Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak kembali marak terjadi di Indonesia. Seperti yang diberitakan oleh beberapa media, Komnas Anak mencatat bahwa kasus kekerasan seksual pada anak terjadi di Indonesia kini mencapai 730 kasus. 1 Jika kita melihat lebih jauh, kekerasan seksual pada anak beragam modusnya, ada yang menjadi pegawai pajak, kasus pencabulan anak jalanan yang dilakukan oleh koordinatornya dan sebagainya. Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah memprihatinkan banyak pihak sekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak. Kekerasan seksual sexual violence terhadap anak merupakan bentuk perlakuan yang merendahkan martabat anak dan menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Bentuk perlakuan kekerasan seksual seperti digerayangi, diperkosa, dicabuli atapun digaulli dengan paksaan telah membawa dampak yang 1 Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap baca: http:www.investor.co.idfamilyindonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadap- anak72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB sangat endemik, dalam kacamata psikologis anak akan menyimpan semua derita yang pernah ada, 2 terlebih kekerasan seksual pada anak. 3 Kekerasan seksual yang ditonjolkan hari-hari ini merupakan pembuktiaan bahwa bentuk eksploitasi terhadap anak dilakukan oleh pelaku yang memiliki kekutan fisik lebih, hal itu dilakukan demi kepuasan seksual orang dewasa. Kekuatan fisik dijadikan sebagai alat untuk mempelancar usaha-usaha jahatnya. 4 Pelaku dapat dengan mudah memperdayakan anak sehingga mau menuruti segala perintah orang yang meyuruhnya. Apabila jika perintah tersebut diimingi-imingi, dijanjikan dengan sesuatu atau dibujuk oleh pelaku, hingga akhirnya korban diperlakukan serta dilecehkan dengan beragam bentuk. Kekerasan seksual terhadap anak juga dikenal dengan istilah child sexual abuse. Dalam banyak kejadian, kasus kekerasan seksual terhadap anak sering tidak dilaporkan kepada kepolisi. Kasus tersebut cenderung dirahasiakan, bahkan jarang dibicarakan baik oleh pelaku maupun korban. Para korban merasa malu karena menganggap hal itu sebagai sebuah aib yang harus disembunyikan rapat- rapat atau korban merasa takut akan ancaman pelaku. Sedangkan si pelaku merasa malu dan takut akan di hukum apabila perbuatannya di ketahui. 2 Kartini Kartono, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja, Jakarta: CV. Rajawali, 1992, hal. 8 3 Lihat pula hasil monitoring korban kekerasan seksual oleh LBH Jakarta. LBH Jakarta, Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum, Jakarta: LBH Jakarta, 2012, hal. 93 dan 124 4 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Bandung: RefikaAditama, 2001, hal. 32. Keenggan pihak keluarga melaporkan kasus child sexual abuse yang dialami, bisa jadi merupakan salah satu sebab kasus tersebut menjadi seperti fenomena gunung es. Karena yang tampak hanya sebagai kecil saja, sedangkan bagaian besar tidak tampak. Apalagi jika kasus tersebut menyangkut pelaku orang terkenal, tokoh masyarakat, dikenal dengan dekat oleh korban atau ada hubungan keluarga antara korban dan pelaku. 5 Kekerasan seksual terhadap anak merujuk pada prilaku seksual yang tidak wajar dalam berhubungan seksual merugikan pihak korban yang masih anak- anak dan merusak kedamaian ditengah masyarakat, adanya kekerasaan seksual yang terjadi, maka penderitaan korbannya telah menjadi akibat serius yang membutuhkan perhatian. 6 Child abuse antara lain dirumuskan sebagai suatu bentuk tindakan yang bersifat tidak wajar pada anak dan biasanya dilakukan oleh orang dewasa. Para pakar umumnya memberikan definisi ini menjadi suatu bentuk perlakuan salah terhadap anak baik secara fisik physically abused seperti penganiayaan, pemukulan, melukai anak, maupun kejiwaan mentally abused seperti melampiaskan kemarahan terhadap anak dengan mengeluarkan kata-kata kotor dan tidak senonoh. Bentuk lain dari tindakan tidak wajar terhadap anak dapat 5 Lihat kasus di tanjung priok yang melibatkan seorang tokoh masyarakat. LBH Jakarta, Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum, Jakarta: LBH Jakarta, 2012, hal. 113 6 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Bandung: RefikaAditama, 2001,hal. 32. juga berbentuk perlakuan salah secara seksual sexual abused. Contoh tindakan ini antara lain kontak seksual langsung yang dilakukan antara orang dewasa dan anak berdasarkan paska perkosaan maupun tanpa paksaan incest. Tindakan perlakuan salah secara seksual lainnya adalah eksploitasi seksual seperti prostitusi anak dan pelecehan seksual terhadap anak. 7 Kekerasaan dan abuse seksual pada masa kanak-kanak sering tidak teridentifikasikasi karena berbagai alasan terlewat dari perhatiaan, anak tidak dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya, anak diancam pelaku untuk tindak melaporkan kejadiaan yang dialaminya, atau laporan anak tidak ditanggapi secara serius karena berbagai alasaan misalnya, atau laporan anak tidak ditanggapi secara serius karena berbagai alasaan misalnya anak tidak dipercaya, atau reaksi denial, pengingkaran dari orang-orang dewasa yang dilapori anak tentang kejadiaan sesungguhnya. 8 Kekerasaan seksual dapat terjadi di dalam lingkungan keluarga maupun diluar keluarga masyarakat. Perbuatan tersebut dapat dilakukan oleh mereka yang mempunyai hubungan sebagai anggota keluarga, kerabat, tentangga bahkan 7 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, Bandung: Refika Aditama, 2001, 99 8 E. Kristi Poerwandari, Mengungkap Seluung Kekerasan: Telaah Filsafat Manusia, Bandung: Eja Insani, 2004, hal.8 orang yang tidak dikenal oleh si anak. 9 Anak memiliki posisi yang paling lemah dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan negara. 10 Anak merupakan individu yang belum baik secara fisik, mental maupun sosial karena kondisinya rentan, tergantung dan masih berkembangjika dibandingkan dengan orang dewasa jelas anak lebih beresiko tehadap tindakan kekerasaan, eksloitasi, penelantaran, dan lain-lain. Secara umum akibat dari kekerasaan terhadap anak adalah sangat serius dan berbahaya karena seseorang anak sedang berada pada masa pertumbuhan baik fisik maupun mental. Secara anak yang menalami kekerasan jika penananannya tidak tepat maka ia akan mengalami cacat yang bukan pada fisik saja tetapi juga pada mental dan emosinya. Kecacatan mental dan emosi inilah yang akan merubah hidup dan masa depan serta akan dibawanya serus hingga dewasa. Kebanyakan korban kekerasaan seksual pada anak berusia sekitar 5 hingga 11 tahun. Bahkan kasus yang terbaru yaitu bayi berumur 9 bulan menjadi korban kekerasan seksual pula. 11 Bagi pelaku jenis kelamin tidak berpengaruh 9 Purnianti, Informasi Masalah Kekerasan Dalam Keluarga, Jakarta: Mitra Perempuan, 1999, hal. 95. 10 YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta: YLBHI dan PSHK, 2007, cet. Ke-2, hal. 348 11 “Cabuli Bayi A Lebih dari Sekali ”.Lihat lebih lengkap:http:news.liputan6.comread738357paman-cabuli-bayi-a-lebih-dari-sekali.Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB dalam melakuan kekerasan seksual yang penting bagi pelaku hasrat seksual mereka dapat tersalurkan. Modus pelaku dalam mendekati korban sangat berfariasi misalnya mereka tingal mendekati korban dan mengajaki ngobrol saja, ada juga membujuk korban, dan juga merayu dan ada juga yang memaksa korbannya. Serta modus yang lebih canggih yakni pelaku menggunakan jejaring sosial media internet dengan berkenalan dengan korban, mengajak bertemu dan memperkosa atau melakukan kekerasan sosial lainnya.Hal demikian, seperti yang dikatakan oleh Komisi Perlidungan Anak Indonesia KPAI bahwa modus kekerasan seksual terhadap anak berawal dari jejaring sosial mencapai hingga 31, 12 angka yang cukup fantastis kekerasan seksual pada anak hingga kini terus meningkat tinggi. Menanggapi hal itu semua, Ketua Komnas Perlidungan Anak menegaskan tahun ini sebagai tahun darurat terhadap kekerasan anak.Fakta kejahatan atau kekerasan seksual harus menjadi isu bersama.Semua komponen bangsa harus turut serta memerangi dan menghentikan kekerasan seksual.Lebih lanjut menurutnya pula bahwa adanya UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pun belum diimbangi implementasi perlindungan terhadap anak dan sanksi bagi pelaku pelanggaran hak anak pun tidak maksimal. Degradasi norma agama dan ketahanan keluarga pun terus terjadi. Keluarga yang 12 Lihat berita “31 Kekerasan Seksual terhadap Anak Dimulai dari Internet”http:www.investor.co.idfamily31-kekerasan-seksual-terhadap-anak-dimulai-dari- internet72084. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.35 WIB seharusnya menjadi benteng perlindungan anak pun justru menjadi pelaku utama kekerasan terhadap anak. 13 Anak sebagai tulang punggung bangsa dan sebagai generasi muda yang nantinya sebagai penerus bangsa tentunya harus hidup dan berkembang sesuai dengan kebutuhannya agar dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya dan dapat menjadi penerus bangsa yang dapat diandalkan untuk memajukan bangsa dan mensejahterakan negara bukan menjadi penerusyang perkembangan mental dan psikisnya terhambat bahkan mengalami penyimpangan kekerasan seksual. Dalam hal ini Negara harus secepatnya turun tangan untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak yang mengalami berbagai masalah yang dapat menghambat hidupnya. Sebagai wujud nyata bahwa Negara sebagai pelindung martabat anak, melalui Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kepres No. 77 tahun 2003 untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau yang biasa disebut dengan KPAI. KPAI merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang bertugas untuk melindungi anak-anak bangsa dari segala tindakan yang merugikan mereka. Hal itu sesuai dengan amanat konstitusi kita yang berbunyi: “Setiap anak berhak atas keberlangsungan 13 Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap baca: http:www.investor.co.idfamilyindonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadap- anak72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. 14 Urgensitas KPAI dirasa sangat penting pada saat ini, melihat kondisi kekerasan terhadap anak dengan beragam model dan jenisnya. Sebagai lembaga IndependenNegara, secara spesifik KPAI mempunyai tugas dan fungsi menurut Pasal 76, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu antara lain: 15 a Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan prundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. b Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak. Dengan begitu tugas dan fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah jelas secara legalitasnya.Namun bagaimana mengenai dengan pelaksanaan tugas dan fungsi KPAI itu sendiri terhadap maraknya kasus kekerasan anak yang terjadi seperti pelecehan dan kekerasan seksual di mana-mana. Catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI dalam kasus kekerasan seksual terhadap 14 Pasal 28 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Republika Indonesia 1945 15 Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak anak selain makin marak,banyak juga kasus ini terjadi dengan pelaku berusia muda alias sama-sama anak-anak. Misalnya, KPAI sempat mendapat pengaduan atas tindakan pencabulan yang dilakukan anak berumur 9 tahun terhadap anak berusia 4 tahun.Oleh karenanya, KPAI menilai penanganan dan pencegahan perlu dilakukan bukan hanya untuk korban, tapi juga pelaku. 16 Sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan hal itu, KPAI menggelar pertemuan forum kemitraan yang diikuti anggota unit Polri di beberapa Polres, LSM anak dan pengacara sejumlah LBH yang biasa menangani kasus-kasus anak.Dalam forum ini, berbagai penyebab terjadinya kekerasan seksual anak terungkap.Mulai dari pola pengasuhan yang keliru, penyebaran pornografi di sosial media sampai absennya pendidikan seksual sejak dini. Pertemuan yang digelar tiga hari di Bogor itu menghasilkan sejumlah usulan. Diantaranya, membangun forum peduli anak di tingkat RTRW dan membentuk jaringan psikolog untuk pendampingan kepada anak. 17 Terlepas penting tidaknya KPAI sebagai pelindung hak martabat anak, seiring berjalannya waktu beragam kritikan terhadap kinerja KPAI menjadi sorotan media pula, salah satunya adalah dalam penanganan kasus KPAI 16 Lihat berita hukum online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin Memprihatinkan”http:www.hukumonline.comberitabacalt514c58f9ea788kasus-kekerasan- seksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.38 WIB. 17 Lihat berita hukum online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin Memprihatinkan”http:www.hukumonline.comberitabacalt514c58f9ea788kasus-kekerasan- seksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.38 WIB. terhadap kekerasan seksual di beberapa wilayah yang dinilai lambat. Bahkan pihak keluarga korban mempertanyakan kinerja Komisi Perlindungan Anak yang hingga kini belum menindaklanjuti dugaan kasus tersebut. 18 Dari permasalahan ini membuat penulis tertarik untuk menganalisis peran serta efektivitas Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI terkait perannya sebagai pelindung hak anak, dalam hal ini mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, untuk itu penulishadirkan dalam penelitian skripsi dengan judul: PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah