). Jika status nutrisi, workload, distribusi energi, keseimbangan dan gerakan yang berubah (flux) berkurang, maka


(60)

tidak terjadi penebalan dinding endometrium sehingga tidak terjadi peningkatan eritrosit dan kadar hemoglobin.

5.2.6. Perbedaan Rata-Rata Kadar Hemoglobin

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa nilai Uji T Dependen (paired test) adalah p>0.05 (p=0.332). Ini menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan rata-rata kadar hemoglobin saat haid dan tidak haid. Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara siklus haid terhadap kadar hemoglobin. Hal ini adalah wajar karena haid adalah suatu proses yang fisiologis, sejumlah darah tertentu yang keluar selama haid adalah normal. Jika pengaruhnya terlalu signifikan maka ini berarti telah terjadi perdarahan yang sangat banyak pada hari ke-2 haid.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Rata-rata siklus haid sampel penelitian adalah 22 hingga 35 hari. 2. Lama haid sampel penelitian rata-rata sekitar 3 hingga 7 hari.

3. Rata-rata kadar hemoglobin sampel penelitian saat haid adalah 13.81 g/dL dan pada saat tidak haid adalah 14.54 g/dL.

4. Rata-rata kadar hemoglobin sampel penelitian pada saat haid dan tidak haid tergolong dalam kategori normal.

5. Sebanyak 30 sampel penelitian menunjukkan penurunan kadar hemoglobin dan sebanyak 24 sampel penelitian menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin pada hari ke-2 hingga hari ke-16 siklus haid.

6. Dari hasil uji T dependen yang telah dilakukan, didapatkan nilai p > 0.332 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan atau bermakna terhadap kadar hemoglobin saat haid dan tidak haid meskipun dijumpai peningkatan kadar hemoglobin dari hari ke-2 hingga hari ke-16 siklus haid. Berdasarkan analisis data dinyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antar siklus haid terhadap kadar hemoglobin seseorang.

6.2. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Peneliti berharap agar penelitian dapat diteruskan untuk memperbaiki


(62)

nilai agar lebih signifikan dan bermakna. Peneliti menyarankan agar memperpanjang waktu penelitian sehingga dapat dilakukan minimal 3 kali siklus haid agar hasil yang didapat dapat bermakna secara signifikan dan lebih akurat. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu sehingga peneliti hanya melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dalam satu siklus haid saja.

Sebaiknya sebelum mengukur kadar hemoglobin pada saat haid, periksa terlebih dahulu kadar hemoglobin basement kira-kira lima hari sebelum haid sebagai pembanding.

Selain itu, untuk masalah sampel penelitian peneliti menyarankan agar sampel penelitian dikelompokkan berdasarkan ras nya sehingga kita dapat mengetahui ras mana yang mempunyai kadar hemoglobin lebih tinggi, dikarenakan peneliti hanya mendapatkan sampel dan terbanyak adalah suku Indonesia, 1 orang suku Melayu, dan 1 orang suku India. Sehingga kita bisa mengetahui adakah pengaruh kebiasaan makan mereka terhadap siklus haid dan kadar hemoglobinnya.

Peneliti menyarankan agar pada saat pengukuran kadar hemoglobin sampel diminta untuk berpuasa, agar hasil yg didapat lebih akurat karena tidak dipengaruhi oleh makanan.

Peneliti juga menyarankan agar wanita lebih memperhatikan pola diet mereka, seperti lebih banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi baik pada saat haid maupun tidak haid dan mengurangi makanan yang dapat menghambat absorpsi zat besi tersebut.


(63)

Lampiran

CURRICULUM VITAE

Nama : Maghfirani

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 6 April 1990

Agama : Islam

Alamat : JL. Komplek Mutiara Indah, Mutiara IX No. 2 Lhokseumawe.

JL. Tridharma No.22 Kampus USU Padang Bulan, Medan.

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996 lulus Taman Kanak-Kanak Pertiwi Lhokseumawe

2. Tahun 2002 lulus Sekolah Dasar Negeri 3 Lhokseumawe

3. Tahun 2002-2004 Sekolah Menengah Pertama Negeri 19 Bandung

3. Tahun 2005 lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Lhokseumawe

4. Tahun 2008 lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lhokseumawe


(64)

Riwayat Pelatihan :

1. Tahun 2003 Farisya English Course di Bandung 2. Tahun 2003 Pramuka SMP Negeri 19 Bandung 3. Tahun 2009 Workshop Resusitasi Jantung Paru

Otak (RJPO), Traumatologi dan Intubasi di FK USU Medan

4. Tahun 2009 Pelatihan Balut Bidai TBM FK USU Medan

5. Tahun 2009 Seminar Basic Life Support & Workshop Balut Bidai dan Evakuasi Medis TBM FK USU Medan

6. Tahun 2009 Tim Bantuan Medis Camp VII di Law Kawar

7. Tahun 2009 Tim Bantuan Medis Camp VIII di Law Kawar

8. Tahun 2009 Smart Soul Training Program di FK USU Medan

9. Tahun 2009 Diklat Penelitian dan Workshop Hewan Coba Standing Committee on Research Exchange di FK USU Medan

10.Tahun 2009 ESQ Training Center di FK USU Medan

11.Tahun 2010 Seminar and Workshop A-CPR ( Advanced Cardiopulmonary Resuscitation) di FK USU Medan

12.Tahun 2010 Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU Medan


(65)

13.Tahun 2010 Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Lokal di FK USU Medan

14.Tahun 2010 Seminar dan Talk Show “Islamic Medicine”di FK USU Medan

15.Tahun 2010 Tanoto Foundation Scholar Gathering di Bogor

16.Tahun 2011 Lembaga Bahasa & Profesional LIA di Medan

Riwayat Organisasi :

1. Tahun 2003 Sekretaris OSIS SMP Negeri 19 Bandung

2. Tahun 2003 Wakil Ketua Pramuka SMP Negeri 19 Bandung

3. Tahun 2010-2011 Pengurus Tim Bantuan Medis FK USU Medan.


(1)

Hb Hari ke-16 Siklus Haid (g/dL)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 7.60 1 1.9 1.9 1.9

9.30 1 1.9 1.9 3.7

9.50 2 3.7 3.7 7.4

9.70 1 1.9 1.9 9.3

9.90 1 1.9 1.9 11.1

10.20 1 1.9 1.9 13.0

10.70 1 1.9 1.9 14.8

10.80 1 1.9 1.9 16.7

11.00 1 1.9 1.9 18.5

11.30 2 3.7 3.7 22.2

11.40 1 1.9 1.9 24.1

11.70 1 1.9 1.9 25.9

12.00 3 5.6 5.6 31.5

12.10 1 1.9 1.9 33.3

12.70 1 1.9 1.9 35.2

13.00 1 1.9 1.9 37.0

13.20 1 1.9 1.9 38.9

13.30 1 1.9 1.9 40.7

13.50 1 1.9 1.9 42.6

13.80 1 1.9 1.9 44.4

14.20 1 1.9 1.9 46.3

14.30 1 1.9 1.9 48.1

14.50 1 1.9 1.9 50.0

14.70 1 1.9 1.9 51.9

15.40 1 1.9 1.9 53.7

15.90 1 1.9 1.9 55.6

16.00 1 1.9 1.9 57.4

16.40 1 1.9 1.9 59.3

16.50 1 1.9 1.9 61.1

16.60 1 1.9 1.9 63.0


(2)

16.90 1 1.9 1.9 66.7

17.00 1 1.9 1.9 68.5

17.20 1 1.9 1.9 70.4

17.30 2 3.7 3.7 74.1

17.40 1 1.9 1.9 75.9

17.50 1 1.9 1.9 77.8

17.60 2 3.7 3.7 81.5

17.70 1 1.9 1.9 83.3

17.80 1 1.9 1.9 85.2

18.10 1 1.9 1.9 87.0

18.40 2 3.7 3.7 90.7

18.70 2 3.7 3.7 94.4

19.50 2 3.7 3.7 98.1

20.00 1 1.9 1.9 100.0

Total 54 100.0 100.0

Statistics Hb Hari ke-2

Siklus Haid (g/dL)

Hb Hari ke-16 Siklus Haid

(g/dL)

N Valid 54 54

Missing 0 0

Mean 13.8130 14.5444

Median 13.8000 14.6000

Mode 12.80a 12.00

Std. Deviation 3.62091 3.29182

Minimum 6.70 7.60

Maximum 19.40 20.00

a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

Kelompok Kadar Hemoglobin Hari Ke-2 Siklus Haid Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 37 68.5 68.5 68.5

Anemia Ringan 9 16.7 16.7 85.2


(3)

Kelompok Kadar Hemoglobin Hari Ke-16 Siklus Haid Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Normal 40 74.1 74.1 74.1

Anemia Ringan 12 22.2 22.2 96.3

Anemia Sedang 1 1.9 1.9 98.1

Anemia Berat 1 1.9 1.9 100.0

Total 54 100.0 100.0

Selisih Kadar Hemoglobin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Menurun 30 55.6 55.6 55.6

Meningkat 24 44.4 44.4 100.0

Total 54 100.0 100.0

Statistics Meningkat

N Valid 24

Missing 6

Mean 6.1875

Median 6.6500

Std. Deviation 2.88026

Minimum 1.30

Maximum 11.80

Statistics Menurun

N Valid 30

Missing 0

Mean -3.6333

Median -3.5000

Std. Deviation 2.06804

Minimum -7.50


(4)

UJI T DEPENDEN (

paired test

)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Hb Hari ke-2 Siklus Haid

(g/dL)

13.8130 54 3.62091 .49274

Hb Hari ke-16 Siklus Haid (g/dL)

14.5444 54 3.29182 .44796

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Hb Hari ke-2 Siklus Haid

(g/dL) & Hb Hari ke-16 Siklus Haid (g/dL)

54 -.262 .055

Paired Samples Test Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Hb Hari ke-2 Siklus

Haid (g/dL) - Hb Hari ke-16 Siklus Haid (g/dL)


(5)

DATA SAMPEL PENELITIAN

No

Sampel Umur

Lama Siklus Haid

Lama Haid

Hb Hari ke-2 Siklus

Haid

Hb Hari ke-16 Siklus Haid Selisih Hb Kelompok Hb Hari ke-2 Siklus Haid Kelompok Hb Hari ke-16 Siklus Haid

1 19 22-35 Hari 3-7 Hari 10.00 17.70 7.70 Anemia Ringan Normal

2 19 22-35 Hari 3-7 Hari 16.80 13.00 -3.80 Normal Normal

3 19 22-35 Hari 3-5 Hari 16.90 14.20 -2.70 Normal Normal

4 19 22-35 Hari 3-7 Hari 16.10 14.50 -1.60 Normal Normal

5 19 22-35 Hari 3-7 Hari 10.10 15.40 5.30 Anemia Ringan Normal

6 19 22-35 Hari 3-7 Hari 14.10 18.40 4.30 Normal Normal

7 20 22-35 Hari >8 Hari 17.00 20.00 3.00 Normal Normal

8 19 22-35 Hari 3-7 Hari 13.50 9.50 -4.00 Normal Anemia Ringan

9 19 22-35 Hari 3-7 Hari 17.10 10.20 -6.90 Normal Anemia Ringan

10 19 22-35 Hari 3-7 Hari 16.40 14.30 -2.10 Normal Normal

11 19 >35 Hari 3-7 Hari 9.40 18.10 8.70 Anemia Sedang Normal

12 18 22-35 Hari 3-7 Hari 13.20 16.80 3.60 Normal Normal

13 19 22-35 Hari 3-7 Hari 7.40 17.60 10.20 Anemia Berat Normal

14 19 22-35 Hari 3-7 Hari 11.10 16.60 5.50 Anemia Ringan Normal

15 18 22-35 Hari 3-7 Hari 6.80 17.80 11.00 Anemia Berat Normal

16 19 22-35 Hari 3-7 Hari 11.80 18.40 6.60 Anemia Ringan Normal

17 19 22-35 Hari 3-7 Hari 7.70 19.50 11.80 Anemia Berat Normal

18 18 22-35 Hari 3-7 Hari 18.20 19.50 1.30 Normal Normal

19 19 22-35 Hari 3-7 Hari 18.40 13.30 -5.10 Normal Normal

20 19 22-35 Hari 3-7 Hari 17.10 11.40 -5.70 Normal Anemia Ringan

21 19 22-35 Hari 3-7 Hari 9.00 17.00 8.00 Anemia Sedang Normal

22 19 22-35 Hari 3-7 Hari 17.00 11.70 -5.30 Normal Anemia Ringan

23 19 22-35 Hari 3-7 Hari 14.60 11.30 -3.30 Normal Anemia Ringan

24 19 22-35 Hari 3-7 Hari 9.20 15.90 6.70 Anemia Sedang Normal

25 19 22-35 Hari 3-7 Hari 9.50 17.30 7.80 Anemia Ringan Normal

26 19 22-35 Hari 3-7 Hari 9.90 17.50 7.60 Anemia Ringan Normal

27 19 22-35 Hari 3-7 Hari 11.50 7.60 -3.90 Anemia Ringan Anemia Berat

28 19 22-35 Hari 3-7 Hari 17.80 10.70 -7.10 Normal Anemia Ringan

29 19 22-35 Hari 3-7 Hari 12.50 12.00 -0.50 Normal Normal

30 19 22-35 Hari 3-7 Hari 12.90 12.10 -0.80 Normal Normal

31 18 22-35 Hari 3-7 Hari 17.70 12.00 -5.70 Normal Normal

32 19 22-35 Hari 3-7 Hari 13.80 17.30 3.50 Normal Normal


(6)

35 19 22-35 Hari 3-7 Hari 18.00 13.80 -4.20 Normal Normal

36 19 22-35 Hari 3-7 Hari 16.70 12.70 -4.00 Normal Normal

37 19 22-35 Hari 3-7 Hari 17.00 16.90 -0.10 Normal Normal

38 19 22-35 Hari 3-7 Hari 19.40 16.50 -2.90 Normal Normal

39 19 22-35 Hari 3-7 Hari 13.80 11.30 -2.50 Normal Anemia Ringan

40 19 22-35 Hari 3-7 Hari 18.20 16.00 -2.20 Normal Normal

41 19 22-35 Hari 3-7 Hari 16.80 9.30 -7.50 Normal Anemia Sedang

42 19 22-35 Hari 3-7 Hari 18.30 11.00 -7.30 Normal Anemia Ringan

43 18 22-35 Hari 3-7 Hari 17.20 13.50 -3.70 Normal Normal

44 19 22-35 Hari 3-7 Hari 12.80 9.90 -2.90 Normal Anemia Ringan

45 19 22-35 Hari 3-7 Hari 12.80 12.00 -0.80 Normal Normal

46 19 22-35 Hari 3-7 Hari 12.50 9.50 -3.00 Normal Anemia Ringan

47 19 22-35 Hari 3-7 Hari 19.00 17.60 -1.40 Normal Normal

48 18 22-35 Hari 3-7 Hari 6.70 9.70 3.00 Anemia Berat Anemia Ringan

49 19 22-35 Hari 3-7 Hari 16.00 10.80 -5.20 Normal Anemia Ringan

50 19 22-35 Hari 3-7 Hari 10.30 17.20 6.90 Anemia Ringan Normal

51 19 22-35 Hari 3-7 Hari 16.00 13.20 -2.80 Normal Normal

52 19 22-35 Hari 3-7 Hari 12.90 17.40 4.50 Normal Normal

53 19 22-35 Hari 3-7 Hari 15.60 18.70 3.10 Normal Normal