Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak terlantar (studi kasus KPAI Jakarta)

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

MUHAMMAD MARTIN NIM. 1112044100044

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1438 H / 2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

KPAI Jakarta). Konsentrasi Pradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatuallah Jakarta, 1437 H/ 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komisi perlindungan anak Indonesia dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak terlantar. Hal tersebut tidak jarang menjadikan anak sebagai korban dari penelantaran terhadap keluarganya. Ketika hal tersebut terjadi peran serta lembaga-lembaga yang memiliki wewenang terhadap perlindungan anak sangat diperlukan guna memberikan perlindungan dan menjaga hak-hak anak yang seharusnya didapatkan didalam keluarga.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,. Sumber data terdiri dari data primer yaitu hasil wawancara dengan pihak KPAI dan skunder terdiri dari buku, jurnal, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah penelitian, tehnik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawanncara dengan KPAI dan studi dokumen yang merupakan data informasi, tulisan ilmiah. Analisa data dalam melakukan penelitian tersebut, penulis menggunakan metode analisis deskristif.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah, didalam hukum positif dan hukum islam seorang anak berhak mendapatkan asuhan yang layak dari orang tuanya, mendapatkn penddikan yang baik, dan berhak mendapat hidup yang layak. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak seharusnya hidup dengan layak dan terpenuhi hak-haknya, akan tetapi dalam faktanya hak-hak tersebut tidak didapatkan oleh anak dan anak hidup terlantar, faktor tersebut adalah ekonomi, masalah ekonomi masih menjadi penyebab tertinggi hilangnya hak-hak anak sehingga anak hidup terlantar, perceraian, orang tua yang sibuk kerja, kasih sayang tidak didapatkan secara utuh dari orang tua. Adapun peran KPAI dalam mengembalikan hak-hak anak terlantar adalah dengan melimpahkannya kepada LPSA dan Panti Swasta untuk dirawat agar mendapat hidup yang lebih layak, dan dalam memenuhi hak pendidikannya, KPAI berkerja sama dengan Dinas Pendidikan lalu untuk menjamin hak kesehatannya KPAI berkerja sama dengan Dinas Kesehatan. KPAI sebagai lembaga yang diberi wewenang dalam ranah pengawasan perlindungan hak anak khususnya anak terlantar, masih belum optimalnya yang disebabkan keterbatasan kewenangan yang tidak sebanding dengan ekspetasi kerja, sulitnya pembangunan KPAD disetiap provinsi dan keterbatasan anggaran.

Kata Kunci : Hak, Anak, Terlantar, KPAI.

Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M.A.


(6)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Yang dengan rahmat dan hidayah-Nya selalu memberikan kekuatan iman dan islam, sehingga setelah melalui proses yang panjang, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitia ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kehadirat Nabi Muhammad saw, yang telah membawa dan menyempurnakan agama isalam sebagai penyelamat umat manusia di muka bumi ini dan akhirat kelak.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, tentunya tidak terlepas dari beberapa pihak terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan motivasi, saran dan kritik yang membangun. Maka, sudah barang tentu menjadikan suatu kewajiban bagi penulis untuk menghaturkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif hidayatuallah Jakarta Dr. Asep saepudin jahar, MA serta staf-stafnya.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Arip Purkon, MA., Ketua program Studi dan

Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga (SAS) Fakultas Syaria’ah dan

Hukum Universitas Islam Negri Jakarta.

3. Dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik Hj.

Hotnidah Nasution, M.A yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan penelitian ini.


(7)

ibunda Hj. Ukaesih, terimakasih atas doa dan limpahan kasih sayangnya.

5. Kakak tercinta Marsitoh S.Thi dan Marini S.H serta Mariyam A.Md.Kep,

terimakasih atas dukungan, motivasi serta doa selama ini.

6. Keponakan tercinta Sukma Melati, Muhammad Faqih, Lintang Marelda, Tirta

Khalis Azrak, dan Faris Janwar hadirnya ananda menjadi semangat dan motivasi dalam hidup ini.

7. Terimakasih untuk KH.Zainuddin Ma’shum Ali selaku kepala pengasuh

pondok pesantren Al-hamidiyah depok yang selalu mendo’akan dan untuk

ustadz Ashri Azhari dan Ustadz Sarwani yang selalu mendo’akan dan memberi motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Teman-teman seperjuangan, Muhammad Ilham Fuadi, Rivaldi Fahlepi, Ahmad

Faiq, Sufyan Zulkarnain, Lutfan Adly, Ziyad Mubarok, Rahmat Muhajir, Hilmi Afif Arifqi, Sulaiman, Ilham Harsya, Fadli Azami, Malik Shofi, Ahmad Fauzi, Nauval Hafidz, Syaul Haq, Putri Shafwatil Huda, Nanik Maulida, Sarifah Dacosta, Itmam Huda, dan teman-teman seluruh Pradilan Agama A dan B, teruslah semangat dan teruslah menggapai cita-cita kalian.

9. Sahabat-Sahabat gokil M.Abrar Zulsabrian S.H, M.Fadli Rahman S.Si,

M.Rizky Faray S.H, Achmad Sanjaya, M.Ramdhani S.Sos, Ahmad Mujiyaki, Zahri Amrillah, Afiq Zaki Lubis S.H, Huzainah Asroriyah, Avisa Yufajilan


(8)

10.Keluarga Besar CABUTIF (Campuran Budaya Otomotif) yang telah memberikan bantuan semangat dan doa selama ini.

11.Keluarga Besar MAKTAH (Majelis Kopi Tahlil) yang selalu memberikan doa

untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini penulis

haturkan terimakasih semoga kebaikan kalian menjadi amal sholeh dan dilipat gandakan pahalanya oleh ALLAH SWT.

Akhirnya kepada ALLAH SWT juga lah penulis serahkan segalanya serta panjatan doa dan semoga amal kebaikan mereka diterima oleh-Nya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik disisi ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA.

Jakarta , 09 September 2016


(9)

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Metode Penelitian ... 10

E. Review Studi Terdahulu ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II Tinjauan umum tentang hak anak A. Pengertian Hak Anak dan Anak Terlantar ... 14

B. Hak-hak anak dalam Hukum Islam ... 23

C. Hak-hak anak dalam Hukum Positif ... 35

D. Hak-hak anak terlantar ... 42

BAB III Gambaran Umum Tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia A. Profil Komisi Perlindungan Anak Indonesia ... 46

B. Sususan Pengurus Komisi Perlindungan Anak Indonesia ... 50

C. Tujuan berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia ... 53

D. Hambatan Komisi Perlindungan Anak dalam menanggulangi masalah anak ... 56

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Faktor-faktor penyebab terjadinya penelantaran anak di Indonesia ... 60

B. Upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam mengembalikan Hak-hak anak Terlantar ... 69

C. Kontribusi Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak terlaantar ... 76

D. Analisis penulis ... 79

BAB V Penutup A. Kesimpulan ... 82

B. Saran-saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh karena itu agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan bagi yang sudah mampu, sehingga malapetaka yang diakibatkan

oleh perbuatan terlarang dapat dihindari.1

Terhadap persoalan seputar hukum nikah, ulama fiqih berbeda pendapat dalam menetukan kedudukan hukumnya. Secara umum ada pendapat tentang hukum nikah seperti sunnah menurut kelompok jumhur dan wajib menurut golongan zahiriyah. Kelompok pengikut mazhab Malik yang belakangan memerinci kedudukan hukum nikah berdasarkan kondisi, yaitu hukum wajib untuk sebagian orang dan sunnah untuk sebagian yang lainya dan dapat juga berhukum mubah bahkan haram, tergantung pada keadaan masing-masing

sesuai kemampuan menghindarkan diri dari perbuatan tercela.2

Tujuan Nikah adalah agar setiap pasangan suami istri dapat meraih kebahagiaan dengan pengembangan potensi mawaddah dan rahmah. Yang dapat melaksanakan tugas kekhalifaan dalam pengabdian kepada Allah SWT , yang darinya lahir fungsi-fungsi yang harus diemban oleh keluarganya. Diadakannya akad nikah adalah dengan niat untuk selama-lamanya hingga

1

Djedjen Zainuddin & Mundzier Suparta, Pendidikan Agama Islam Fikih, ( Semarang : Pt.Karya Toha Putra, 2008 ), Hal. 66.

2

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikaahan, ( Jakarta : Pt. Prima Heza Lestari, 2006 ), Hal.7.


(11)

suami istri meninggal dunia, karena yang diinginkan oleh islam adalah langgengnya kehidupan perkawinan. Suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan yang

baik agar anak-anak itu bisa menjadi generasi yang berkualitas.3

Anak merupakan amanah dan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Hadannah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya, dan orang yang mendidiknya.

Hadhannah berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti antara lain hal memelihara, mendidik,mengatur, mengurus segala kepentingan urusan anak-anak yang belom mummayiz. Hadannah menurut bahasa berarti meletakan sesuatu di dekat tulang rusuk atau pangkuan karena ibu waktu menyusukan anaknya meletakan anak itu di pangkuanya, seakan-akan ibu di saat itu melindungi dan memelihara anaknya sehingga hadannah di jadikan istilah yang maksudnya pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.

Para ulama fikih mendefinisikan hadannah sebagai tindakan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang

3

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer , ( Bogor : Ghalia Indonesia, 2010 ), Hal. 167.


(12)

menjadikan kebaikanya, menjaganya dari sesuatu yang menyakitinya dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri

sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.4

Para fuqaha mengartikan hadhannah sebagai upaya menjaga anak

lelaki kecil, atau anak perempuan kecil atau anak yang memili gangguan mental yang tidak dapat membedakan sesuatu dan tidak mampu mandiri, mengembangkan kemampuannya, melindungi dari segala sesuatu yang menyakitinya

Hukum hadhannah atau mengasuh anak kecil, baik laki-laki maupun

perempuan adalah adalah wajib, karena jika diabaikan dapat merusak anak

dan membuatnya terlantar.5

Menurut Muhammad Ibnu Ismail Al-san’ani, hadhannah adalah

memelihara anak yang belum mampu mengurus diri sendiri dan menjaganya

dari sesuatu yang dapat membinasakan atau membahayakan.6

Para ulama sepakat hukum hadhannah, menddik dan merawat adalah suatu kewajiban. Tetapi mereka dalam hal itu, apakah hadhannah ini menjadi hak hak orang tua terutama ibu atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa hak hadhannah itu menjadi hak ibu sehingga ia dapat menggugurkan haknya. Tetapi menurut jumhur ulama , hadhannah itu

4

Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada, 2009), Hal. 215-217

5

Sayyid sabiq, Fiqih sunnah jilid 2, penerjemah Asep Sobari (Jakarta Al-I’tishom, 2008), h 529.

6

Sayyid sabiq, Fiqih sunnah jilid 2, penerjemah Asep Sobari (Jakarta Al-I’tishom, 2008), h 527.


(13)

menjadi hak bersama antaraorang tua dan anak. Bahkan menurut Wahab Al-Zuhailiy hak hadhannah adalah hak yang bersyarikat antara ibu, ayah dan anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak atau

kepentingan anak.7

Mengasuh anak-anak yang masih kecil (Hadannah) hukumnya wajib,

sebab mengabaikanya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Pendidikan anak juga merupakan salah satu factor yang sangat penting dalam keluarga. Orang tua berkewajiban mengarahkan anak agar mereka menjadi orang-orang yang beriman dan berakhlak, mulia, seperti patuh dalam melaksanakan kewajiban agama dengan baikagar terhindr dari dosa dan maksiat.

Islam telah mewajibkan pemeliharaan atas anak sampai sampai anak tersebut mampu berdiri dengan sendirinya tanpa menghrapkan bantuan orang lain. Dasar hukum hadhannah tertera sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Baqoroh ayat 233.









































7


(14)

















Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun

penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.(AL-Baqoroh 233)

Pada ayat tersebut Allah mewajibkan kepada kedua orang tua untuk memelihara anak mereka dan ibu wajib menyusukannya selama 2 tahun. Dan bapak wajib menafkahkan ibu.8

Pemeliharaan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan skunder anak. Pemeliharaan meliputi berbagai aspek diantaranya pendidikan, kesehatan dan segala aspek kebutuhan yang melekat pada anak. Ajaran islam diungkapkan bahwa tanggung jawab ekonomi berada dipundak suami sebagai kepala rumah tangga, dan tidak menutup kemungkinan istri untuk membantunya bila suami tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Oleh karena itu, amat penting mewujudkan kerja sama dan Saling membantu antara suami dan istri untuk memelihra anak sampai dewasa. Hal dimaksud pada prinsipnya adalah tanggung jawab istri kepada anak-anaknya sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 diantarnya:

Pasal 45 ayat (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya (2) kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal

8


(15)

ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat bderdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua oramg tua terputus. Pasal 46 ayat (1) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang wajib. Pasal 47 ayat (1) anak yang belum mencapai umur 18 (Delapan belas tahun) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.

Sebagaimana setalah melakukan pernikahan seorang pria (kepal rumah tangga) wajib memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dalam (menafkahi).

Nafkah berasal dari bahasa arab (ةقفن- قفني– قفن) yang artinya biaya, belanja, pengeluaran uang.9 Sedang menurut istilah nafkah adalah diartikan sebagai belanja untuk hidup berupa uang pendapatan.

Nafkah adalah yang dikeluarkan kepada keluarga (wanita,anak), seperti makan, pakaian, harta dan lain sebagainya. Sedang menurut istilah adalah suatu kewajiban suami memberian suatu pekerjaan (nafkah) kepada istri dan anak-anaknya.10 Pada dasarnya setiap suami yang telah berkeluarga wajb hukumnya memberikan nafkah kepada kesetiap anggota keluargnya, didalam terminology fikih, fuqaha memberikan definisi nafkah sebagai biaya yang wajib dikeuarkan seseorang, terhadap sesuatu yang sudah menajdi tanggungannya meliputiputi biaya kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pemebrian nafkah oleh seorang kepala keluarga merupakan tanggunggung jawab yang harus terus melekat daam keadaan apapun untuk diberikan untuk pertumbuhan anak sampai ia dewasa atau bisa hidup sendiri.11

9

Amad warson Munawir, Al-Munawir :Kamus Arab- Indonesia (Jakarta: Yayasan Penerbitan Univesitas Indonesia 1996),h 147.

10

Ibrahim Muhammad al-jamal, Fiqh Al-Mar’ah al-Muslimah , (Jakarta , PT Multi Kreasi Singgasana , 1991 ), h. 155.

11


(16)

Wahab Az-Zuhaili menafsirkan kata nafkah adalah sesuatu yang wajib dikeluarkan oleh kepala keluarga kepada setiap anggota keluarganya, agar setiap kelurga dapat merasakan rezeki yang berikan oleh Allah, supaya hidup dalam berkecukupan. Setiap anak wajib merasakan nafkah yang diberikan oleh orang tuanya baik kecil maupun besar,12 karena itu sumber awal untuk pemunuhan hak-haknya agar setiap anak merasakan hidup dengan baik dan layak.

Didalam hukum positif Indonesia, permasalahan nafkah atau pemenuhan kebutuhan keluarga telah diatur dan dinyatakan menjadi kewajiban suami. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 34 ayat (1) suami wajib melindungi istrinya dan memberkan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kewajibannya. Dan dipetegas oleh KHI pasal 80 ayat (4) sesuai dengan penghasilannya suami menanggung : a). nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri. b). biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak. c). biaya pendidikan bagi anak. Keberadaan nafkah tentu mempunyai pengaruh dan fungsi yang sangat besar dalam membina keluarga yang bahagia, tentram, dan sejahtera.

Sebagai mana yang diketauhi, anak merupakan amanah dan anugrah dari Tuhan yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut di junjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai ketentuan konvensi Hak anak yang diratifikasi oleh pemerintah indonesia melalui keputusan presiden Nomer 36 Tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip

12

Wahab Az-Zuhaili, Fiqih Isalam Adilatahu jilid 10. Penerjemah abdul hayyie al-kattimi (Jakarta gema insani, 2011), h.94.


(17)

umum perlindungan anak,yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik anak, kelangsugan hidup dan tumbuh kembang anak, dan menghargai partisipasi

anak.13

Setiap anak yang lahir pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah. Namun, dalam beberapa kesempatan perseteruan yang dihasilkan dari orang tuanya dan faktor-faktor lain menjadikan anak sebagai korban ketidak perdulian,hal ini menyebabkan terlantarnya hak-hak anak yang seharusnya mendapatkan kesejahtraan harkat dan martabat anak. Akan tetapi, hingga keluarnya undang-undang perlindungan anak dan sampai sekarang pemenuhan hak anak masih jauh yang yang di harapkan. Hal ini dapat dilihat dari situasi dan kondisi anak Indonesia yang terlantar. Maka oleh sebab itu peneliti mengambil judul skripsi ini :

“PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM

MENGEMBALIKAN HAK-HAK ANAK PADA ANAK TERLANTAR”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan masalah baru serta pelebaran secara meluas, maka peneliti membatasi penelitian ini pada seputar peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang terletak di Jalan Teuku Umar, No. 10 menteng, Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak terlantar.

13

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia,( Semarang : Pt. Citra Aditya Bakti,2015 ), Hal. 1


(18)

2. Perumusan Masalah

Beberapa kasus penelantran yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa tingkat kesejateraan anak dan pemenuhan hak anak masih jauh dari yang diharapakan. Hal ini dapat dilihat pada anak-anak yang terlantar di Indonesia, yang di sebabkan beberapa faktor-faktor dan perseteruan yang terjadi di keluarganya.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitiannya adalah :

1. Apa hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh seorang anak

menurut Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kasus

pertelantaran anak di indonesia ?

3. Bagaimana peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam

mengembalikan hak-hak anak yang terlantar.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu :

1. Mengetahui Hak-hak anak yang terlantar menurut Hukum Islam

dan Hukum Positif.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab

anak-anak terlantar di Indonesia.

3. Mendapatkan gambaran tentang peran Komisi Perlindungan Anak


(19)

2. Manfaat Penelitian 2.1Manfaat Akademis

Penelitian ini memberikan kebermanfaatan dalam menambah kajian tentang peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak yang terlantar.

2.2Manfaat Praktis

Dalam konteks praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi hasil perbaikan yang lebih baik bagi pelaksanaan perlindungan anak- anak yang terlntar oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif menurut Creswell (2007) merupakan metode –

metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.

Peneliti menggunakan metode penelitian ini karena peneliti ingin mengeksplorasi Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak-anak terlantar.

2. Sumber Data a. Data Primer


(20)

- Hasil wawancara dengan KPAI. b. Data Skunder

- Buku,jurnal,peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

masalah penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a) Wawancara dilakukan dengan KPAI.

b) Studi Dokumen, merupakan metode pengumpulan data dan

informasi dari buku dokumentasi, tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan berbagai sumber tulisan lainnya.

3. Model Analisis

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu salah satu model analisis data dimana peneliti menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara/interview dan studi kepustakaan

Dalam hal teknis penelitian, peneliti mengacu pada buku pedoman Penelitian skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

E. Review Studi Terdahulu

Dari beberapa skripsi yang terdapat di fakultas syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Jakarta, peneliti menemukan data yang berhubungan dengan penelitian yang sedang peneliti tulis. Antara lain :


(21)

a) Peneliti yang bernama Hilman Reza dengan judul “Peran Komisi Perlindungan Anak Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap

Anak” tahun 2014 hanya membahas mengenai peran Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA) terhadap anak korban kekerasan seksual, tidak membahas mengenai hak-hak anak korban perceraian yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

b) Peneliti yang bernama Imaniah, Ifada dengan judul “Kinerja Komisi

Nasional Perlindungan Anak Dalam Menanggulangi Perdagangan

Anak di Indonesia” tahun 2009 yang hanya membatasi pada kasus

perdagangan anak di Indonesia.

c) Peneliti yang bernama Trisna Laila Yunita dengan judul “Peranan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap Perlindungan

Hak Asuh Anak Akibat Perceraian” tahun 2008 yang hanya membatasi pada hak asuh anak dan lembaga yang dijadikan tempat penelitian adalah KPAI.

Dari penelitian – penelitian di atas, peneliti melihat bahwa belum ada

penelitian tentang peran komisi perlindungan anak Indonesia dalam mengembalikan hak-hak anak pada anak-anak terlantar. Sesuai dengan yang akan peneliti lakukan dalam bentuk skripsi.

F. Sistematika Penelitian

Untuk memudahkan dalam penelitian ini, peneliti membagi pembahasan dalam 5 bab, yaitu :


(22)

Bab I Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, review studi terdahulu dan sistematika Penelitian.

Bab II Tentang perkawinan dan hak-hak anak terlantar, mencakup

pengertian perkawinan dan mencakup pengertian hak asuh anak. Bab III merupakan eksistensi Komisi Perlindungan Anak Indonesia, profil

serta susunan pengurus Komisi Perlindungan Anak Indoensia, dan tujuan berdirinya Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan mengenai hak-hak anak dalam hukum islam dan hukum positif, faktor-faktor penyebab terjadinya kasus penelantaran anak di Indonesia, peran serta komisi perlindungan anak Indonesia terhadap anak-anak terlantar dan implementasi peran komisi perlindungan anak Indonesia terhdap anak-anak terlantar.

Bab V Merupakan bab terakhir dari Penelitian skripsi ini, terdiri dari


(23)

A. Pengertian Hak Anak dan Anak Terlantar 1. Pengertian

Pengertian Hak dan Anak dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki

arti salah satu nya adalah “kewenangan” dan ini satu sama lain saling

berkaitan dengan mempunyai arti yang sama.1 Maka hak dan anak tidak bisa

dipisahkan karena kedua nya saling berkaitan, anak tidak bisa hidup tanpa hak. Dan hak tidak akan jelas bila tidak ada anak sebagi objek nya, karena anak dalam kandunganpun sudah mempunyai hak, mulai dari hak si cabang bayi dinyatakan sehat oleh dokter sampai akhir nya anak itu lahir kedunia.

Hak anak adalah yang harus didapatkan oleh seorang anak tanpa anak itu harus meminta, untuk kelangsuangan tumbuh kembangnya seorang anak. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Hak anak tersebut mencakup non diskriminasi, kepentingan bagi anak dan penghargaan terhadap pendapat anak (UU Perlindungan anak Bab I Pasal 1

No.12 dan Bab II Pasal 2).2

1

Departemen Pendidikan Nasional, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)h.43.

2

Mohammad Taufik Makaro, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Jakarta: Rineka Cipta, 2013) h, 104.


(24)

Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang

telah ada sejak lahir bahkan seblum lahir. 3 Didalam kamus Besar Bahasa

Indonesia hak memiliki kewenangan sesuatu yang benar, milik, kepunyaan,

kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.4 Anak merupakan amanah

dan anugrah dari tuhan yang maha esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat seutuhnya .

Hak Anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang mendapat jaminan dan perlindungan hukum, baik hukum internasional maupun hukum nasional. Hak asasi anak bahkan harus diperlakukan berbeda dengan orang dewasa, yang diatur secara khusus dalam konvensi-konvensi khusus. Hak asasi anak diperlakukan berbeda dari orang dewasa karena anak sejak masih dalam kandungan lahir, tumbuh, dan berkembang sampai menjadi orang dewasa masih dalam keadaan tergantung pada keluarga dan lingkungannya, belum mandiri dan memerlukan perlakuan khusus baik dalam gizi, kesehatan, pendidikan, pengetahuan, agama, keterampilan, pekerjaan, keamanan, bebas

dari rasa ketakutan, bebas dari kekhawatiran maupun kesejahteraannya5.

Perlakuan khusus tersebut berupa perlindungan hukum dalam mendapatkan hak sipil, hak politik dan ekonomi, hak sosial maupun hak budaya yang lebih baik sehingga begitu anak tersebut menjadi dewasa, ia akan lebih mengerti dan memahami hak yang dimilikinya serta akan mengaplikasikan

3

Pengertian Hak online, Akses pada: https://id.wikipedia.org/wiki/Hak. Pukul 09.00 WIB 4

Departemen Pendidikan Nasional, KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)h.43.

5


(25)

haknya tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditetapkan. Dengan demikian, anak yang telah dewasa tersebut akan menjadi tiang dan fondasi yang sangat kuat, baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara6.

Definisi anak dipahami berbeda dalam setiap disiplin ilmu, sesuai pandangan dan pengertian masing-masing dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang berusia

18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih didalam kanndungan.7

Dan didalam KUHP Perdata pasal 2 disebutkan bahwasannya anak adalah yang ada didalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati setelah dilahirkan,

dia dianggkap tidak pernah ada.8 Pengertian anak dalam kedudukan hukum

meliputi pengertian kedudukan hukum anak dari pandangan system hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum. Kedudukan anak dalam artian tersebut meliputi pengelompokan dari pengertia sebagi berikut:

a. Pengertian Anak Dalam Hukum Pidana

Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana dietakan dalam pengertian anak yang bermakna “penafsiran hukum secara negatif” dala arti anak sebagai subjek hukum yang seharusnya

6

Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, h. 4. 7

Prabowo, Budy, Anak-anak Korban Tsunami Mereka perlu Perlindungan Khusus, (Media Prempuan Edisi No.6 Biro umum dan Humas Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia), Jakarta, 2004, Hal. 11-14.

8


(26)

bertanggung jawab terhadap tindak pidana (strafbaar feit) yang dilakukan oleh anak itu sendiri, ternyata krena kedudukan sebagai seorang anak yang berada dalam usia belum dewasa.

b. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang Dasar 1945

Pengertian anak menurut pasal 34 Undang-undang 1945 mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan setatus amak dalam bidang politik, karena menjad dasar kedudukan anak, dalam pengertian kedua ini, yaitu anak adalah sebagai subjek hukum dari system hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara, dilindungi, dibina untuk mencapai kesejahteraan.

c. Pengertian Undang-Undang Nomer 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak

Anak adalah seorang manusia yang dibawah 21 tahun dan belum menikah dan anak adalah mahluk social seperti hal nya orang dewasa.

d. Pengertian Anak Menurut Psikologi

Anak adalah individu yang berusia 3-11 tahun. Diatas 11 tahun anak adalah individu yang sudah dewasa. Selain didasarkan dengan perkembangan fisik, yang memang sangat jelas membedakan anak dengan individu yang sudah dewasa, perbedaan dilihat dengan

perkembangan kognisi dan moral individu.9

9

LBH Jakarta , Mengawal Perlindungan Anak Berhadapan Dengan Hukum (LBH Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 12.


(27)

e. Pengertian anak dalam islam.

Anak adalah merupakan mahuk yang dhaif dan mulia, yang keberadaan nya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan proses melalui penciptaan

Dan dari uraian yang sudah dijelaskan diatas dapat dijelaskan, pengertian hak anak adalah bagian dari integral dari hak asasi manusia yang merupakan instrument berisi rumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum mengenai hak-hak anak. sedang menurut pengertian yang lain hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,

dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga masyarakat, pemerintah dan negara.10

Anak agar bisa menjadi generasi penerus keluarga dan bangsa yang kuat, maka hak-hak mereka haruslah dilindungi oleh pihak-pihak yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perlindungan anak seperti orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan juga negara.

Kata anak terlantar, terdiri dari kata anak dan kata terlantar. Dari uraian sebelumnya, anak menurut Undang-undang perlindungan anak adalah sebagai manusia yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk

anak yang masih didalam kandungan.11 Menurut Undang-undang No 4 Tahun

1979 tentang kesejahteraan anak, anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak

10

Rika saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2015)h, 16.

11


(28)

tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.12

“fakir misikin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.” Bunyi pasal 34 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 tersebut menjadi acuan dan pedoman bagi Negara dalam hal ini pemerintah melalui lembaga-lembaganya untuk menjamin bahwa anak terlantar harus dipelihara dan dijamin kelangsungan hidup serta masa depan anak memang harus dimiliki oleh setiap elemen bangsa.

Kata terlantar mengandung arti tidak terurus atau tidak terpelihara.13

Sedangkan kata penelantaran sebagai kata kerja berasal dari kata lantar yang

berarti tidak terpelihara, terbengkalai, tidak terurus.14 Maka dari beberapa

rumusan definisian dan kata terlantar tersebut dapat disimpulkan bahwa anak terlantar adalah seseorang yang secara umum berusia dibawah delapan belas tahun atau ditentukan lain menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan karena suatu sebab tidak diberikan pemeliharaan yang layak, tidak terurus, dan terbengkalai sehingga hak-hak nya tidak terpenuhi.

Menurut Undang-undang perlindungan Anak, anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual

hingga social.15 Sedangkan menurut Kementrian Sosial, anak terlantar adalah

12

Undang-undang RI Nomer 4 Tahun 1979 Tentang kesejahteraan Anak 13

M. B Ali dan Dedi, Kamus lengkap Bahasa Indonesia. H.46 14

W.J.S Poerwadarminata, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1976), h. 564

15


(29)

seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalamai perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua atau keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua atau keluarga. Hal yang lazim terjadi pada anak terlantar antara lain:

a. Berasal dari keluarga fakir miskin

b. Anak yang dilalaikan oleh orang tuanya

c. Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya hingga hak-hak nya.16

Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori anak rawan atau anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus

(children in need of special protection). Dalam buku pedoman pembinaan

anak terlantar yang dikelurkan oleh dinas social Provinsi Jawa Timur disebutkan bahwa yang dimaksud anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasar hingga hak-hak nya

dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosialnya.17

Seorang anak dikatakan terlantar, bukan sekedar karena sudah tidak lagi memiliki orang tua atau kedua orang tuanya, tetapi, pengertian disini adalah ketika hak-hak anak, untuk tumbuh kembangnya secara wajar, untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh kesehatan yang memadai, tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidak mengertian orang tua, ketidak mampuan atau kesengajaan. Seorang anak yang kelahirannya tidak

16

Lampiran Mentri sosial Republik Indonesia tentang Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah kesejahteraan Sosial dan potensi serta Sumber Kesejahteraan Sosial Online: Akses pada: http://datascience.or.id/2015/08/02/pembinaan-anak-jalanan-keberadaan-rumah-singgah-adakah-upaya-agar-pembinaan-yang-menyeluruh/. Tanggal 17-8-2016. Pukul 01.00 WIB

17

Bagong suyatno, Masalah Sosial Anak, (Jakarta : Kenana Prenada Media Grup, 2010), h.212


(30)

dikehendaki seperti mereka umumnya sangat rawan untuk ditelantarakan dan bahkan diperlakukan salah (child abouse). Pada tingkat ekstrime, perilaku penelantaran anak bisa berupa tindakan orang tua membuang anaknya seperti membuangnya di hutan, diselokan, di tempat sampah, dan sebegainya baik ingin menutupi aib atau karena ketidaksiapan orang tua untuk melahirkan dan

memelihara anaknya secara wajar.18

Dalam ajaran islam melalaikan anak adalah salah satu perbuatan yang tidak dibenarkan, walaupun tidak dijelaskan secara mendetail mengenai anak terlantar, namun konsep perlindungan terhadap anak dan hak-hak anak juga

disebutkan dalam Al-qur’an. Dalam islam, perlindungan terhadap hak-hak

anak adalah salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan khususnya oleh kedua orang tua karena anak merupakan titipan ALLAH SWT yang dapat menjadi penyenang hati. Hal ini terdapat dalam surah Al-Furqon ayat 74













Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang

bertakwa. (QS Al-Furqon: 74)

Selain itu, anak merupakan amanah yang dititipkan oleh ALLAH SWT kepada orang tua, hal ini terdapat dalam surah Al-Anfal ayat 27

18


(31)















Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati

amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

Mengetahui.(QS Al-Anfaal:27)

Selanjutnya kewajiban pemeliharaan anak sebagaimana dijelaskan dalam surah At-Tahrim ayat 6























Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS At-Tahrim:6)

Ditegaskan pula bahwa anak merupakan bagian dari cobaan yang harus dilalui oleh kedua orang tua. Jika orang tua berhasil memelihara anak dengan baik maka tentu pahala yang besar yang akan diperoleh. Namun sebaliknya, jika anak tidak dipelihara dengan baik ditelantarkan, maka dosa yang akan diperoleh sebagaimana yang disebutkan didalam surah Al-Anfal ayat 28








(32)

Artinya: Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang

besar.(QS Al-Anfal 28)

Pada ayat yang lain Allah menjelaskan bahwasannya tidak boleh

meninggalkan anak dalam keadaan lemah.19 Yaitu hak-haknya yang tidak

terpenuhi sehingga rentan terjadi anak terlantar. Didalam surah An-Nisa ayat 9 Allah berfirman











Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS An-Nisa 9)

Maka berdasarkan penjelasan ayat-ayat diatas dapat diketahui bahwasannya tindakan yang mengakibatkan anak terlantar sehingga tidak terpenuhui hak-hak dan kebutuhan dasarnya merupakan tindakan yang dilarang. Anak adalah amanah yang diberikan kepada orang tua sehingga harus dipelihara dan dipenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik.

B. Hak-hak anak dalam hukum islam

Setelah anak lahir, Islam telah memeberi ketetapan bagi orang tua atau yang bertanggung jawab agar menegakkan hak-haknya karena hal itu akan

19


(33)

memeberikan pengaruh positif pada proses tumbuh kembang seorang anak itu

nanti. Sebagaimana ditegaskan didalam Al-Qura’an surat An-Nisa ayat 9











Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (An-Nisa 9)

Dimasa kanak-kanak merupakan masa dimana pertama kalinya kehidupan manusia di alam dunia ini, yang berawal dari sejak lahirnya dan berakhirnya pada saat ia mencapai umur dewasa atau akhil baliq. Oleh karenya pada masa itu merupakan masa yang sangat vital untuk arah yang sangat vital bagi kehidupan manusia di dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri manusia itu sendiri.

Oleh kerena itu, orang tua sangat dituntut untuk dapat memahami karakter dari anaknya pada masa perkembangannya, memenuhi hak-hak anaknya dan kemudian mengusahakan suatu lingkungan pendidikan yang dapat memupuk seluruh aspek perkembanganya secara optimal.

1. Hak untuk hidup

Islam melarang keras pembunuhan yang terjadi pada anak dengan alasan apapun, baik itu karena kemiskinan, ancaman kemiskinan atau gairah yang berlebihan akan suatu kehormatan. Pada zaman jahiliyah beberapa anak perempuan dikubur secara hidup-hidup karena kemiskinan atau untuk melindungi keluarganya dari akibat perilaku yang buruk dan


(34)

memalukan.20 Di dalam ayat-ayat Al Quran Allah mengecam perbuatan mereka dan menetapkannya sebagai dosa besar, lebih lagi bahwasanya Allah menegaskan bahwa Dialah yang akan memeberikan rezeki kepada anak-anak maupun orang tuanya.

Menurut pandangan Quraish Shihab, karena sedemikian murkanya Allah terhadapat pembunuhan atas anak yang tidak berdosa, sehingga Allah menjelaskan dengan pristiwa-pristiwa kiamat dan Al Quran

menguraikanya dengan sebuah pertanyaan ؟تلتـق بنذ ي أب karena dosa

apakah dia (anak perempuan) dibunuh (dikuburkan hidup-hidup)”. (QS.

Al-Tawakir [81] : 9)





Artinya: Karena dosa apakah dia dibunuh

Ayat ini tidak mempersoalkan siapa yang membunuh, untuk mengisyaratkan akan kemurkaan Allah sehinga pelaku tidak wajar untuk

di ajak berdialog dengan Allah.21

2. Hak perlindungan terhadap anak

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan hak asuh anak dibawah umur dalam pasal 105 :

“Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya

20

Rahim Umran & M. Hasyim, Islam Dan Keluarga Berencana, (Jakarta : Lentera, 1997) h. 36.

21


(35)

sebagai pemegang hak pemeliharaanya. Biaya pemeliharaanya di

tanggung oleh ayahnya”22.

Dalam kompilasi bab XIV pasal 98 dijelaskan sebagai berikut:

1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21

tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan

hukum di dalam dan diluarpegadilan.

3. Pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat

yang mampu menunaikan kewajiban apabila kedua orang tuanya

meninggal. Sebagaimana dalam firman Allah QS. Al-Baqarah [2] :

233)                                                                                                                         

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya

22


(36)

ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha

melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah [2] : 233 )

Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya pemeliharaan dalam hal ini meliputi berbagai hal, masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak. Dalam konsep Islam, tanggung jawab ekonomi berada pada tulang punggung suami sebagai kepala rumah tangga. Bagaimana pun di dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa istri dapat membantu suami dalam menanggung kewajiban ekonomi tersebut. Karena itu hal yang terpenting adalah adanya kerjasama dan tolong menolong antara suami istri dalam memelihara anak, dan mengantarkannya hingga anak itu dewasa. Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak secara rinci mengatur masalah tersebut. Karena tugas dan kewajiban memelihara anak, sama dengan tugas dan tanggung jawab suami sekaligus sebagai bapak bagi

anak-anaknya23.

3. Hak waris

Salah satu perintah Allah kepada orang tua adalah memberi warisan kepada anak-anaknya. Firman Allah Swt.

23

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Cet-1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2000), h. 189.


(37)































Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka

untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separu harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui

lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa [4] : 11)

Di sisi lain, Rasulullah Saw membatasi jumlah wasiat harta hanya sepertiga dari harta dengan tujuan agar kehidupan anak-anak kelak lebih terjamin dengan bekal harta yang cukup. Tentunya bekal harta ini dimanfaatkan untuk hal-hal yang sangat bermanfat bagi hidup anaknya


(38)

dimana untuk menjamin masa depan anak walaupun oarang tuanya sudah tidak ada lagi.

Islam pun menetapkan bahwa janin mempunyai hak waris namun hak warisya belum sempurna sebelum ia lahir, apabila anak telah lahir dan nampak ada tanda-tanda kehidupan pada dirinya ia telah mempunyai hak waris yang sempurna. Rasulullah Saw. Bersabda:

Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Saw.. Bersabda jika bayi

bersuara maka berhak mendapatkan warisan” (HR. Abu Dawud)24.

Seorang anak belum mampu untuk mengurusi hartanya sendiri, maka kepengurusan harta benda anak tersebut tentunya diserahkan kepada ayah atau walinya. Hal tersebut dilakukan hingga anak itu dewasa atau sudah memiliki kemampuan untuk mengelola harta bendanya sendiri.

4. Hak nasab dan nama yang baik

Penetapan nasab merupakan salah satu hak seseorang anak yang terpenting dan merupakan sesuatu yang banyak memeberikan dampak

terhadap kepribadian masa depan anak.25

Penetapan nasab mempunyai dampak yang sangat besar terhadap individu, keluarga dan masyarakat sehingga setiap individu berkewajiban untuk merefleksikannya dalam masyarakat dengan demikian diharapkan anggota masyarakat nasabnya menjadi jelas. Karena pemusnahan nasab

24

Kitab Jamiul Ahadis, (Mesir: Mesir 3 Hijriyah). No. 12265 25

Kautsar Muhammad, Al Mainawi, Huquq Altifi Fi Al Islam, (Riyadh: Ammar Press, 1414 H), h. 49.


(39)

akan menjadikan seseorang rendah di mata orang lain dan kemungkinan akan dicaci maki karena tidak jelas asal usulnya. Selain itu dengan tidak jelasnya nasab tersebut di khawatirkan akan terjadi perkawinan dengan mahram. Untuk itulah islam mengharamkan untuk menisbatkan seseorang terhadap orang lain yang bukan ayahmya dan diharamkan untuk memusnahkan nasab dari pihak sang ayah. Oleh karena itu akan dapat menimbulkan fitnah dan mafsadah yang besar serta merupakan penghancuran terhadap sendi-sendi keluarga.

5. Hak perlindungan duniawi dan ukhrawi

Pada abad ke 14 Allah Swt sudah mempringatkan agar tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah, tidak hanya lemah dari segi materi atau hal-hal keduniaan tapi juga tidak meninggalkan anak dalam keadaan lemah iman. Firman Allah Swt..











Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah

mereka mengucapkan Perkataan yang benar.” (QS. An-Nisa [4] : 9)

Pada ayat tersebut tidak hanya terbatas pada kelemahan fisik atau jasmani dikarenakan kekurangan gizi, kesehatanya yang kurang terjamin atau cacat tubuh. Akan tetapi juga dapat di pahami dengan kekurangan harta benda atau kemiskinan sehingga anak tidak dapat memperoleh


(40)

pendidikan yang maksimal atau tidak memperoleh tempat hidup yang layak sehingga kehidupan anak tersebutmenjadi terlantar dan mengantarkannya menjadi anak yang hidup di jalan dan menjadi beban masyarakat.

Islam telah menciptakan hak asasi anak ketika masih di dalam air mani ayahnya dan rahim ibunya. Dimana yang memeliki keberadaan dalil atas hal itu kita bisa dapatkan bahwasanya dari ajaran-ajaran islam sendiri mendorong umatnya untuk memilik keturunan dengan melakukan perkawinan yang resmi dan islam juga menganjurkan supaya agar memperbanyak keturunan dan memakruhkan pembatasanya. Bahkan kita bisa mendapatkan al-Quran menilai anak itu sebagai hiasan hidup di dunia. Allah berfirman yang artinya “ harta dan anak – anak adalah perhiasan kehidupan dunia’26

. Anak juga akan menjadi penolong orang tua di saat butuh dan keperluan mendesak. Imam Ali Zainal abidin as salah satu kebahagiaan bagi seorang pria ialah disaat memiliki anak yang membantu mereka.

Anak juga akan mewarisi sifat-sifat yang ada dari kedua orang tuanya, dimana melalui seorang anak lah orang tua menurunkan sifatnya sendiri, pemikiran dan moral mereka dalam proses berlangsung pewarisan aspek sepiritual bagi eksistensi mereka. Dapat disimpulkan bahwa islam sebagaimana al-Quran dan sunnah dengan arti yang lebih luas yaitu ucapan dan prilaku serta sikap para imam terdahulu membahas

26


(41)

pentingnya mendidik seorang anak. Dengan kata lain memperhatikan anak-anak dari ketiadaan menuju keberadaan hingga kehidupan terus berlangsung dari generasi sampai allah mewariskan kepada penghuninya. Adapun sebagai berikut:

1. Dipilihkan ( calon ) ibunya

Seorang anak sebelom lahir kedunia memiliki hak lain dari ayahnya yaitu dia harus memilihkan seorang ibu yang soleh bagi anaknya kelak nanti ketika sudah lahir karena bakal calon akan dititipkan kepadanya. Sains juga mengatakan bahwa sifat bawaan secara fisik dan spritual akan berpindah melalui proses reproduksi. Termasuk hal yang penting hendaklah seorang calon istrinya yang memeliki nasab yang baik. Islam juga mewasiatkan seorang ayah agar memilih ibu anak-anaknya dari golongan orang yang beragama dan beriman sebagai filter yang aman dimana untuk mencegah

munculnya hal-hal yang tidak diinginkan27

2. Hak anak setelah dilahirkan

Hak hidup, seorang anak baik laki-laki maupun perempuan memilik hak hidup. Oleh karenanya ini syariat sama sekali tidak membolehkan kedua orang tua untuk memadamkan buah hatinya, baik hatinya, baik dengan atau dibunuh atau di aborsi. Islam telah mengecam keras kebiasaan mengubur anak hidup-hidup yang sempat menyebar di zaman Jahiliyah. Al-quran menanyakan dengan

27


(42)

penentangan dan ancaman apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa apakah mereka dibunuh? al-quran menganggap bahwa hal itu adalah kejahatan dalam

terpaksa.28

Perlu kita jelaskan di sini bahwa imam Ja’far telah membalikan pandangan diskriminatif yang mengungulkan kaum laki-laki dari pada perempuan selaras dengan pandangan religius yang luas yaitu bahwa anak laki-laki itu adalah nikmat dan anak perempuan itu sebagai kebaikan. Dimana Allah akan menanyakan nikmat tersebut dan memberikan pahala terhadap kebaikan tersebut.

3. Hak anak untuk memperoleh nama baik

Sebagian orang memeliki nama yang indah yang mengandung ketinggian makna dan melahirkan kebahagian. Nama-nama akan membawa kita terhadap seseorang yang memiliki nama tersebut bagaikan doa dari orang tua untung anak supaya kelak sang anak bisa mudah dikenal oleh orang lain dan bisa bersosialisasi, dan sebagian lain malah memilih nama yang jelek yang tidak bermakna sama sekali, ketika anda mendengarnya akan merasa jengkel dan muak.

Sejatinya pengaruh psikologis dan sosial dari nama yang kita berikan kepada anak-anak kita nanti. Berapa banyak dari mereka dengan nama yang jelek membuatnya tidak bisa tidur malam dan

28


(43)

tidak tenang di karenakan cemoohan yang diterimanya dari masyarakat.

Islam sebagai salah satu agama yang menuntun proses perubahan terbesar tetap memberikan perhatian khusus terhadap masalah dalam pemberian nama dan Nabi Muhammad Saw melakukan perubahan nama-nama yang jelek atau nama-nama yang bertolak belakang dengan aqidah tauhid. Islam menangapi atas hak seorang anak terhadap ayahnya memberi nama untuknya nama yang

bisa diterima.29

4. Hak pendidikan dan pengajaran

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya masa-masa awal anak merupakan masa penentuan dalam kehidupan selanjutnya. Atas dasar ulama menekankan pentingnya sebuah pendidikan di masa awal pertumbuhannya khususnya dibidang pendidikan dengan cara memberikan pendidikan sopan santun yang baik.

5. Hak keadilan dan persamaan

Di dalam kehidupan anak laki-laki maupun perempuan pasti akan timbul di antara mereka sebuah pertengkaran dimana hal ini menyebabkan salah satu dari mereka menjadi sakit hati yang kelamaan bisa menjadi dendam di antara mereka. Anak-anak mempunyai persaan yang sangat sensitif dan ketika mereka merasa bahwa orang tuanya lebih mengutamakan saudaranya yang lain akan

29


(44)

timbul rasa iri di dalam hatinya. Oleh karenanya sudah seharusnya orang tua berbuat adil dan memberikan rasa nyaman kepada mereka tali persaudaraan di antara saudara antara keluarga, kalau tidak maka perselisihan dan pertengkaran akan selalu ada pada dirinya dan hati mereka.

C. Hak-hak anak dalam hukum positif

Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pada alinea IV menyatakan bahwa, tujuan dari dibentuknya Negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Melindungi segenap bangsa indonesia berarti baik laki-laki dan perempuan, tua ataupun muda yang menjadi bagian dari bangsa indonesia wajib mendapatkan perlindungan dari negara. Melindungi disini berarti memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan. Anak-anak dilahirkan baik dan tidak berdosa. Namun kita bertangungjawab untuk secara bijaksana mendukung mereka sehingga potensi dan bakatnya tertarik keluar. Oleh karenanya anak-anak ini membutuhkan kita untuk membetulkan mereka atau membuat mereka lebih baik sebagai masa depan

bangsa.30

Anak merupakan manusia kecil yang tidak mampu unuk melindungi dirinya sendiri terhadap segala hal yang dapat mengancam kehidupannya bahkan mengancam masadepanya. Untuk itu perlu diingat bahwa anak adalah

30

Jhon Gray, Ph.D., Children Are From Heaven, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2011, h. 1.


(45)

cikal bakal penerus kehidupan bangsa dan negara, oleh karenanya diperlukan upaya-upaya untuk mempersiapkan dalam memikul tanggung jawab yang sangat mulia nanti. Maka dari itu sudah menjadi suatu kewajiban pokok yang harus dilakukan oleh orang tua, masyarakat bahkan negara untuk mengoptimalkan perlindungan terhadap anak dalam segala aspek kehidupanya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan adanya sarana kelembagaan dan peraturan yang dapat menjadi acuan dan sarana di dalam mengimplementasikan hal tersebut. Dengan hal tersebut, maka pada tanggal 22 oktober 2002 telah disahkan undang-undang tentang perlindungan anak

oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri.31

Undang-undang No 23 Tahun 2002 diamandemen dengan Undang-Undang-undang No 35 Tahun 2014.

Undang-undang ini terdiri dari 14 bab dan 93 pasal. Bab I, memuat tentang ketentuan umum (pasal 1); Bab II, memuat tentang asas dan tujuan (pasal 2-3); Bab III, memuat tentang Hak dan Kewajiban Anak (pasal4-19); Bab V, memuat tentang kedudukan anak (pasal 27-29); Bab VI, memuat tentang kuasa asuh (pasal 30-32); Bab VII memuat tentang perwalian (pasal 33-36); Bab VIII memuat tentang pengasuhan dan pengangkatan anak (pasal 37-41); Bab IX memuat tentang penyelengaraan perlindungan anak (pasal 42-71); Bab X memuat tentang peran masyarakat (pasal 72-73), Bab XI memuat

31

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002.


(46)

tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia (pasal 74-76), Bab XII tentang ketentuan pidana (pasal 77-90), Bab XIII ketentuan peralihan (pasal 91) dan

Bab XIV penutup (pasal 92-93).32

Dalam Pasal 1 (1) dan (2) Undang-undang No 23 tahun 2002 yang di amandemen dengan Undang-undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak dikatakan bahwa yang dimaksud dengan (1) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan; (2). Perlindungan anak yang ada di dalam segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Hak – hak anak dalam undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak dijelaskan:

 Anak berhak tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar.

Diatur dalam pasal 4:

“Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

32

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002.


(47)

 Setiap anak berhak mendapat jaminan identitas dan kewarganegaraan. Diatur dalam pasal 5:

“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.”

 Setiap anak berhak beribadah sesuai agama yang dianutnya dan berfikir,

berkreasi. Diatur dalam pasal 6:

“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.”

 Setiap anak berhak diasuh oleh orang tuanya serta dibesarkan dan anak

berhak mendapat asuhan dari orang lain apabila anak tersebut terlantar. Diatur dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 :

“Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh kedua orang tuanya sendiri” dan dalam ayat 2 “Dalam hal suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat oleh orang lainsesuai dengan ketentuan perturan

perundang-undangan yang berlaku.”

 Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan, jaminan sosial,

mental, spiritual. Diatur dalam pasal 8:

“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)