BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ubi jalar merupakan tanaman tropis, tetapi dapat beradaptasi dan tumbuh baik di daerah subtropis. Di Indonesia, 89 produksi ubi jalar digunakan sebagai bahan
pangan dengan tingkat konsumsi 7,9 kgkapitatahun, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk bahan baku industri, terutama saus, dan pakan ternak.
Kulit ubi jalar dibedakan menjadi dua tipe yaitu tebal dan tipis, demikian pula kandungan getahnya, ada varietas yang bergetah banyak dan sedikit. Ubi jalar
memiliki warna batang yang bervariasi antara hijau dan ungu. Ubi yang berwarna ungu ini merupakan tanaman yang merambat, dengan batang tidak berkayu, berbentuk
bulat dan bagian tengah terdiri dari gabus. Pada tiap ruas buku tumbuh daun, akar, dan tunas cabang. Setyono,A. 1995
Selama ini penggunaan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk makanan tradisional, makanan pokok ataupun makanan tambahan setelah
dimasak terlebih dahulu. Bahkan, dengan proses yang sederhana dapat diolah menjadi keripik sebagai produk komoditi bagi masyarakat lokal. Seiring meningkatnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan sehat maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga mulai naik diakibatkan oleh pengetahuan akan fungsi
fisiologis senyawa antosianin yang terdapat pada ubi jalar. Hal ini tentunya membuat pemanfaatan ubi jalar semakin meningkat. Dalam pengolahannya, bagian ubi jalar
yang sangat sering digunakan adalah bagian daging ubi jalar. Namun, kulit ubi jalar masih hanya terbuang begitu saja yang mungkin menjadi sampah organik secara
alami. Padahal, kulit ubi jalar mengandung zat warna antosianin, dimana antosianin merupakan zat warna atau pigmen yang sifatnya sensitif dengan perubahan suasana
asam atau basa.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian tentang pemanfaatan zat warna dari berbagai jenis tumbuhan telah banyak dilakukan. Menurut Rosida Nainggolan 2005, ekstrak kulit jengkol yang
juga mengandung antosianin dapat digunakan sebagai indikator pada titrasi asam basa. Indikator asam-basa merupakan zat organik yang berubah warna didalam larutan
sesuai dengan pH larutannya misalnya indikator fenolftalein, jingga metil, biru bromotimol dan lain-lain. Indikator asam-basa digunakan sebagai petunjuk kapan
suatu titrasi harus diakhiri. Titrasi itu sendiri merupakan suatu metode kimia yang dilakukan untuk menentukan kuantitas atau kadar suatu unsursenyawa dari suatu
perwakilan sampel.
Berbagai jenis tumbuhan yang tersebar di alam masih banyak yang perlu dimanfaatkan kandungannya, seperti halnya antosianin yang dalam daging buah dan
kulit ubi jalar. Pemanfaatan indikator asam-basa dalam perindustrian di Indonesia masih sangat signifikan. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya industri yang
bergerak dalam bidang kimia menggunakan metode titrasi untuk penentuan bilangan asam, bilangan penyabunan serta beberapa parameter lain yang diperlukan.
Disamping harga indikator yang tergolong cukup mahal dengan penggunaannya yang masih tinggi, persamaan kandungan dan sifat zat warna antara
ekstrak kulit ubi jalar dengan ekstrak kulit jengkol mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian, apakah ekstrak kulit ubi jalar dapat digunakan sebagai indikator
didalam titrasi asam basa seperti halnya indikator fenolftalein, jingga metil, biru bromotimol dan yang lainnya.
1.2. Permasalahan