Perbaikan Fasilitas Dan Postur Kerja Pada Proses Pembuatan Sepatu Di Ud.Henry Shoes

(1)

PERBAIKAN FASILITAS DAN POSTUR KERJA PADA PROSES PEMBUATAN SEPATU DI UD. HENRY SHOES

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

OLEH

MHD. ISNAN SYAHPUTRA NIM. 070403039

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

UD. Henry Shoes merupakan salah satu industri kecil pembuatan sepatu yang ada di Medan. Proses pembuatan sepatu terdiri dari 7 tahapan yaitu pembuatan pola, pembuatan upper, penggerindaan, perakitan antara upper dengan tapak sepatu, pengepresan, pengecetan dan packing. Pada kondisi aktual, proses pengerjaan pembuatan sepatu sebagian besar dilakukan secara manual dan menggunakan fasilitas yang tidak ergonomis. Kondisi nyata yang ada di lantai produksi khususnya di stasiun tapak, pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan postur tubuh duduk dengan fasilitas kerja tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan anthropometri tubuh pekerja, duduk dengan punggung membungkuk membentuk sudut antara 200 sampai 600, menjangkau benda kerja dengan membungkuk dengan sudut lebih dari 600, leher yang selalu membungkuk dengan sudut lebih 200, duduk dengan fasilitas yang tidak nyaman dan tidak sesuai anthropometri tubuh operator sehingga mengakibatkan postur tubuh tidak ergonomis. Pergerakan postur tubuh operator merupakan kontraksi dinamis dengan beban kerja yang ringan. Teknik pengukuran sudut sendi dilakukan denga goniometer. Penentuan jumlah data anthropometri dilakukan dengan Estimation technique by Probability Statistics. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal adalah dengan merancang fasilitas kerja usulan yang ergonomis. Dalam hal ini, fasilitas kerja yang akan dirancang berupa kursi kerja yang ergonomis bagi operator. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbaikan postur kerja dan merancang fasilitas kerja usulan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja.. Keluhan musculoskeletal disorders operator dengan kategori sakit dan sangat sakit yang paling banyak dirasakan operator di stasiun tapak yang dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ). Penilaian postur kerja dilakukan menggunakan metode RULA. Pada hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang berkategori perbaikan sekarang juga dengan nilai skor level 7. Kemudian dilakukan usulan perancangan fasilitas kerja dengan menerapkan prinsip-prinsip anthropometri untuk menentukan dimensi tubuh operator. Postur kerja usulan dengan menggunakan usulan fasilitas kerja baru menghasilkan nilai skor level 3 sampai 4 dengan kategori tindakan diperlukan perbaikan beberapa waktu kedepan. Hal tersebut membuktikan bahwa usulan perancangan fasilitas kerja baru serta postur kerja usulan dapat mengurangi musculosceletal disorders.

Keyword : Musculoskeletal Disorders, Evaluation Static and Dynamic Muscle Strength, Estimation Technique By Probability Statistics, RULA dan Anthropometri.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas semua berkat, rahmat, lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Kegiatan penelitian ini dilakukan di UD. Henry Shoes yang beralamat di daerah Jl. Utama Gg. M Syukur Medan yang dijadikan sebagai salah satu dari beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “PERBAIKAN FASILITAS DAN POSTUR KERJA PADA PROSES PEMBUATAN SEPATU DI UD.HENRY SHOES”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada Tugas Sarjana ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk dapat menyempurnakan Tugas Sarjana ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas sarjana ini bermanfaat bagi seluruh pembaca dan kita semua.

Universitas Sumatera Utara

Medan, 2012


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya laporan ini, banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. ALLAH Tuhan Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga penelitian ini dapat di selesaikan dengan baik.

2. Kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga tetap semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang MSIE selaku Dosen Pembimbing I atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan laporan.

4. Ibu Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan laporan.

5. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku ketua departemen teknik industri yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.

6. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

7. Abang Ikhsanul Putra Lubis yang telah memberikan software penilaian postur kerja secara gratis kepada penulis.


(8)

8. Pegawai administrasi departemen Teknik Industri, Bang Mijo, Bang Nurmansyah, Kak Dina, Bang Ridho, Buk Ani yang telah membantu mengurus keperluan administrasi.

9. Bapak Henry selaku pemilik atau pimpinan perusahaan yang telah memberikan izin untuk melakukan riset pada penulis di perusahaan beliau

10.Teman-teman dan adik-adik asisten Laboratorium Tata Letak Pabrik, Roy, Maywanto, Mega, Meity, Dian, dan Andri dan asiaten 2008 yang telah memberikan motivasi kepada penulis.

11. Semua teman angkatan 2007 (KOSTUTI) di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis, khusus kepada teman-teman yang sudah mendahului seperti Fanny Hardianti, Dita Arizty, Fahri Zulmy, Soraya Nastiti,dll.

12. Rekan seperjuangan penyelesaian Tugas Sarjana, Zaid Afkar dan Armijal. 13.Adik-adik stambuk 2008,2009,2010 atas bantuan yang telah diberikan kepada

penulis.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2012


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Asumsi dan Batasan Masalah ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Sarjana ... I-6

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.3.1. Struktur Organisasi ... II-3 2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-4 2.4. Proses Produksi ... II-7 2.4.1. Bahan yang Digunakan ... II-8


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.5.1. Mesin Produksi ... II-8 2.5.2. Peralatan (Equipment) ... II-9

III LANDASAN TEORI

3.1. Dasar Keilmuan dari Ergonomi ... III-1 3.2. Tujuan dan Pentingnya Ergonomi ... III-1 3.3. Postur Kerja ... III-2 3.4. Kerja Otot Statis dan Dinamis ... III-4 3.5. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-9 3.6. Metode Penilaian Postur Kerja... III-10 3.6.1. REBA (Rapid Entire Body Assesment) ... III-11 3.6.2. RULA (Rapid Upper Limb Assessment) ... III-12 3.6.3. QEC (The Quick Exposure Check) ... III-15 3.7. Anthropometri ... III-16 3.7.1. Defenisi Anthropometri ... III-16 3.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pengukuran Anthropometri ... III-17 3.7.3. Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya ... III-19 3.7.4. Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan

Produk/Fasilitas Kerja ... III-20 3.7.5. Aplikasi Distribusi normal dan Persentil Dalam Penetapan

Data Anthropometri ... III-22 3.8. Penilaian Kekuatan Segmen Tubuh ... III-28 3.8.1. Kekuatan Otot Statis ... III-28 3.8.2. Kekuatan Otot Dinamis ... III-29 3.9. Metode Mengukur Pergerakan Sendi ... III-29 3.9.1. Metode Goniometer ... III-30


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Objek Penelitian ... IV-1 4.3. Jenis Penelitian ... IV-2 4.4. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.5. Instrumen Penelitian... IV-2 4.6. Pengumpulan Data ... IV-3 4.7. Pengolahan Data... IV-4 4.8. Analisis dan Pembahasan ... IV-5 4.9. Kesimpulan dan Saran... IV-6 4.10. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-6

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Standard Nordic Questionare (SNQ) ... V-1 5.1.2. Elemen Kegiatan pada Kondisi Aktual di Stasiun Tapak V-9 5.1.3. Fasilitas Kerja Aktual di Stasiun Tapak ... V-17 5.2. Pengolahan Data... V-20

5.2.1. Penentuan Modus Keluhan Berdasarkan Kuisioner SNQ pada Stasiun Tapak... V-20 5.2.1.1. Perhitungan Persentase Keluhan Bagian Tubuh V-20 5.2.2. Perhitungan Waktu Proses Perakitan ... V-21 5.2.3. Penilaian Postur Kerja dengan Metode RULA ... V-24 5.2.4. Perhitungan Data Anthropometri ... V-31 5.2.4.1. Penentuan Data Dimensi Tubuh Operator ... V-31 5.2.4.2. Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Minimum


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.4.5. Uji Kenormalan Data Anthropometri... V-38 5.2.4.6. Perhitungan Persentil ... V-39

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Tingkat Keluhan Muskuloskeletal ... VI-1 6.2. Analisis Postur Kerja Aktual ... VI-2 6.3. Analisis Kondisi Aktual Fasilitas Kerja ... VI-5 6.4. Perancangan Fasilitas Kerja ... VI-7 6.5. Perbandingan Fasilitas Kerja Aktual Dengan Fasilitas Kerja

Usulan ... VI-12 6.6. Perbandingan Elemen Gerakan Aktual Dengan Elemen Gerakan

Usulan ... VI-13 6.7. Perbandingan Hasil Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Postur

Kerja Usulan... VI-19

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Daftar Nama Mesin Produksi ... II-8 2.2. Daftar Nama Peralatan Produksi ... II-10 3.1. Nilai Level Tindakan QEC ... III-16 3.2. Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal ... III-25 5.1. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Pengemalan ... V-3 5.2. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Mukaan... V-4 5.3. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Tapak ... V-4 5.4. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Gerinda ... V-5 5.5. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Press ... V-5 5.6. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Pengecetan ... V-6 5.7. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Packing... V-6 5.8. Rekapitulasi Hasil Kategori Data SNQ ... V-8 5.9. Hasil Pengukuran Data Waktu Proses ... V-17 5.10. Data Hasil Rekapitulasi Bobot Standard Nordic Questionnaire di

Stasiun Tapak ... V-20 5.11. Data Waktu Proses ... V-21 5.12. Skor Lengan Atas RULA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-25 5.13. Skor Lengan Bawah RULA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-25 5.14. Skor Pergelangan Tangan RULA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-25 5.15. Skor Wrist Twist RULA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-25 5.16. Tabel A RULA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-26


(14)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.18. Skor Beban ... V-26 5.19. Skor Leher RULA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-27 5.20. Skor Punggung RULA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-27 5.21. Skor Kaki RULA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) .. V-27 5.22. Tabel B RULA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-28 5.23. Tabel C RULA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-28 5.24. Kategori Tindakan RULA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-28 5.25. Skor Batang Tubuh REBA Elemen Kegiatan Mengambil

Mukaan (Upper) ... V-29 5.26. Skor Leher REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) . V-33 5.27. Skor Kaki REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-34 5.28. Skor Beban REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) V-38 5.29. Tabel A REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-40 6.1. Perbandingan Fasilitas Kerja Aktual Dengan Fasilitas Kerja

Usulan ... VI-12 6.2. Perbandingan Elemen Gerakan Aktual dengan Elemen

Gerakan Usulan ... VI-13 6.3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Postur Kerja Usulan... VI-19


(15)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Sepatu Merk Bally ... II-2 2.2. Sepatu Merk Aldo Brue ... II-2 2.3. Sepatu Merk Aggner ... II-3 2.4. Struktur Organisasi UD. Henry Shoes ... II-4 2.5. Layout Lantai Produksi Pembuatan Sepatu di UD. Henry Shoes ... II-7 2.6. Mesin Seset Merk Yakumo ... II-9 2.7. Mesin Press Merk Shark... II-9 2.8. Mesin Jahit Merk Standard ... II-9 3.1. Peta Tubuh Manusia ... III-10 3.2. Anthropometri Tubuh Manusia ... III-21 3.3. Distribusi Normal ... III-23 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.2. Flowchart Pengolahan Data ... IV-5 4.3. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-7 5.1. Operator Pengemalan ... V-1 5.2. Operator Mukaan ... V-1 5.3. Operator Tapak... V-2 5.4. Operator Gerinda ... V-2 5.5. Operator Press ... V-2 5.6. Operator Pengecetan ... V-3 5.7. Kotak Packing ... V-3 5.8. Grafik Rekapitulasi Data SNQ ... V-8 5.9. Mengambil Mukaan (Upper) ... V-9 5.10. Mengambil Acuan ... V-10 5.11. Memasangkan Mukaan (Upper) dengan Acuan ... V-10


(16)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.13. Mengencangkan Gabungan Upper Dan Acuan Dengan Tang ... V-11 5.14. Mengambil Paku Kecil ... V-12 5.15. Memasangakan Paku Kecil di Gabungan Upper dan Acuan ... V-12 5.16. Mengambil Martil ... V-13 5.17. Memakukan Paku Kecil dengan Martil... V-13 5.18. Meletakkan Hasil Gabungan Upper dan Acuan pada Rak ... V-14 5.19. Mengambil Tapak Sepatu ... V-14 5.20. Mengambil Gabungan Upper dengan Acuan ... V-15 5.21. Menggabungkan Tapak dengan Hasil Gabungan Upper ... V-15 5.22. Mengambil Martil ... V-16 5.23. Menguatkan Upper dengan Tapak Menggunakan Martil ... V-16 5.24. Meletakkan Hasil Gabungan upper dengan Tapak ... V-17 5.25. Kursi Kerja Aktual di Stasiun Tapak ... V-18 5.26. Gambar 2 Dimensi Kursi Kerja Aktual ... V-18 5.27. Meja Kerja Aktual Stasiun Tapak ... V-19 5.28. Kondisi Kerja Aktual di Stasiun Tapak ... V-19 5.29. Histogram Keluhan Operator di St. Tapak ... V-21 5.30. Peta Kontrol Waktu Proses Perakitan ... V-23 5.31. Operator Mengambil Mukaan (Upper) ... V-31 5.32. Peta Kontrol untuk Data Tinggi Popliteal ... V-36 5.33. Peta Kontrol untuk Data Lebar Pinggul Duduk ... V-36 5.34. Peta Kontrol untuk Data Pantat Popliteal ... V-36 5.35. Peta Kontrol untuk Tinggi Bahu Duduk ... V-37 5.36. Peta Kontrol untuk Lebar Bahu... V-37 5.37. Peta Kontrol untuk Tinggi Siku Duduk ... V-38 6.1. Kursi Kerja Aktual ... VI-6 6.2. Kondisi Meja Kerja Aktual ... VI-6


(17)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

6.3. Kondisi Kerja Aktual ... VI-7 6.4. Kursi Kerja Usulan ... VI-8 6.5. Kursi Kerja Usulan Tampak Depan ... VI-8 6.6. Kursi Kerja Usulan Tampak Samping ... VI-9 6.7. Kursi Kerja Usulan Tampak Atas ... VI-9 6.8. Tempat Fasilitas Peralatan Usulan ... VI-10 6.9. Perbaikan Meja Kerja Usulan ... VI-11 6.10. Perbaikan Meja Kerja Usulan Tampak Samping ... VI-11 6.11. Perbandingan Fasilitas Kerja Aktual dengan Fasilitas Kerja Usulan VI-12


(18)

ABSTRAK

UD. Henry Shoes merupakan salah satu industri kecil pembuatan sepatu yang ada di Medan. Proses pembuatan sepatu terdiri dari 7 tahapan yaitu pembuatan pola, pembuatan upper, penggerindaan, perakitan antara upper dengan tapak sepatu, pengepresan, pengecetan dan packing. Pada kondisi aktual, proses pengerjaan pembuatan sepatu sebagian besar dilakukan secara manual dan menggunakan fasilitas yang tidak ergonomis. Kondisi nyata yang ada di lantai produksi khususnya di stasiun tapak, pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan postur tubuh duduk dengan fasilitas kerja tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan anthropometri tubuh pekerja, duduk dengan punggung membungkuk membentuk sudut antara 200 sampai 600, menjangkau benda kerja dengan membungkuk dengan sudut lebih dari 600, leher yang selalu membungkuk dengan sudut lebih 200, duduk dengan fasilitas yang tidak nyaman dan tidak sesuai anthropometri tubuh operator sehingga mengakibatkan postur tubuh tidak ergonomis. Pergerakan postur tubuh operator merupakan kontraksi dinamis dengan beban kerja yang ringan. Teknik pengukuran sudut sendi dilakukan denga goniometer. Penentuan jumlah data anthropometri dilakukan dengan Estimation technique by Probability Statistics. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal adalah dengan merancang fasilitas kerja usulan yang ergonomis. Dalam hal ini, fasilitas kerja yang akan dirancang berupa kursi kerja yang ergonomis bagi operator. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbaikan postur kerja dan merancang fasilitas kerja usulan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja.. Keluhan musculoskeletal disorders operator dengan kategori sakit dan sangat sakit yang paling banyak dirasakan operator di stasiun tapak yang dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ). Penilaian postur kerja dilakukan menggunakan metode RULA. Pada hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang berkategori perbaikan sekarang juga dengan nilai skor level 7. Kemudian dilakukan usulan perancangan fasilitas kerja dengan menerapkan prinsip-prinsip anthropometri untuk menentukan dimensi tubuh operator. Postur kerja usulan dengan menggunakan usulan fasilitas kerja baru menghasilkan nilai skor level 3 sampai 4 dengan kategori tindakan diperlukan perbaikan beberapa waktu kedepan. Hal tersebut membuktikan bahwa usulan perancangan fasilitas kerja baru serta postur kerja usulan dapat mengurangi musculosceletal disorders.

Keyword : Musculoskeletal Disorders, Evaluation Static and Dynamic Muscle Strength, Estimation Technique By Probability Statistics, RULA dan Anthropometri.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Studi tentang musculoskeletal disorder pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa keluhan otot skeletal yang paling banyak dialami pekerja adalah otot bagian pinggang dan bahu. Aktivitas kerja yang berulang dan terus menerus atau aktivitas dengan postur yang janggal dapat mengakibatkan musculoskeletal disorder. Menurut NIOSH (1997) Musculoskeletal Disorders adalah sekumpulan kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral.

Postur kerja yang salah sering diakibatkan oleh fasilitas yang digunakan kurang sesuai dengan anthropometri operator sehingga mempengaruhi kinerja operator. Postur kerja yang tidak alami misalnya postur yang selalu berdiri, jongkok, membungkuk, mengangkat dan mengangkut dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri pada salah satu anggota tubuh. Kelelahan dini pada pekerja juga dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat bahkan kematian.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut maka setiap perusahaan wajib memperhatikan tentang kesehatan dan keselamatan bagi pekerjaannya dengan cara penyesuaian antara pekerja dengan metode kerja, proses kerja dan lingkungan


(20)

Keluhan MSDs dapat dilihat dari beberapa studi kasus antara lain terjadi pada pekerja di Lathan Furniture yang diteliti oleh Fitri Prasetyaningrum di Surakarta. Penelitian ini membahas postur kerja pada pekerjaan yang bekerja dengan cara duduk yaitu pada stasiun perakitan kursi makan yang masih sederhana. Hasil kuesioner Nordic Body Map yang disebarkan kepada pekerja mengalami cidera otot pada bagian leher bawah (80%), bahu (20%), punggung (40%), pinggang kebelakang (40%), pinggul kebelakang (20%), pantat (20%), paha (40%), lutut (60%), dan betis (80%). Berdasarkan Penilaian postur kerja dengan metode Rapid Entire Body Assesment pada aktivitas menganyam sandaran kursi bagian belakang, membalik kursi dan menaruh kursi setelah dibalik berada dalam level tinggi dengan skor REBA 11, 9, dan 8 dalam arti kategori tindakan perlu perbaikan sekarang juga. (Prasetyaningrum, Fitri. 2010. Perancangan Meja Pencekam dan Kursi Guna Memperbaiki Postur Kerja Berdasarkan Pendekatan Anthropometri di

Lathan Furniture. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.)

UD. Henry Shoes adalah salah satu industri kecil menengah yang berada di Jl. Utama Gg.M.Syukur Medan. Usaha ini bergerak dalam bidang pembuatan sepatu. Kondisi nyata yang ada di lantai produksi khususnya di stasiun tapak, pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan postur tubuh duduk dengan fasilitas tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan anthropometri tubuh pekerja, duduk dengan punggung membungkuk membentuk sudut antara 200 sampai 600, menjangkau benda kerja dengan membungkuk dengan sudut lebih dari 600, leher yang selalu membungkuk dengan sudut 200, duduk dengan fasilitas yang tidak nyaman dan tidak sesuai anthropometri tubuh operator sehingga mengakibatkan


(21)

postur tubuh tidak ergonomis. Dengan kondisi seperti itu, pekerja banyak mengalami keluhan muskuloskeletal pada anggota tubuh. Keluhan rasa sakit hingga sangat sakit terjadi di daerah pinggang, pergelangan tangan kiri dan kanan serta paha kiri dan paha kanan. Kondisi tersebut dilakukan oleh pekerja secara berulang-ulang setiap harinya dalam melakukan pekerjaannya.

Berdasarkan gambaran kegiatan aktual diatas, maka akan dilakukan penilaian postur kerja pekerja dengan metode RULA. Setelah itu, akan dilakukan perancangan fasilitas kerja usulan untuk mereduksi keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

1.2. Rumusan Permasalahan

Rumusan permasalahan yang akan dibahas adalah usulan perbaikan fasilitas dan postur kerja pekerja di stasiun tapak. Para pekerja tersebut bekerja menggunakan fasilitas kerja yang tidak ergonomis yang mengakibatkan operator mengalami keluhan musculoskeletal disorders. Operator bekerja dengan postur yang tidak ergonomis diantaranya duduk dengan punggung membungkuk membentuk sudut antara 200 sampai 600, menjangkau benda kerja dengan membungkuk membentuk sudut lebih dari 600, leher yang selalu membungkuk dengan sudut 200..

1.3. Tujuan Penelitian


(22)

Untuk mencapai tujuan penelitian maka sasaran penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi tingkat muscoleskeletal disorders yang dialami pekerja dengan SNQ.

2. Identifikasi postur kerja aktual pada pekerja di stasiun tapak. 3. Perhitungan postur kerja dengan metode RULA.

4. Melakukan pengukuran dimensi tubuh sebagai pedoman untuk perancangan fasilitas kerja yang dibutuhkan.

5. Melakukan usulan perbaikan fasilitas dan postur kerja pekerja

1.4. Asumsi dan Batasan Masalah

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Pekerja yang diteliti sehat secara jasmani dan rohani.

2. Proses produksi dan prosedur kerja tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berada pada kondisi baik dan sesuai standar.

4. Subjektivitas penilaian Standard Nordic Questionaire tidak mengalami bias yang terlalu tinggi.

5. Penggunaan otot pada saat dinamis kontraksi dan statis kontraksi dengan beban kerja yang sedang dianggap sama.

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:


(23)

2. Pemecahan masalah hanya dilakukan pada rekayasa teknik yaitu pada alternatif substitusi dengan cara mengganti fasilitas kerja yang lama dengan mendesain kembali fasilitas kerja baru yang aman.

3. Penentuan jumlah sample dilakukan dengan estimation technique by probability statistics.

4. Pengukuran sudut postur kerja hanya dilakukan dengan menggunakan goniometer.

5. Penilaian postur kerja hanya menggunakan metode RULA.

6. Penilaian postur kerja dan perancangan fasilitas kerja usulan hanya dilakukan pada stasiun tapak.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk memberikan pengalaman dalam menerapkan teori-teori ergonomi, khususnya dalam penilaian postur kerja, perancangan fasilitas kerja berdasarkan dimensi dan prinsip anthropometri yang telah didapat di perguruan tinggi ke dalam lingkungan industri secara nyata dalam menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan praktis.

2. Menambah jumlah dari hasil karya mahasiswa departemen Teknik Industri yang dapat menjadi literatur dan dimanfaatkan menjadi referensi penelitian bagi peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya bidang Ergonomi dan Perancangam


(24)

Sistem Kerja dalam hal penilaian postur kerja dan perancangan ulang fasilitas kerja.

3. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan untuk merancang fasilitas kerja usulan yang ergonomis serta mengetahui postur kerja yang ergonomis untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders dibagian leher, punggung, pinggang, lengan atas, lengan bawah, dan bagian kaki yang dialami oleh operator.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Sarjana

Sistematika penulisan laporan Tugas Sarjana adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah tujuan penelitian, asumsi dan batasan masalah, manfaat penelitian. BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menceritakan gambaran umum perusahaan, sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, organisasi dan manajemen, uraian tugas dan tanggung jawab, proses produksi, bahan baku, mesin dan fasilitas produksi di UD. Henry Shoes.

BAB III LANDASAN TEORI

Menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji dalam tugas akhir ini, rumus, metode dan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemecahan masalah. Landasan teori ini mencakup tentang dasar keilmuan dari ergonomi, tujuan dan


(25)

pentingnya ergonomi, postur kerja, kerja otot statis dan dinamis, standard nordic questionaire, metode penilaian postur kerja, metode

REBA, RULA, dan QEC, anthropometri, dan metode mengukur pergerakan sendi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan mengenai lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, kerangka konseptual, instrumen penelitian, blok diagram prosedur penelitian, pengumpulan data, tahapan pengolahan data, analisis dan evaluasi serta kesimpulan dan saran.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab pengumpulan dan pengolahan data berisi tentang pengumpulan data, yaitu data keluhan muscoluskeletal dengan menggunakan SNQ, elemen kegiatan pada kondisi aktual, data waktu kerja, data fasilitas kerja aktual, dan data anthropometri pekerja.

Sedangkan pengolahan data yang dilakukan adalah perhitungan persentase keluhan muscoluskeletal, penilaian postur kerja dengan metode RULA, penentuan level tindakan postur kerja dengan metode RULA, penentuan dimensi tubuh yang dibutuhkan untuk perancangan fasilitas usulan.


(26)

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini analisis pembahasan dilakukan untuk menganalisis tingkat keluhan muskuloskeletal, analisis postur kerja aktual, analisis kondisi aktual fasilitas kerja.

Selain itu juga diuraikan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berupa perancangan fasilitas kerja untuk memperbaiki postur pekerja saat bekerja yang tidak ergonomis, membandingkan postur tubuh kerja aktual dan postur tubuh kerja usulan serta perbandingan fasilitas kerja aktual dan usulan.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang menjawab tujuan akhir dari penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan serta saran-saran yang disampaikan untuk implementasi bagi pihak yang tertarik dalam bidang pengembangan rancangan fasilitas kerja.


(27)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

UD. Henry Shoes merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang pembuatan sepatu serta pendistribusian sepatu. Usaha ini didirikan pada tahun 1990 oleh bapak Henry selaku pemilik usaha tersebut. Seiring berjalannya waktu, usaha ini terus berkembang sangat pesat. Pemasaran sepatu dipasarkan di daerah lokal seperti Sun Plaza hingga ke luar kota seperti Pekan Baru, Jogjakarta, Palembang hingga Batam. UD. Henry Shoes saat ini memiliki 35 karyawan yang terbagi-bagi pada stasiun kerja masing-masing. UD. Henry Shoes memiliki lokasi kantor pemasaran sekaligus tempat penyimpanan produk jadi di Jalan Halat Gg. Amat Besar no 45 Medan. Lokasi daerah produksi berbeda dengan lokasi daerah pemasaran sekaligus kantor UD. Henry Shoes. Lokasi produksi di daerah Jl. Utama Gg. M Syukur Medan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

UD. Henry Shoes memproduksi beberapa merek dengan bentuk atau model sepatu yang berbeda-beda, yaitu:

1. Merk Bally

Adapun sepatu merk bally dengan model yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(28)

Gambar 2.1. Sepatu Merk Bally 2. Merk Aldo Brue

Adapun sepatu merk aldo brue dengan berbakai model atau bentuk dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sepatu Merk Aldo Brue

3. Merk Agner

Adapun sepatu merk agner dengan berbakai model atau bentuk dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(29)

Gambar 2.3. Sepatu Merk Agner

Selain itu, UD. Henry Shoes juga melayani permintaan model atau bentuk dengan ukuran dan warna sesuai dengan konsumen.

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan gambaran mengenai pembagian tugas serta tanggung jawab kepada individu maupun bagian tertentu dari organisasi. Struktur organisasi ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan dan memperlancar jalannya roda perusahaan. Bentuk struktur organisasi yang digunakan pada UD. Henry Shoes adalah bentuk line structure karena manager umumnya atau pemilik dari perusahaan itu sendiri. Disini semua keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil sendirian oleh pemilik. Strategi utama yang diterapkan pada tipe organisasi usaha semacam ini adalah bagaimana perusahaan bisa terus berjalan dan tetap ada permintaan di pasar. Struktur Organisasi UD. Henry Shoes dapat dilihat pada Gambar 2.4.


(30)

Pemilik

Operator Bagian pengemalan

Operator Bagian mukaan

Operator Bagian tapak

Operator Pengepresan

Operator pengecetan

Operator Bagian Packing Operator

Bagian Gerinda

Gambar 2.4. Struktur Organisasi UD. Henry Shoes

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Pembagian tugas dan tanggung jawab pada UD. Henry Shoes dibagi menurut keahlian yang dimiliki pekerja. Uraian tugas dan tanggung jawab di UD. Henry Shoes adalah sebagai berikut :

1. Pimpinan (Pemilik)

Pimpinan di UD. Henry Shoes merupakan pemilik usaha tersebut yaitu pak Henry yang diberikan wewenang atau kekuasaan melakukan tindakan untuk perusahaan.

Tugas :

a. Pemimpin dan pemegang tertinggi dalam perusahaan.

b. Melakukan pengawasan dengan mengadakan pemeriksaan serta penilaian seluruh kegiatan perusahaan.

Tanggung jawab :

a. Memimpin dan mengendalikan semua usaha, kegiatan pekerjaan untuk mencapai tujuan.


(31)

b. Memperhatikan, memelihara dan mengawasi kelancaran administrasi, pengamanan dan pelaksanaan tugas secara seimbang dan berhasil.

c. Mengatur pembelian dan penjualan produk. d. Memberi tugas, membayar upah atau gaji. 2. Operator bagian pengemalan

Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian pengemalan adalah sebagai berikut :

a. Menggambar pola dasar model sepatu yang akan dibuat. b. Menggunting pola dasar yang telah digambar.

3. Operator bagian mukaan

Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian mukaan adalah sebagai berikut:

a. Menyesek pola yang sudah digunting.

b. Melatek bagian yang disesek dan kemudian melipatkannya agar dapat digabungkan dengan bentuk lainnya.

c. Mengelem bagian yang sudah dilipat.

d. Menggabunggakn satu bagian ke bagian lainnya. e. Menjahit bagian yang sudah di gabungkan. 4. Operator bagian tapak

Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian tapak adalah sebagai berikut: a. Menggabungkan mukaan dengan acuan untuk memberikan bentuk sepatu. b. Menggabungkan mukaan dengan tapak.


(32)

5. Operator bagian gerinda

Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian gerinda adalah sebagai berikut:

a. Membuat pola pada tapak sepatu.

b. Menggerinda tapak sepatu agar bentuk sesuai dengan pola. c. Mengelem tapak sepatu.

d. Mengelem gabungan mukaan dengan acuan. 6. Operator bagian pengepresan

Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian pengepresan adalah sebagai berikut:

a. Mengepres sepatu yang sudah jadi untuk memberikan kerekatan yang lebih kuat.

b. Mencabut acuan yang masih ada didalam sepatu. 7. Operator bagian pengecetan

Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian pengecetan adalah sebagai berikut:

a. Memberikan warna pada sepatu dengan cara menyemprotkan cairan warna ke sepatu.

b. Menjemur sepatu yang sudah diberikan warna. 8. Operator bagian packing

Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian packing adalah sebagai berikut:


(33)

a. Membersihkan sepatu yang sudah siap dijual. b. Memasukkan sepatu ke plastik putih.

c. Memasukkan sepatu yang sudah siap dijual ke kotak produk.

2.4. Proses Produksi

Jenis proses produksi di perusahaan ini adalah proses produksi yang terputus-putus (intermittent process). Hal ini dapat dilihat dari adanya waktu yang pendek (short run) dalam persiapan (set-up) peralatan untuk perubahan yang cepat guna dapat menghadapi variasi produk yang berganti-ganti. Proses produksi pembuatan sepatu terbagi-bagi dalam beberapa tahap yaitu pembentukan pola, pembuatan mukaan (upper), penggerindaan, perakitan tapak dengan upper, pengepresan, pemberian warna dan packing.

Layout lantai produksi di UD. Henry Shoes dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Stasiun Pengemalan

Bagian Pengguntingan

Stasiun Tapak

Stasiun Tapak

Gudang bahan baku

Stasiun gerinda

Stasiun Mukaan

Stasiun Pengecetan

Bagian Penjemuran

Stasiun Pengepresan Stasiun Mukaan

Stasiun Packing

Gudang Produk

WC WC

Gudang tapak dan Acuan


(34)

2.4.1. Bahan yang Digunakan

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk. Bahan baku yang digunakan UD. Henry Shoes dalam pembuatan sepatu adalah adalah:

1. Kulit sepatu 2. Tapak sepatu

Bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan sepatu adalah latek, lem, dan paku kecil.

2.5. Mesin dan Peralatan 2.5.1. Mesin Produksi

Adapun mesin produksi yang digunakan oleh UD. Henry Shoes untuk mendukung kegiatan proses produksinya antara lain:

Tabel 2.1. Daftar Nama Mesin Produksi Nama

Mesin

Merk

Mesin Fungsi

Lebar Mesin

Panjang Mesin

Daya

Listrik Jumlah Mesin

Seset Yakumo Penyesekan Kulit 40 cm 55 cm

220/380

VA 2 unit

Mesin

Press Shark

Penguat sambungan dan

pembentuk sepatu

- - 220/380

VA 1 unit

Mesin

Jahit Standard Menjahit 25 cm 50 cm

220/380

VA 2 unit

Sumber: UD. Henry Shoes

Mesin-mesin yang digunakan untuk proses produksi di UD. Henry Shoes dapat dilihat pada Gambar 2.6 sampai Gambar 2.8.


(35)

Gambar 2.6 Mesin Seset Merk Yakumo

Gambar 2.7. Mesin Press Merk Shark

Gambar 2.8. Mesin Jahit Merk Standard

2.5.2. Peralatan (Equipment)

Adapun peralatan yang digunakan oleh UD. Henry Shoes untuk mendukung kegiatan produksinya antara lain:


(36)

Tabel 2.2. Daftar Nama Peralatan Produksi

No Nama Fungsi Jumlah

1 Pen Putih Untuk menggambar atau membuat pola di kulit

sepatu 40 buah

2 Mal Untuk memberikan pola pada kulit sepatu 200 buah

3 Gunting Untuk mengunting kulit sepatu 200 buah

4 Pisau

seset Untuk menyeset kulit secara manual 50 buah

5 Kayu

acuan Untuk pemberi bentuk sepatu 300 buah

6 Martil Untuk memukul lengketan kulit 50 buah

7. Tang Untuk menguatkan gabungan antara upper dengan

acuan 20 buah


(37)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Dasar Keilmuan dari Ergonomi1

Ilmu ergonomi berkenaan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah atau di tempat lainnya. Didalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan kerja dengan suasananya. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (design) ataupun rancang ulang (redesign). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (display), jalan lorong (access way ), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-lain.

3.2. Tujuan dan Pentingnya Ergonomi

Tujuan Ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu perusahaan atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian akan menurunkan jumlah tenaga kerja yang tidak masuk kerja. Namun pendekatan


(38)

ergonomi mencoba mencapai kebaikan antara pekerja dan pimpinan perusahaan. Hal itu dapat dicapai dengan memperhatikan empat tujuan utama, antara lain: 1. Memaksimalkan efisiensi tenaga kerja.

2. Memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Menganjurkan agar bekerja aman, nyaman dan bersemangat. 4. Memaksimalkan performansi kerja yang menyakinkan.

Konsekuensi situasi kerja yang tidak ergonomis adalah kondisi tubuh menjadi kurang optimal, tidak efisien, kualitas rendah dan seseorang bisa mengalami gangguan kesehatan nyeri (low back pain), gangguan otot rangka dan lain-lain. Oleh karena itu, ergonomi penting karena pendekatan ergonomi adalah membuat keserasian yang baik antara manusia dengan mesin atau lingkungan.

3.3. Postur Kerja

Pertimbangan-pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan postur kerja tertentu terkadang tidak menyenangkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat produk bahkan cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian, pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka waktu yang lama.


(39)

Untuk mengatasi hal ini maka stasiun kerja harus dirancang terutama sekali dengan memperhatikan fasilitas kerja seperti meja, kursi dan lain-lain yang sesuai dengan data anthropometri agar pekerja dapat menjaga postur kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan harus dilaksanakan dengan postur berdiri.

2. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimal. Pengatura postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal (konsep/prinsip ekonomi gerakan). Disamping itu pengaturan ini bisa memberikan postur kerja yang nyaman. Untuk hal-hal tertentu pekerja harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar memperoleh postur kerja yang lebih leluasa dalam bergerak.

3. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam postur kerja miring.

4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalama frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal.

Postur duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal ini dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif. Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan lebih teliti.


(40)

Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10-15% dibandingkan duduk.

Beberapa masalah berkenaan dengan postur kerja yang sering terjadi sebagai berikut:

1. Hindari kepala dan leher yang mendongak. 2. Hindari tungkai kaki yang pada posisi terangkat. 3. Hindari postur memutar atau asimetris.

4. Sediakan sandara bangku yang cukup disetiap bangku.

Kerja seseorang dihasilkan dari tugas pekerjaan. Rancangan tempat kerja dan karakteristik individu seperti ukuran dan bentuk tubuh. Pertimbangan untuk semua komponen dibutuhkan analisa postur dan perancangan tempat kerja.

3.4. Kerja Otot Statis dan Dinamis

Otot adalah organ yang terpenting dalam sistem gerak tubuh. Otot dapat bekerja secara statis (postural) dan dinamis (rythmic). Pada kerja otot dinamis, kontraksi dan relaksasi terjadi silih berganti sedangkan pada kerja otot statis otot menetap dan berkontraksi untuk suatu periode tertentu.

Pada kerja otot statis pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot akibat kontraksi sehingga mengakibatkan peredaran darah dalam otot terganggu. Otot yang bekerja statis tidak memperoleh oksigen dan glukosa dari darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Selain itu sisa metabolisme tidak dapat diangkut keluar akibat peredaran darah terganggu sehingga sisa metabolisme


(41)

tersebut menumpuk dan menimbulkan rasa nyeri. Pekerjaan statis menyebabkan kehilangan energi yang tidak perlu.

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih berlanjut.

Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi oleh beberapa penyebab, diantaranya adalah :

1. Peregangan otot yang berlebihan.

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena


(42)

hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah.

Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. 4. Faktor penyebab sekunder.

Faktor ini meliputi: a. Tekanan

Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai contoh pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekan langsung dari pegangan alat dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,


(43)

penimbunana asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada otot.

c. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampaui besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi pasokan energi yang cukup, maka kan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot.

5. Penyebab kombinasi

Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari.

Langkah-langkah untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal sebagai berikut: 1. Rekayasa Teknik

Rekayasa teknik dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai berikut :


(44)

a. Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang dapat dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan menggunakan peralatan yang ada.

b. Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan

c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja, contonya memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja lainnya.

d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.

2. Rekayasa Manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan sebagai berikut : a. Pendidikan dan pelatihan

Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan lebih inovatif dalam upaya pencegahan resiko sakit akibat kerja.

b. Pengaturan waktu kerja istirahat yang seimbang

Menyesuaikan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya. c. Pengawasan yang intensif

Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja.


(45)

3.5. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire merupakan salah satu alat ukur yang

biasanya digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal. Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1 maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana namun kurang teliti karena mengandung subjektivitas yang tinggi. Untuk menekan bias yang mungkin terjadi, maka sebaiknya pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja.

Keterangan:

1 = Leher bagian atas 16 = Tangan kiri 2 = Bahu kiri 17 = Tangan kanan 3 = Bahu kanan 18 = Paha kiri 4 = Lengan atas kiri 19 = Paha kanan 5 = punggung 20 = lutut kiri 6 = Lengan atas kanan 21 = Lutut kanan 7 = Pinggang 22 = Betis kiri

8 = Bokong 23 = Betis kanan

9 = Pantat 24 = Pergelangan kaki 10 = Siku kiri 25 = Pergelangan kaki kanan 11 = Siku kanan 26 = Kaki kiri

12 = Lengan bawah kiri 27 = Kaki kanan 13 = Lengan bawah kanan

14 = Pergelangan tangan kiri 15 = Pergelangan tangan kanan

Gambar 3.1 Peta Tubuh Manusia

Dimensi-dimensi tubuh tersebut dapat dibuat dalam format Standard Nordic Questionnaire. Standard Nordic Questionnaire dibuat atau disebarkan untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaannya. Standard


(46)

tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang yang lain. Format Standard Nordic Questionnaire dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.6. Metode Penilaian Postur Kerja

Penilaian postur kerja diperlukan ketika didapati bahwa postur kerja memiliki resiko menimbulkan cedera musculoskeletal yang diketahui secara visual atau melalui keluhan dari pekerja itu sendiri. Dengan adanya penilaian dan analisis perbaikan postur kerja, diharapkan dapat diterapkan untuk mengurangi atau menghilangkan resiko cedera musculoskeletal yang dialami pekerja.

Selain saat terjadi perubahan spesifikasi atau penambahan jenis produk baru, penilaian kembali postur kerja juga diperlukan saat dilakukan rotasi kerja. Rotasi kerja dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa kebosanan pekerja karena melakukan pekerjaan yang sama dan terus-menerus (monoton). Maka saat ini dikarenakan pekerja tersebut akan beradaptasi terlebih dahulu terhadap pekerjaannya, dan postur kerjanya dalam melakukan pekerjaan tersebut akan berbeda dengan pekerjaan yang sebelumnya, sehingga perlu dilakukan penilaian kembali postur kerja dari pekerja. Namun juka tidak terjadi perubahan spesifikasi produk, atau penambahan jenis produk, atau rotasi kerja, tidak perlu dilakukan penilaian kembali postur kerja dari pekerja yang ada.


(47)

3.6.1. REBA (Rapid Entire Body Assesment)2

REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan sue Hignett (2000) sebagai sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan dan pegangan. Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat resiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil.

Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau grup yaitu grup A yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk), leher (neck) dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas potur tubuh kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist). Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan pegangan (coupling).

REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dan dalam sebuah pekerjaan:

1. Keseluruhan bagian badan digunakan.

2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.

3. Melakukan sebuah pembebanan seperti mengangkat benda baik secara rutin ataupun sesekali.

4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.


(48)

Tabel-tabel penilaian skor dengan metode REBA dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.6.2. RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

RULA merupakan suatu metode penelitian untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas. Metode ini tidak menggunakan peralatan spesial dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan diberi dengan skor yang telah ditetapkan. Metode ini didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculosceletal yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan atas.

Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan diberi skor yang telah ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko. Metode didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan menimbulkan gangguan pada anggota badan atas.

Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor dalam menetapkan evaluasi faktor resiko. Faktor resiko yang telah diinvestigasi dijelaskan oleh McPhee sebagai faktor beban eksternal yaitu:

1. Jumlah pergerakan. 2. Kerja otot statik. 3. Tenaga/kekuatan.


(49)

5. Waktu kerja tanpa istirahat.

Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga kekuatan dan postur), RULA dikembangkan untuk (Mc Atamney dan Corlett 1993):

1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat yang berhubungan dengan kerja yang beresiko yang menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas.

2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan otot. 3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi yaitu epidomologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.

Pengembangan dari RULA terdiri atas 3 tahapan yaitu: 1. Mengidentifikasi postur kerja.

2. Sistem pemberian skor.

3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat risiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat.

Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk:

1. Mengukur resiko musculoskeletal, biasanya sebagai bagian dari perbaiakan yang lebih luas dari ergonomi.

2. Membandingkan beban musculoskeletal antara rancangan stasiun kerja yang sekarang dengan yang telah dimodifikasi.


(50)

3. Mengevaluasi keluaran misalnya produktivitas atau kesesuaian penggunaan peralatan.

4. Melatih pekerja tentang beban musculoskeletal yang diakibatkan perbedaan postur kerja.

Dalam mempermudah penilaiannya, maka tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu, grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist). Sedangkan grup B terdiri dari leher (neck), punggung (trunk), dan kaki (legs). Penilaian skor RULA dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.6.3. QEC (The Quick Exposure Check)

QEC adalah suatau alat untuk penilaian terhadap risiko kerja yang berhubungan dengan gangguan otot (work-related musculosceletal disorders-WMSDs) di tempat kerja. Selain itu QEC juga sering digunakan untuk meneliti

postur kerja yang banyak digunakan oleh para ahli kesehatan di Amerika. Metode ini menggunakan observer dan berbeda dengan teknik pengukuran yang lain.

QEC menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung (back), bahu/lengan (should arm), pergelangan tangan (hand/wrist), dan leher (neck). Fungsi QEC sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi faktor risiko WMSDs.

2. Mengevaluasi gagguan risiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-beda. 3. Menyarankan suatu tuindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi

gangguan risiko yang ada.


(51)

5. Mendidik para pemakai tentang risiko musculosceletal di tempat kerja.

Penilaian QEC dilakukan kepada observer dan pekerja. Selanjutnya dengan penjumlahan setiap skor hasil kombinasi masing-masing bagian, diperoleh skor dengan kategori level tindakan.

Expose level (E) dihitung berdasarkan persentase antar total skor aktual

exposure (X) dengan total skor maksimum (Xmaks) yaitu:

Dimana: % 100 (%)  maks X X E

X = Total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung + bahu/lengan + pergelangan tangan + leher)

Xmaks = Total skor maksimum untuk postur kerja (punggung + bahu/lengan +

pergelangan tangan + leher).

Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor

maksimum (Xmaks = 162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau

berdiri dengan/tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan tenaga/beban yang relatif rendah. Untuk pemberian skor maksimum (Xmaks = 176)

apabila dilakukan manual hadling yaitu pengangkatan, mendorong, menarik, dan membawa beban. Format penilaian postur kerja dengan metode QEC dapat dilihat pada Lampiran 4. Level tindakan dari hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai Level Tindakan QEC Level

Tindakan

Persentase

Skor Tindakan

Total Skor Exposure

1 0-40% Aman 32-70

2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan

71-88 3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123


(52)

3.7. Anthropometri3

3.7.1. Definisi Anthropometri.

Istilah anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, berat) yang berbeda satu dengan yang lainnya. Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal : 1. Perancangan areal kerja ( work station, interior mobil, dll )

2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya.

3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dan lain-lain.

4. Perancangan lingkungan kerja fisik.

3.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Anthropometri

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran

3

Sritomo Wignjosoebroto. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya,. Hal 60-69.


(53)

tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

a. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar, seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu seejak awal kelahiranya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus bertambahtinggi sampai usia23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita). Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cendrung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan. b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar

dibandingkan dengan wanita,terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku,bangsa ataupun kelompok etnik akan memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.

d. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Misalnya: buruh dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.


(54)

e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancaangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain).

f. Tebal/tipisnya pakain yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

g. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk daan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

3.7.3. Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya

Dalam penggunaan data anthropometri perlu menggunakan ukuran persentil. Hal ini dimaksudkan agar ukuran yang dipakai dalam perancangan terasa nyaman bagi pemakai maupun bagi operator. Adapun persentil yang sering digunakan adalah 5P, 10P, 50P, 90P, dan 95P. Menurut Wignjosoebroto (2000), cara pengukuran dimensi tubuh manusia berdasarkan posisi kerja tubuh dibedakan menjadi dua macam pengukuran, yaitu:

1. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension)

Pengukuran tubuh dengan cara ini dilakukan pada saat tubuh berada dalam posisi diam dan tidak bergerak. Istilah lain untuk pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah static anthropometry. Adapun dimensi tubuh yang diukur


(55)

dengan menggunakan cara ini adalah tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi maupun panjang lutut pada saat berdiri maupun pada saat duduk, panjang lengan dan lain sebagainya. Ukuran tubuh diambil dengan menggunakan persentil tertentu seperti 5P, 50P dan 95P.

2. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimensions)

Pengukuran tubuh pada cara ini dilakukan ketika tubuh berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal yang ditekankan dalam pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Pengukuran dengan cara ini sering disebut dengan dynamic anthropometry. Pengukuran anthropometri dinamis akan diaplikasikan

dalam perancangan fasilitas maupun ruang kerja.

3.7.4. Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk/Fasilitas Kerja

Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk maupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk bisa sesuai dengan orang yang mengoperasikannya, maka pengukuran data anthropometri harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :


(56)

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim

Rancangan produk dibuat untuk bisa memenuhi dua sasaran, yaitu bisa sesuai untuk mengikuti klasifikasi ekstrim (terlalu besar maupun terlalu kecil dibandingkan dengan rata-rata) dan memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Untuk dimensi minimum digunakan nilai persentil ke-90, ke-95 atau ke-99 dan untuk dimensi maksimum digunakan persentil ke-1, ke-5, atau ke-10. Pada umumnya persentil yang paling sering digunakan adalah persentil ke-95 dan ke-5.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang

Produk dirancang dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel umumnya digunakan rentang persentil ke-5 sampai dengan ke-95.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Produk dirancang berdasarkan ratarata ukuran manusia. Dalam hal ini kemungkinan orang yang berada dalam ukuran rata-rata sedikit, sedangkan ukuran ekstrim dibuatkan rancangan tersendiri.

Untuk memperjelas prinsip pengukuran anthropometri untuk perancangan suatu produk, maka perhatikan Gambar 3.2. berikut.


(57)

Gambar 3.2. Anthropometri Tubuh Manusia Keterangan:

1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala). 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).

6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala.

7. Tinggi mata dalam posisi duduk. 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10. Tebal atau lebar paha.

11. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut.

12. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis. 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.

14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha. 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).

16. Lebar pinggul/pantat.

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dalam gambar).

18. Lebar perut.


(58)

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22. Lebar telapak tangan.

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebarlebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar).

24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal).

25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak,

26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.

3.7.5. Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil Dalam Penetapan Data Anthropometri

Data anthropometri jelas diperlukan supaya rancangan produk sesuai dengan orang yang mengoperasikannya. Kesulitan dalam penetapan data anthropometri biasanya disebabkan karena perbedaan hasil pengukuran antara individu yang satu dengan yang lainnya. Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana mampu merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan

sifat „mampu suai‟ dengan suatu rentang ukuran tertentu.

Pada umumnya distribusi normal sering diterapkan dalam penetapan data anthropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (x) dan simpangan standarnya (x) dari data yang ada. Berdasarkan nilai yang ada

tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut) bisa ditetapkan sesuai tabel probabilitas distribusi normal. Contoh penerapan distribusi normal dalam penetapan data anthropometri ditunjukkan dalam Gambar 3.3. Apabila diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasi 95% dari populasi yang ada, maka di sini diambil rentang 2,5th dan 97,5th percentile sebagai batas-batasnya


(59)

Gambar 3.3. Distribusi Normal

Secara statistik sudah diperlihatkan bahwa data hasil pengukuran tubuh manusia pada berbagai populasi akan terdistribusi dalam grafik sedemikian rupa sehingga data-data yang bernilai kurang lebih sama akan terkumpul di bagian tengah grafik, sedangkan data-data dengan nilai penyimpangan yang ekstrim akan terletak pada ujung-ujung grafik. Menurut Julius Panero dan Martin Zelnik (2003), merancang untuk kepentingan keseluruhan populasi sekaligus merupakan hal yang tidak praktis, maka dari itu sebaiknya dilakukan perancangan dengan tujuan dan data yang berasal dari segmen populasi di bagian tengah grafik. Jadi merupakan hal yang logis untuk mengesampingkan perbedaan yang ekstrim pada bagian ujung grafik dan hanya menggunakan segmen terbesar yaitu 95% dari kelompok populasi tersebut.

Persentil menunjukkan jumlah bagian perseratus orang dari suatu populasi yang memiliki ukuran tubuh tertentu. Untuk tujuan penelitian, sebuah populasi dibagi-bagi berdasarkan kategori-kategori dengan jumlah keseluruhan 100% dan diurutkan mulai dari populasi terkecil hingga terbesar berkaitan dengan beberapa pengukuran tubuh tertentu. Sebagai contoh bila dikatakan persentil ke-95 dari suatu data pengukuran tinggi badan, berarti bahwa hanya 5% data merupakan data tinggi


(60)

badan yang bernilai lebih besar pada suatu populasi dan 95% merupakan data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah pada populasi tersebut.

Persentil ke-50 memberi gambaran yang mendekati nilai rata-rata dari suatu kelompok tertentu. Suatu kesalahan yang serius pada penerapan suatu data adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap ukuran pada persentil ke-50 mewakili pengukuran manusia rata-rata pada umumnya, sehingga sering digunakan sebagai pedoman perancangan. Kesalahpahaman yang terjadi dengan asumsi tersebut mengaburkan pengertian atas makna 50% dari kelompok. Sebenarnya tidak ada

yang dapat disebut “manusia rata-rata”. Ada dua hal penting yang harus selalu diingat bila menggunakan persentil. Pertama, suatu persentil anthropometri dari tiap individu hanya berlaku untuk satu data dimensi tubuh saja. Kedua, tidak dapat dikatakan seseorang memiliki persentil yang sama, ke-95, atau ke-90 atau ke-5, untuk keseluruhan dimensi. Tidak ada orang dengan keseluruhan dimensi tubuhnya mempunyai nilai persentil yang sama, karena seseorang dengan persentil ke-50 untuk data tinggi badannya, dapat saja memiliki persentil 40 untuk data tinggi lututnya, atau persentil ke-60 untuk data panjang lengannya.

Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data anthropometri dijelaskan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal Percentile Perhitungan

1th x-2.325x

2.5th x-1.96x

5th x-1.645x

10th x -1.28x

50th x


(61)

95th x+1.645x

97.5th x +1.96x

99th x +2.325x

Keterangan: x = mean data

x = standar deviasi dari data x

Pada pengolahan data, anthropometri yang digunakan adalah data anthropometri hasil pengukuran dimensi tubuh manusia yang berkaitan dengan dimensi dari perancangan alat. Sebelum ukuran alat ditetapkan, diperlukan adanya pengujian terhadap data anthropometri. Langkah-langkah dalam pengujian data anthropometri, sebagai berikut:

1. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data berfungsi untuk memperkecil varian yang ada dengan membuang data ekstrim. Jika ada data yang berada di luar batas kendali atas ataupun batas kendali bawah maka data tersebut harus dieliminasi atau dihilangkan. Langkah-langkah dalam uji keseragaman data yaitu :

a. Pengelompokan data ke dalam sub grup

b. Perhitungan nilai rata-rata (mean) dari sub grup

n x x n i i

   1

c. Perhitungan standar deviasi dari sub grup

1 (   

n x x


(62)

BKB = x – k σ dengan; xi = data ke-i x = mean data

σ = standar deviasi n = jumlah data

BKA = batas kendali atas BKB = batas kendali bawah

k = angka deviasi standar yang besarnya tergantung pada tingkat keyakinan, yaitu: 90% confidence level; k = 1,65, 95% confidence level; k = 2,00, 99% confidence level; k = 3,00

2. Uji Kecukupan Data

Uji kecukupan data berfungsi untuk mengetahui apakah data yang diperoleh sudah mencukupi untuk pengolahan data selanjutnya atau belum. Sebelum dilakukan uji kecukupan data terlebih dahulu menentukan derajat ketelitian yang diinginkan (s) yang menunjukkan penyimpangan maksimum hasil penelitian. Selain itu juga ditentukan tingkat kepercayaan (k) yang menunjukkan besarnya keyakinan pengukur akan ketelitian data anthropometri. Misalnya, tingkat kepercayaan yang digunakan 95% dengan k = 2, artinya bahwa rata-rata data hasil pengukuran diperbolehkan menyimpang sebesar 5% dari rata-rata sebenarnya. Rumus uji kecukupan data yaitu:

2 2 2 ' ( ) ( ) /        

i i i x x x N s k N dengan;

k = tingkat kepercayaan s = derajat ketelitian xi = data kei

N = jumlah data pengamatan. N’ = jumlah data teoritis


(63)

Data dianggap telah mencukupi jika memenuhi persyaratan N’<N, dengan kata lain jumlah data secara teoritis lebih kecil daripada jumlah data pengamatan 3. Uji Kenormalan Data

Uji kenormalan data digunakan untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan termasuk dalam sebaran normal. Pengujian ini dapat dilakukan dengan kolmogorov smirnov for normality test (KSTest) dengan bantuan software SPSS.

3.8. Penilaian Kekuatan Segmen Tubuh4

Perkembangan kekuatan otot merupakan prosedur yang sangat kompleks mulai kontrol dari depan sampai belakang. Hal itu mungkin diperlukan pendekatan secara substansial dari pemendekan dan pemanjangan otot. Usaha konsentrik atau eksentrik mungkin tidak ada perubahan dalam persepsi perpanjangan otot, perbedaan utama antara perubahan tersebut apakah otot tersebut dinamis atau statis.

3.8.1. Kekuatan Otot Statis

Dalam hal fisiologis, kontraksi otot isometrik menghasilkan kondisi statis. Kondisi tersebut dikarenakan tidak ada perubahan panjang otot selama upaya isometrik, maka segmen tubuh yang terlibat tidak bergerak. Kondisi statis secara teoritis sederhana dalam melakukan pengukuran otot. Oleh karena itu, sebagian

informasi yang tersedia saat ini tentang “human strength” menggambarkan hasil

4


(64)

dari pengujian statis. Maka itu banyak tabel dari kekuatan segmen tubuh berisikan data statis.

Disamping kemudahan dalam pengukuran statis, pengukuran kekuatan isometrik muncul untuk menghasilkan penelitian yang lainnya. Suatu perkiraan yang wajar dari tenaga maksimal manusiadapat diperlihatkan dalam gerakan lambat, terutama jika kekuatan itu eksentrik. Namun data tidak memperkirakan penggunaan otot yang cepat terutama jika konsentrik seperti melempar atau memalu.

3.8.2. Kekuatan Otot Dinamis

Upaya otot dinamis sulit untuk digambarkan dan dikendalikan seperti halnya kontraksi statis. Dalam aktivitas dinamis, perubahan otot menjadi panjang itu dikarenakan segmen tubuh ikut bergerak yang menghasilkan perpindahan. Jumlah perjalanan relatif kecil diotot tetapi biasanya diperkuat sepanjang jalur transmisi internal ke titik aplikasi luar, misalnya dibagian tangan atau kaki.

Turunan waktu (kecepatan, percepatan dan perpindahan) dari beratnya sangat penting baik untuk upaya kekuatan otot dan efek eksternal. Kontrol definisi dan eksperimental dari pengerahan tenaga otot dinamis adalah tugas banyak kompleks dari pada dalam pengujian statis. Skema klasifikasi baru untuk berbagai variabel eksperimental independen dan dependen dapat dikembangkan. Sistem tersebut telah disajikan untuk usaha yang dinamis dan statis.

Dalam penjelasan ini, menunjukkan bahwa tes dinamis memang memerlukan lebih banyak usaha untuk menjelaskan dan mengontrol dari


(65)

pengukuran statis. Kompleksitas ini menjelaskan pergerakan dinamis sangat sulit diidentifikasi pergerakan otot dengan pergerakan statis.

3.9. Metode Mengukur Pergerakan Sendi

Berbagai alat telah dikembangkan untuk menentukan atau mengukur pergerakan sendi agar didapat keriteria sebagai berikut:

1. Ketepatan, alat yang digunakan harus menunjukkan besaran yang tepat dari sudut sendi.

2. Pengulangan, ketika pengukuran dilakukan pengulangan data yang didapat harus konsisten.

3. Kemudahan penggunaannya, hal ini menyangkut kepada jumlah waktu pada proses persiapan pengukuran harus seminimal mungkin.

4. Biaya, alat untuk pengukuran seharusnya dengan harga yang murah.

5. Fleksibelitas, alat pengukuran dapat digunakan untuk mengukur banyak tipe-tipe pergerakan.

3.9.1. Metode Goniometer

Cara pengukuran pendekatan goniometric dan serupa telah diringkas oleh

chao. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut:

1.Goniometer harus fleksibel. Artinya alat tersebut apakah masih bisa di putar atau

tidak.


(66)

4. Buat garis bantu normal X dan Y


(67)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen yang akan dinilai serta batasan-batasan dan bagaimana cara mengukurnya. Selanjutnya, dilakukan proses pemecahan masalah yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul, yang disusun berdasarkan latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan teori-teori pendukung dalam pemecahan masalah, dan melakukan pengumpulan data, baik melalui literatur maupun studi lapangan, melakukan pengolahan data sampai pada penarikan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti.

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di UD. Henry Shoes yang terletak di Jln. Utama, Gang M. Syukur Medan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai bulan Mei 2012.

4.2. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah operator pekerja pada stasiun tapak, dimensi tubuh pekerja aktual dan dimensi fasilitas kerja aktual.


(68)

4.3. Jenis Penelitian

Menurut metode penelitian, jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena penelitian yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu.

4.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model konseptual yang menunjukkan hubungan logis antara faktor-faktor yang telah diidentifikasi yang penting dengan masalah penelitian.

. Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada dalam penelitian ini adalah:

1. Kamera digital yang berfungsi untuk mengambil video dan foto pekerja. Identifikasi awal dengan

Standar Nordic Questionaire

Level Musculoskeletal

Disorders

Penentuan dimensi yang dibutuhkan untuk perancangan alat bantu

Postur Kerja

Fasilitas Kerja

Penilaian Postur Kerja

dengan menggunakan

Metode RULA

Perancangan fasilitas kerja usulan

yang ergonomis untuk mengurangi

resiko musculoskeletal disorders


(69)

2. SNQ, digunakan untuk identifikasi awal menilai keluhan otot yang dialami operator.

3. Rapid Upper Limb Assesment (RULA) Worksheet, yang akan digunakan untuk menilai setiap pergerakan leher (neck), kaki (leg), lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), punggung

(trunk), serta mengukur beban (load/force), dan kegiatan (activity).

4. Meteran, digunakan untuk mengukur panjang, lebar dan tinggi fasilitas kerja aktual operator.

5. Human Body Martin dan kursi anthropometri digunakan untuk mengukur data dimensi operator.

6. Goniometer digunakan untuk mengukur sudut yang dibentuk oleh postur kerja.

4.6. Pengumpulan Data

Adapun beberapa jenis data yang dikumpulkan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan perhitungan secara langsung selama melakukan penelitian, yaitu data postur kerja aktual, data dimensi anthropometri operator, data dimensi fasilitas kerja aktual, data waktu proses kerja dan data Standard Nordic Questionaire (SNQ).


(70)

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur dan referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, dan juga data yang diperoleh dari perusahaan, yaitu gambaran umum dan sejarah perusahaan, jumlah pegawai dan organisasi dan manajemen perusahaan.

4.7. Pengolahan Data

Tahapan-tahapan pengolahan data sebagai berikut.

1. Tabulasi Standard Nordic Questionaere (SNQ) untuk menentukan bagian tubuh yang dominan mengalami keluhan musculoskeletal pada operator pada setiap stasiun kerja.

2. Penilaian postur kerja dengan metode RULA.

3. Penentuan dimensi yang dibutuhkan untuk perancangan fasilitas kerja usulan berdasarkan penilaian SNQ dan postur kerja.


(1)

22

7

23

11

10

Tidak Sakit Sedikit Sakit Sakit Sangat Sakit Keterangan:

1

4

5

6

12

13

16

20

21

24

25

0

14

26

27

2

3

8

9

15

17

18

19


(2)

(3)

22

7

23

11

10

Tidak Sakit Sedikit Sakit Sakit Sangat Sakit Keterangan:

1

4

5

6

8

9

12

13

16

17

20

21

24

25

0

2

3

14

15

18

19

26

27


(4)

(5)

22

7

23

11

Tidak Sakit Sedikit Sakit Sakit Sangat Sakit Keterangan:

1

4

5

6

16

24

25

0

14

26

27

2

3

18

19

8

9

10

12

13

15

17

20

21


(6)