BAB IV PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
KEHUTANAN DALAM UPAYA MENANGGULANGI MONEY
LAUNDERING
A. Pendekatan Melalui Pengejaran Harta Kekayaan Yang Diperoleh Dari Praktek Tindak Pidana Kehutanan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang UUTPPU sebenarnya telah memberikan landasan berpijak yang cukup kuat
bagi aparat penegak hukum khususnya hakim yang menyidangkan kasus menyangkut penjeratan pelaku kejahatan kehutanan sebagai kejahatan asal melalui tindak pidana
pencucian uang money Laundering sebagai upaya penanggulangan melalui pendekatan represif penal. Melalui pendekatan penal ini diharapkan penegakan
hukum tindak pidana kehutanan tidak saja secara fisik pelaku dapat dideteksi melainkan juga terhadap harta kekayaan yang didapat dari kejahatan asal core crime
khususnya praktek illegal logging sehingga pelaku pencucian uang yang dilakukan oleh para aktor yang biasanya mempunyai status sosial yang tinggi white collar
crime untuk dapat dimintai pertanggung jawaban pidana, karena di dalam tindak
pidana pencucian uang money laundering yang menjadi prioritas utama adalah pengembalian atau pengejaran uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil
kejahatan Landasan dari prioritas tindak pidana pencucian uang yakni pengejaran dan
pengembalian harta kekayaan hasil kejahatan dengan berbagai alasan sebagai berikut: Pertama
, jika pengejaran ditujukan kepada pelakunya akan lebih sulit dan juga sangat
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
beresiko. Kedua, jika diperbandingkan antara mengejar pelakunya dengan uang atau harta benda dari hasil kejahatan akan lebih mudah mengejar hasil dari kejahatan.
Ketiga bahwa uang atau harta dari hasil kejahatan adalah juga merupakan darah yang
menghidupi atau energi dari tindak pidana itu sendiri live blood of the crime. Pendekatan melalui pengejaran harta kekayaan hasil kejahatan dengan pendekatan
patut diduga sebagai bentuk pertanggungjawaban mutlak bagi pelaku berdasarkan pembuktian terhadap kesalahan tentunya dapat mengeyampingkan asas praduga tidak
bersalah sebagaimana dianut pada konsepsi hukum pidana menjadi asas praduga bersalah. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sudarto bahwa asas hukum pidana
yaitu ”Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea”, bahwa ”tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”, maka pengertian tindak pidana itu terpisah
dengan yang dimaksud pertanggungjawaban tindak pidana. Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana,
kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam
melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan.
101
Melalui penerapan UU rezim anti money laundering memberi peluang penegakan hukum terhadap aktor intelektual yang melakukan tindakan pembalakan
101
Sudarto, Hukum Pidana I, Badan Penyediaan Bahan-bahan Kuliah FH UNDIP, Semarang, 19871988,
hal.85, bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan an objective breach of penal provision
, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai
kesalahan atau bersalahsubjective guilt. Dengan perkataan lain orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya baru dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
liar terutama pemegang IUPHHK dan HPH dengan menekankan penyelidikan pada aliran uang yang dihasilkan dan juga memberikan sebuah landasan berpijak untuk
aparat penegak hukum dalam menjerat aktor-aktor intelektual yang mendanai kegiatan illegal logging. Dengan demikian penyelidikan dan penyidikan terhadap
aliran hasil kejahatan pembalakan hutan akan lebih mudah dilakukan, oleh karena muara aliran uang sudah tentu akan berakhir pada aktor intelektual penebangan hutan.
Selanjutnya dengan dimasukkannya tindak pidana bidang kehutanan sebagai predikat crimes
dalam pranata hukum UUTPPU maka aparat penegak hukum dengan bekerjasama dengan PPATK mempunyai dasar hukum untuk melakukan
penyelidikan terhadap berbagai transaksi yang mencurigakan dari lembaga-lembaga keuangan seperti bank, pasar modal dan asuransi untuk mencari aliran dana yang
pada akhirnya akan menuju kepada aktor intelektual pemegang dana kegiatan illegal logging
.
102
Dalam usaha kearah mencapai penegakan hukum yang efektif masih dirasakan pada saat-saat ini adanya tingkat kesulitan yang cukup tinggi yang
disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain adalah dari sistem penyidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang bersumber dari pelaporan PPATK pusat
pelaporan analisis transaksi keuangan atas adanya indikasi perbuatan pencucian uang
102
Bismar Nasution, Kerusakan Hutan dan Money Laundering, Makalah Dosen Fakultas Hukum USU dan Ketua Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum USU, Penegakan rule of game,
seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan lain-lain berkenaan dengan lingkungan hidup atau hutan, harus
menjadi pilihan yang tidak boleh tidak dilakukan, apabila hutan ingin diselamatkan. Di samping itu, terdapat pranata hukum baru yang dapat dipakai dalam perlindungan hutan, yaitu Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering.
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
yang masih mengacu kepada beberapa perangkat azas-azas yang terdapat didalam sistem hukum pidana meteril dan formil.
103
misalnya dalam rangka menjerat pelaku tidak pidana pencucian uang harus terlebih dahulu penyidik dapat membuktikan
adanya unsur kesalahan terlebih dahulu sehingga penyidik dapat mempertanggung jawabkan upaya hukum yang dilakukannya baru penyidik dapat menjerat terhadap
pelaku yang didapat dari PPATK tersebut karena diduga berindikasi melakukan perbuatan pencucian uang. Azas yang termuat dalam hukum pidana materil yaitu
bahwa pidana hanya diberikan kepada orang yang bersalah azas “culpibiltas” tidak ada pidana tanpa kesalahan, disamping itu pada tingkat perwujudan oleh pihak
kejaksaan atau bahkan pada tingkat proses peradilan juga dirasakan masih sangat sulit untuk membuktikan adanya tindak pidana pencucian uang money laundering hal ini
disebabkan oleh rapinya modus operandi pelaku yang selalu mengaburkan asal-usul uang dengan menggunakan sarana bank untuk pencucian uang.
103
Lihat, Erman Rajaguguk, Anti Pencucian uang, suatu Bisnis, Perbandingan Hukum, Yayasan Pengembangan Hukum Volume 16 Nopember, hal 24 bahwa Indonesia sendiri telah lama
mencantumkan ketentuan mengenai money loundering ini dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana sebagai berikut : pertama pasal 610 rancangan KUHP mengatakan barang siapa
menyimpan uang di bank dan ditempatkan, menstranfernya, menitipkan, menghibahkan, memindahkan, menginvestasikan, membayar uang kertas bernilai uang, yang diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya diperoleh dari perdagangan narkotika yang tidak sah atau tindak pidana ekonomi atau tindak pidana korupsi diancam dengan tindak pidana penjara paling lama lima belas
tahun dan denda paling banyak kategori V, kedua pasal 611 rancangan KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa menerima untuk disimpan atau sebagai titipan, menerima transfer, menerima hibah,
menerima sebagai modal investasi, menerima sebagai pembayaran uang atau kertas bernilai uang yang diketahuinya atau patut diketahuinya diperolehnya dari perdagangan narkotika yang tidak sah atau
tindak pidana ekonomi dan tindak pidana korupsi diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak kategoti V. menurut Erman Rajaguguk ketentuan-ketentuan dalam
rancangan untuk mengatasi kejahatan money laundering.
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Oleh karena itu perhatian dan tindakan yang serius dari pemerintah, aparat penegak hukum dan masyarakat baik nasional maupun internasional sangat
dibutuhkan Untuk meningkatkan sustainabilitas dan terjaganya ekosistem hutan. Pemberantasan kegiatan illegal logging harus dilakukan secara menyeluruh dari
tingkat perencana atau aktor intelektual sampai kepada pelaksana dilapangan. Hal inilah yang selama ini menjadi kesulitan terbesar dari pemberantasan illegal logging,
aparat penegak hukum hanya berhasil menangkap para pelaksana di lapangan sedangkan para aktor intelektual sebagai pemegang dana dan perencana illegal
logging seperti tidak tersentuh oleh hukum, sehingga kegiatan ini tetap berlangsung
dan semakin meluas ke daerah-daerah lain di Indonesia. Selanjutnya menyangkut pembebanan pembuktian sebagai salah satu tindakan
yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang dikenal dengan istilah criminal justice system tidak akan terlepas
dari faktor kerja sama yang bersifat posistif dari masing-masing sub sistem tersebut yang seharusnya dapat merupakan suatu sistem yang kuat, dimana salah satu sub
sistem didalam sistem peradilan pidana pencucian uang money laundering adalah dengan dibentuknya Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan PPATK sesuai
dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang UUTPPU baik Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 maupun beserta perubahannya dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2003. Kedua piranti lunak tersebut telah memberikan tugas dan wewenang kepada PPATK untuk dapat melaporkan hasil analisis transaksi
keuangan yang terindikasi patut diduga sebagai perbuatan tidak pidana pencucian
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
uang money laundring kepada pihak penyidik kepolisian dan penuntut umum.
104
Tetapi terhadap PPATK tidak diberikan wewenang untuk dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap terjadinya tidak pidana pencucian
uang Money Laundering.
105
Menurut UUTPPU maka PPATK mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan yang dapat diwujudkan dalam bentuk :
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengepaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK,
106
meminta laporan Penyedia Jasa Keungan PJK.
107
Dan juga melakukan audit.
108
Pemahaman yang sama kepada setiap penyedia jasa keungan PJK atau kepada pihak lain yang turut terkait dalam penanganannya terhadap setiap penyedia
jasa keungan PJK sangat diperlukan untuk melakukan penyesuaian dengan dan juga terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh lembaga pengawas dari masing-masing
penyedia jasa keuangan PJK. Dan selanjutnya dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaannya, PPATK senantiasa selalu melakukan suatu kajian dan
penyempurnaan terhadap pedoman yang dibuat oleh PPATK yang hasilnya akan diterbitkan secara berkala. Selain itu juga sangat dimungkinkan untuk selalu
104
Lihat, Pasal 26 huruf F. UUTPPU
105
Lihat, Pasal 30 UUTPPU yang mensyaratkan bahwa hukum acara yang berlaku bagi penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan adalah kitab Undang-undang Hukum
acara pidana KUHP Kecuali di tentukan lain dalam undang-undang ini.
106
Lihat, pasal 26 huruf a UUTPPU
107
Lihat, pasal 27 ayat 1 huruf a UUTPPU
108
Lihat. Pasal 27 ayat 1 huruf c UUTPPU
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
memberikan penjelasan terhadap hal-hal yang dianggap penting yang kemungkinannya dapat timbul dalam Implementasinya.
109
Didalam ketentuan Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 perihal tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dalam Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2003, juga telah memberikan kewenangan kepada PPATK antara lain berupa : mengumpulkan, menyimpan, menghimpun, menganalisis, juga
mengevaluasi informasi yang didapat dari penyedia jasa keuangan PJK, membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan,
memberikan nasehat dan bantuan kepada instansi lain yang berwenang mengenai informasi yang diperoleh sesuai dengan ketentuan undang-undang tindak pidana
pencucian uang money Laundering, melaporkan hasil analisis terhadap transaksi keuangan yang terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang money laundering
kepada pihak penyidik kepolisian guna kepentingan penyidikan dan kejaksaan untuk kepentingan penuntutan dan pengawasan, membuat dan menyampaikan laporan
mengenai analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara periodik kepada Presiden, DPR dan Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan bagi penyedia
jasa keuangan PJK. PPATK dalam melaksanakan tugasnya juga memerlukan kerja sama dan
peran serta semua pihaklapisan yang merupakan komponen dari rezim anti pencucian uang Money Laundering antara lain dengan pihak-pihak :
109
Lampiran keputusan kepala pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan nomor : 21kep.PPATK2003
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
1. Penyedia jasa keuangan. 2. Lembaga-lembaga pengawas penyedia jasa keuangan seperti, Departemen
Keuangan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal. 3. Penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Terhadap laporan dari analisis transaksi keuangan yang terdeteksi merupakan
tindak pidana pencucian uang money laundering dari PPATK kepada pihak kepolisian sangat diperlukan untuk kepentingan proses penyidikan untuk dapat
menetapkan pelaku kejahatan tersebut, pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang pada titik akhir dapat saja berupa orang perorangan maupun korporasi sehingga
dengan demikian pelaku kejahatan pencucian uang money laundering dapat saja melibatkan pelaku yang lebih dari satu orang. Adapun laporan yang diterima oleh
pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti melakukan deteksi terhadap tindak pidana pencucian uang money laundering oleh PPATK berisikan beberapa hal antara lain :
1. Laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan oleh penyedia jasa keuangan PJK pasal 1 angka 6 dan pasal 13 UUTPPU
2. Laporan yang disampaikan oleh penyedia jasa keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah komulatif Rp. 500,000 000 lima ratus juta rupiah
atau lebih pasal 13 UU TPPU 3. Laporan yang disampaikan oleh direktorat Jenderal Bea Cukai mengenai
pembawaan uang tunai kedalam atau keluar wilayah negara Republik
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
Indonesia sejumlah Rp. 100,000 000 seratus juta Juta rupiah atau lebih pasal 16 UU TPPU
Laporan terhadap poin 1 dan 2, terutama dimaksudkan untuk dapat mendeteksi proses placement pada perbuatan pencucian uang, sementara laporan poin
3 terutama dimaksudkan untuk dapat melakukan deteksi pada proses layering.
110
Atas laporan tersebut dan informasi lainnya, PPATK melakukan analisa dengan cara
melakukan deteksi terhadap tindak pidana pencucian uang yang kemudian menyediakan laporan tersebut kepada pihak penyidik kepolisian dan pihak Kejaksaan
selaku penuntut.
B. Peran Lembaga Keuangan Dalam Mencegah Kerusakan Hutan Sebagai Upaya Penanggulangan Secara Preventif
Sistem perbankan tetap dominan dalam pemberian kredit maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Investasi yang dibiayai perbankan kebanyakan investasi
yang sangat berpeluang merusak lingkungan hidup. Oleh karena bargaining position perbankan kuat. Diantara ancaman yang akan dihadapi perbankan adalah konsumen
boikot produk investor dan adanya Gerakan Masyarakat Hijau. Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 bahwa
terdapat resiko dalam pemberian kredit maupun pembiayaan berdasarkan prinsip
110
Yunus Husein, Mencegah dan Memberantas Kejahatan Kehutanan Melalui Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
, pidato Keynote Speaker yang disampaikan pada seminar Pemberantasan Kejahatan di bidang kehutanan melalui penerapan undang-undang tindak pidana
pencucian uang, yang dilakukan atas kerjasama Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan PPATK dan Indonesia Working Group on Forestry Finance
IWGFF, tanggal 6 Mei 2004, di Medan hal. 4
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
syariah, penilaian seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha, bank wajib memperhatikan hasil AMDAL bagi perusahaan yang berskala
besar dan atau beresiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 219UKU, Tanggal 25 Maret 1989 mengatur tentang redit Investasi dan Penyertaan Modal. Bank memiliki kewajiban
untuk menerapkan AMDAL pada penilaian kredit yang diajukan yang meliputi Penyajian Informasi Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan AMDAL, Rencana
Pengelolaan Lingkungan, Rencana Pemantauan Lingkungan. Untuk perbankan perlu memperhatikan pengetahuan minim aparat bank, lingkungan hidup bukan prioritas
utama, klausul lingkungan hidup belum secara luas dicantumkan dalam perjanjian kredit. Untuk mengatasi ini perlu mengupgrade pengetahuan aparat bank, meliputi
penguasaan aspek-aspek lingkungan hidup dan Pendidikan dan Latihan dengan sasaran kelompok, Penyusun Project Appraisal, Pegawas Project, Konsultan Bank,
dan Kepala-kepala Pengawas di Bank, Petunjuk pelaksanaan project appraisal, evaluasi biaya, dsb.
Diperlukan reorientasi
policy bank diantaranya adalah kebijakan perkreditan
yang sadar lingkungan, lingkungan hidup wajib dijadikan dasar pertimbangan pemberian kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, prudential measures.
Dalam perjanjian kredit wajib mencantumkan klausul lingkungan hidup misalnya persyaratan AMDAL, debitur diikat dengan kewajiban memelihara lingkungan hidup,
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
tuntutan hukum berdasarkan perjanjian kredit dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemantauan terhadap operasional perusahaan debitur.
Bank tidak dapat dituntut karena perbuatan yang dilakukan debiturnya yang merusak lingkungan hidup kecuali bank terbukti mengetahui perbuatan debitur
mencemari lingkungan hidup. Tanggung jawab adalah secara moril. Hal yang harus dilakukan bankir adalah memahami peran strategis perbankan dalam perekonomian
dan kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan hidup, memahami seluk beluk bisnis perbankan, memegang teguh etika profesional, pembentukan sikap yang pro
lingkungan. Tindak pidana di bidang kehutanan dan tindak pidana di bidang lingkungan hidup merupakan kejahatan asal predicate offence dari money
laundering. Pembalakan liar 60-80 dari 60-70 juta m2 yang dikonsumsi oleh industri kayu domestik. Angka ekspor industri kehutanan sebesar USD 5 Miliar per
tahun 70 berasal illegal logging. Identifikasi
transaksi kehutanan
mencurigakan dapat dilakukan dengan memperhatikan jumlah nominal dan frekuensi transaksi tidak konsisten dengan
transaksi kehutanan yang legal, transaksi yang dilakukan tidak wajar dan tidak sesuai dengan kegiatan usaha nasabah bank pengusaha hotel melakukan transaksi
kehutanan, pola transaksi nasabah menyimpang dari pola transaksi umum nasabah kehutanan, nasabah tidak ada alasan untuk menjalin hubungan dengan pihak luar
negeri, nasabah melakukan transaksi dengan pelaku illegal logging. Pasar Modal merupakan sumber pembiayaan perusahaan sektor kehutanan, keterbukaan penting
dalam industri pasar modal, pelaksanaan prinsip keterbukaan mengenai perlindungan
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
lingkungan hidup. Bapepam telah mengatur ketentuan administratif, legal due diligence
, dan standar pemeriksaan hukum dan pendapat hukum himpunan konsultan hukum pasar modal, peraturan ini belum memadai dibandingkan Amerika Serikat.
Selanjutnya dalam laporan transaksi keuangan yang mencurigakan, yang menjadi objek kecurigaan lebih dominan pada transaksi itu sendiri, bukan orang atau
nasabah yang melakukan transaksi. Adapun beberapa transaksi mencurigakan dengan menggunakan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
111
1. Pola transaksi tunai yakni dengan: a. Penyetoran tunai dalam jumlah besar yang tidak lazim oleh perorangan atau
perusahaan yang memiliki kegiatan usaha tertentu dan penyetoran tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya;
b. Peningkatan penyetoran tunai yang sangat material pada rekening perorangan atau perusahaan tanpa disertai penjelasan yang memadai, khususnya apabila
setoran tunai tersebut langsung ditransfer ke tujuan yang tidak mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan perorangan atau perusahaan tersebut;
c. Penyetoran tunai dengan menggunakan beberapa slip setoran dalam jumlah kecil sehingga total penyetoran tunai tersebut mempunyai jumlah sangat besar;
d. Penggunaan rekening perusahaan yang lazimnya dilakukan dengan
menggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya namun dilakukan secara tunai;
e. Pembayaran atau penyetoran dalam bentuk tunai untuk penyelesaian tagihan wesel, transfer atau instrumen pasar uang lainnya;
111
Bismar Nasution, loc.cit
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
f. Penukaran uang tunai berdenominasi kecil dalam jumlah besar dengan uang tunai berdenominasi besar;
g. Penukaran uang tunai ke dalam mata uang asing dalam frekuensi yang tinggi; h. Peningkatan kegiatan transaksi tunai dalam jumlah yang sangat besar untuk
ukuran suatu kantor Bank; i. Penyetoran tunai yang didalamnya selalu terdapat uang palsu;
j. Transfer dalam jumlah besar dari atau ke negara lain dengan instruksi untuk dilakukan pembayaran tunai;
k. Penyetoran tunai dalam jumlah besar melalui rekening titipan setelah jam kerja kas untuk menghindari hubungan langsung dengan petugas Bank.
2. Transaksi mencurigakan dengan menggunakan rekening Bank : a. Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain yang tidak sesuai dengan
jenis kegiatan usaha nasabah; b. Penyetoran tunai dalam jumlah kecil ke dalam beberapa rekening yang dimiliki
nasabah pada Bank sehingga total penyetoran tersebut mempunyai jumlah sangat besar;
c. Penyetoran dan atau penarikan dalam jumlah besar dari rekening perorangan atau perusahaan yang tidak sesuai atau tidak terkait dengan usaha nasabah;
d. Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan biaya yang sangat besar bagi Bank untuk melakukan pembuktian;
e. Pembayaran dari rekening nasabah yang dilakukan setelah adanya penyetoran tunai rekening dimaksud pada hari yang sama atau hari sebelumnya;
f. Penarikan dalam jumlah besar dari rekening nasabah yang semula tidak aktif atau dari rekening nasabah yang menerima setoran dalam jumlah besar dari luar
negeri; g. Penggunaan petugas teller yang berbeda oleh nasabah yang secara bersamaan
untuk melakukan transaksi tunai dalam jumlah besar atau transaksi mata uang asing;
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
h. Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk berhubungan dengan petugas Bank;
i. Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai atau negotiable instruments oleh suatu perusahaan dengan menggunakan rekening klien perusahaan, khususnya
apabila penyetoran tersebut langsung ditransfer di antara rekening klien lainnya;
j. Penolakan oleh nasabah untuk menyediakan tambahan dokumen atau
informasi penting, yang apabila diberikan kemungkinan nasabah menjadi layak untuk memperoleh fasilitas pemberian kredit atau jasa perbankan lainnya;
k. Penolakan nasabah terhadap fasilitas perbankan yang lazim diberikan, seperti penolakan untuk diberikan tingkat bunga yang lebih tinggi terhadap jumlah
saldo tertentu; l. Penyetoran untuk rekening yang sama oleh banyak pihak tanpa penjelasan
yang memadai. 3. Transaksi mencurigakan melalui transaksi yang berkaitan dengan investasi yaitu:
a. Pembelian surat berharga untuk disimpan di Bank sebagai kustodian yang seharusnya tidak layak apabila memperhatikan reputasi atau kemampuan
finansial nasabah; b. Transksi pinjaman dengan jaminan dan yang diblokir black-to-back
depositloan transactios antara Bank dengan anak perusahaan, perusahaan
afiliasi, atau institusi di negara lain yang dikenal sebagai negara tempat lalu- lintas perdagangan narkotika;
c. Permintaan nasabah untuk jasa pengelolaan investasi dengan sumber dana investasi yang tidak jelas sumbernya atau tidak konsisten dengan reputasi atau
kemampuan finansial nasabah; d. Transaksi dengan pihak lawan counterparty yang tidak dikenal atau , jumlah
dan frekuensi transaksi yang tidak lazim;
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
e. Investor yang diperkenalkan oleh bank di negara lain, perusahaan afiliasi, atau investor lain dari negara yang diketahui umum sebagai tempat produksi atau
perdagangan narkotika. 4. Transaksi mencurigakan melalui aktivitas Bank di luar negeri
a. Pengenalan nasabah oleh kantor cabang di luar negeri, perusahaan afiliasi atau bank lain yang berada di negara yang diketahui sebagai tempat produksi atau
perdagangan narkotika; b. Penggunaan Letter of Credits LC dan instrumen perdagangan internasional
lain untuk memindahkan dana antar negara dimana transaksi perdagangan tersebut tidak sejalan dengan kegiatan usaha nasabah;
c. Penerimaan atau pengiriman transfer oleh nasabah dalam jumlah besar ke atau dari negara yang diketahui merupakan negara yang terkait dengan produksi,
proses, dan atau pemasaran obat terlarang atau kegiatan terorisme; d. Penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan
karakteristik perputaran usaha nasabah yang kemudian ditransfer ke negara lain;
e. Transfer secara elektronis oleh nasabah tanpa disertai penjelasan yang memadai atau tidak dengan menggunakan rekening;
f. Permintaan travellers cheques, wesel dalam mata uang asing, atau negotiable instrument
lainnya dengan frekuensi tinggi; g. Pembayaran dengan menggunakan traveller cheques atau wesel dalam mata
uang asing khususnya yang diterbitkan oleh negara lain dengan frekuensi tinggi.
5. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan Bank dan atau agen a. Peningkatan kekayaan karyawan dan agen Bank dalam jumlah besar tanpa
disertai penjelasan yang memadai; b. Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi
yang memadai mengenai penerima akhir ultimate beneficiary.
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
6. Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam meminjam a. Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga;
b. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang asal usulnya dari aset yang diagunkan tidak jelas atau tidak sesuai dengan reputasi dan kemampuan
finansial nasabah; c. Permintaan nasabah kepada Bank untuk memberikan fasilitas pembiayaan
dimana porsi dana sendiri Nasabah dalam fasilitas dimaksud jelas asal usulnya, khususnya apabila terkait dengan properti.
Roberts Kennedy : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Kehutanan Dalam Upaya Penanggulangan Money Laundering
: Studi Mengenai Kasus Adelin Lis Direksi Pt Keang Nam Development Indonesia, 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN