Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi ekonomi telah digambarkan dalam Konperensi Ekonomi melalui pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta di Yogyakarta pada 3 februari 1946. Pada konperensi itu Hatta menyatakan perlunya suatu koordinasi dipersiapkan untuk masa depan ekonomi Indonesia, yaitu “…bagaimana mengatur perekonomian Indonesia supaya pembangunan itu sejalan dan bersambung dengan pembangunan di seluruh dunia…”. Bagi yang memahami sejarah mestinya saat ini kita siap bukan kagum terhadap globalisme dan datangnya era globalisasi ekonomi saat ini 1 . Dengan datangnya globalisasi seharusnya kita dapat memerankan diri kita sebagai subjek bukan sebagai objek dalam ikut mendesain wujud globalisasi, mumpung globalisasi masih mencari bentuknya yang final demi tujuan sejati mencapai kesejahteraan dunia secara adil dan merata. Sementara itu, sekali lagi, kepentingan nasional harus tetap kita utamakan tanpa mengabaikan tanggung jawab global. Dalam kaitan yang kita tuju adalah pembangunan Indonesia, bukan sekedar pembangunan di Indonesia. Sikap Indonesia terhadap proses globalisasi haruslah proaktif, tidak sekedar antisipatif dan menunggu. Di sinilah kita harus berperan aktif 1 Sri Edi Swasono :Ekspose Ekonomika : mewaspadai globalisme dan pasar-bebas ekonomi. Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM, 2003, Cet ke-6, hs. 42. untuk ikut membentuk wujud globalisasi kembali ke globalisasi dengan perangainya yang ideal, yaitu damai, berkeadilan makmur dan beradab 2 . Untuk mewujudkan globalisasi yang ideal, yang damai, yang berkeadilan yang makmur dan beradab terhadap rakyat adalah salah satunya dengan cara membangun perekonomian yang pro terhadap rakyat. Rakyatlah yang harus kita bangun, bukanlah ekonomi GDP dan pertumbuhannya. Pengembangan usaha-usaha kecil merupakan salah satu contohnya dengan memberikan bantuan-bantuan modal usaha kepada pengusaha-pengusaha kecil guna meningkatkan perekonomian. Pengertian ekonomi kerakyatan muncul sebagai akibat terjadinya kesenjangan sosial dalam masyarakat. Kesenjangan ini merupakan hasil dari pemilikan asset ekonomi berupa sumber daya produksi dan produktifitas yang timpang antara pelaku ekonomi yang kuat dan yang lemah. Dengan demikian ekonomi rakyat pada dasarnya adalah kegiatan orang-orang rumah tangga dan atau kelompok masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu dalam pengertian ekonomi kerakyatan melekat unsur dikerjakan sendiri atau bersama-sama, kecil, berorientasi pada kelangsungan kehidupan, cenderung tradisional dan tingkat swadaya yang menonjol. 3 Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem ekonomi yang memihak kepada kepentingan sebagian besar rakyat secara manusiawi, adil dan demokratis. Kepentingan ekonomi sebagian rakyat ini terdapat dalam kehidupan ekonomi manusia 2 Sri Edi Swasono :Ekspose Ekonomika : mewaspadai globalisme dan pasar-bebas ekonomi, Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM, 2003, Cet ke-6, h. 51. 3 Noer Soetrisno, Ekonomi Rakyat Usaha Mikro dan UKM : Dalam perekonomian Indonesia. Jakarta, STEKPI, 2005, h. 6. seperti petani, nelayan, buruh, pedagang kecil sektor informal, para penganggur dan kaum papa. Inilah yang merupakan realitas sesungguhnya ekonomi rakyat. Dalam bahasa yang hampir sama, Revrisand Baswir menyerukan tentang ekonomi kerakyatan dimana situasi berbagai kegiatan diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi semua anggota masyarakat dan penyelenggaraan kegiatan- kegitan ekonomi, itupun di bawah pengendalian atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Bila dikaitkan dengan Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, situasi perekonomian seperti itulah yang disebut sebagai perekonomian usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. 4 Dalam Ketetapan No IV1999 disebutkan pengertian sistem ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut : Memberdayakan masyarakat dan semua kekutan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang adil, berbasis pada sumber daya alam dan manusia yang produktif dan mandiri, maju berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 5 Ekonomi kerakyatan dapat menciptakan lingkungan dunia usaha yang lebih bersahabat, karena nuansa ketidakadilan yang mencolok akan terhapus di benak rakyat, seiring dengan tercukupinya kebutuhan pokok hidup mereka. Ekonomi kerakyatan akan menciptakan kelompok masyarakat yang secara massal berdaya beli tinggi yang kemudian akan mendorong pengadaan 4 M.Azwir Daini Tara, Strategi Membangun Ekonomi Rakyat : Masa Sulit Pasti Berlalu, Jakarta, Nuansa Madani, 2001, h. 5. 5 Mubaryanto, Ekonomi Rakyat dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Jakarta, Media Indonesia, 2001, h. 58. barang dan jasa oleh pengusaha-pengusaha kecil atau bahkan pengusaha-pengusaha besar. Pengusaha-pengusaha kecil merupakan akar dari perekonomian di Indonesia, dimana usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia merupakan suatu bentuk tujuan aktivitas ekonomi. Berdasarkan tujuan aktivitas ekonomi itulah manusia terdorong untuk memenuhi beragam tujuannya. Salah satunya adalah dengan mencari pekerjaan yang bisa dijadikan sarana guna memenuhi tujuannya tersebut. Selain mencari pekerjaan, ada cara lainnya adalah dengan cara membuka lapangan pekerjaan berwirausaha. Berwirausaha saat ini adalah tindakan yang lebih realistis dibandingkan dengan mencari apalagi menunggu datangnya lapangan kesempatan pekerjaan. Dikatakan realistis karena, secara teoritis dan berdasarkan sumber daya alam dan peluang pasar, membuat lapangan pekerjaan sendiri lebih dimungkinkan karena berkaitan dengan faktor yang ada pada diri sendiri, dibandingkan dengan memburu pekerjaan yang sedikit tetapi diburu oleh banyak orang. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok wirausaha ini. Kelompok ini merupakan modal bagi kemajuan yang berarti pada suatu bangsa. Kelompok wirausaha ini selalu mempunyai peran krusial dalam meminimalisir perekonomian suatu bangsa. Bahkan dalam masa resesi ekonomi pun kelompok usaha ini menjadi penopang yang menahan gerak perekonomian. 6 6 Didik. J. Rachbini, Kiat Sukses Berwirausaha, Jakarta, Gramedia, 2002, Cet. Ke-1, h. 14. Peran wirausaha dalam perekonomian sangat signifikan. Di samping tonggak perekonomian, usaha tersebut merupakan model pencaharian masyarakat kebanyakan. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah merupakan suatu usaha meningkatkan kesejahteraan dan aktif dalam proses pembangunan nasional. 7 Dalam uraian di atas jelas digambarkan bahwa wirausaha mengedepankan sektor ekonomi rakyat. seperti petani, nelayan, buruh dan pedagang kecil. Penjelasan ini sebagai koreksi atas anggapan keliru bahwa sistem ekonomi Indonesia lebih banyak memihak kepada konglomerat, meskipun konglomerat harus dianggap ekonomi kerakyatan juga, karena konglomerat adalah rakyat. 8 Ekonomi kerakyatan melalui wirausaha adalah ekonomi yang dihuni secara massif oleh masyarakat Indonesia sehingga menjadi hajat hidup umum. Dengan demikian, negara bertanggung jawab atas kelangsungan dan kesuksesan model perekonomian wirausaha ini. Upaya pengembangan sumber daya ekonomi kerakyatan berkaitan erat dengan persoalan “pemihakan” pada pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah. Tanpa bermaksud menggusur keberadaan kelompok bisnis besar. Yang harus menjadi persoalan adalah pemerataan asset ekonomi dengan basis luas sebagai dasar pijakan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Karena itu “pemihakan” pada pengembangan usaha-usaha kerakyatan adalah keharusan politik dalam rangka peningkatan pangsa ekonomi demi terlaksananya pertumbuhan yang berkelanjutan. 9 7 Lili Bariadi. Muhammad zem. M.Hudri. Zakat dan Wirausaha 1, Jakarta, Perpustakaan Nasional, 2005, h. 43. 8 M. Azwir Dainy Tara. Strategi Pembangunan Ekonomi Rakyat, Jakarta, Nuansa Madani, 2001, h. 15. 9 Lili Bariadi. Muhammad zem. M.Hudri. Zakat dan Wirausaha 1, Jakarta, Perpustakaan Nasional, 2005, h. 44. Para wirausahawan yang mengedepankan ekonomi kerakyatan terkadang terbentur oleh sulitnya pemasaran produk hasil jerih payah mereka. Dikarenakan akses terhadap pasar-pasar di kota besar yang ada terlalu jauh sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mencapai kesana. Selain itu tidak semua pasar bisa langsung dimasuki untuk memasarkan produk para pelaku ekonomi kerakyatan ini, tetapi para pelaku harus jeli dalam memasarkan produk dengan melakukan segmentasi pasar. Pasar mana yang cocok dan pasar manakah yang tidak cocok untuk dimasuki. Karena pasar itu berbeda-beda tergantung dari jenis, dan keanekaragaman pedagang yang ada didalamnya. Pengertian pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Pengertian ini mengandung arti bahwa pasar memiliki tempat dan lokasi tertentu sehingga memungkinkan penjual dan pembeli bertemu. Pengertian inilah yang di fahami oleh masyarakat. Namun dalam prakteknya pengertian pasar mengandung arti yang lebih luas lagi, artinya penjual dan pembeli tidak harus bertemu untuk melakukan transaksi tetapi cukup melalui sarana elektronik seperti, telepon, faksimili atau melalui internet. 10 Pengertian pasar lebih luas lagi adalah himpunan pembeli nyata dan pembeli potensial atas suatu produk. Pasar juga bisa diartikan sebagai suatu mekanisme yang terjadi antara penjual dan pembeli atau tempat pertemuan antara permintaan dan penawaran. Pengertian ini mengandung arti bahwa pasar merupakan kumpulan atau himpunan dari pembeli baik pembeli nyata ataupun potensial atas suatu produk tertentu. 10 Kasmir, Jakfar. “Studi Kelayakan Bisnis”, Jakarta, Kencana, 2004, Cet.1, h. 69. Pasar barang produk dibedakan menjadi dua, yaitu pasar tradisional dan pasar modern, meskipun memiliki kesamaan fungsi yaitu mempertemukan penjual dan pembeli, tetapi ada beberapa hal yang membedakan keduanya. Salah satu hal yang paling mudah untuk membedakannya adalah struktur bentuk fisik bangunan pasar itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pasar merupakan tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Tempat merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam bertansaksi di pasar, jadi jika tempat bertemunya penjual dan pembeli atau yang biasa disebut pasar itu di modernisasi, maka akan timbul berbagai permasalahan, seperti masalah komitmen pembangunan pra dan pasca pembangunan, masalah tahapan-tahapan dalam pembangunan, masalah kepemilikan toko, masalah penempatan atau pengelompokkan pedagang. Dan karena setiap daerah memiliki kebijakannya masing-masing terhadap setiap pengelolaan pasarnya, maka penulis mengambil PD Pasar Jaya selaku pengelola pasar tradisional terbesar maka penulis mengambil sampel dari yang dikelola PD Pasar Jaya tersebut. Karena hal itulah maka topik dan pengelolaan ini menjadi sangat menarik untuk dibahas. Dengan demikian maka penulis ingin membahasnya lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul. “PRAKTEK MODERNISASI PASAR TRADISIONAL PALMERIAM : PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM, Studi Kasus PD Pasar Jaya Palmeriam Jakarta Timur.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah