Kasus toksisitas kadmium dilaporkan sejak pertengahan tahun 1980-an, dan kasus tersebut semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu kimia
di akhir abad 20-an. Sampai sekarang diketahui bahwa Cd merupakan logam berat yang paling banyak menimbulkan toksisitas pada makhluk hidup Darmono,
2001. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat
sebagai metalotionein. Metalotionein mengandung unsur sistein, dimana Cd terikat dalam gugus sulfhidril -SH dalam enzim seperti karboksil sisteinil,
histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein dan purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut,
sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh Darmono, 2001.
2.5 Toksisitas Logam Pada Jenis Udang
Jenis krustasea yang hidup di dalam air terdiri atas banyak spesies, salah satunya adalah udang. Jenis organisme ini pergerakannnya relatif tidak secepat
jenis ikan untuk menghindar dari pengaruh polusi logam dalam air. Karena bergerak dan mencari makan di dasar air, sedangkan lokasi tersebut merupakan
tempat endapan dari berbagai jenis limbah, maka jenis krustasea ini merupakan indikator yang baik untuk mengetahui terjadinya polusi lingkungan Darmono,
2001. Logam plubum dan kadmium masuk ke dalam tubuh krustasea berturut-
turut paling banyak melalui insang, saluran pencernaan, dan kulit, sehingga insang dari jenis binatang beruas ini paling banyak menderita oleh pengaruh toksisitas
logam berat Darmono, 2001.
Firdhany Armanda : Studi Pemanfaatan Buah Jeruk Nipis Citrus Aurantifolia
Swingle Sebagai Chelator
Logam Pb Dan Cd Dalam Udang Windu
Penaeus Monodon , 2009
USU Repository © 2008
2.6 Persiapan sampel Untuk Penetapan Mineral
Untuk menentukan kandungan mineral, bahan harus dihancurkan atau didestruksi dulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan basah wet
digestion. Pemilihan cara terebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa, serta sensitivitas cara yang digunakan.
Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah pengunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari
kehilangan mineral akibat penguapan Apriantono, 1989. Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik
dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran dari asam-asam mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan yang
cukup dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna, sehingga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik
untuk dianalisis selanjutnya. Destruksi basah biasanya menggunakan H
2
SO
4
, HNO
3
, dan HClO
4
atau campuran dari ketiga asam tersebut Anderson, 1987.
2.7 Spektrofotometri Serapan Atom