29 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa gabungan dari dua makna asali
berkombinasi untuk membentuk polisemi. Polisemi merupakan kunci untuk mengetahui makna dan dasar pembentukan sintaksis makna universal yang
melalui skenario pada sintaksis makna universal persamaan dan perbedaan makna dapat diungkapkan dengan tuntas dan tidak berputar-putar.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap verba sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli. Berikut akan dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Budiasa 2011 dalam artikelnya meneliti verba yang bermakna
POTONG
dalam bahasa Bali. Ia membahas jumlah verba yang bermakna
POTONG
dalam bahasa bali, tipe-tipe, dan strukturnya. Teori yang digunakan adalah Teori MSA
Metabahasa Semantik Alami. Teori ini dipakai untuk menentukan tipe-tipe makna verba
POTONG
dan struktur semantis verba tersebut. Untuk memperoleh data digunakan metode simak dan didukung oleh teknik catat. Data verba
POTONG
dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih, sedangkan untuk penyajian hasil analisis data digunakan metode informal dan
formal. Hasil kajian Budiasa menunjukkan bahwa verba yang bermakna
POTONG
dalam bahasa Bali berjumlah 29 butir leksikal, memiliki satu tipe makna asali, yaitu melakukan: terpotong. Dalam struktur semantis MSA, tipe ini memiliki pola
sintaksis ‛X melakukan sesuatu pada Y’ dan ‛Y terpotong oleh X’.
Universitas Sumatera Utara
30 Penelitian Budiasa mempunyai kelemahan karena elemen sintaksis yang
digunakan tidak sesuai dengan perangkat makna asali. Jelasnya, tidak ada elemen
TERPOTONG
pada makna asali yang diusulkan dalam Teori MSA. Pada verba POTONG kemungkinan yang terjadi ialah kombinasi antara elemen
MELAKUKAN
dan elemen
TERJADI
dan kombinasi ini dalam Teori MSA disebut hubungan pengartian. Walapun demikian, penelitiannya banyak memberikan
kontribusi berupa metode analisis, teori, dan data. Selanjutnya, Gande 2012 menerapkan teori MSA dalam artikelnya yang
berjudul ‛‛Tipologi Leksikal Verba ‛‛
POTONG
” dalam bahasa Manggarai : A Natural Semantic Metalanguage MSA”. Gande membahas realisasi leksikal
verba ‛‛ memotong”, struktur semantik verba ‛‛memotong”, dan fitur-fitur
pembeda struktur semantis verba ‛‛memotong” dalam bahasa Manggarai. Data
dikumpulkannya dengan cara observasi lapangan, metode wawancara, metode eksploratif, metode introspeksi, dan metode deskripsi. Data dianalisis dengan
mengikuti langkah-langkah berikut: kualifikasi data, klasifikasi data, menganalisis struktur semantik verba
‛‛memotong”, formulasi verba ‛‛memotong”, melalui pemetaan eksponen, dan subeksponen berdasarkan kategori leksiko-sintaksis,
motivasi prototipikal, alat yang digunakan, cara memotong, dan hasil yang diinginkan.
Hasil kajiannya menunjukkan bahwa realisasi leksikal verba
POTONG
dalam bahasa Manggarai terdiri atas 86 leksikon yang diklasifikasikan atas beberapa bagian, yaitu 1 memotong pada manusia mis., longke, poro, dan kuir
2 memotong pada hewan mis., mbele, paki, lecap, ndota, ca’e, dawo, ciang,
Universitas Sumatera Utara
31 ropo, dan kuntir 3 memotong pohon mis., poka, keto, campi, wancing,
we’ang, rucik, dan coco 4 memotong rumput mis., ako, arep, peketo, babar, dan sasap 5 memotong daun mis., ciak, sarit, lata, koer, dan rekut 6
memotong buah mis., pu’a, lesep, kasi, pu’ik, kengket, ro’e, dan wegek 7 memotong tali mis., wingke, wicok, wete, kere, kandit dan 8 memotong kain
mis., wirot, rotas, kerek, gunting. Gande mengusulkan struktur semantis verba
POTONG
dalam bahasa Manggarai adalah ‛X melakukan sesuatu pada Y’,
‛sesuatu terjadi pada Y’. Kemudian, fitur pembeda untuk verba
POTONG
bergantung pada usia, motivasi, objek, alat, cara, dan hasil yang diinginkan. Penelitian Gande memberi banyak masukan dari segi teori dan cara
menganalisis verba
POTONG.
Masukan dari segi teori terlihat pada fitur-fitur pembeda dan pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut. Kemudian,
masukan dari segi cara menganalisis verba
POTONG
tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali. Kontribusi Gande ini akan
dikembangkan pada penelitian verba
POTONG
dalam bahasa Batak Toba. Subiyanto 2008 mengkaji verba gerakan bukan agentif dalam bahasa
Jawa. Ia membahas komponen semantis dan struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa. Dalam hal ini, teori MSA digunakan untuk
menjelaskan komponen semantis dan struktur semantik. Data yang digunakan adalah data lisan dan data tulisan yang diperoleh melalui wawancara dan
observasi terhadap informan kunci dengan teknik elisitasi dan teknik catat. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih.
Universitas Sumatera Utara
32 Berdasarkan hasil penelitiannya, komponen semantis verba bukan agentif
bahasa Jawa memiliki ciri [+dinamis], [-kesengajaan], [+- kepungtualan], [+- telik], dan [- kinesis]. Di samping itu, verba gerakan bukan agentif dalam bahasa
Jawa memiliki komponen semantis [kesengajaan], artinya verba tidak dikontrol oleh agen. Selanjutnya, struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa
Jawa ada dua, yaitu 1 berdasarkan arah gerakan, struktur semantisnya ialah BERGERAK dan MELAKUKAN dan 2 berdasarkan kualitas gerakan struktur
semantisnya MELAKUKAN dan TERJADI. Penelitian Subiyanto memberikan kontribusi pada komponen semantis
arah gerakan mis. ‛X bergerak horizontal’ dan ‛ X melakukan beberapa kali’.
Komponen semantis yang diusulkannya diterapkan dan dikembangkan dalam penelitian ini untuk menganalisis komponen makna verba
POTONG dalam
bahasa Batak Toba.
Selanjutnya, Mulyadi 2000 dalam artikelnya yang berjudul ‛‛Struktur
Semantis Verba dalam bahasa Indonesia”, membahas masalah klasifikasi verba bahasa Indonesia, formulasi struktur semantis verba bahasa Indonesia, dan
persamaan dan perbedaan struktur semantis verba bahasa Indonesia. Dia menggunakan metode simak yang didukung dengan teknik catat. Data dianalisis
dengan menggunakan metode padan dan metode agih dan teori yang digunakan adalah Metabahasa Semantik Alami. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa verba
bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu verba keadaan, proses, dan tindakan. Verba keadaan mempunyai kelas kognisi, pengetahuan, emosi, dan persepsi.
Verba proses mempunyai kelas kejadian, proses badaniah, dan gerakan bukan
Universitas Sumatera Utara
33 agentif. Verba tindakan mempunyai kelas gerakan agentif, ujaran, dan
perpindahan. Kemudian, struktur semantis verba bahasa Indonesia diformulasikan dari sejumlah polisemi dan dari kombinasi makna asali ini terlihat persamaan dan
perbedaan struktur semantisnya. Cara kerja teori MSA dalam penelitian Mulyadi menjadi acuan untuk
menerapkan teori MSA pada verba
POTONG
bahasa Batak Toba. Pembagian verba berdasarkan property temporal memberi inspirasi dalam mengategorisasikan
verba
POTONG
dalam bahasa Batak Toba. Sidabutar 2007 dalam skripsinya yang berjudul
‛‛Konsep Warna dalam Bahasa Batak Toba” membahas kategorisasi warna dan makna warna dalam
bahasa Batak Toba. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing. Data dianalisis dengan metode padan dengan
teknik pilah unsur penentu dan metode distribusional. Teori MSA digunakan untuk megetahui kategorisasi dan makna warna dalam bahasa Batak Toba.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kategori warna dalam bahasa Batak Toba ada dua, yaitu 1 warna dasar yang terdiri atas hitam, putih, dan
merah 2 warna turunan yang terdiri atas hijau, kuning, biru, dan coklat. Makna warna dapat berupa objek benda, perasaan, sifat objek. Makna warna dasar
dalam Bahasa Batak Toba adalah warna birong ‛hitam’ yang bermakna ‛arang’,
‛kebijaksanaan’, dan ‛neraka’; warna bontar ‛putih’ yang bermakna ‛kapas’, ‛kesucian’, dan ‛surga’; warna rara ‛merah’ yang bermakna ‛darah’, ‛semangat’,
dan ‛ bumi’. Warna turunan adalah sebagai berikut: warna rata ‛hijau’ yang
bermakna ‛rumput’ dan ‛sayuran hijau’; warna hunik ‛kuning’ yang bermakna
Universitas Sumatera Utara
34 kunyit; warna balau
‛biru’ yang bermakna ‛belau’ pewarna pakaian; dan warna gara
‛coklat’ yang bermakna ‛tanah’. Penelitian Sidabutar memperluas wawasan peneliti tentang penerapan teori
MSA dalam bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori MSA. Penelitian ini juga mendorong peneliti untuk meneliti verba POTONG dalam bahasa Batak
Toba.
Universitas Sumatera Utara
35
BAB III METODE PENELITIAN