Lokasi dan Waktu Penelitian Prosedur Penelitian Analisa Data

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Biologi Universitas Indonesia. Penelitian berlangsung selama 5 bulan, terhitung dari bulan Mei 2010 sampai dengan September 2010.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Alat

Gelas piala, cawan arloji, kaca objek dan penutupnya, tabung reaksi, wadah pembiusan, timbangan analitik Precisa XT 220A, Hemositometer Improved Neubeur, mikroskop cahaya motic, alat bedah, botol minuman, kandang, alat bedah 1 set, mikropipet, Spuit Therumo Syringe 1 ml, kapas, sarung tangan, masker.

4.2.2 Bahan

Tikus jantan Rattus novergicus L galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 200-250 gram, makanan dan minuman tikus, NaCl fisiologis, Medroksiprogesteron Asetat MPA, Testosteron Undekanoat TU, Nebido, Depo progestin, Eter, Alkohol, larutan Hematoksilin, larutan Bouin asam pikrat, formaldehid 4, asam asetat, larutan xilol, larutan Eosin, larutan George, Alkohol, Parafin, larutan Paraformaldehid 4, Aquabidestilat.

4.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental yang terdiri atas 8 kelompok perlakuan dengan masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus jantan Rattus novergicus L. galur Sprague Dawley. Hal ini memenuhi rumus Federer, yaitu : n-1 t- 1 ≥ 15 keterangan : n-1 8- 1 ≥ 15 n : jumlah hewan percobaan tiap kelompok n- 1 7 ≥ 15 t : jumlah kelompok 7n- 7 ≥ 15 7n ≥ 22 n ≥ 3,1 ~ 3 Tabel 1 . Rancangan Percobaan No Kelompok Dosis mg Waktu penyuntikanminggu Pengukuran spermatozoa dan testis TU MPA 1. K1 FT N + DP 2,5 1,25 0 8 minggu 12 2 K2 FT N + DP 5 0,75 0 8 minggu 12 3 K3 FT N + DP 5 1,125 0 8 minggu 12 4 K4 FK ME 2,5 1,25 0 8 minggu 12 5 K5 FK ME 5 0,75 0 8 minggu 12 6 K6 FK ME 5 1,125 0 8 minggu 12 7 K7 FK Kos 2,5 1,25 0 8 minggu 12 8 Kontrol normal minggu 12 Ket : K = Kelompok FT = formulasi tunggal FK = formulasi kombinasi N = Nebido Testosteron Undekanoat TU DP = Depo progestin Medroksiprogesteon Asetat MPA ME = Mikro Emulsi TUMPA Kos = Kosolven TUMPA

4.4 Perlakuan Hewan Percobaan

4.4.1 Hewan Perlakuan

Sebelum percobaan, tikus diaklimatisasi selama 1 minggu dengan pemberian makanan dan minuman secukupnya. Penimbangan dilakukan sebelum dan sesudah penyuntikan untuk mengetahui pertambahan berat badan masing-masing kelompok. Kemudian, setiap ekor tikus diberi tanda pengenal agar tidak salah dalam perlakuan, selanjutnya dilakukan penyuntikan sesuai dengan rancangan percobaan.

4.4.2 Cara dan Dosis Perlakuan

Tikus disuntik dengan formulasi tunggal TU + MPA dan formulasi kombinasi TUMPA sesuai dengan dosis rancangan percobaan. Penyuntikan dilakukan sebanyak 2 kali pada minggu ke-0 dan minggu ke- 8 secara IM intra muskular pada bagian paha kanan dan pada paha kiri. Penyuntikan dilakukan sebanyak 2 kali agar kombinasi TU + MPA efektif dalam menghambat sekresi hormon gonadotropin LH dan FSH Yurnadi, 2008. Tikus yang telah mendapat perlakuan kemudian dipelihara dan dirawat sampai minggu ke-12 untuk dipreparasi.

4.4.3 Pembuatan Preparasi

Setelah minggu ke-12, tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian testis dan duktus vas deferens, lalu dibuat preparasi. Jaringan testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin dan dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Kemudian dilakukan pencucian, yaitu mencuci organ dengan alkohol 70 yang dilakukan berulang-ulang selama kurang lebih 30 menit. Hal ini bertujuan agar warna kuning larutan Bouin berkurang atau tampak jernih. Jaringan didehidrasi dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol 70, 80, 96 dan alkohol absolut selama kurang lebih 1 jam untuk menarik molekul air yang keluar dari jaringan. Selanjutnya jaringan dijernihkan dengan larutan benzil benzoat selama 24 jam, lalu dalam benzol sebanyak 2 kali 15 menit sampai jaringan tampak jernih atau transparan Ilyas, 2007. Setelah itu, dilakukan infiltrasi dengan parafin dalam beberapa tahap, yaitu jaringan direndam dalam parafin I selama 30 menit, parafin II selama 60 menit, dan parafin III selama 90 menit. Infiltrasi dilakukan dalam oven dengan suhu 56°C-58°C. Perlakuan berikutnya adalah penanaman jaringan yang telah diinfiltrasi dalam parafin cair lalu diletakkan dalam kotak kertas sesuai dengan ukuran masing-masing jaringan yang akan ditanam. Kotak kertas yang telah berisi jaringan dimasukkan dalam lemari es dan dibiarkan membeku Kusmana, 2001. Selanjutnya, pemotongan jaringan setebal 3-6µm dengan menggunakan pisau mikrotom putar dan hasil irisan ditempelkan pada kaca objek. Preparat pada kaca objek dipanaskan sampai jaringan mengembang dengan sempurna. Sebelum jaringan diwarnai, sediaan direndam dalam xilol selama 5 menit sebanyak 2 kali. Hal tersebut bertujuan agar sisa parafin yang masih merekat pada jaringan dapat dihilangkan. Xilol dihilangkan dengan merendam jaringan pada larutan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi turun secara bertahap 100, 90, 80, dan 70 masing-masing selama 3 menit. Untuk pewarnaan dilakukan dengan hematoksilin dan eosin HE. Jaringan yang telah diwarnai dijernihkan dengan xilol selama 5 menit agar jaringan tampak lebih cerah. Pada tahap akhir, jaringan testis pada kaca objek diberi entelan dan ditutup dengan kaca penutup sehingga dapat dilakukan pengamatan Woferst, 2007. Parameter pengamatan mikroskopik pada tubulus seminiferus testis meliputi tahap-tahap spermatogenesis. Sedangkan pada duktus vas deferens pengamatan dilakukan terhadap konsentrasi spermatozoa yang dinyatakan dalam jutamL Kusmana, 2001.

4.4.4 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada duktus vas deferens. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca arloji yang berisi cairan NaCl sebanyak 250 µ L. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer Hemasitometer sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar. Setelah diketahui jumlah spermatozoa, maka dapat dilakukan pengukuran untuk menentukan konsentrasi spermatozoa yang dinyatakan dalam jutamL sesuai dengan tabel dibawah ini Ilyas, 2007.  Bila dari 1 kotak didapat : Tabel 2 . Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung No Jumlah Spermatozoa Pengenceran Kotak yang Dihitung 1 40 50 kali 5 kotak 2 15-40 20 kali 10 kotak 3 15 10 kali 25 kotak  Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung Ilyas, 2007. Tabel 3 . Cara Pengenceran No Pengenceran Pembuatan Pengenceran 1 50 kali a. 980 µL larutan George + 20 µL spermatozoa b. 2450 µL lar. George + 50 µL spermatozoa 2 20 kali 950 µ L lar. George + 50 µ L spermatozoa 3 10 kali a. 900 µL lar. George + 100 µL spermatozoa b. 450 µL lar. George + 50 µL spermatozoa  Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini Ilyas, 2007. Tabel 4 . Rumus Konsentrasi Spermatozoa No Kotak Rumus konsentrasi spermatozoa 1 5 n x 10.000 x faktor pengenceran 50 x 5 2 10 n x 10.000 x faktor pengenceran 20 x 2,5 3 25 n x 10.000 x faktor pengenceran 10 Ket : n = jumlah spermatozoa setelah pengenceran Dari perhitungan jumlah spermatozoa, dapat dihitung pula frekuensi timbulnya azoospermia. Azoospermia adalah suatu keadaan dimana tidak ada spermatozoa dalam cairan semen. Sedangkan oligozoospermia adalah suatu keadaan dimana terdapat sedikit spermatozoa dalam cairan semen spermatozoa ≤ 20 jutamL WHO, 1999. Penetapan timbulnya azoospermia dilakukan dengan cara membagi banyaknya individu yang mengalami azoospermia Az dengan banyaknya individu dalam satu kelompok n dikalikan 100 Kusmana, 2001.

4.4.5 PengukuranPenilaian Histologi Spermatogenesis

Pengukuran dilakukan untuk mengetahui spermatogenesis dalam tubulus seminiferus. Metode yang dapat digunakan untuk menilai spermatogenesis adalah dengan menggunakan tabel Johnsen 1970. Penilaian dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai tiap tubulus dalam sediaan kemudian dibagi dengan jumlah tubulus yang dinilai. Angka rata- rata yang didapat merupakan nilai akhir untuk sediaan tersebut. Cara ini mempunyai keuntungan cepat untuk dilakukan, dapat dibandingkan dengan antara perlakuan yang satu dan yang lain serta memberi gambaran tentang spermatozoa Kusmana, 2001. Tabel 5 . Nilai Histologi Spermatogenik Nilai Kriteria Histologi 10 Spermatogenesis lengkap dan teratur dengan spermatozoa banyak dan epitel seminiferus normal. Lumen tubulus terbuka 9 Spermatozoa banyak, tetapi epitel seminiferus tidak teratur, tampak bagian epitel seminiferus yang lepas sloughing. Lumen tubulus tertutup 8 Jumlah spermatozoa dalam tubulus kurang dari sepuluh 7 Tidak tampak spermatozoa dalam tubulus, tetapi masih banyak spermatid 6 Tidak ada spermatozoa dan jumlah spermatid dalam tubulus kurang dari sepuluh 5 Tidak ada spermatozoa dan spermatid dalam tubulus, tetapi masih banyak spermatosit 4 Tidak ada spermatozoa dan spermatid dalam tubulus dan jumlah spermatosit kurang dari lima 3 Sel kelamin dalam tubulus hanya terdiri atas spermatogonia 2 Dalam tubulus tidak ada sel kelamin, hanya sel Sertoli 1 Dalam tubulus tidak ada sel

4.5 Analisa Data

Data hasil penelitian dianalisa untuk melihat adanya perbedaan berat badan, konsentrasi spermatozoa dan spermatogenesis dari masing- masing kelompok perlakuan. Data-data yang diperoleh dianalisa menggunakan program pengolahan data statistik SPSS 17 yang meliputi uji homogenitas, uji kenormalan, uji parametrik Anova atau non parametrik Kruskall Wallis. Hipotesis : Ho: tidak ada perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok Ha : terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok Kriteria pengujian : Bila nilai sig ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Bila nilai sig ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan Nasikin, 2007.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus

Hasil pengukuran berat badan tikus baik pada kelompok formulasi tunggal maupun formulasi kombinasi serta kelompok yang tidak mendapat perlakuan menunjukkan peningkatan berat badan. Tabel 6. Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok No Tanggal Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok Gram I II III IV V VI VII VIII 1 28 April 10 263,33 253,33 253,33 246,66 260,00 253,33 253,33 246,66 2 7 Mei 10 270,00 260,00 270,00 251,66 280,00 253,33 266,66 251,66 3 12 Mei 10 306,66 296,66 308,66 275,00 298,66 286,66 298,00 278,33 4 17 Mei 10 311,00 305,33 317,00 280,66 306,66 301,00 307,33 284,00 5 22 Mei 10 317,00 313,66 324,66 285,66 314,66 308,00 316,66 288,66 6 27 Mei 10 333,33 321,00 330,00 291,66 304,00 317,33 322,66 303,00 7 1 Juni 10 343,00 327,33 339,33 299,00 314,33 324,00 328,66 309,33 8 6 Juni 10 354,66 338,00 347,33 312,33 325,66 335,00 336,33 315,66 9 11 Juni 10 368,00 345,33 361,66 319,00 335,00 344,00 348,66 320,66 10 16 Juni 10 370,00 344,00 364,66 321,00 344,00 349,66 355,00 324,66 11 21 Juni 10 379,00 348,00 371,66 331,00 348,66 356,00 359,66 328,00 12 26 Juni 10 385,66 356,33 381,66 344,33 359,00 351,33 372,00 333,00

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821). Terhadap Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

0 23 107

Uji Aktivitas Spermisidal Dan Evaluasi Pengaruh Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Konsentrasi Hormon Testosteron Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

2 26 110

Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley Secara In Vivo

1 16 121

PENGARUH INDUKSI PLUMBUM ASETAT TERHADAP MEMORI SPASIAL DAN INTAKE SUKROSA PADA TIKUS PUTIH JANTAN (RATTUS NORVEGICUS) GALUR SPRAGUE DAWLEY

0 6 60

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

Uji Antifertilitas Ekstrak n-heksana Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

0 15 116